Manusia Benar-Benar Unik dan Aneh!

Sering kita sebutkan bahwa Al-Qur’an bukanlah kitab dongeng, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa Al-Qur’an banyak sekali mengutip kisah-kisah para Nabi dan umat terdahulu. Tujuannya tak lain adalah agar menjadi pelajaran berharga bagi generasi selanjutnya.

لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.” (QS.Yusuf:111)

Dan dari berbagai kisah di dalamnya, kita akan menemukan dua tipe manusia yang sangat bertolak belakang.

1. Tipe pertama adalah manusia yang melihat kebenaran sebagai kebenaran dan mengikutinya walau apapun resikonya, bahkan walau nyawa taruhannya.

2. Tipe kedua adalah manusia yang buta, tak mampu melihat kebenaran di depan matanya. Hingga akhirnya ia lebih memilih kebatilan dan menganggapnya sebagai kebaikan.

Simak contoh-contoh di bawah ini :

1. Para penyihir Fir’aun awalnya datang untuk mengalahkan Nabi Musa as dan mengharapkan imbalan besar dari Fir’aun.

فَلَمَّا جَآءَ ٱلسَّحَرَةُ قَالُواْ لِفِرۡعَوۡنَ أَئِنَّ لَنَا لَأَجۡرًا إِن كُنَّا نَحۡنُ ٱلۡغَٰلِبِينَ

Maka ketika para pesihir datang, mereka berkata kepada Fir‘aun, “Apakah kami benar-benar akan mendapat imbalan yang besar jika kami yang menang?” (QS.Asy-Syu’ara:41)

Bahkan mereka berbangga diri dengan kekuasaan dan kebesaran Fir’aun :

فَأَلۡقَوۡاْ حِبَالَهُمۡ وَعِصِيَّهُمۡ وَقَالُواْ بِعِزَّةِ فِرۡعَوۡنَ إِنَّا لَنَحۡنُ ٱلۡغَٰلِبُونَ

Lalu mereka melemparkan tali temali dan tongkat-tongkat mereka seraya berkata, “Demi kekuasaan Fir‘aun, pasti kamilah yang akan menang.” (QS.Asy-Syu’ara:44)

Namun apa yang terjadi selanjutnya ?

Mereka melihat kebenaran di depan mata. Dan tongkat yang di lemparkan Nabi Musa as berubah menjadi ular asli yang memangsa semua ular jadi-jadian mereka.

Seketika mereka pun beriman kepada Nabi Musa as dan tidak menghiraukan semua ancaman Fir’aun yang akan membunuh mereka.

قَالُواْ لَن نُّؤۡثِرَكَ عَلَىٰ مَا جَآءَنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلَّذِي فَطَرَنَاۖ فَٱقۡضِ مَآ أَنتَ قَاضٍۖ إِنَّمَا تَقۡضِي هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَآ

Mereka (para pesihir) berkata, “Kami tidak akan memilih (tunduk) kepadamu atas bukti-bukti nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan atas (Allah) yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini.” (QS.Tha-Ha:72)

2. Sementara di sisi lain ada sekelompok Bani Israil yang telah melihat berbagai mukjizat Nabi Musa as dan telah beriman kepadanya. Bahkan mereka ikut menyeberangi lautan yang terbelah bersama Nabi Musa as.

Namun apa yang terjadi selanjutnya?

Setelah mereka melihat kebenaran begitu jelas di depan mata, mereka malah meminta Nabi Musa as untuk “mendatangkan” Tuhan selain Allah.

وَجَٰوَزۡنَا بِبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱلۡبَحۡرَ فَأَتَوۡاْ عَلَىٰ قَوۡمٖ يَعۡكُفُونَ عَلَىٰٓ أَصۡنَامٖ لَّهُمۡۚ قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٞۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ

Dan Kami selamatkan Bani Israil menyeberangi laut itu (bagian utara dari Laut Merah). Ketika mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka (Bani Israil) berkata, “Wahai Musa! Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” (Musa) menjawab, “Sungguh, kamu orang-orang yang bodoh.” (QS.Al-A’raf:138)

Dan pada akhirnya mereka malah menyembah patung anak sapi.

۞وَلَقَدۡ جَآءَكُم مُّوسَىٰ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ ثُمَّ ٱتَّخَذۡتُمُ ٱلۡعِجۡلَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ وَأَنتُمۡ ظَٰلِمُونَ

“Dan sungguh, Musa telah datang kepadamu dengan bukti-bukti kebenaran, kemudian kamu mengambil (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang-orang zhalim.” (QS.Al-Baqarah:92)

Subhanallah ! Manusia benar-benar unik. Satu sisi ada yang memilih kebenaran walau sebesar apapun resikonya dan satu sisi ada yang memilih kebodohan walau kebenaran telah jelas di depan mata.

Al-Qur’an pun telah menceritakan bagaimana seorang ayah mengajak anaknya menuju kehidupan tapi sang anak menolak, seperti kisah putra Nabi Nuh as.

Dan di sisi lain ada seorang ayah yang akan menyembelih anaknya dan sang anak malah menerimanya dengan gembira, seperti kisah Ismail as.

قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS.Ash-Shaffat:102)

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Memaafkan Tak Mudah, Tapi Mengapa Sangat Dianjurkan?

Islam mengajarkan umatnya untuk saling memaafkan kesalahan

Memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah SAW kepada umatnya.  

Abdullah al-Jadali berkata, ”Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, ‘Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.” (HR Tirmidzi).

Umat Islam diperintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain kepadanya. Rasulullah SAW  bersabda: 

َنْ أَبِي إِسْحَقَ قَال سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ الْجَدَلِيَّ يَقُولُ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَلَا صَخَّابًا فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يَجْزِي بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ

”Orang yang hebat bukanlah orang yang menang dalam pergulatan. Sesungguhnya orang yang hebat adalah orang yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah.  Memaafkan  dan mengampuni juga merupakan perbuatan yang diperintahkan Sang Khalik kepada umatnya. Dalam surat al-A’raaf ayat 199, Allah SWT berfirman:  

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”  

Pada surat al-Hijr ayat 85, Allah SWT kembali berfirman: 

فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ  ”Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.”

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memaafkan orang-orang musyrik atas tindakan mereka menyakiti dan mendustakan beliau.  Sebab, Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang berbuat kebajikan dan memaafkan. 

وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

”Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS: asy-Syuura; 43).

Menurut Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu’ah min Akhlaqir-Rasul, memaafkan adalah pintu terbesar menuju terciptanya rasa saling mencintai di antara sesama manusia. ”Jika orang lain mencerca kita, sebaiknya kita membalasnya dengan memberi maaf dan perkataan yang baik,” ungkap Syekh al-Mishri.

Begitu juga ketika seorang berbuat jahat kepada kita, papar Syekh al-Mishri, seharusnya kita membalas dengan berbuat baik kepadanya.  Menurut dia, Allah SWT akan selalu memberikan pertolongan kepada kita selama memiliki sifat memaafkan dan kebaikan. Memaafkan adalah ciri orang-orang yang baik.

Allah SWT berfirman dalam surat  asy-Syuraa ayat 40: 

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

”Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah…”   

KHAZANAH REPUBLIKA

Larangan Krisis Akhlak karena Ekonomi, Ini Penjelasan Agama

Akhlak merupakan ajaran vital dan inti dalam Islam.

Akhlak merupakan ajaran vital dan inti dalam Islam. Bahkan Allah menurunkan Rasulullah SAW ke bumi dengan misi untuk menyempurnakan akhlak; li utamimma makarimal-akhlak. Sehingga dalam kondisi seperti krisis ekonomi pun, umat Islam jangan sampai mengarah pada krisis akhlak.

Ibrahim Anis dalam Mu’jam Al-Wasith menjelaskan akhlak dengan redaksi: “Halun li-nafsi raasikhatun tashduru anhal-a’malu min khairin aw syarrin min ghairi haajatin ila fikrin wa ru’yatin,”. Yang artinya: “(akhlak) merupakan sifat yang tertanam di dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan. Baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”

Artinya, jika sudah tertanam dalam sanubari seseorang tentang akhlak, kondisi krisis apa pun yang menderanya niscaya akan dilalaui dengan tidak menanggalkan akhlaknya. Sebab, akhlak itu sendiri disebut ‘shifatul insanil-adabiyyah’, yakni sifat-sifat manusia yang terdidik.

Terdidik dan ditempa untuk tetap dapat berlaku baik dengan cobaan apa pun yang dihadapi. Rasulullah sendiri tidak diutus ke bumi hanya untuk menjadikan seorang hamba pintar atau terhormat saja, tapi untuk menyempurnakan akhlak.

Rasulullah bersabda: “Innama buitstu li-utamimma makarimal-akhlak,”. Yang artinya: “Bahwasannya aku (Muhammad) diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti (akhlak),”.

KHAZANAH REPUBLIKA

Bolehkah Wanita Memakai Parfum?

Terdapat hadits yang mencela wanita memakai parfum. Bagaimana memahami hadits ini? Dan bagaimana sebenarnya hukum menggunakan parfum bagi wanita?

Hadits larangan menggunakan parfum bagi wanita

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أيُّما امرأةٍ استعطرتْ ثُمَّ خَرَجَتْ ، فمرَّتْ علَى قومٍ ليجِدُوا ريَحها فهِيَ زانيةٌ ، وكُلُّ عينٍ زانيةٌ

“Wanita mana saja yang memakai wewangian lalu ia keluar dan melewati para lelaki sehingga tercium sebagian dari wanginya tersebut, maka ia adalah seorang pezina. Dan setiap mata yang melihatnya juga pezina” (HR. Abu Daud no. 4173, At Tirmidzi no.2786, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 2701).

Para ulama menjelaskan, perkataan فهِيَ زانيةٌ “maka ia adalah seorang pezina”, maksudnya ia menyebabkan terjadinya zina, baik zina mata maupun zina yang sebenarnya. Sedangkan perkataan وكُلُّ عينٍ زانيةٌ “setiap mata yang melihatnya juga pezina”, maksudnya zina mata (Syarah Hadits Mausu’ah Durarus Saniyyah, no.6155).

Hadits ini menunjukkan haramnya wanita memakai parfum sehingga tercium wanginya oleh lelaki non mahram. Digunakannya lafadz فهِيَ زانيةٌ “maka ia adalah seorang pezina”, menunjukkan perbuatan ini sangat tercela dan merupakan kerusakan yang besar.

Demikian juga yang dipahami oleh para sahabat Nabi. Dari Yahya bin Ju’dah, ia mengatakan:

أن عمر بن الخطاب خرجت امرأة في عهده متطيبة , فوجد ريحها فعلاها بالدرة , ثم قال : تخرجن متطيبات فيجد الرجال ريحكن , وإنما قلوب الرجال عند أنوفهم , اخرجن تفلات

“Ada seorang wanita keluar rumah dengan memakai wewangian di masa khalifah Umar bin Khathab. Lalu wanginya tersebut tercium oleh Umar bin Khathab. Maka Umar pun memukulnya dengan tongkat. Umar berkata: kalian keluar rumah menggunakan wewangian sehingga para lelaki bisa menciumnya? Sesungguhnya hati para lelaki terfitnah dengan wangi kalian. Keluarlah dalam keadaan tanpa berdandan dan tanpa wewangian” (HR. Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf, 4/370).

Maka tidak boleh wanita keluar memakai wewangian dalam bentuk apapun sehingga membuat lelaki bisa tertarik dan tergoda. Baik dia sudah bersuami apalagi belum. Baik dia berjilbab apalagi tidak berjilbab. Baik dia sudah tua apalagi masih muda.

Parfum yang dibolehkan bagi wanita

Namun boleh wanita keluar menggunakan parfum sekedar untuk menghilangkan bau, selama tidak sampai menimbulkan wangi. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أتى النَّبيَّ – صلَّى اللَّه عليهِ وعلَى آلِهِ وسلَّمَ – قومٌ يبايعونَهُ وفيهم رجلٌ من يدِهِ أثرُ خَلوقٍ فلَم يزل يبايعُهُم ويؤخِّرُهُ ، ثمَّ قالَ : إنَّ طيبَ الرِّجالِ ما ظَهَرَ ريحُهُ وخفِيَ لونُهُ وطيبُ النِّساءِ ما ظَهَرَ لونُهُ وخفيَ ريحُهُ

“Sekelompok orang datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam untuk berbai’at. Namun di antara mereka ada seorang lelaki yang di tangannya ada bercak warna minyak wangi. Maka Nabi pun tidak segera membai’atnya dan mengakhirkannya. Beliau bersabda: Parfum lelaki itu yang tercium wanginya namun tidak nampak warnanya. Sedangkan parfum wanita itu yang nampak warnanya namun tidak tercium wanginya” (HR. Al Bazzar no. 6486, dishahihkan Syaikh Muqbil dalam Ash Shahih Al Musnad no. 102).

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah menjelaskan:

للمرأة أن تتطيب في غير بيتها بما ظهر لونه وخفي ريحه كالورد والياسمين

“Boleh bagi wanita untuk menggunakan parfum di luar rumahnya dengan parfum yang nampak warnanya namun samar wanginya, seperti warad dan yasmin” (Syarah Syifa’ul Alil, 6/48).

Dan seorang wanita juga boleh menggunakan parfum di rumahnya, di depan suami dan juga para mahramnya selama tidak menimbulkan fitnah. Bahkan menggunakan parfum di depan suami termasuk perkara yang dianjurkan dalam syariat. Karena itu adalah perkara yang membuat suami senang. Dan salah satu ciri wanita shalihah, disebutkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

خيرُ نسائِكم من إذا نظر إليها زوجُها سرَّتْه

“Sebaik-baik istri kalian adalah jika jika suaminya memandangnya, si istri membuat suaminya senang” (HR. Ibnu Majah no.1857. Dishahihkan Al Iraqi dalam Takhrij Al Ihya’, 2/51).

Kesimpulan

Dari uraian di atas, kesimpulannya, wanita boleh memakai parfum jika :

  1. Hanya di dalam rumah, dan tidak ada lelaki non mahram
  2. Di luar rumah, namun hanya melewati pada wanita
  3. Di luar rumah, namun tidak wangi hanya menghilangkan bau badan

Dan tidak boleh memakai parfum jika :

  1. Di luar rumah, dan melewati para lelaki non mahram
  2. Di dalam rumah, namun ada lelaki non mahram 

Semoga bermanfaat, wabillahi at taufik was sadaad.

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Waktu Mustajab di Hari Jumat

Mohon jelaskan waktu yang mustajab untuk berdoa di hari jumat. Apakah di sepanjang hari jumat? Atau bagaimana?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Dalam hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat, lantas beliau bersabda,

فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Di hari Jumat terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas dia memanjatkan suatu doa pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang dia minta.” (HR. Bukhari 935, Muslim 2006, Ahmad 10574 dan yang lainnya).

Kapan Waktu Mustajab Itu

Hadis di atas menyebutkan bahwa waktu mustajab itu jatuh di hari jumat. Dan itu hanya sesaat. Tanpa menyebutkan batasan, kapan tepatnya waktu itu terjadi.

Ada beberapa pendapat ulama tentang waktu mustajab tersebut. Dari sekian banyak pendapat, ada 2 pendapat yang dianggap lebih kuat (Fathul Bari, 11/199),

Pertama, waktu mustajab itu adalah antara duduknya imam sampaii selesainya shalat jumat.

Pendapat ini berdalil dengan beberapa riwayat berikut,

Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al Asy’ari. Ia berkata, “Abdullah bin  Umar bertanya padaku, ‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyebut suatu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai waktu mustajabnya doa di hari Jumat?” Abu Burdah menjawab, “Iya betul, aku pernah mendengar dari ayahku (Abu Musa), ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هِىَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلاَةُ

“Waktu tersebut adalah antara imam duduk ketika khutbah hingga imam menunaikan shalat Jumat.” (HR. Muslim 2012 dan Abu Daud 1051).

Kemudian disebutkan dalam riwayat lain,  dari Amr bin Auf al-Muzanni Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يَسْأَلُ اللَّهَ الْعَبْدُ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ ) !قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَيَّةُ سَاعَةٍ هِيَ ؟ قَالَ : ( حِينَ تُقَامُ الصَّلَاةُ إِلَى الِانْصِرَافِ مِنْهَا )

Sesungguhnya pada hari jumat terdapat satu waktu, jika para hamba memohon kepada Allah, pasti akan dikabulkan oleh Allah.

Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, waktu kapankah itu?’

Jawab beliau, “Ketika shalat dimulai hingga selesai shalat.”

(HR. Turmudzi 490, Ibn Majah 1138, namun hadis ini dinilai dhaif oleh al-Albani dan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, waktu mustajab itu jatuh setelah asar. Ini merupakan pendapat Abdullah bin Sallam, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Imam Ahmad dan beberapa ulama.

Ada beberapa hadis yang mendukung pendapat ini,

  1. Hadis dari Abu Said al-Khudri dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِيهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَهِيَ بَعْدَ الْعَصْرِ

Di hari Jumat terdapat suatu waktu, dimana jika ada seorang hamba muslim yang memanjatkan doa kepada Allah bertepatan dengan waktu tersebut, Allah akan memberi apa yang dia minta. Waktu itu adalah seteah asar. (HR. Ahmad 7631 dan dinilai shahih Syuaib al-Arnauth).

2. Hadis dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً ، لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

Pada hari jumat ada 12 jam. (Diantaranya ada satu waktu, apabila ada seorang muslim yang memohon kepada Allah di waktu itu, niscaya akan Allah berikan. Carilah waktu itu di penghujung hari setelah asar. (HR. Abu Daud 1048, Nasai 1389 dan dishahihkan al-Albani).

3. Hadis dari Abdullah bin Sallam Radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Kami menjumpai adalam kitabullah, bahwa di hari jumat ada satu waktu, apabila ada seorang hamba beriman melakukan shalat bertepatan dengan waktu tersebut, kemudian memohon kepada Allah, maka Allah akan penuhi permohonannya.”

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat kepadaku, ‘Itu hanya sebentar?’

‘Anda benar, hanya sebentar.’ Jawab Abdullah bin Sallam.

Lalu Abdullah bertanya, ‘Kapan waktu itu’

Jawab beliau,

هِيَ آخِرُ سَاعَاتِ النَّهَارِ

“Itu adalah waktu di penhujung hari.”

‘Bukankah itu waktu larangan shalat?’

Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بَلَى ، إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ ، فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ

“Benar, namun ketika seorang hamba melakukan shalat (di awal asar), lalu dia duduk menunggu shalat berikutnya, dia terhitung sedang melakukan shalat.” (HR. Ibn Majah 1139)

Dari dua pendapat di atas, menunjukkan bahwa pendaat kedua inilah yang lebih mendekati kebenaran.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH

Menyibukkan diri dengan Dzikir dan Membaca Al-Qur’an di Hari Jum’at

Hari Jumat adalah hari yang mulia, dan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia memuliakannya. Keutamaan yang besar tersebut menuntut umat Islam untuk mempelajari petunjuk Rasulullah dan sahabatnya, bagaimana seharusnya menyambut hari tersebut agar amal kita tidak sia-sia dan mendapatkan pahala dari Allah ta’ala.

Memperbanyak membaca Al-Qur’an di hari Jum’at

Dianjurkan bagi orang yang menghadiri shalat Jum’at untuk memperbanyak shalat sunnah, sebanyak yang dia mampu. [1]

Jika selesai dari ibadah shalat sunnah, dia bisa membaca Al-Qur’an, jika memang bisa (mampu) membaca Al-Qur’an. Para ulama telah menyebutkan dianjurkannya membaca surat Al-Kahfi di hari Jum’at, berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

“Barangsiapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An-Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dalam Shahihul Jami’ no. 6470)

Yang dimaksud dengan hari Jum’at adalah antara terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Maka di antara dua hal tersebut adalah waktu dianjurkannya membaca surat Al-Kahfi. Sehingga dianjurkannya membaca surat Al-Kahfi tidaklah khusus hanya ketika shalat Jum’at saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian manusia. Jika seseorang membaca surat Al-Kahfi setelah shalat subuh atau setelah shalat ‘ashar, itu pun sudah mencukupi, insyaa Allah. (Lihat Majmu’ Al-Fataawa, 24: 215)

Menyibukkan diri dengan dzikir dan berdoa

Jika tidak mampu membaca Al-Qur’an, hendaknya dia menyibukkan diri berdzikir kepada Allah Ta’ala dan berdoa kepada-Nya. Bertambahlah pahala dari membaca dzikir tersebut karena keutamaan hari Jum’at.

Dianjurkan pula untuk memperbanyak berdoa di sepanjang hari Jum’at tersebut, sejak terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari, dengan penuh harap bersesuaian dengan waktu dikabulkannya doa (waktu ijabah). Waktu ijabah tersebut diperselisihkan oleh para ulama dengan perbedaan pendapat yang banyak sekali. Waktu tersebut diisyaratkan dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hari Jum’at, kemudian beliau berkata,

فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Di hari Jum’at terdapat suatu waktu, yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri melaksanakan shalat, kemudian dia memanjatkan suatu doa pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut, melainkan Allah akan memberi apa yang dia minta.” (HR. Bukhari no. 935 dan Muslim 2006)

Wallahu Ta’ala a’lam, dari pendapat-pendapat ulama terkait masalah ini, pendapat yang paling kuat adalah yang mengatakan bahwa waktu tersebut adalah setelah shalat ‘ashar di hari Jum’at. [2]

Memperbanyak shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Para ulama juga menyebutkan dianjurkannya memperbanyak shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari Jum’at. Orang yang sudah hadir di masjid untuk shalat Jum’at, namun tidak berkehendak untuk memperbanyak shalat sunnah, dianjurkan untuk memperbanyak shalawat.

Hali ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari sahabat Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ قُبِضَ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ، وَفِيهِ الصَّعْقَةُ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِيهِ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ – يَقُولُونَ: بَلِيتَ -؟ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ

“Sesungguhnya di antara hari-harimu yang paling utama adalah hari Jum’at, pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu beliau wafat, pada hari itu juga ditiup (sangkakala), dan pada hari itu juga mereka pingsan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku -karena- shalawat kalian akan disampaikan kepadaku.”

Aus bin Aus berkata, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin shalawat kami bisa disampaikan kepadamu, sementara Anda telah tiada (meninggal)? -atau mereka berkata, “Telah hancur (menjadi tulang belulang).”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi.” (HR. Abu Dawud no. 1047, An-Nasa’i no. 1374, Ibnu Majah no. 1636, dan lain-lain. Dinilai shahih oleh Al-Albani)

Sebagian orang, ketika selesai mengerjakan shalat sunnah, mereka pun mulai mengantuk sampai ketika khatib naik mimbar. Perbuatan semacam ini berarti telah menghalangi dari kebaikan yang sangat banyak, dia pun terlewat dari mendapatkan kebaikan yang sangat banyak di hari Jum’at. Terdapat hadits yang diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ إِلَى غَيْرِهِ

“Apabila salah seorang mengantuk di dalam masjid (ketika khutbah Jumat), hendaknya dia pindah tempat duduk ke tempat duduk yang lain.” (HR. Abu Dawud no. 1119, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Adapun hikmah adanya perintah berpindah tempat adalah agar orang tersebut kemudian bisa menggerakkan badannya untuk mengusir rasa kantuk tersebut. Kemungkinan hikmah yang lain adalah agar seseorang berpindah dari tempat yang telah membuat dia lalai (dengan mengantuk), ke tempat yang baru. Wallahu a’lam. (Lihat Nailul Authar, 3: 284)

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat. [3]

[Selesai]

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Ingat Allah Hati Menjadi Tenang

MEMANG, kita sering melihat banyak orang yang hidup berkecukupan yang secara nyata-nyatanya mereka adalah tergolong orang-orang yang sering berbuat dosa. Lantas bagaimana halnya dengan adanya keyakinan bahwa balasan dari perbuatan baik adalah kebaikan?

Orang-orang yang sering terlihat berbuat dosa, namun terlihat nyaman dengan berbagai kepemilikian duniawinya, walau demikian bagaimana dengan kondisi hati mereka? Apakah ada ketenangan di hati mereka? Pasti tidak ada. Karena, hanya dengan berzikir kepada Allah hati menjadi tenteram. Buat apa memiliki kekayaan duniawi kalau hati gelisah, makan tidak tenang, tidur tidak nyenyak.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Radu : 28)

Balasan terbaik bukanlah dengan apa yang ia miliki dari kekayaan duniawi, tetapi semakin dekat kepada Allah, hati yang semakin mantap, yakin dan istiqomah dalam beribadah kepada Allah.

Di saat kita memiliki niatan yang baik, kita lantas dituntun oleh Allah, bersabar dalam berusaha, sehingga saat bertemu dengan rezeki semua dilakukan dengan penuh keberkahan. Ditambah dengan dikeluarkannya sedikit dari rezeki yang kita miliki untuk berjuang di jalan Allah, maka semakin nikmat karunia yang telah Allah berikan ini.

Jangan pernah merasa tidak adanya pertanggungjawaban atas perbuatan kita di dunia ini, karena semua hal yang kita lakukan diawasi dan diperhitungkan oleh Allah untuk diberi balasan bahkan di dunia ini juga, kecuali perbuatan dosa yang segera dimohonkan ampunan-Nya. Semua hal akan dipertanggungjawabkan, karena pada hari perhitungan kelak, anggota tubuh ini akan bersaksi.

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin: 65)

Oleh karena itu, berhati hatilah dalam menjaga pikiran dan sikap kita. Terus bersihkan hati, agar kita semakin mudah dalam merasakan kehadiran dan pengawasan Allah. Seseorang yang tauhidnya bagus, dapat dipastikan bahwa akhlaknya juga terjaga. Karena, dia yakin bahwa Allah Maha Melihat, sehingga dia akan sibuk dengan Allah tanpa perlu berakting dan berpura-pura.

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yunus: 61)

Kita tidak tahu sesuatu yang terjadi di masa depan. Saat ujian di sekolah, misalnya, sebagai murid tidak akan pernah tahu materi yang nantinya akan keluar. Sedangkan Allah Maha Tahu apa pun yang akan terjadi di kemudian hari dengan detail. Jadi bergantung saja pada Allah, berdoa dengan sungguh-sungguh, ikhtiar dengan benar dan baik, dan lakukanlah hal-hal yang Allah sukai, dan berharaplah semua akan dimudahkan. [

INILAH MOZAIK

Mengembalikan Fungsi Masjid di Masa Rasulullah

Masjid Istiqlal meluncurkan program Majelis Mudzakarah, Rabu (2/9) hari ini. Peluncuran yang dilakukan secara virtual ini dipimpin langsung oleh Imam Besar masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar dan Ketua majelis mudzakarah Masjid Istiqlal (M3I), KH Quraish Shihab.

KH Quraish Shihab mengatakan, peluncuran majelis mudzakarah ini merupakan upaya untuk mengingat kembali fungsi masjid seperti yang diterapkan pada masa rasulullah SAW. Mantan menteri Agama ini juga menjelaskan makna dasar dan arti yang terkandung dari majelis mudzakarah.

“Majelis itu memiliki arti mengajak orang yang berbaring untuk duduk, dan mengajak orang yang duduk untuk bergerak, melakukan suatu kegiatan. Majelis ini harus dimaknai sebagai membangunkan yang tidur, mengajak yang tidak aktif untuk aktif, dan segera bangkit untuk melakukan kegiatan,” jelasnya saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal, Rabu (2/9).

“Sedangkan Mudzakarah adalah suatu kata yang menunjukkan kegiatan timbal balik. Diambil dari huruf yang memiliki makna asasi, pertama, jantan, dan kedua, mengingat atau menyebut, memelihara, dan menunjukkan keterlibatkan dua pihak. Maka majelis mudzakarah ini diartikan sebagai tempat yang berisi kegiatan yang melibatkan dua pihak untuk saling mengingatkan, saling menguatkan, dan saling memperkokoh,” ujarnya.

Adapun alasan majelis mudzakarah diluncurkan dari masjid, kata KH Quraish, tak lain untuk mengingatkan kembali fungsi masjid sebagaimana yang dilakukan Rasulullah. Jika pada masanya, Rasulullah memusatkan seluruh kegiatan di masjid, baik sosial, ekonomi, kesenian, kebudayaan, bahkan pemerintahan, maka Majelis Mudzakarah ini akan berfungsi sebagai pengingat dan penyalur ajaran yang telah nabi muhammad SAW berikan.

“Fungsi masjid sangat banyak, meski sekarang fungsi itu sudah dialihkan ke lembaga lain. Walaupun masjid saat ini tidak lagi berfungsi sebagaimana fungsi masjid pada masa Rasulullah, tapi nilai nilai yang diajarkan nabi harus tetap disalurkan, dan itu dapat terwujud melalui mudzakarah yaitu saling ingat-mengingatkan,” jelasnya.

Selain meluncurkan majelis mudzakarah, Masjid Istiqlal juga akan mengadakan beberapa program unggulan lain, seperti program Pendidikan Kader Ulama (PKU), yang akan diadakan secara nasional dan internasional.

Melalui program ini, para peserta akan diberikan sertifikat kader ulama dari Masjid Istiqlal dan sertifikat akademik setara magister jurusan ilmu tafsir dari Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) Jakarta.

“Program ini bersifat nasional dan kami akan mengundang seluruh pimpinan dari seluruh daerah untuk mengirim utusannya yang insyaAllah akan mampu memimpin umat, dan imam di masjid daerah masing-masing,” ujarnya.  

“Di kesempatan selanjutnya, kami juga akan membuka program PKU level internasional dengan meminta peserta dari komunitas Muslim seluruh dunia, khususnya utusan dari masjid negara di setiap negara. InsyaAllah ini akan kita laksanakan dalam waktu dekat,” tambahnya.

Imam Besar Masjid Istiqlal sekaligus Ketua Harian Badan Pelaksana Masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar menjelaskan Masjid Istiqlal juga telah menyiapkan rentetan program lain seperti program pendidikan pascatahfidz, majelis pengkajian Masjid Istiqlal, lembaga pengkajian dan pengembangan ekonomi umat, sharing bersama ulama dan umara, juga workshop imam-imam besar masjid negara dari seluruh dunia.

“Kita akan terus mengadakan program dan kegiatan, baik online maupun offline, dan berharap agar masyarakat dapat terus berpartisipasi dan mendukung program-program yang ada,” tutupnya.  

Peresmian Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal (M3I) ini juga dihadiri oleh Imam Islamic Center of New York, KH Syamsi Ali, Guru Besar UIN Jakarta, KH Said Aqil Husin Al Munawwar, Dosen Monash University, Nadisyah Hosen dan sejumlah tokoh islam lainnya.

IHRAM



Mengapa Husain Cucu Nabi SAW Bawa Keluarga Saat Dibantai?

usain cucu Nabi SAW dibantai bersama keluarga di Karbala

Mengapa Sayidina Husain  RA membawa serta keluarganya dalam ekspedisi ke kufah? Bukankah hal itu membawa keluarganya pada bahaya? Pertanyaan itu lah yang sering muncul dari waktu ke waktu khususnya pada 10 Muharam atau peringatan tragedi Karbala. 

Pada hari itu, cucu Nabi Muhammad yakni Husain  bin Ali dibantai bersama pengikutnya di Karbala oleh tentara penguasa Umayah kala itu yakni Yazid bin Muawiyah. Lalu mengapa Husain  harus membawa keluarganya? 

Peneliti Pemikiran Islam, Mohamed Fathi Al Nady, mengatakan apa yang dilakukan Husain  dengan membawa keluarganya ke Karbala adalah hal normal.  

“Dia membawa keluarganya bersamanya karena dia tak dapat menjamin keamanan mereka di tempat lain, seandainya dia berhasil merebut kekuasaan di Kufah, umat Islam akan membalas dendam dengan merugikan keluarganya dimanapun mereka berada. Jadi tampaknya lebih baik dan lebih aman bahwa mereka (keluarga Husain ) menemaninya dalam perjalanan,” kata Fathi Al Nady seperti dilansir About Islam pada Jumat (28/8).  

Al Nady menjelaskan bahwa yang memperkuat pandangan itu adalah bahwa Husain  mempercayai janji-janji kaum Kufah untuk mendukungnya. 

Al Nady mengatakan orang-orang Kufah mengirimkan surat yang menegaskan dukungan untuk tujuan Husain . Bahkan jelas Al Nady berdasarkan laporan sejarah bahwa 12 ribu orang bersenjata dari Kufah menyatakan kesiapan membela Husain  saat tiba. 

“Jadi dia (Husain ) percaya bahwa mereka (kaum Kufah) akan dapat melindunginya dan membantunya menegakan aturannya. Sayangnya seperti dituliskan buku- buku sejarah, orang Kufah tak menerima tantangan ini dan mereka mengecewakan Husain dalam perjuangan melawan tirani dan kediktatoran Yazid bin Muawiyah. Dan pengkhianatan itu menyebabkan pembunuhan tragis Husain dan pengikutnya,” katanya.

Sumber: https://aboutislam.net/shariah/special-coverage-shariah/al-hussein-took-family-karbala/

KHASANAH REPUBLIKA

Halalkah Mengonsumsi Kepiting?

Bagi penyuka seafood, kepiting tentu bukan sesuatu yang asing. Bahkan, bisa jadi kepiting merupakan menu favorit. Dari sisi cita rasa, daging kepiting memang sangat lezat. Hanya saja, tak sedikit Muslim yang mempertanyakan status kehalalan kepiting. Maklum, banyak yang mengira kepiting termasuk hewan yang hidup di dua alam dan beracun pula. Anda juga mempertanyakannya?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya telah menerbitkan fatwa mengenai hal ini. Intinya, MUI menyatakan kepiting halal, kecuali yang beracun. Pada rapat Komisi Fatwa MUI, 15 Juni 2002,  Dr Sulistiono, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, menjelaskan, ada empat jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi dan menjadi komoditas, yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarrica, Scylla olivacea, dan Scylla pararnarnosain. Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum hanya disebut ‘kepiting’.

Dalam makalah berjudul “Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scylla spp)”, yang disampaikan waktu itu, Sulistiono mengatakan, kepiting adalah jenis binatang air karena bernapas dengan insang, berhabitat di air, dan tidak akan mengeluarkan telur di darat melainkan di air karena ia memerlukan oksigen dari air.

Kepiting, termasuk keempat jenis di atas, ada yang hidup di air tawar saja, di air laut saja, dan hidup di air laut dan tawar. “Jadi, tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam (laut dan darat),” ujar Sulistiono.

Lalu, bagaimana dengan anggapan bahwa kepiting ini beracun? Nah, ini juga perlu diluruskan. Sebagian besar jenis kepiting justru tidak beracun, kecuali kepiting kelapa yang banyak ditemukan di perairan Maluku.  Di sisi lain, seperti dikatakan pakar pangan halal Dr H Anton Apriyantono, tidak ada satu nas pun, baik dari Alquran maupun hadis, yang mengharamkan hewan yang hidup di dua alam.

Yang ada adalah pengharaman kodok, yang kebetulan hidup di dua alam. Mungkin, kata Anton, para ulama terdahulu menyimpulkan keharaman hewan yang hidup di dua alam berdasarkan qiyas (logika kesetaraan) terhadap kodok dan hewan buas seperti buaya yang menurut pemahaman mereka hidup di dua alam.

Komisi Fatwa MUI pun, kata Anton, telah melakukan kajian mengenai status kehalalan hewan yang hidup di dua alam. Kesimpulannya, tidak ada dasar nas yang mengharamkan hewan yang hidup di dua alam. “Itu sebabnya, Komisi Fatwa MUI mengeluarkan fatwa bahwa kepiting itu halal,” kata Anton yang pernah menjadi anggota Tim Penyempurnaan SK Menteri Agama tentang pedoman pemeriksaan kehalalan makanan.  

Sebetulnya, lanjut mantan menteri pertanian ini, tidaklah tepat alasan kepiting haram  dikarenakan punya capit. “Bagaimana dengan ikan lele yang punya patil?” ucapnya retoris.

Dalam surah al-A’raf ayat 157 disebutkan, Allah mengharamkan makanan yang khabaits (buruk dan menjijikkan). Nah, atas dasar inilah kemudian Imam Syafii mengharamkan kepiting, penyu, dan lain-lain, sebagaimana termaktub dalam buku Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd.

Tapi, menurut Anton, masalah khabaits ini juga masih bisa diperdebatkan. Sebab, sebagian besar orang tidak memandang kepiting sebagai makanan yang khabaits. Itulah sebabnya, Komisi Fatwa MUI menghalalkannya. “Lagi pula, definisi hewan yang hidup di dua alam juga masih diperdebatkan.”

IHRAM