Setitik Kasih Sayang Allah

PERNAH ada seorang berusia lanjut menasihati penulis dengan kalimat bijaknya, “Panas e dunyo disonggo wong akeh, panas e ati disonggo dewe-dewe.”  Tafsiran bebasnya adalah panasnya dunia itu ditopang bareng-bareng oleh manusia, tapi panasnya hati ditanggung sendiri-sendiri.”

Kalimat itu meluncur dari lisan beliau saat daerah kami mengalami musim panas (kemarau) yang lumayan lama daripada tahun-tahun sebelumnya. Dan suhu panas saat itu juga dirasakan sangat panas menyengat dibanding musim-musim yang telah lewat.

Nasihat itu terasa sejuk di hati penulis sebab saat itu banyak sekali manusia mengeluh merasakan panasnya kemarau.  Dan yang lebih membuat  hati adem adalah ketika penulis membuka kitab Mukhtarul Ahadisun Nabawiyah karya Sayyid Ahmad Al Hasyimi ada tertera sebuah hadis dari Rasulullah ﷺ yang berbunyi,

وَكل بِالشَّمۡسِ تِسۡعَۃُ أَمۡلاَكٍ

يَرۡمُوۡنَهَا بِالثَّلۡجِ كُلَّ يَوۡمٍ وَلَوۡلاَ ذَلِكَ مَا أَتَتۡ عَلَی شَيءٍ إِلاَّ

أَحۡرَقَتۡهُ

“Kepada matahari diutus sembilan Malaikat. Setiap harinya mereka menghujani matahari dengan salju. Seandainya tidaklah demikian niscaya tiada sesuatu pun yang terkena sinar matahari melainkan pasti terbakar.” (HR. Thabrani melalui Abu Umamah).

Dan matahari yang sudah “dijinakkan” itu pun ternyata masih bisa mengancam keselamatan kehidupan di bumi.  Maka Allah Swt ciptakan pula “hijab” untuk melindunginya yang berupa atmosfer di langit. “Hijab” ini bertugas menjaga bumi dari ancaman benda-benda angkasa.

Atmosfer merupakan selimut gas yang menyelimuti beberapa planet, termasuk bumi. Atmosfer terletak di ruang angkasa dan berada di lapisan terluar bumi.

Mengutip Encilopedia Britannica, pengertian atmosfer adalah lapisan gas dengan ketebalan ribuan kilometer yang terdiri atas beberapa lapisan dan berfungsi melindungi bumi dari radiasi dan pecahan meteor.

Ketebalan atmosfer sendiri mencapai 1.000 kilometer dari permukaan bumi. Kandungannya terdiri dari beberapa gas, yaitu 78 persen nitrogen, 21 persen oksigen, 0,9 persen argon, dan 0,03 persen karbondioksida. Sisanya uap air, krypton, neon, xinon, hidrogen, kalium, serta 0,7 persen ozon.

Atmosfer yang tersusun dari enam bagian itu memiliki fungsi :

  1. Melindungi bumi dari paparan radiasi sinar ultraviolet dan lapisan ozon sebab sinar ultraviolet sangat berbahaya bagi kehidupan di bumi.
  2. Melindungi bumi dari benda-benda luar angkasa yang jatuh imbas adanya gaya gravitasi bumi.
  3. Menjadi media cuaca yang bisa memengaruhi hujan, badai, topan, angin, salju, awan, dan lainnya.
  4. Memiliki kandungan berbagai macam gas yang diperlukan oleh manusia, tumbuhan, dan juga hewan untuk bernapas dan kebutuhan lainnya.

Selain atmosfer, Allah Swt juga telah meng-hijab-i bumi dengan satu pelindung lagi yaitu Sabuk Van Allen.  Sebuah “hijab” pelindung berupa suatu lapisan yang terdiri dari dua sabuk partikel bermuatan di sekitar planet Bumi.  Pelindung ini tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi yang tertahan di tempatnya.

Manfaat dari Sabuk Van Allen hampir mirip dengan atmosfer. Sabuk Van Allen berperan sebagai perisai bumi dari radiasi berbahaya yang secara terus-menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang yang ada di luar angkasa.

Hal tersebut tentu sangat berguna untuk keberlangsungan makhluk hidup di Bumi.  Seandainya Sabuk Van Allen tidak pernah ada, kemungkinan besar kehidupan di bumi sudah hancur dan punah sekarang.   Hal ini disebabkan karena semburan energi raksasa yang dikenal dengan istilah jilatan api matahari yang muncul dan terjadi beberapa kali pada matahari bisa memusnahkan kehidupan di bumi. Inilah salah satu bentuk kasih sayang Allah Swt kepada seluruh makhlukNya.

Allah Swt menciptakan mereka, lalu memberi kehidupan, kemudian menyediakan sumber penghidupan, dan menjaga keseimbangan alam agar semua makhlukNya bisa hidup serta melindungi mereka dari berbagai ancaman dari luar bumi.  Padahal beberapa makhluk Allah Swt setiap harinya ingin memusnahkan manusia di atas bumi karena kegeraman mereka kepada kelakuan manusia yang sering berbuat durhaka kepada Allah Swt.

Imam Ahmad telah meriwayatkan dalam Musnadnya , dari Umar bin Al-Khathab –Radiyallahu ‘anhu– beliau berkata, Rasulullah ﷺbersabda,

لَيْسَ مِنْ لَيْلَةٍ إِلَّا وَالْبَحْرُ يُشْرِفُ فِيهَا ثَلاثَ مَرَّاتٍ عَلَى الْأَرْضِ، يَسْتَأْذِنُ اللهَ فِي أَنْ يَنْفَضِخَ عَلَيْهِمْ، فَيَكُفُّهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Tidak ada satu malam pun, kecuali di dalamnya lautan mendekat ke bumi tiga kali, meminta izin kepada Allah Swt untuk membanjiri/menenggelamkan mereka. Maka Allah -Azza wa Jalla- menahannya.” [Musnad : 303/1/395]

Allah Swt yang Maha Penyabar, Maha Pengasih dan Penyayang masih enggan memberi izin kepada lautan karena welas asih Nya kepada manusia.  Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa,

وَرَحْمَتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَىْءٍ ۚ

”Rahmat (kasih sayang)-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS al-A’raf [7]: 156).

Wal hasil ketika kita mengetahui bagaimana welas asih dan kuatnya perlindungan yang diberikan Allah Swt kepada manusia, maka sudah menjadi sebuah kemestian bagi manusia untuk selalu bersyukur kepadaNya.  Dan syukur tertinggi adalah mampu menempatkan diri pada posisi yang sudah dikehendaki Allah Swt bagi manusia yakni sebagai hamba Allah lalu menjalani hidup pada rel kehambaan pada Allah tersebut.

Allah SWT berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat : Ayat 56).

Artinya tugas kita hanyalah beribadah kepada Allah Swt dan fokus pada jalan itu. Menjemput rejeki, belajar, bermasyarakat dll harus pula dikaitkan pada niatan untuk beribadah kepada Allah Swt. Dan yang selain itu (yang sudah diatur Allah) maka kita tidak usah ikut memikirkannya. Di dalam Kitab Al Hikam pasal empat Syeikh Ibn Atho’illah As Sakandary mengatakan,

أَرِحْ نــَفْسَـكَ مِنَ الـتَّدْبِــيْرِ، فَمَا قَامَ بِـهِ غَيْرُ كَ عَـنْكَ لاَ تَـقُمْ بِـهِ لِنَفْسِكَ

“Istirahatkan dirimu dari tadbiir (melakukan pengaturan-pengaturan)! Maka apa-apa yang selainmu (Allah) telah melakukannya untukmu, janganlah engkau (turut) mengurusinya untuk dirimu.”

Allah Swt sudah mengurus semua penunjang kehidupan bagi manusia. Dan Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS: Al Baqoroh :255).

Maka sekali lagi tugas kita hanya beribadah pada Allah Swt. Dan yang sudah diurus oleh Allah maka kita tidak perlu ikut mengurusinya. Wallahu A’lam Bis Showab.

*/ Muhammad Syafii Kudo, Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan

HIDAYATULLAH

Tanda-tanda Orang Celaka di Dunia dan Akhirat

HASAN Al-Basri berkata, “Tanda-tanda celaka bagi seseorang adalah air mata yang membeku, kerasnya hati, cinta dunia, dan panjang angan-angan.”
Maksudnya adalah sedikit menangis, hati tidak terpengaruh dengan nasihat, cinta, dan tenggelam pada urusan dunia dan berharap banyak untuk tinggal lama di dunia.

Dzun Nun Al-Mishriy berkata:

“Tanda-tanda bahwa seseorang itu bahagia di akhirat adalah cinta pada orang-orang saleh, dan dekat dengan mereka, membaca Alquran, begadang di malam hari untuk ibadah, duduk bersama para ulama, dan hati yang lembut.”

Sebagian menyatakan bahwa tanda orang yang bahagia di akhirat adalah taat kepada Allah Ta’ala dalam keadaan ia khawatir amalnya ditolak. Tanda orang itu celaka adalah bermaksiat dan berharap diterima amalnya.

Semoga kita terlindung dari golongan tersebut dan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang lembut hatinya terhadap nasihat dan mampu istiqamah di jalan hidayah. Amin. []

INILAH MOZAIK

Mahar Rasulullah Saat Menikahi Juwairiyah

Juwairiyah adalah salah satu istri Rasulullah Saw yang mulia. Juwairiyah adalah pemuka dan tokoh kaum Bani Musthaliq. Nama aslinya adalah Burrah binti Al-Harits bin Abu Dhirar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuza’ah.

Berdasarkan beberapa riwayat, Rasulullah menikahi Juwairiyah setelah perang Muraisi’, yaitu peperangan antaran kaum muslimin dengan Bani Musthaliq yang terjadi pada tahun kelima hijriyah. Dia akhirnya menjadi tawanan perang dan meminta kepada Rasulullah untuk membebaskan dirinya dan para tawanan perang lainnya. Rasulullah menyanggupi permintaan Juwairiyah dengan syarat bersedia menikah dengan beliau.

Disebutkan bahwa Juwairiyah saat menikah dengan Rasulullah berusia dua puluh tahun. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Siyar A’lam Al-Nubala’ berikut;

وعن جويرية ، قالت : تزوجني رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وأنا بنت عشرين سنة

Dari Juwairiyah, dia berkata; Rasulullah menikahiku saat aku berusia dua puluh tahun.

Adapun mahar Rasulullah saat menikahi Juwairiyah adalah melepaskan dan memerdekakan semua tawanan dan budak dari Bani Musthaliq. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Siyar A’lam Al-Nubala’ berikut;

وعَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: أَعْتَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُوَيْرِيَةَ، وَاسْتَنْكَحَهَا، وَجَعَلَ صَدَاقَهَا عِتْقَ كُلِّ مَمْلُوْكٍ مِنْ بَنِي المُصْطَلِقِ

Dari Imam Al-Sya’bi, dia berkata; Rasulullah memerdekakan Juwairiyah dan kemudian menikahinya, dan maharnya adalah memerdekakan semua budak dari kalangan Bani Musthaliq.

Dalam kitab Jami’ul Atsar fi Mawlid Al-Nabiyyil Mukhtar, juga disebutkan sebagai berikut;

وخرج الحاكم في المستدرك من حديث سفيان بن عيينة عن ابن نجيح، عن مجاهد قال: قالت جويرية يا رسول الله: إنّ نساءك يفخرن على ويقلن: لم يتزوّجك رسول الله انما انت ملك يمين فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ألم أعظم صداقك؟ ألم أعتق أربعين من قومك؟

Imam Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak mengeluarkan hadis dari Sufyan bin ‘Uyainah dari Ibn Najih dari Mujahid, dia berkata bahwa Juwairiyah berkata; Wahai Rasulullah, para istrimu berbangga-bangga padaku sambil dan mereka berkata ‘Rasulullah tidak menikahimu, kamu hanya budak’. Maka Rasulullah berkata; Tidakkah aku sudah memberikan mahar yang besar kepadamu? Tidakkah aku sudah memerdekakan empat puluh orang dari kaummu?

BINCANG SYARIAH

Zakat Profesi Dipotong Setiap Bulan Adalah Tidak Tepat

Zakat profesi yang dipotong setiap bulan dari gaji adalah penerapan qiyas yang tidak tepat dan tidak konsisten. Nisab dan haulnya mengikuti zakat tanaman, akan tetapi kadar zakatnya mengikuti zakat emas & perak (zakat mal). Perhatikan poin-poin berikut.

Alasan qiyas yang dilakukan tidak tepat

Pertama, Mereka melakukan qiyas terhadap zakat profesi dipotong tiap bulan karena di-qiyas-kan dengan zakat tanaman dan buah-buahan yang dipanen, demikian juga gaji yang didapat (dipanen) setiap bulan, padahal penghasilan profesi itu berupa uang, haulnya mengikuti zakat mal yaitu setahun dan dikeluarkan tiap setahun sekali.

Kedua, Mereka melakukan qiyas terhadap kadar zakat profesi dengan zakat mal (emas & perak) yaitu 2,5%, harusnya konsisten apabila ikut aturan besar kadar zakat tanaman,  maka kadarnya adalah 10% apabila dilakukan pengairan alami (semisal hujan dan sungai) dan 5% apabila dilakukan pengairan dengan usaha (pakai alat tertentu untuk mengairi).

Ketiga, mereka melakukan qiyas terhadap nisabnya ke zakat tanaman yaitu 5 wasaq atau 652,8 kg gabah (520 kg beras). Apabila harga beras Rp 4.000 per kilogram, maka nisab zakat profesi adalah Rp 2.080.000., Jadi menurut mereka, semua orang yang punya pengasilan lebih dari Rp. 2.080.000 tiap bulan, harus dipotong untuk zakat profesi. Padahal zakat mal (uang) itu nisabnya adalah emas dan perak kalau kita ambil perak (yang paling murah), maka nisabnya adalah 200 dirham atau 5 uqiyah, jika 1 dirham Rp. 129.000, maka nisabnya adalah Rp. 25.800.000, jadi HARUSNYA yang memiliki gaji di atas 25 juta saja yang dipotong. Tentu prakteknya TIDAK KONSISTEN.

Keempat, zakat profesi yang benar adalah zakat profesi yang konsisten menggunakan panduan zakat mal yaitu keluarkan setiap tahun (bukan setiap bulan), nisabnya adalah emas & perak dan kadarnya adalah 2,5%.

Praktek di zaman Abu Bakr

Profesi atau penghasilan bulanan sudah ada sejak zaman sahabat dahulu. Bahkan Abu Bakr juga mendapatkan gaji dari baitul mal karena tugas beliau sebagai khalifah saat itu. Beliau awalnya pedagang, tetapi karena urusan kaum muslimin banyak menyita waktu, beliau tidak sempat berdagang dan mendapatkan gaji dari baitul mal. Beliau berkata,

لقد عَلِمَ قَوْمِي أَنَّ حِرْفَتِي لم تَكُنْ تَعْجِزُ عن مؤونة أَهْلِي وَشُغِلْتُ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَسَيَأْكُلُ آلُ أبي بَكْرٍ من هذا الْمَالِ وَيَحْتَرِفُ لِلْمُسْلِمِينَ فيه.

“Sungguh kaumku telah mengetahui bahwa pekerjaanku dapat mencukupi kebutuhan keluargaku, sedangkan sekarang, aku disibukkan oleh urusan umat Islam, maka sekarang keluarga Abu Bakr akan makan sebagian dari harta ini (harta baitul mal), sedangkan ia akan bertugas mengatur urusan mereka.” (HR. Bukhari)

Tidak ada riwayat saat itu beliau dipotong gajinya untuk membayar zakat profesi setiap kali gajian, bahkan sistem penggajian itu diterapkan juga kepada tentara dan pegawai khalifah yang mengurusi kaum muslimin. Tidak ada saat itu diterapkan zakat profesi dipotong setiap gajian.

Kesimpulan

Poin penting yang perlu diperhatikan adalah penghasilan dan profesi di zaman ini berupa uang maka mengikuti aturan zakat mal, yaitu haulnya setahun dan dikelaurkan setiap tahun, bukan setiap bulan. Sebagaimana dalam hadis,

وَلَيْسَ فِى مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

“Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” (HR. Abu Daud)

Sebagaimana kita ketahui bahwa nisabnya adalah emas dan perak, apabila uang setiap bulan tersebut dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan selalu habis, kemudian di akhir tahun tidak mencapai nisab, maka tidak dikeluarkan zakatnya.

Demikian pembahasan ini semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Wasiat Abu Bakar As-Shiddiq Sebelum Kematiannya kepada Umar bin Khattab

Abdullah bin Abu Quhafah atau yang masyhur dengan gelar Abu Bakar As- Siddiq wafat pada bulan Jumadil akhir tahun 13 H dalam umur 63 tahun setelah mengalami sakit selama beberapa hari. Sebelum kematiannya, beliau sempat berwasiat kepada Umar bin Khatab tentang rasa takut dan pengaharapan (al-khauf wa ar-raja’).

Sebagaimana yang dikisahkan dari Abdullah bin Tsabit, dia berkata: “Sebelum ajal menjemput –dalam  keadaan sekaratul maut- Abu bakar memanggil Sayyidina Umar bin khatab, kemudian beliau berpesan kepadanya. Isi pesannya itu adalah; “Wahai Umar, Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah memiliki amalan pada malam hari dan tidak diterimanya pada siang hari.”

Dan sesungguhnya Allah tidak menerima amalan sunnah sebelum dilaksanakan amalan fardhu. Dan orang yang berat timbangannya di hari kiamat itu adalah mereka yang mengikuti kebenaran saat di dunia sekalipun itu berat bagi mereka. Dan orang yang ringan timbangan mereka di hari kiamat nanti adalah mereka yang di dunia mengikuti kebatilan, dan kebatilan itu ringan bagi mereka.

Sesungguhnya Allah menyebut ahli-ahli surga dengan perbuatan baik mereka, dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka. Apabila aku mengingat mereka, maka aku takut sekiranya aku tidak bergabung dengan mereka. Sesungguhnya Allah menyebut ahli-ahli neraka dengan perbuatan buruk mereka. Aku mengingat mereka, maka aku benar benar berharap sekiranya aku tidak bersama mereka.

Aku berkata demikian supaya seorang hamba tersebut berharap sekaligus takut, tidak berangan-angan kosong terhadap Allah, dan tidak berputus asa terhadap rahmat-Nya. Apabila engkau menjaga pesanku ini, maka tidak ada perkara yang ghaib yang lebih engkau cintai dari pada kematian, sedangkan dia pasti akan datang menemuimu. Dan apabia engkau melalaikan pesanku ini, maka tidak ada perkara ghaib yang lebih engkau benci dari pada kematian, sedangkan engkau tidak bisa mengelak dari padanya.

Itulah salah satu wasiat dari Sayyidina Abu Bakar As- Siddiq kepada Sayyidina Umar bin Khatab yang bisa ditemui dalam kitab Hilyatu al-Awliyaa’ karangan Abu Nu’aim Al Ashfahani.

Wallahu A’lam. 

BINCANG SYARIAH

Kisah Sufi Masuk Surga Karena Selamatkan Kucing Kedinginan

Di berbagai tempat kita miris dengan aneka perilaku yang tidak lagi mencintai bangsa dan aset negaranya sendiri sebagai anugerah Allah. Lihat saja kebrutalan dan kepanikan masyarakat sudah tidak bisa lagi dikendalikan.

Seakan masyarakat telah tercerabut dari tuntunan keadaban yang berakar dari nilai kemanusiaan dan moral agama. Dengan begitu, tanpa rasa kasih mereka nekat membunuh sesamanya dengan sadis. Tidak peduli apakah yang dibunuh itu rakyatnya, atasannya, teman dekatnya, keluarganya, atau bahkan anak dan orang tuanya sendiri.

Mengapa kekerasan ini makin menjadi-jadi? Jawabannya berpulang kepada para komponen elite bangsa itu sendiri dalam memberikan keteladanan kasih sayang kepada rak yatnya. Apakah kaum elite yang mengatakan sudah menyuarakan rakyat dan keadilan telah dibuktikan untuk membela negara dan rakyatnya? Justru, rakyat kecil marah dan frustrasi karena kelompok elite tanpa sadar telah melakukan dosa.

Berapa banyak peraturan yang mereka legitimasi akhirnya digerus oleh tangan besi yang berdarah kolusi. Harta rakyat disulap dengan cek pelawat demi kekuasaan sesaat. Rakyat menjadi malang karena diadang oleh berbagai kasus korupsi.

Dikisahkan, sang sufi besar yang bernama Abu Bakar al-Syibli konon setelah wafatnya hadir dalam mimpi temannya, berdialog dengan Allah SWT. “Apa yang menyebabkan dosamu diampuni oleh Aku ?” Tanya Allah SWT pada Syibli. “Sholat tepat pada waktunya,” jawab Syibli. “Bukan,” kata Allah SWT menimpali. “Zakat, puasa, dan hajiku yang menyebabkan dosaku diampuni,” lanjut Syibli. “Bukan juga,” cetus Allah SWT. 

Syibli pun heran, “Kalau semua ibadah yang telah aku jalankan tidak menghapus dosaku, lalu apa yang telah Kau ridhai dariku,” tanya Syibli penasaran. “Aku meridai dan mengampuni seluruh dosamu lantaran engkau telah menolong seekor kucing yang sedang kedinginan dan kelaparan.” 

Kisah di atas dimonumentalkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani, dalam kitab syarah Nashaih al- I’bad. Benar dan tidaknya kisah ini dari sisi ilmiah bukan hal penting. Pelajaran dari kisah itulah sesungguhnya yang patut kita petik. Utamanya untuk menyikapi situasi kehidupan umat manusia yang semakin hari dirasakan jauh dari rasa kasih dan kekeluargaan.      

Oleh karena itu, kisah sufi di atas seharusnya menjadi ibrah (pelajaran) yang amat berharga bagi kita untuk membiasakan diri menanamkan kasih sayang yang bermanfaat ke pada siapa pun makhluk Allah SWT. Dengan ibadah simbolis saja yang kita lakukan tanpa diimbangi dengan amal kemanusiaan, tidaklah Tuhan akan mengampuni dan meridai.

Rasa kasih sang sufi di atas yang dicurahkan kepada seekor kucing mengetuk kita semua untuk berlaku sayang dan adil kepada apa pun dan siapa pun umat manusia tanpa diskriminasi. Rasa kasih sayang seperti inilah kelak akan mengantar kan bangsa (negeri) kita menjadi negeri yang kuat (tanpa konflik), selamat, aman, damai, maju, dan beradab.         

KHAZANAH REPUBLIKA

Faedah sifat Qana’ah

Sudah sangat jelas kebutuhan manusia di zaman kiwari ini kepada sifat dan sikap Qana’ah. Namun untuk memotivasi diri kita memiliki sifat tersebut maka perlu dijelaskan hasil dan manfaat yang diperoleh pemilik sifat Qana’ah ini. Berikut ini sebagian dari hasil dan manfaat tersebut

1. Mendapatkan kebahagian, kemudahan, keamanan dan ketentraman didunia.

2. Hati (kalbu) pemilik sifat ini dipenuhi dengan iman dan rasa percaya penuh kepada Allah. Juga dipenuhi perasaan ridha dengan takdir dan pemberian Allah. Hal ini karena orang yang qana’ah dengan rezeki Allah, maka ia beriman dan yakin penuh bahwa Allah telah menjamin rezeki pada hamba dan membaginya diantara mereka. Walaupun pemilik sifat qana’ah ini tidak memiliki apa-apa.

Lihatlah pernyataan para pemilik sifat ini! Abdullah bin Mas’ud menyatakan: Sungguh aku menjadi orang yang paling berharap rezeki apabila mereka menyatakan: Di rumah tidak ada tepung terigu sama sekali.

Sedang imam Ahmad bin Hambal menyatakan: Hari-hariku yang paling berbahagia adalah hari di pagi harinya aku tidak memiliki sesuatu.

Al-Fudhail bin ‘Iyaadh menyatakan: dasarnya Zuhud adalah ridho dari Allah. Beliau juga berkata: Qana’ah adalah zuhud dan ia adalah kekayaan.

Al-Hasan al-Bashri menyatakan: Sungguh diantara lemahnya keyakinanmu adalah ketika kamu lebih percaya dengan yang ada di tangamu dari pada yang ada ditangan Allah.

3. Pemilik sifat ini mendapatkan kehidupan yang baik, berdasarkan firman Allah ta’ala:

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
(an-Nahl:  97).

Kholifah Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abas dan al-Hasan al-Bashri menafsirkan firman Allah “حَيَوةً طَيِّبَةً” dengan sifat Qana’ah.

Tentang pengertian ini ibnul jauzi menyataka: Siapa yang qana’ah maka hidupnya bahagia dan siapa yang tama’ (rakus) maka lama sengsaranya.

4. Pemilik sifat Qana’ah telah mewujudkan syukur nikmat kepada Allah. Hal ini karena orang yang qana’ah dengan rizeki Allah akan selalu mensyukurinya. Oleh karena itu Rasulullah bersabda:

 وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ

  1. Mendapatkan janji Rasulullah yang ada dalam sabda beliau :

“طوبى لمن هدي إلى الإسلام، وكان عيشه كفافًا، وقنع”

Beruntunglah orang yang mendapatkan petunjuk kepada Islam dan kehidupannya pas-pasan dan berqana’ah.
(HR Ahmad dan At-tirmidzi).

Juga janji Rasulullah :

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

Sungguh beruntung orang yang beragama Islam, diberi rizqi secara cukup, dan Allah memberikannya sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya.”

6. Terjaga dari dosa yang mematikan kalbu dan menghilangkan kebaikan, seperti hasad, ghibah, namimah (adu domba), dusta dan lain-lainnya

Demikianlah sebagian hasil dan manfaat yang bisa didapatkan pemilik sifat Qana’ah. Tentunya kita semua sangat membutuhkan hasil ini. Oleh karena itu marilah kita berusaha mendapatkan sifat qana’ah ini.

Disusun oleh:
Ustadz Kholid Syamhudi حفظه الله
Jum’at, 11 Rabiul Akhir 1442 H/ 27 November 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Jangan Khawatir Bro, Islam Terjaga dengan Baik

YA, jangan merisaukan Agama Islam, bagaimanapun usaha kaum kafirin, kaum munafikin, dan siapapun yang mengikuti jejak mereka untuk menjatuhkan dan menghinakan Islam. tidak akan berhasil.
Sungguh Islam takkan terpengaruh, Islam akan tetap terjaga dengan baik, karena Allah telah menjamin untuk menjaganya. Allah telah berfirman (yang artinya): “Sungguh Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Alquran), dan Kami pula yang benar-benar akan menjaganya”. (QS. Al-Hijr: 9).

Sebagaimana Allah menjaga kemurnian Alquran, Allah juga akan menjaga kemurnian Islam, karena kandungan Alquran, tidak lain adalah Islam yang murni. Kita lihat hari-hari ini, seringkali sosok yang ditokohkan merendahkan sebagian syariat Islam, seperti: jenggot, cadar, celana di atas mata kaki, Alquran disebut kitab paling porno, teknologi zaman ini disebut lebih hebat dari mukjizat nabi, haji sebaiknya dihentikan karena pemborosan, dan statement-statement lainnya.

Tentu kita sebagai muslim geram dengan itu semua, tapi tenanglah, sejukkan hati anda, dan yakinlah bahwa usaha mereka akan sia-sia, mereka semua akan hilang sebagaimana para pendahulunya, dan Islam akan tetap tegak berdiri di muka bumi ini.

Allah telah berfirman (yang artinya): “Mereka ingin memadamkan ‘cahaya Allah’ dengan mulut mereka, namun Allah menolak kecuali menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang orang kafir membencinya”. (QS. Attaubah: 32).

Yang dimaksud “cahaya Allah” dalam ayat ini adalah petunjuk dan agama hak yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam (Tafsir Ibnu Katsir: 4/136).

Lihatlah bagaimana agungnya agama ini, agama yang dijamin Allah akan selalu hidup sempurna di muka bumi, sehingga tidak perlu kita mengkhawatirkannya lagi.

Justru yang perlu kita takutkan adalah diri kita, sudahkah kita menerapkan agama ini dalam hidup kita? sudahkah kita peduli dengan agama kita? Sungguh Islam tidak akan rugi tanpa kita, namun kita akan rugi total tanpa Islam.

Justru mereka yang berusaha merendahkan Islam itulah yang harusnya waspada, karena tindakan mereka itu hanya merugikan dan membinasakan diri mereka sendiri, Allah taala berfirman (yang artinya): “Maka harusnya orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul itu takut akan tertimpa bencana atau terkena adzab yang pedih”. (QS. Annur: 63).

Terakhir, yang harus digaris bawahi di sini, bahwa ketika kita tidak merisaukan Islam, bukan berarti kita tidak membela dan memperjuangkan Islam. Namun, harusnya kita tetap berusaha mendakwahkan Islam, karena Allah telah memerintahkan kita untuk terus berdakwah memperjuangkan Islam.

Sepantasnya kita berusaha menjadikan diri sebagai pejuang Islam, karena kalau bukan kita, pasti Allah memilih orang lain untuk mengisinya. Dan ingatlah bahwa semakin kita berjuang untuk Islam, maka semakin banyak kemuliaan yang kita dapatkan darinya, wallohu alam. [Ustaz Musyaffa Ad Darini Lc., MA/muslimorid]

INILAH MOZAIK

Baca Shalawat Syafiyah Ini Agar Diringankan Beban Hidup

Shalawat Syafiyah merupakan bentuk sighat shalawat yang dianjurkan untuk dibaca oleh setiap kaum Muslim. Shalawat ini disebutkan oleh Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani dalam kitabnya Afdhalus Shalawat ‘ala Sayyidis Sadat. Mengenai keutamaan shalawat Syafiyah ini, beliau bertakata, ‘Jika seseorang yang dilanda kesusahan atau kesulitan membaca shalawat Syafiyah dengan jumlah yang banyak, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dan kesulitannya.’

Adapun lafadz shalawat Syafiyah adalah sebagai berikut;

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيــِّدِنَا مُحَمَّدٍ حَبِــيْبِ الْـمَحْبُوْبِ شَافِى فِى الْعِلَلِ وَمُفَرِّجِ الْــكَرْبِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

Allohumma sholli ‘ala sayyidina muhammadin habibil mahbubi syafi fil ‘ilal wa mufarrijil karbi wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallim.

“Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad Saw yang menjadi kekasihnya Zat yang mengashihi dan Zat yang menyembuhkan segala penyakit dan Zat yang menghilangkan segala kegundahan (kesusahan), juga atas keluarganya dan sahabatnya, dan limpahkanlah mereka keselamatan.”

BINCANG SYARIAH

Mengapa Ya Ayyuhalladzina Amanu Disebutkan Berulang Kali dalam Surat Al-Hujurat?

Baru ditinjau dari segi kebahasaannya saja, keistimewaan Al-Qur’an langsung terlihat dan tak dapat terelakkan. Bahkan pada zaman Rasulullah Saw., para penyair kondang yang sempat mencoba membuat syair tandingan untuk menyaingi bahasa Al-Qur’an pun semuanya dibuat takluk. Karena bahasa Al-Qur’an memang tidak hanya indah dari segi zahirnya saja, tetapi dari segi batin pun terkandung makna yang sangat penuh. (Baca: Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 12; Menjauhi Prasangka Buruk Terhadap Sesama)

Misalnya, di antara keistimewaan bahasa Al-Qur’an yang berpengaruh terhadap maknanya ialah adanya pengulangan lafal dalam Al-Qur’an. Kita dapat menjumpai berbagai pengulangan penyebutan suatu ungkapan dalam Al-Qur’an, meski sebenarnya telah disebutkan sebelumnya. Di antaranya adalah penyebutan panggilan (nida’) kepada orang-orang beriman, dengan redaksi ya ayyuhalladzina amanu yang disebutkan lima kali dalam surah Al-Hujurat.

Panggilan berupa ya ayyuhalladzina amanu dalam surah Al-Hujurat [49] itu masing-masing disebutkan pada ayat 1, ayat 2, ayat 6, ayat 11, dan ayat 12. Karena pengulangan panggilan tersebut, mungkin saja timbul sekelumit pertanyaan terkait mengapa redaksi panggilan perlu disebutkan berulang kali dan ditegaskan kembali, padahal orang yang dituju masih sama? Bukankah andai tanpa adanya pengulangan, serta dengan sekali panggilan saja sudah cukup mewakili?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita telusuri penafsiran ulama ahli tafsir menyangkut alasan pengulangan redaksi tersebut. Di antaranya ialah penafsiran Syekh Ahmad bin Muhammad ash-Shawi al-Mishri, dalam kitab tafsir beliau yang berjudul Hasyiyah ash-Shawi. Menurut beliau, tujuan pengulangan tersebut ialah supaya orang-orang mukmin memberikan perhatian lebih terhadap urusan dan keadaan mereka, baik menyangkut perintah maupun larangan Allah yang berada setelah redaksi pemanggilan.

Penafsiran tersebut beliau kemukakan berdasar pada ungkapan Luqman, ketika ia memberikan beberapa nasihat kepada anaknya. Supaya mendapat perhatian lebih, Luqman memanggil anaknya berulang kali, yakni setiap sebelum menyampaikan nasihatnya. Panggilan yang dimaksud ialah lafal “ya bunayya” (wahai anakku), sebagaimana termaktub dalam surah Luqman [31] ayat 13, ayat 16, dan ayat 17.

Penjelasan serupa, disertai uraian contoh lebih lengkap, juga dapat ditemukan dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Imam Fakhruddin ar-Razi, serta kitab tafsir karya Syekh Ibnu Asyur yang berjudu Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir.

Selain alasan di atas, baik Imam Ahmad ash-Shawi maupun Imam Fakhruddin ar-Razi, juga memberikan alasan lain terkain pengulangan panggilan kepada orang-orang beriman. Yaitu untuk menghilangkan salah sangka, bahwa seruan tersebut berlaku pada selain orang yang dimaksud, yaitu selain orang mukin.

Alasam tersebut mereka kemukakan dengan penguat bahwa di antara beberapa panggilan khusus berupa “ya ayyuhalladzina amanu”, terdapat panggilan yang sifatnya umum kepada seluruh manusia, yaitu dengan redaksi “ya ayyuhannas”.

BINCANG SYARIAH