Salah Satu Alasan Mengapa Islam Ajarkan tak Berkeluh Kesah

Islam mengajarkan umatnya tak mudah berkeluh kesah

Jika kita renungkan dengan baik, sejatinya setiap hari marupakan hari baik yang telah dipersembahkan Allah SWT Sang Pencipta untuk para hamba-Nya. 

Oleh sebab itu, sudah sepatutnya hidup untuk dijalani dan dinikmati bukan diratapi. “Jalanilah hari ini dengan keyakinan bahwa “saya tidak sendiri menjalani hari ini. Ada Allah Yang Mahabesar menemani saya dan pasti segala yang terbaik telah dipersiapkan-Nya bagi saya,” kata Pengasuh taklim Majelis Daarul Muhibbin, Habib Abdurrahman. Rahman Habsyi, menyampaikan pesan hikmahnya, Selasa (2/12).

Habib Abdurrahman mengatakan, orang bijaksana adalah mereka yang mampu berbahagia sekalipun melalui masa-masa sulit. Terus berusaha mensyukuri semua nikmat yang telah Allah berikan kepada kita setiap harinya. “Alihkan dan fokuskan pikiran anda kepada segala rahmat dan anugrah dari Allah, di hari ini, bahkan dalam setiap hari,” katanya.

Hari kemarin telah berakhir tadi malam, jadi jangan lagi membawa masalah-masalah kemarin untuk hari ini. Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadits riwayat ad-Dailamy sebagai berikut:

لَيْسَ البِرُّ في حُسْنِ اللِّبَاسِ وَالزِّيِّ، وَلكِنَّ البِرَّ السَّكِيْنَةُ وَالوَقَارُ. الديلمي في مسند الفردوس “Kebaikan itu bukan ada pada pakaian dan penampilan, melainkan kebaikan itu terletak pada ketenangan dan keteguhan.”

“Nikmatilah harimu yang penuh berkah ini,” kata Habib Abdurrahman sembari menambahkan, “Life is not be endured, but to be enjoyed. Hidup tidak untuk dipikul, tetapi untuk dinikmati,” kata Habib mengutip Hubert H Huphrey.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Muslim Nampak Miskin, Kafir Hidup Kaya

Mungkin pernah terbetik di dalam benak kita, kenapa kita yang seorang muslim, hidupnya jauh lebih sengsara, ketimbang mereka yang hidup di dalam kekafiran. Padahal seorang muslim hidup di atas keta’atan menyembah Allah ta’ala, sedangkan orang kafir hidup di atas kekufuran kepada Allah.

Wahai saudaraku seiman, janganlah heran dengan fenomena ini. Karena seorang shahabat Nabi yang mulia pun terheran sambil menangis. Beliau adalah ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu. Berikut ini kami nukilkan kisah ‘Umar yang termuat dalam kitab Tafsir Surat Yasin karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.

Suatu hari ‘Umar mendatangi rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau sedang tidur di atas dipan yang terbuat dari serat, sehingga terbentuklah bekas dipan tersebut di lambung beliau. Tatkala ‘Umar melihat hal itu, maka ia pun menangis. Nabi yang melihat ‘Umar menangis kemudian bertanya, “Apa yang engkau tangisi wahai ‘Umar?”

‘Umar menjawab, “Sesungguhnya bangsa Persia dan Roma diberikan nikmat dengan nikmat dunia yang sangat banyak, sedangkan engkau dalam keadaan seperti ini?”

Nabi pun berkata, “Wahai ‘Umar, sesungguhnya mereka adalah kaum yang Allah segerakan kenikmatan di kehidupan dunia mereka.”[1]

Di dalam hadits ini menunjukkan  bahwa orang-orang kafir disegerakan nikmatnya oleh Allah di dunia, dan boleh jadi itu adalah istidraj[2] dari Allah. Namun apabila mereka mati kelak, sungguh adzab yang Allah berikan sangatlah pedih. Dan adzab itu semakin bertambah tatkala mereka terus berada di dalam kedurhakaan kepada Allah ta’ala.

Maka saudaraku di jalan Allah, sungguh Allah telah memberikan kenikmatan yang banyak kepada kita, dan kita lupa akan hal itu, kenikmatan itu adalah kenikmatan Islam dan Iman. Dimana hal ini yang membedakan kita semua dengan orang kafir. Sungguh kenikmatan di dunia, tidaklah bernilai secuil pun dibanding kenikmatan di akhirat.

Mari kita bandingkan antara dunia dan akhirat, dengan membaca sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Demi Allah! Tidaklah dunia itu dibandingkan dengan akhirat, kecuali seperti salah seorang dari kalian yang mencelupkan jarinya ke lautan. Maka perhatikanlah jari tersebut kembali membawa apa?” (HR. Muslim)

Lihatlah kawanku, dunia itu jika dibandingkan dengan akhirat hanya Nabi misalkan dengan seseorang yang mencelupkan jarinya ke lautan, kemudian ia menarik jarinya. Perhatikanlah, apa yang ia dapatkan dari celupan tersebut. Jari yang begitu kecil dibandingkan dengan lautan yang begitu luas, mungkin hanya beberapa tetes saja.

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa perhatiannya ‘Umar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak tega, hingga menangis melihat kondisi Nabi yang terlihat susah, sedangkan orang-orang kafir hidup di dalam kenikmatan dunia.

Sebagai penutup tulisan ini, akan saya petikkan kisah seorang hakim dari Mesir, beliau adalah Al-Hafizh Ibnu Hajr. Suatu hari Ibnu Hajr melewati seorang Yahudi yang menjual minyak zaitun, yang berpakaian kotor, dan Ibnu Hajr sedang menaiki kereta yang ditarik oleh kuda-kuda, yang dikawal oleh para penjaga di sisi kanan dan kiri kereta.

Kemudian Yahudi tersebut menghentikan kereta beliau dan berkata, “Sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda, ‘Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan Surga bagi orang kafir[3] Engkau adalah Hakim Agung Mesir. Engkau dengan rombongan pengawal seperti ini, penuh dengan kenikmatan, sementara aku di dalam penderitaan dan kesengsaraan.”

Ibnu Hajr rahimahullah menjawab, “Aku dengan nikmat dan kemewahan yang aku rasakan ini dibandingkan dengan kenikmatan di Surga adalah penjara. Ada pun engkau dengan kesengsaraan yang engkau rasakan, dibandingkan dengan adzab yang akan engkau rasakan di Neraka dalah Surga.”

Orang Yahudi itu lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” Masuk Islam lah orang Yahudi tersebut.

Penulis: Wiwit Hardi Priyanto


MUSLIM.or.id

10 Sebab Senantiasa Merasa Miskin Dan Kurang Harta

Ketahuilah bahwa semua rezeki itu dari Allah Ta’ala. Terkadang Allah luaskan rezeki kepada seseorang, terkadang Allah sempitkan. Tugas kita adalah menerima semua putusan Allah dengan sabar, syukur dan qana’ah (merasa cukup) dengan apa yang Allah karuniakan. Inilah kunci kebahagiaan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قد أفلحَ من أسلمَ ، ورُزِقَ كفافًا ، وقنَّعَه اللهُ بما آتاهُ

“Sungguh beruntung orang yang sudah berislam, lalu Allah beri rezeki yang secukupnya, dan Allah jadikan hatinya qana’ah (merasa cukup) dengan apa yang dikaruniakan kepadanya” (HR. Muslim no. 1054).

Namun kebanyakan kita terkalahkan oleh hawa nafsu sehingga merasa tidak pernah cukup. Demikianlah umumnya manusia, betapapun banyak yang Allah berikan, terasa tidak pernah cukup. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا، وَلاَ يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ

“Andai bani Adam memiliki dua lembah yang penuh dengan harta, maka dia akan mencari lembah yang ketiga. Dan tidak ada yang bisa memenuhi perut bani Adam kecuali tanah (yaitu kematian)” (HR. Bukhari no.6436 dan Muslim no.1048).

Terkadang, betapapun banyak yang Allah berikan, masih saja seseorang merasa miskin dan kurang. Sehingga hidupnya tidak pernah bahagian karena terkungkung oleh perasaannya yang senantiasa merasa kurang.

Maka, mari kita kenali sebab-sebab seseorang senantiasa merasa miskin dan merasa kurang, semoga kita bisa merenungkan dan mengambil faedah darinya.

Seseorang akan terus merasa miskin dan kurang ketika:

1. Karena tujuan hidup dan ambisi terbesarnya masih mencari dunia, bukan akhirat

Orang yang ambisi terbesarnya adalah dunia, Allah jadikan kefakiran di depan matanya, ia merasa miskin terus. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

Barangsiapa ambisi terbesarnya adalah dunia, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya, Allah jadikan kefaqiran di depan matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali sesuai apa yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang ambisi terbesarnya adalah akhirat, Allah akan memudahkan urusannya, Allah jadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam ia tidak menyangkanya” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah no. 950).

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

محب الدنيا لا ينفك من ثلاث : هم لازم و تعب دائم و حسرة لا تنقضي

“pecinta dunia tidak lepas dari 3 hal: kegalauan yang terus-menerus, keletihan yang terus-menerus, dan kekecewaan yang tiada berakhir” (Ighatsatul Lahafan, 1/37).

2. Karena jahil terhadap ilmu agama

Ilmu membuat pemiliknya jauh dari cinta dunia, dan sadar bahwa akhirat adalah tujuan. Allah Ta’ala mengisahkan tentang Qarun:

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ

Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar“” (QS. Al Qashash: 79-80).

Orang yang berilmu akan paham kekayaan hakiki bukanlah kaya harta benda, namun kekayaan hakiki adalah kaya hati. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Bukanlah kekayaan itu adalah banyaknya harta benda, namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati” (HR. Muslim no.6446, Muslim no. 1051).

3. Karena mengikuti bisikan setan dengan melakukan maksiat dan berbuat bid’ah

Karena setanlah yang menakut-nakuti dengan kefakiran lalu menyuruh manusia berbuat maksiat, bid’ah dan kesyirikan demi untuk mencari dunia. Allah Ta’ala berfirman:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui” (QS. Al Baqarah: 268).

Orang yang terbawa oleh bisikan setan ini akan terus merasa kurang dan kurang, sehingga akhirnya ia menjalani jalan-jalan yang haram untuk mendapatkan harta.

4. Karena banyak bergaul dengan orang kaya, kurang bergaul dengan orang miskin

Orang yang banyak bergaul dengan orang-orang kaya, yang memiliki harta lebih banyak darinya, ia akan menganggap remeh nikmat Allah yang ia dapatkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

“Lihatlah orang yang berada di bawah kamu, dan jangan lihat orang yang berada di atas kamu, karena dengan begitu kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kamu” (HR. Bukhari – Muslim).

Banyak bergaul dengan orang-orang yang miskin dan lemah akan melembutkan hati dan menjauhkan jiwa dari cinta dunia. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata

أنَّ رجلا شكا إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ قسوةَ قلبِه فقال له إنْ أردتَ تَليينَ قلبِكَ فأطعمِ المسكينَ وامسحْ رأسَ اليتيمِ

“Ada seorang yang mengeluhkan kerasnya hatinya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bersabda kepada orang tersebut: “Jika engkau ingin melembutkan hatimu, berilah makanan pada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim” (HR. Ahmad, 2/ 263, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 854).

5. Kurang mensyukuri nikmat-nikmat yang kecil

Jika hal-hal kecil tidak disyukuri, maka nikmat-nikmat yang besar tidak akan disyukuri dan terus merasa kurang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَن لا يشكرُ القَليلَ لا يَشكرُ الكثيرَ

“Orang yang tidak mensyukuri yang sedikit, ia tidak akan bersyukur pada nikmat yang banyak” (HR. Ahmad no. 18449, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.3014).

6. Hati yang sakit dan mati

Sehingga tidak memiliki tawakkal, husnuzhan billah, qana’ah, syukur, dan ibadah-ibadah hati lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Dzar:

أَفَتَرى قِلَّةَ المالِ هو الفقرَ ؟ . قلتُ : نعم يا رسولَ اللهِ ! قال : إنما الغنى غنى القلبِ ، و الفقرُ فقرُ القلبِ

“Apakah kalian menyangka kefakiran itu adalah kekurangan harta?”. Abu Dzar menjawab: “iya wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya kekayaan hakiki itulah kekayaan hati, dan kefakiran itu adalah kefakiran hati” (HR. Ibnu Hibban no.685, Al Hakim no. 7929, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 827).

Hati yang sehat akan merasakan ketenangan dan manisnya iman, tidak ada perasaan susah karena kurangnya harta. Allah Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Fath: 4).

7. Kurang ibadah

Karena Allah menjanjikan orang yang banyak beribadah akan diberikan rasa lapang di dada dan akan dicegah dari kefakiran. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يقولُ يا ابنَ آدمَ : تَفَرَّغْ لعبادَتِي أملأْ صدركَ غِنًى وأسُدُّ فقرَكَ ، وإِنْ لَّا تفعلْ ملأتُ يديْكَ شُغْلًا ، ولم أسُدَّ فقْرَكَ

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Wahai manusia! Habiskan waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kecukupan dan akan Aku tutup kefaqiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka akan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefaqiranmu’” (HR. At Tirmidzi no. 2466, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Maka perbanyaklah ibadah dan ikhlaslah dalam beribadah, niscaya Allah akan berikan kecukupan.

8. Penghasilan atau pekerjaannya haram

Karena harta yang haram tidak ada keberkahan di dalamnya, semua yang didapatkan akan terasa kurang dan sedikit kebaikannya. Contohnya harta riba, Allah Ta’ala berfirman,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

“Allah menghancurkan harta riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al Baqarah [2]: 276).

Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا يَدْخُلُ الجنةَ لحمٌ نبت من السُّحْتِ، وكلُّ لحمِ نبت من السُّحتِ ؛ كانتِ النارُ أوْلَى به

“Tidak masuk surga, daging yang tumbuh dari harta haram. Setiap daging yang tumbuh dari harta haram, maka api neraka lebih layak baginya” (HR. Ahmad no.15284, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah[6/214]).

9. Tidak mau bekerja dan malas

Ketika seseorang tidak mau berusaha dan malas mencari rezeki bagaimana mungkin ia lepas dari kefakiran? Maka bagi laki-laki, tidak boleh malas dan enggan bekerja. Umar radhiyallahu ‘anhu:

يا معشر القراء (أي العباد) ارفعوا رؤوسكم، ما أوضح الطريق، فاستبقوا الخيرات، ولا تكونوا كلاً على المسلمين

“Wahai para pembaca Qur’an (yaitu ahli ibadah), angkatlah kepada kalian (baca: bekerjalah!), sehingga teranglah jalan. Lalu berlombalah dalam kebaikan. Dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).

Para lelaki kaum Muslimin tidak boleh malas bekerja, karena mereka bertanggung-jawab memenuhi nafkah keluarganya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ القَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وفي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ علَى ما يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ باللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ، وإنْ أَصَابَكَ شيءٌ، فلا تَقُلْ لو أَنِّي فَعَلْتُ كانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَما شَاءَ فَعَلَ، فإنَّ لو

تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah. Namun setiap Mukmin itu baik. Semangatlah pada perkara yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam perkara tersebut), dan jangan malas. JIka engkau tertimpa musibah, maka jangan ucapkan: andaikan saya melalukan ini dan itu. Namun ucapkan: “qadarullah wa maa-syaa-a fa’ala (ini takdir Allah, apa yang Allah inginkan itu pasti terjadi)”. Karena ucapkan “andaikan…” itu akan membuka pintu setan” (HR. Muslim no. 2664).

10. Jarang berdoa

Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan banyak doa-doa agar terhindar dari kefakiran. Diantaranya:

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran… ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur… tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau” (HR. Abu Daud no.5092, dihasankan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam beliau biasa berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan, dan kekayaan)” (HR. Muslim no. 2721, At Tirmidzi no. 3489, Ibnu Majah no. 3105, Ibnu Hibban no. 900 dan yang lainnya).

Dan doa-doa lainnya yang berasal dari Al Qur’an dan Sunnah.

Maka pembaca yang budiman, mari kita kenali dan renungkan poin-poin di atas, dan kita tumpas segera sehingga kita terbebas dari perasaan selalu miskin dan selalu kurang.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

**

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim. Or.Id

Menabung di Langit Paling Aman

Ungkapan yang sering kita dengar yaitu “menabung di langit merupakan tabungan yang paling aman.” Ungkapan ini ada benarnya dan merupakan ucapan seorang sahabat yang mulia yaitu Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَجْعَلَ كَنْزَهُ فِي السَّمَاءِ حَيْثُ لاَ يَأْكُلُهُ السُّوْسُ وَلاَ يَنَالُهُ السُّرَّاقُ فَلْيَفْعَلْ، فَإِنّ قَلْبَ الرَّجُلِ مَعَ كَنْزِهِ

“Barangsiapa yang mampu untuk menyimpan harta simpanannya di langit, sehingga tidak dimakan oleh ulat dan tidak pula bisa disentuh para pencuri, maka lakukanlah, karena hati seseorang bersama harta simpanannya” (Al-Fawaaid hal. 159).

Maksud dari menabung dan menyimpan harta di langit yaitu menginfakkannya di jalan Allah berupa sedekah, infak, wakaf dan sebagainya. Harta yang kita simpan di dunia bisa jadi hilang atau dicuri, bisa rusak, atau bisa jadi kita menggunakan harta tersebut tanpa kita sadari (tiba-tiba habis karena tidak berkah), akan tetapi harta yang kita simpan di langit akan tetap ada dan bermanfaat baik di dunia maupun akhirat.

Harta yang kita simpan di langit akan bermanfaat juga di dunia yaitu akan menambah keberkahan hidup kita yaitu berupa kemudahan hidup, kemudahan menjalani berbagai ujian dan cobaan serta kemudahan dalam melakukan berbagai kebaikan & ibadah yang mengantarkan pada kebahagiaan sejati.

Allah ta’ala berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya” (QS. Saba’: 39).

Syekh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan bahwa sedekah bisa jadi menambah harta kita (misalnya bisnis menjadi lebih lancar),

فالصَّدقات يزيد الله بها الأموال، ويُنزل بها البركة، ويُعَوِّض الله فيها صاحبها الخير العظيم

“Dengan sedekah, Allah akan menambahkan hartanya, Allah turunkan keberkahan dan Allah akan gantikan hartanya dengan kebaikan yang besar” (Syarh Riyadhul Shalihin, https://binbaz.org.sa/audios/2514/191).

Bahkan sedekah tidak akan membuat seseorang jatuh miskin. Tidak pernah kita mendengar orang yang jatuh miskin dan bangkrut karena rajin bersedekah, justru yang sering kita dengar jatuh miskin dan bangkrut adalah orang yang tamak & rakus akan harta. Sedekah tidak mengurangi harta seseorang

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَ مَالُ عَبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ

“Harta seorang hamba tidak akan berkurang karena sedekah” (HR. Riwayat Tirmidzi, sahih).

Syekh Muhammad Al Mubarakfuri menjelaskan bahwa harta yang disedekahkan akan bertambah berkahnya. Beliau berkata,

تصدق بها منه بل يبارك له فيه

“Harta yang disedekahkan akan diberkahi (diberikan kebaikan yang banyak)” (Tuhfatul Ahwadzi 6/616).

Demikian semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Adab dan Syarat dalam Berbicara

Sebagai seorang muslim tentu kita telah dibekali dan mendapat bimbingan tentang cara dan adab dalam berbicara.

Nah, kali ini kita akan mengkaji apa saja syarat dan adab yang harus diperhatikan saat kita berbicara ?

Simak ayat-ayat berikut ini :

1. Berbicara harus berlandaskan ilmu, bukan hanya prasangka atas dugaan.

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولٗا

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS.Al-Isra’:36)

2. Hendaknya kita melakukan apa yang kita bicarakan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (QS.Ash-Shaf:2)

3. Hendaknya kita berbicara dengan adil dan proporsional.

وَإِذَا قُلۡتُمۡ فَٱعۡدِلُواْ

“Apabila kamu berbicara, bicaralah dengan adil.” (QS.Al-An’am:152)

4. Hendaknya kita berbicara dengan kalimat yang tepat dan benar.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS.Al-Ahzab:70)

5. Hendaknya berbicara dengan lembut, tidak kasar dan mengagetkan.

فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلٗا لَّيِّنٗا

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.” (QS.Tha-Ha;44)

6. Hendaknya berbicara yang mudah dipahami.

فَقُل لَّهُمۡ قَوۡلٗا مَّيۡسُورٗا

“Maka katakanlah kepada mereka ucapan yang lemah lembut.” (QS.Al-Isra’:28)

7. Hendaknya kita berbicara dengan jujur, tegas dan memberi kesan.

وَقُل لَّهُمۡ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ قَوۡلَۢا بَلِيغٗا

“Dan an katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.” (QS.An-Nisa’:63)

Itulah beberapa adab dan syarat yang kita serap dari ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Semoga kita termasuk mereka yang menjaga adab dalam berucap.

KHAZANAH ALQURAN

Jangan Meremehkan dan Menertawakan Tanda Kiamat

Sepatutnya umat Islam tak menyepelekan, meremehkan, bahkan menertawakan tanda kiamat

Fungsi mengenal tanda-tanda kiamat bagi umat Islam adalah untuk semakin memperkokoh keimanan seseorang. Sebab mengenali dan percaya tanda-tanda kiamat merupakan bagian dari rukun iman, yakni beriman pada hari akhir. Hal itu seperti diungkapkan dalam buku Prediksi Akhir Zaman karya Muhammad Abduh Tuasikal.

Nabi bersabda: “An tu’mina billahi wa malaaikatihi wa kutubihi wa Rusulihi wal-yaumil-akhiri wa tu’mina bil-qadri khairihi wa syarrihi,”. Yang artinya: “(Yang dimaksud) iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada Rasul-Nya, serta beriman pada hari akhir (kiamat) dan juga beriman pada takdir yang baik dan buruk,”.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sayyidina Umar bin Khattab. Maka diharapkan, dengan semakin mengenal tanda-tanda kiamat maka seorang Muslim diharapkan dapat memperkokoh keimanannya. Mengenal tanda-tanda kiamat bukanlah bagian senda gurau atau wacana isapan jempol semata.

Dari sejumlah dalil yang dijabarkan, mengenali tanda-tanda kiamat merupakan bagian dari bentuk keimanan seorang Muslim. Maka alangkah baiknya bagi kita untuk mengenali tanda-tanda itu dan tetap mengencangkan keteguhan hati untuk percaya dan beribadah hanya kepada Allah SWT.

Kabar mengenai kiamat bahkan diabadikan di dalam Alquran yang kebenarannya tidaklah diragukan. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 2-3: “Dzalikal-kitaabu laa raiba fihi hudan lil-Muttaqiina, alladzina yu’minuna bil-gaibi,”. Yang artinya: “Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib,”.

Untuk itu maka sudah sepatutnya bagi umat Islam untuk tidak menyepelekan, meremehkan, bahkan menertawakan tanda-tanda kiamat yang terjadi yang dianggap sebagai lelucon. Umat Islam justru harus semakin mawas diri dari kelalaian, maksiat, hingga kebatilan. Dengan hadirnya tanda-tanda kiamat, sudah selayaknya bagi umat Islam untuk memerbanyak amal shaleh agar layak menghadap Illahi.

KHAZANAH REPUBLIKA

Kabar Gembira! Qur’an Kemenag Sekarang Sudah Bisa Diinstall di Ms. Word

Untuk membantu masyarakat dalam pemahaman dan aktualisasi kitab suci Al-Qur’an, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kemenag mengembangkan aplikasi Qur’an in word. Aplikasi ini kemudian diberi nama “Qur’an Kemenag in Ms. Word (QKIW)”.

Kepala LPMQ, Muchlis M Hanafi, menuturkan pegembangan Mushaf Al-Qur’an ini agar bisa mengaktualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an di seluruh Indonesia. LPMQ mengapresiasi banyak pihak dan lembaga yang telah turut membantu mewujudkannya.

“Menganugerahkan “Al-Qur’an Award” kepada tokoh dan lembaga yang dinilai berjasa dalam mengabdi dan mengembangkan Mushaf Al-Qur’an sehingga menambah nilai kebermanfaatan bagi umat Islam,” jelas Muchlis  dalam rangkaian acara launching produk hasil kajian LPMQ, di Bayt Al-Qur’an, Jakarta, pada Senin (14/10), sebagaimana dilansir dalam laman resmi Kemenag.

Aplikasi Qur’an In Word yang diberi nama “Qur’an Kemenag in Ms. Word (QKIW)” ini dikembangkan oleh Mohamad Taufiq. Teks ayat Al-Qur’an dalam QKIW berasal dari tulisan tangan H. Isep Misbah yang didigitalkan IT LPMQ dalam bentuk font. Aplikasi QKIW dapat diunduh di https://lajnah.kemenag.go.id/unduhan

Taufiq berharap dengan menghibahkan aplikasi tersebut kepada LPMQ maka masyarakat muslim Indonesia dapat mengutip ayat Al-Qur’an sesuai dengan Mushaf Standar Indonesia. “Supaya bisa digunakan oleh para mahasiswa muslim dan kalangan akademisi untuk mengutip Al-Qur’an dan terjemahannya secara mudah,” imbuhnya.

Selanjutnya, font Al-Qur’an tadi digeneralisasi menjadi font arab sesuai standard unicode yang dilengkapi dengan tanda baca yang sesuai dengan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia oleh Muhammad Zamroni Ahbab.

Berkat ide dan garapan pegawai LPMQ di bidang pentashihan sekaligus anggota tim IT itu, tulisan tangan H. Isep Misbah berhasil dikonversi menjadi sebuah font telah banyak dinikmati masyarakat dalam berbagai aplikasi Al-Qur’an baik dalam bentuk digital, website, maupun aplikasi office (microsoft word).

Selain peluncuran produk Qur’an Kemenag In Ms. Word, pada acara launching produk hasil kajian LPMQ yang diadakan di Bayt Al-Qur’an tersebut juga terdapat empat produk hasil kajian LPMQ tahun 2019 yang dirilis oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Keempat produk itu di antaranya; terjemahan Al-Qur’an edisi penyempurnaan, Mushaf Al-Qur’an standar Indonesia Rasm Usmani (MSI), jabatan fungsional pentashih mushaf Al-Qur’an dan pangkalan data Mushaf Al-Qur’an Nusantara.

BINCANG SYARIAH

Kemenag Terbitkan Regulasi Umrah di Masa Pandemi

Kementrian agama menerbitkan regulasi umrah di masa pandemi yang disampaikan oleh Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Oman Fathurahman melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Pedoman Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah pada Masa Pandemi Corona Virus Desease 2019.

Oman Fathurahman menyatakan bahwa regulasi umrah di masa pandemi KMA No. 719 Tahun 2020 tersebut ditandatangani oleh Menteri Agama Fachrul Razi setelah dibahas bersama dengan stakeholder. Ia menjelaskan bahwa regulasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi telah siap.

Substansi kebijakan umrah di masa pandemic juga sudah dibicarakan dengan Komisi VIII. Regulasi tersebut kemudian dibahas dengan para pihak terkait, termasuk Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) serta Kementerian dan Lembaga terkait, antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, dan pihak penerbangan.

KMA berisi pedoman penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah di masa pandemi. Semangat dari regulasi tersebut adalah kehadiran negara dalam memberikan perlindungan jemaah umrah sesuai amanat UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Regulasi tersebut tidak hanya mengatur jemaah yang tertunda keberangkatannya sejak 27 Februari disebabkan oleh pandemi. Regulasi tersebut juga mengatur masyarakat yang baru akan mendaftar dan ingin beribadah umrah di masa pandemi.

Menteri Agama sudah memberi arahan bahwa mitigasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi ini harus disiapkan sebaik-baiknya. Berikut ini adalah sejumlah pedoman yang diatur dalam KMA No. 719 tahun 2020:

Persyaratan Jemaah

  1. Usia sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi (18 – 50 Tahun)
  2. Tidak memiliki penyakit penyerta atau komorbid (wajib memenuhi ketentuan Kemenkes RI)
  3. Menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut pihak lain atas risiko yang timbul akibat Covid-19
  4. Bukti bebas Covid-19 (dibuktikan dengan asli hasil PCR/SWAB test yang dikeluarkan rumah sakit atau laboratorium yang sudah terverifikasi Kemenkes dan berlaku 72 jam sejak pengambilan sampel hingga waktu keberangkatan atau sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi).

Protokol Kesehatan

  1. Seluruh layanan kepada jemaah wajib mengikuti protokol kesehatan.
  2. Pelayanan kepada jemaah selama di dalam negeri mengikuti ketentuan protokol kesehatan yang ditetapkan Kemenkes.
  3. Pelayanan kepada jemaah selama di Arab Saudi mengikuti ketentuan protokol kesehatan yang ditetapkan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
  4. Protokol kesehatan selama di dalam pesawat terbang mengikuti ketentuan protokol kesehatan penerbangan yang berlaku.
  5. PPIU bertanggung jawab terhadap pelaksanaan protokol kesehatan jemaah selama di tanah air, selama dalam perjalanan, dan selama di Arab Saudi demi pelindungan jemaah.

Karantina

  1. PPIU bertanggung jawab melakukan karantina terhadap jemaah yang akan berangkat ke Arab Saudi dan setelah tiba dari Arab Saudi
  2. PPIU bertanggung jawab melakukan karantina terhadap jemaah setelah tiba di Arab Saudi sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi.
  3. Karantina dilaksanakan dalam rangka proses pemeriksaan sampai dengan keluarnya hasil tes PCR/SWAB.
  4. Selama jemaah berada dan meninggalkan tempat karantina mengikuti protokol kesehatan.
  5. Jemaah wajib mengikuti protokol kesehatan yang diperuntukkan bagi pelaku perjalanan dari luar negeri.
  6. Pelaksanaan karantina dapat menggunakan asrama haji atau hotel yang ditunjuk oleh Satgas Covid-19 Pusat dan Daerah.

Transportasi

  1. PPIU bertanggung jawab menyediakan sarana transportasi sejak lokasi karantina, bandara keberangkatan, pesawat terbang pergi pulang, dan transportasi di Arab Saudi.
  2. Transportasi udara dari Indonesia ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke Indonesia dilaksanakan dengan penerbangan langsung.
  3. Dalam hal jemaah telah mendaftar dan tertunda keberangkatannya yang telah memiliki tiket transit dikecualikan dari ketentuan pada poin 2 (dua).
  4. PPIU bertanggung jawab terhadap kesehatan, keamanan, dan keselamatan jemaah di negara transit.
  5. Transportasi dari Indonesia ke Arab Saudi, selama di Arab Saudi, dan dari Arab Saudi ke Indonesia wajib dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.
  6. Pemberangkatan dan pemulangan jemaah hanya dilakukan melalui bandara internasional yang telah ditetapkan Menkumham sebagai bandara internasional pada masa pandemi Covid-19, yaitu:
  7. Soekarno-Hatta, Banten
  8. Juanda, Jawa Timur
  9. Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan
  10. Kualanamu, Sumatera Utara

Akomodasi dan Konsumsi

  1. PPIU bertanggung jawab menyediakan sarana akomodasi jemaah, baik di dalam negeri dan di Arab Saudi.
  2. PPIU bertanggung jawab menyediakan konsumsi jemaah baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi.
  3. Pelayanan akomodasi dan konsumsi jemaah dilakukan sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi.

Kuota Pemberangkatan

  1. Pemberangkatan Jemaah selama masa pandemi COVID-19 diprioritaskan bagi jemaah yang tertunda keberangkatan tahun 1441H dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi.
  2. Penentuan jumlah Jemaah yang akan diberangkatkan mengacu pada kuota yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah

  1. Biaya penyelenggaraan ibadah umrah mengikuti biaya referensi yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama.
  2. Biaya sebagaimana dimaksud pada poin 1 dapat ditambah dengan biaya lainnya berupa pemeriksaan kesehatan sesuai dengan protokol Covid-19, biaya karantina, pelayanan lainnya akibat terjadinya pandemi Covid-19.

Pelaporan

  1. PPIU wajib melaporkan rencana keberangkatan, kedatangan di Arab Saudi, dan kepulangan jemaah kepada Menteri Agama secara elektronik.
  2. Laporan rencana keberangkatan jemaah disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum keberangkatan.
  3. Laporan kedatangan di Arab Saudi disampaikan paling lambat 1 (satu) hari setelah jemaah tiba di Arab Saudi.
  4. Laporan pemulangan disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari setelah jemaah tiba di tanah air.
  5. PPIU wajib melaporkan jemaah yang sudah mendaftar ibadah umrah pada tahun 1441H yang membatalkan keberangkatannya.

Ketentuan Lain-Lain

  1. Dalam hal jemaah telah membayar Biaya Perjalanan Ibadah Umrah sebelum KMA ini ditetapkan, PPIU dapat menetapkan biaya tambahan.
  2. Bagi jemaah yang tidak bersedia membayar biaya tambahan, diberikan hak sebagai berikut:
  3. mengajukan penjadwalan ulang keberangkatan; atau mengajukan pembatalan keberangkatan.
    Bagi Jemaah yang membatalkan keberangkatannya berhak mengajukan pengembalian biaya yang telah dibayarkan.
  4. Pengembalian biaya umrah sebagaimana dimaksud pada poin 3 adalah sebesar biaya paket layanan setelah dikurangi biaya yang telah dibayarkan oleh PPIU kepada penyedia layanan yang dibuktikan dengan bukti pembayaran yang sah.
  5. PPIU wajib mengembalikan biaya paket layanan kepada Jemaah setelah penyedia layanan mengembalikan biaya layanan yang telah dibayarkan kepada PPIU.

(Humas Kemenag)

BINCANG SYARIAH

Dakwah Mantan Preman di Bumi Cendrawasih

PRIA berkulit gelap itu geram, pasalnya masjid yang masih dalam tahap pembangunan sudah  diancam akan dirobohkan oleh sekelompok oknum yang tak menginginkan tempat ibadah itu berdiri. Padahal Jufri Baco (47 tahun), nama pria itu, bersama beberapa rekannya telah memeras keringat mencari simpatisan dan dukungan banyak pihak agar masjid tersebut bisa segera difungsikan. Berbagai cara mereka lakukan untuk menggagalkan rencana tersebut. Bahkan Jufri, sapaan akrabnya, diancam akan dibunuh jika terus melanjutkan pembangunan masjid tersebut.

Beberapa bulan mangkrak karena terus menerus dihalangi, tak membuat ciut nyali Jufri. Masjid yang berlokasi di Jalan Timika – Pomako, Mwapi, Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua itu akhirnya bisa berdiri di daerah mayoritas Kristen itu.

“Banyak hal yang harus kami lakukan, dari pendekatan humanisme, bayar denda, hingga harus balas mengancam mereka,” pungkas pria yang mengaku mantan pimpinan preman itu.

Hal serupa kembali lagi terjadi ketika Jufri kembali diamanahi merintis dakwah di daerah pelabuhan Pomako, Kabupaten Mimika, Papua. Membangun masjid kembali dihalang-halangi sekelompok oknum. Lelaki kelahiran Ambon tahun 1972 itu tak peduli dengan ancaman mereka yang ujung-ujungnya hanyalah minta uang, “Tidak ada masalah dengan perijinan, tanahnya pun tak bersengketa,” katanya.

“Saya tak peduli ancaman mereka. Mereka yang datang menggangu, saya kejar. Mereka lari terbirit-birit,” ujarnya terkekeh.

Antar-Jemput Santri

Begitulah salah satu perjuangan dakwah Jufri di bumi Cendrawasih. Setelah masjid dibangun, pekerjaan rumah berikutnya adalah memakmurkan masjid tersebut. Ia kemudian mencoba mengumpulkan anak-anak untuk mengaji. Kendalanya, di lokasi tersebut mayoritas Kristen, sedangkan yang Islam letak rumahnya berjauh-jauhan. Munculah inisiatif antar-jemput santri agar bisa belajar mengaji denganya.

Setiap hari, Jufri, sapaan akrabnya, harus menjemput dan mengantar pulang anak-anak yang belajar mengaji dengannya. Walaupun tak dibayar sepersen pun, ia mengaku bahagia melakukan aktivitasnya menghidupkan masjid dan sebagai cikal-bakal berdirinya pesantren.

Untuk lebih menghemat waktu, biasanya sekali jemput ia langsung membonceng tiga sampai empat orang anak. Ada lebih dari 50 santri yang belajar ngaji dengannya. Tak jarang ban motornya kempes hingga mogok di tengah jalan, “Maklum motor tua,” katanya.

“Orangtua mereka sangat senang anak-anaknya bisa belajar mengaji. Sebelumnya mereka kurang memperhatikan ilmu agama anak-anaknya. Sekarang mereka senang dengan adanya antar-pulang mengaji.  Gratis pula,” tutur Jefri.

Awalnya hanya beberapa orangtua yang setuju anak mereka ikut belajar mengaji. Alasannya, jalan menuju masjid sangat rawan oleh preman yang suka memalak orang lewat.

“Namun setelah melihat anak-anak yang semakin baik ilmu agamanya, banyak orangtua yang ingin anaknya ikut mengaji. Selain itu, para preman takut sama saya,” terangnya tertawa.

Mantan Preman

Perkenalan Jufri dalam dunia dakwah dimulai saat ia mengenal Pesantren Hidayatullah ketika menikah dengan seorang gadis bernama Nurminah di Sorowako, Sulawesi Selatan. Sebelumnya ia adalah pimpinan sebuah geng preman di Papua.

“Hampir semua kemaksiatan pernah saya lakukan. Contohnya, saya memerintahkan anak buah untuk memalak orang di pasar. Jika ada yang melawan, biasanya saya turun tangan berkelahi dengan mereka yang tak mau memberi barang atau uangnya,” ujarnya mengenang masa lalu.

Titik balik Jufri adalah ketika terjadi kerusuhan di Ambon. Ia ikut menjadi laskar dalam konflik tersebut. Melihat perjuangan beberapa laskar yang membela agamanya, tersentuh hatinya dan memutuskan berhijrah. Kemudian ia berkenalan dengan beberapa dai Hidayatullah.

“Saya melihat perjuangan dakwah Hidayatullah yang begitu gigih, membuat saya  memutuskan untuk bergabung. Kemudian saya ke Hidayatullah Sorowako dan dinikahkan dengan salah satu santriwati Hidayatullah di sana,” terangnhya.

Beberapa saat setelah bergabung di Hidayatullah, Jufri ditugaskan ke Cabang Hidayatullah Timika, Papua. Di sanalah ia belajar banyak hal, dari hidup berjamaah sampai berdakwah.

“Saat itu saya betul-betul nol soal agama, apa lagi baca Qur’an.Tiba-tiba saya ditugaskan untuk mengajar ngaji. Coba bayangkan saja, saya yang masih belajar alif ba ta ketika itu disuruh mengajar ngaji. Untunglah saya memilik istri yang selalu membantu menyemangati. Ia juga yang mengajari saya membaca al-Qur’an,” pungkasnya.

Dia belajar sangat giat kepada istrinya. Apa yang diajarkan oleh istrinya itulah yang ia ajarkan kepada santri-santrinya.

Berbagai tantangan dan rintangan dakwah selalu saja ada di bumi Cendrawasih, namun ayah dari tujuh anak itu tak pernah gentar dan terus berjuang dengan cara apa pun, meskipun harus mengantar-jemput mad’u (obyek dakwah)-nya.

Ia juga mengaku, sebagai mantan preman ada juga untungnya. Beberapa oknum yang mau menganggu dakwahnya sedikit takut. Kini beberapa anak buah premannya dulu sudah mengikuti jejaknya untuk hijrah. Bahkan beberapa di antara mereka yang sudah sukses menjadi donatur tetap membantu perjuangan dakwah Jufri.

“Dakwah ini tak akan pernah berhenti sampai kapan pun. Sebesar apapun tantangan yang kami hadapi, selama kita masih percaya bahwa Allah Subhanahu Wata ala di Sorowako, di Timika, sama dengan Allah di Pomako, Insha Allah semuanya akan berjalan lancar. Dakwah ini akan terus berlanjut,” ujar pria yang hobi membaca itu.

Jufri memang mengaku bukan siapa-siapa. Apalagi ilmu yang dia miliki sangat terbatas. Dengan keyakinan bahwa hanya Allah lah yang akan menurunkan bantuan, kedepan, ia ingin dakwah terus berkembang, khususnya di Bumi Cendrawasih.

Menurutnya, Papua tak hanya butuh satu musholla atau masjid. Tapi wilayah ini masih merlukan masjid lebih banyak lagi. Termasuk tenaga da’i agar dakwah Islam terus berkembang dan meluas.

“Masyarakat di sini sangat membutuhkan pembinaan Islam yang lebih mendalam,” ungkapnya,*/Sirajudin Muslim, dikutip dari Suara Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Salah Kaprah Kisah Pelacur yang Masuk Surga

Kisah tentang pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing adalah kisah yang masyhur. Yang menjadi masalah, kisah ini digunakan sebagian orang untuk melegitimasi perbuatan maksiat dan juga menjadi alasan untuk tidak perlu menerapkan agama.

Karena menurut mereka: “Pelacur saja masuk surga, maka pelaku maksiat yang lain pun bisa masuk surga. Asalkan baik kepada binatang dan baik kepada orang lain”. Sehingga mereka terus bermaksiat.

Juga kata mereka: “Selevel pelacur pun bisa masuk surga. Maka tidak perlu terlalu serius dan mendalam mempelajari agama dan menerapkannya. Karena orang yang jauh dari agama saja bisa masuk surga”.

Nah, pemahaman ini adalah gagal paham yang sangat serius. Mari kita simak penjelasan berikut ini.

Derajat hadits

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ

“Seorang wanita pezina diampuni oleh Allah. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya di sisi sebuah sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan. Si wanita pelacur tersebut lalu melepas sepatunya, dan dengan penutup kepalanya. Lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya ini, dia mendapatkan ampunan dari Allah” (HR. Al Bukhari no.3321, Muslim no.2245).

Istilah al muumisah dalam hadits, disebutkan maknanya dalam Lisaanul Arab:

وامرأَةٌ مُومِسٌ ومُومِسَةٌ: فاجرة زانية تميل لمُرِيدِها

“Wanita muumis atau muumisah artinya: wanita ahli maksiat, pezina, yang menggoda orang-orang yang menginginkannya”.

Namun dalam riwayat lain, subjek dalam kisah tersebut adalah seorang lelaki. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنْ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ بِي فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا فَقَالَ نَعَمْ فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

“Ada seorang lelaki berjalan di sebuah jalan, dia merasa sangat kehausan. Lalu dia menemukan sebuah sumur. Dia turun ke dalam sumur, lalu meminum airnya lalu keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dan menjilati debu karena kehausan. Lelaki tersebut berkata, “Anjing ini sangat kehausan seperti yang aku rasakan”. Lalu dia turun lagi ke dalam sumur dan memenuhi khuf-nya (alas kakinya) dengan air. Lalu dia menggigitnya dengan mulutnya agar bisa naik, dan memberi minum anjing tersebut. Maka Allah pun memberi balasan pahala baginya dan mengampuni dosanya”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada binatang ternak kami?”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tentu, setiap kebaikan kepada makhluk yang bernyawa, ada pahalanya” (HR. Al Bukhari no.6009, Muslim no.2244).

Dua hadits di atas menyebutkan peristiwa yang hampir sama, namun pelakunya berbeda. Tidak berarti hadits-hadits ini mudhtharib (inkonsisten), karena bisa jadi kedua hadits ini memang menyebutkan dua kejadian yang berbeda tempat, waktu dan pelakunya.

Dan dua hadits tersebut diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim dalam Shahih Muslim. Maka kedua hadits ini shahih.

Menjawab kerancuan

Setelah kita mengetahui bahwa hadits tersebut shahih, maka yang tersisa adalah bagaimana memahami hadits ini dengan benar? Yang nanti kita akan ketahui bahwa hadits ini sama sekali tidak menunjukkan seseorang boleh berbuat maksiat dan meninggalkan ajaran agama semaunya kemudian ia bisa masuk surga. Kita jelaskan dalam beberapa poin:

Pertama: Orang mukmin yang mati dalam keadaan membawa dosa besar, maka tahtal masyi’ah.

Orang yang mati dalam keadaan masih memiliki iman dalam hatinya, kemudian ia mati dalam keadaan membawa dosa besar, maka statusnya tahtal masyi’ah. Yaitu, nasibnya di akhirat tergantung kehendak Allah ta’ala. Bisa jadi Allah ampuni dia, bisa jadi Allah adzab dia. Selama dosa tersebut bukan dosa kesyirikan. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Allah kehendaki” (QS. An Nisa: 4).

Allah ta’ala juga berfirman:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran: 129).

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik maka akan Allah ampuni dosanya bagi orang-orang yang Allah kehendaki. Adapun yang tidak akan diampuni adalah yang berbuat kesyirikan.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنَ إِيمَانٍ

“Tidak akan masuk neraka orang yang masih memiliki iman seberat biji sawi” (HR. Muslim no. 91).

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan:

وَمن لقِيه مصرا غير تائب من الذُّنُوب الَّتِي اسْتوْجبَ بهَا الْعقُوبَة فَأمره إِلَى الله إِن شَاءَ عذبه وَإِن شَاءَ غفر لَ

“Siapa saja yang bertemu Allah dalam keadaan masih terus-menerus melakukan dosa dan belum bertaubat darinya, yang dosa tersebut membuat dia berhak untuk diadzab, maka perkaranya tergantung kepada Allah. Jika Allah ingin, maka Allah adzab dia. Jika Allah ingin, maka Allah akan ampuni dia” (Ushulus Sunnah, no.26).

Jadi, hadits di atas adalah dalil bahwa pelaku dosa besar bisa jadi akan diampuni oleh Allah. Al Mula Ali Al Qari rahimahullah menjelaskan:

قَالَ ابْنُ الْمَلَكِ: وَفِي الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى غُفْرَانِ الْكَبِيرَةِ مِنْ غَيْرِ تَوْبَةٍ وَهُوَ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ

“Ibnul Malak mengatakan: dalam hadits ini terdapat dalil tentang bisa diampuninya pelaku dosa besar, dan ini adalah madzhab Ahlussunnah” (Mirqatul Mafatih, 4/1339).

Kesimpulannya, pezina yang belum bertaubat dari dosa zina, memang bisa jadi Allah akan ampuni dia kemudian ia masuk surga, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Namun ini tidak berlaku untuk semua pezina, karena Allah katakan (yang artinya) “bagi orang-orang yang Allah kehendaki”.

Lebih lagi, jika pezina itu bertaubat dari perbuatan zinanya, maka tentu ia sangat diharapkan bisa menjadi penghuni surga. Jika ini dipahami, maka tidak ada kerancuan lagi dalam memahami hadits di atas.

Kedua: hadits ini memotivasi untuk tidak putus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah

Para ulama ketika menjelaskan hadits ini, maksimalnya mereka memaknai bahwa kita tidak putus asa terhadap ampunan dan rahmat Allah. Sebesar apapun dosa, pintu ampunan Allah tetap terbuka lebar selama kita mau bertaubat.

Ibnu Mulaqqin rahimahullah menjelaskan:

دلالة على قبول عمل المرتكب الكبائر من المسلمين، وأن الله يتجاوز عن الكبيرة بالعمل اليسير من الخير؛ تفضلًا منه

“Hadits ini adalah dalil tentang tetap diterimanya amalan kaum Muslimin yang melakukan dosa besar. Dan bahwasanya Allah memaafkan dosa besar karena sebab pelakunya melakukan amalan kebaikan yang sederhana. Sebagai bentuk karunia dari Allah” (At Taudhih Syarah Al Jami Ash Shahih, 19/259).

Al Munawi rahimahullah menjelaskan:

فإنه تعالى يتجاوز عن الكبيرة بالعمل اليسير إذا شاء فضلا منه

“Allah ta’ala memaafkan dosa besar karena sebab amalan yang sederhana, jika Allah kehendaki. Sebagai bentuk karunia dari Allah” (Faidhul Qadir, 4/406).

Zakariya Al Anshari rahimahullah juga menjelaskan:

وفي الحديث الحث على الإحسان إلى الناس لأنه إذا حصلت المغفرة بسبب سقي الكلب فسقى المسلم، أعظم أجراً

“Dalam hadits ini terdapat motivasi untuk berbuat kebaikan kepada manusia. Karena orang tersebut mendapatkan ampunan karena memberikan minum seekor anjing. Maka memberikan minum kepada seorang Muslim lebih besar lagi pahalanya” (Mir’atul Mafatih, 6/338).

Perhatikan, justru hadits di atas adalah motivasi bagi orang-orang yang berbuat maksiat untuk tidak putus asa dari rahmat Allah dan motivasi untuk bertaubat serta memperbaiki diri. Karena pezina saja bisa diampuni oleh Allah ta’ala. Jangan dipahami secara terbalik, dengan memaknai hadits ini sebagai motivasi untuk terus menerus bermaksiat.

Ketiga: Para ulama juga menjelaskan dari hadits ini, tentang utamanya sedekah berupa air

Kisah pezina yang memberi minum anjing yang kehausan juga diambil faedah oleh para ulama sebagai anjuran untuk bersedekah air. Baik berupa sedekah air minum, pembangunan air sumur, pengairan sawah dan ladang, dan semisalnya. Karena air adalah unsur pokok dalam kehidupan manusia.

Syaikh Musthafa Al ‘Adawi hafizhahullah menjelaskan:

و من أفضل الصدقات الجارية سقيا الماء. ألا ترى أن أصحاب النار سألوا أهل الجنة فقالوا : أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ. وهذا أيضا في فضل سقيا الماء

“Dan di antara sedekah jariyah yang paling utama adalah memberi sedekah air minum. Tidakkah anda melihat bahwa penghuni neraka meminta minuman kepada penghuni surga. Mereka (penghuni neraka) mengatakan: “Berikanlah kami curahan air kepada kami, atau apa saja yang Allah berikan kepada kalian” (QS. Al A’raf: 50). Dan hadits ini juga menunjukkan keutamaan sedekah air minum [kemudian Syaikh membawakan hadits di atas]” (Fiqhu at Ta’amul ma’al Walidain, hal. 160).

Namun tidak ada ulama yang memaknai bahwa dengan bersedekah air lalu dijamin masuk surga atau boleh bermaksiat karena sudah dijamin surga.

Keempat: Tidak ada ulama yang memaknai bahwa hadits ini menunjukkan bolehnya zina dan boleh menjadi pelacur selama suka bersedekah.

Ini pemahaman yang batil dan sangat keliru, serta pendalilan yang samar. Di antara kaidah dalam memahami dalil: “wajib mengembalikan dalil yang mutasyabih (samar maknanya atau pendalilannya) kepada dalil yang muhkam (jelas maknanya atau pendalilannya)”.

Inilah jalannya orang-orang yang Allah berikan ilmu yang benar. Inilah jalannya salafus shalih dan ulama Ahlussunnah. Adapun ahlul bid’ah dan orang-orang menyimpang, mereka menonjolkan pendalilan yang mutasyabih dan meninggalkan dalil-dalil yang muhkam. Allah ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 7).

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,

طريقة الصحابة والتابعين وأئمة الحديث؛ كالشافعي، والإمام أحمد، ومالك، وأبي حنيفة، وأبي يوسف، والبخاري، وإسحاق… أنهم يَردون المتشابه إلى المحكَم، ويأخذون من المحكم ما يُفسِّر لهم المتشابه ويُبينه لهم، فتتَّفق دَلالته مع دَلالة المحكَم، وتوافق النصوص بعضُها بعضًا، ويُصدِّق بعضُها بعضًا، فإنها كلها من عند الله، وما كان من عند الله فلا اختلاف فيه ولا تناقض

“Jalannya para sahabat, tabi’in dan para imam ahlul hadits seperti Asy Syafi’i, imam Ahmad, Malik, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Al Bukhari dan Ishaq … mereka mengembalikan ayat-ayat yang mutasyabih kepada yang muhkam. Mereka mengambil dalil-dalil yang muhkam untuk menafsirkan dan menjelaskan ayat-ayat yang mutasyabih. Sehingga sejalanlah ayat-ayat yang mutasyabih dengan ayat-ayat yang muhkam. Dan nash antara satu dengan yang lain akan sejalan serta saling membenarkan. Karena semua nash tersebut berasal dari Allah. Dan apa yang berasal dari Allah, tidak akan ada perselisihan dan tidak ada pertentangan.” (I’lamul Muwaqqi’in, 2/209-210).

Sedangkan perkara zina telah sangat jelas keharamannya dalam banyak dalil. Maka wajib kita selaraskan hadits di atas dengan dalil-dalil yang muhkam (jelas) tentang haramnya zina. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra: 32).

Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al Karim:

الزَّانِيَة وَالزَّانِي فاجلدوا كل وَاحِد مِنْهُمَا مائَة جلدَة وَلَا تأخذكم بهما رأفة فِي دين الله إِن كُنْتُم تؤمنون بِاللَّه وَالْيَوْم الآخر وليشهد عذابهما طَائِفَة من الْمُؤمنِينَ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka cambuklah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (QS. An Nur: 2).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا يَزني الزَّاني حينَ يَزني وهوَ مؤمنٌ

“Pezina tidak dikatakan mukmin ketika ia berzina” (HR. Bukhari no. 2475, Muslim no.57).

Dan iara ulama ijma (sepakat) tentang haramnya zina, tidak ada khilafiyah. Bahkan ini perkara yang al ma’lum minad diin bid dharurah, yaitu perkara yang sudah diketahui secara gamblang oleh semua orang. Orang Muslim yang tidak belajar pun memahami bahwa zina itu haram.

Maka pendalilan yang samar tadi, wajib kita kembalikan kepada dalil-dalil yang muhkam tentang haramnya zina. Sehingga tidak mungkin dikatakan bahwa tidak mengapa menjadi pelacur selama suka bersedekah.

Bahkan, jika seseorang meyakini halalnya zina, ini bisa menyebabkan ia keluar dari Islam. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:

من اعتقد حلّ شيء أُجمع على تحريمه، وظهر حكمه بين المسلمين، وزالت الشبهة فيه للنصوص الواردة كلحم الخنزير، والزنا وأشباه هذا مما لا خلاف فيه كفر

“Siapa saja yang meyakini halalnya suatu perkara yang disepakati keharamannya, dan sangat jelas hukum haramnya di tengah kaum Muslimin, serta tidak ada syubhat dalam memahami dalil-dalil yang ada, seperti meyakini halalnya daging babi, meyakini halalnya zina, dan semisal itu, maka orang tersebut kafir tanpa ada perselisihan di antara ulama (tentang kafirnya)” (Al Mughni, 8/131).

Kelima: Tidak ada keterangan bahwa pelaku maksiat di dalam hadits ini, terus melanjutkan maksiatnya.

Tidak kami ketahui keterangan dari hadits lain atau dari para ulama tentang apakah wanita pezina tersebut terus berzina setelah memberi minum anjing, ataukah ia bertaubat dan memperbaiki diri. Wallahu a’lam.

Namun, seseorang tidak boleh merasa aman dari adzab Allah dan merasa tidak masalah jika terus menerus bermaksiat. Karena sikap seperti ini termasuk dosa besar. Allah ta’ala berfirman:

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Apakah kalian merasa aman dari makar Allah? Tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali kaum yang merugi” (QS. Al A’raf: 99).

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:

إِنَّ المُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ

“Seorang yang beriman melihat dosa-dosanya bagai ia sedang duduk di bawah gunung yang akan runtuh, ia khawatir tertimpa. Sedangkan orang fajir (ahli maksiat), melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang melewati hidungnya” (HR. Bukhari no.630).

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan:

المؤمن يعمل بالطاعات وهو مشفق وجل خائف والفاجر يعمل بالمعاصي وهو آم

“Orang yang beriman senantiasa melakukan ketaatan, namun ia juga senantiasa takut, gemetar dan khawatir akan dirinya. Adapun orang fajir (ahli maksiat), ia senantiasa bermaksiat dengan merasa aman” (dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir, 2/265).

Maka tidak boleh kita merasa aman dari adzab Allah dan terus bermaksiat. Ini adalah dosa besar dan bukan sikap orang yang beriman. Orang yang beriman, sangat takut kepada Allah walaupun ia melakukan dosa yang kecil. Apalagi jika dosa yang besar?!

Lebih lagi, terus-menerus bermaksiat perlahan akan membawa seseorang kepada kekufuran. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan:

قَالَ السَّلَفُ: الْمَعَاصِي بَرِيدُ الْكُفْرِ، كَمَا أَنَّ الْحُمَّى بَرِيدُ الْمَوْتِ

“Para salaf terdahulu mengatakan: maksiat perlahan akan membawa kepada kekufuran, sebagaimana demam perlahan akan membawa kepada kematian” (Madarijus Salikin, 2/27).

Sehingga, tidak benar jika hadits di atas dijadikan alasan untuk terus menerus berzina atau terus menerus bermaksiat. Sikap yang tepat adalah kita tinggalkan semua bentuk maksiat dan berusaha berubah untuk istiqamah mengamalkan ajaran agama. Adapun maksiat yang sudah pernah kita lakukan, kita perbaiki dengan bertaubat kepada Allah dan memperbanyak amalan shalih, semoga mendapatkan ampunan seperti sang wanita pelacur di atas.

Keenam: Hadits ini bukan dalil bolehnya memelihara anjing

Sebagian orang juga menjadikan hadits di atas sebagai dalil tentang bolehnya memelihara anjing. Padahal jelas Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarangnya. Dari Abu Hurairah radhiallahu’ahu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا فَإِنَّهُ يَنْقُصُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ إِلا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ مَاشِيَةٍ

barangsiapa yang memelihara anjing, maka berkurang pahala amalan kebaikan yang ia miliki setiap harinya satu qirath. Kecuali anjing untuk menjaga ladang dan ternak” (HR. Bukhari no. 2145).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’ahu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ وَلا مَاشِيَةٍ وَلا أَرْضٍ فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ قِيرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ

Barangsiapa yang memelihara anjing, yang bukan untuk berburu atau menjaga ternak atau menjaga ladang, maka berkurang pahala kebaikannya setiap hari dua qirath” (HR. Muslim no. 2974).

Dan ini adalah kesepakatan ulama, tidak ada khilafiyah. Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah (35/124) disebutkan:

اتفق الفقهاء على أنه لا يجوز اقتناء الكلب إلا لحاجة: كالصيد والحراسة، وغيرهما من وجوه الانتفاع التي لم ينه الشارع عنها

“Para fuqaha telah sepakat bahwa tidak boleh memelihara anjing kecuali untuk kebutuhan: berburu, menjaga ternak atau ladang dan hal-hal yang bermanfaat lainnya yang tidak dilarang dalam syari’at”.

Adapun hadits di atas, disebutkan oleh para ulama itu terjadi di zaman dahulu sebelum Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di utus. Ash Shan’ani rahimahullah ketika menjelaskan Abu Hurairah di atas, beliau mengatakan:

ظاهر الحديث أنه إخبار عن واقعة اتفقت في غير شرعنا فيما نقدمه، والأمر بالقتل إنما اتفق في شرعنا

“Zahir hadits ini mengabarkan tentang kejadian di zaman dahulu, yang disepakati ulama bahwa itu bukan pada syari’at kita. Sedangkan perintah untuk membunuh anjing disepakati ulama ada pada syari’at kita. ” (At Tanwir, 7/439).

Perintah untuk membunuh anjing terdapat dalam hadits dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الكِلاَبِ إلَّا كَلْبَ صَيْدٍ، أَوْ كَلْبَ غَنَمٍ، أَوْ مَاشِيَةٍ

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan untuk membunuh anjing. Kecuali anjing pemburu, anjing penjaga hewan ternak dan anjing penjaga ladang” (HR. Bukhari no.3323, Muslim no.1571).

Namun perintah membunuh anjing ini ada khilaf di antara ulama, dalam beberapa pendapat:

  • Anjing yang boleh dibunuh adalah yang ada di perkotaan bukan di bawadi (pedesaan terpencil).
  • Anjing yang diperintahkan untuk dibunuh adalah yang membahayakan manusia. Adapun yang tidak membahayakan, mubah untuk dibunuh.
  • Anjing yang diperintahkan untuk dibunuh adalah anjing hitam, selain itu tidak boleh dibunuh.

Dan ada beberapa pendapat lainnya, yang tidak bisa kita rinci pada kesempatan kali ini.

Namun yang menjadi poin adalah bahwa hadits Abu Hurairah tentang pezina yang memberi minum anjing di atas tidak bisa menjadi dalil bolehnya memelihara anjing.

Walhamdulillah, telah hilanglah beberapa isykal (kerancuan) seputar hadits ini atas. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id