Teks Khotbah Jumat: Sebab Meraih Kemenangan dan Pertolongan Allah

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.

مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

أَمَّا بَعْدُ:

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada para jemaah sekalian, marilah senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena ketakwaan merupakan salah satu kunci dan jalan yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk mendapatkan kemenangan dan keberuntungan. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِه لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah 35)

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menceritakan kepada kita tentang sikap permusuhan orang-orang kafir kepada kaum muslimin. Ia berfirman,

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Sifat ini sangatlah umum kita dapati dari orang-orang kafir. Mereka akan terus memerangi kaum mukminin sehingga mereka (kaum mukminin) murtad dan keluar dari ajaran Islam. Terkhusus lagi ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang menggerakkan yayasan-yayasan, menyebarkan propaganda, mengirim misionaris dan dokter-dokter, mendirikan sekolah-sekolah untuk menarik seluruh umat kepada agama mereka, dan memasukkan segala bentuk syubhat ke dalam agama kaum mukminin. Sehingga seorang mukmin tidak mengenali lagi agamanya, bahkan sampai pada tahapan membenci agamanya sendiri.

Jemaah Jumat yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala.

Kebenaran dan kebatilan pastilah akan selalu dalam perseteruan dan perselisihan. Dan ini merupakan sunnatullah kepada umat manusia. Di dalam ketetapan tersebut mengandung hikmah yang sangat luas. Di antaranya adalah bolehnya berjihad jika telah memenuhi syarat-syaratnya. Allah Ta’ala berfirman,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Untuk memperoleh kemenangan dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala, ada beberapa sebab yang dapat diusahakan dan dikerahkan oleh seorang muslim. Kesemuanya itu telah Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an, kitab kita yang penuh kemuliaan.

Yang pertama, beriman dan beramal saleh.

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَانَ حَقًّاۖ عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman. (QS. Ar-Rum: 47)

Allah Ta’ala juga berfirman,

إنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا

“Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman.”  (QS. Al-Hajj: 38)

Sungguh Allah Ta’ala akan senantiasa bersama dengan orang-orang mukmin, membantu mereka, dan menolong mereka. Allah Ta’ala juga menjanjikan kepada mereka pembelaan-Nya dan Allah juga berjanji jikalau mereka benar-benar merealisasikan keimanan mereka dalam setiap ucapan dan perbuatan, maka Allah Ta’ala tidak akan memberikan peluang kepada orang kafir untuk mengalahkan dan menyakiti mereka. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا ࣖ

“Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS. An-Nisa’: 141)

Jika kaum muslimin mengalami kekalahan di beberapa kesempatan, maka itu disebabkan oleh diri mereka sendiri. Baik itu karena dosa-dosa atau karena pelanggaran mereka terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana hal ini Allah sampaikan kepada kaum mukminin para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peperangan Uhud,

اَوَلَمَّآ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ اَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَاۙ قُلْتُمْ اَنّٰى هٰذَا ۗ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اَنْفُسِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada perang Badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165)

Sebab kedua yang akan mengantarkan kaum muslimin untuk mendapatkan kemenangan adalah menegakkan tauhid, menyembah Allah satu-satu-Nya, dan berlepas dari segala macam bentuk kesyirikan.

Termasuk dari kesyirikan yang harus kita hindari adalah riya’ dan mengharapkap dunia dari jihad dan perjuangan yang kita lakukan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah.” (QS. Al-Anfal: 47)

Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau bercerita,

جَاءَ رَجُلٌ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، ما القِتَالُ في سَبيلِ اللَّهِ؟ فإنَّ أحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا، ويُقَاتِلُ حَمِيَّةً، فَرَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ، قالَ: وما رَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ إلَّا أنَّه كانَ قَائِمًا، فَقالَ: مَن قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هي العُلْيَا، فَهو في سَبيلِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ.

“Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang disebut dengan perang fisabilillah (di jalan Allah)? Sebab di antara kami ada yang berperang karena marah dan ada yang karena semangat?’ Beliau lalu mengangkat kepalanya ke arah orang yang bertanya, dan tidaklah beliau angkat kepalanya, kecuali karena orang yang bertanya itu berdiri. Beliau lalu menjawab, ‘Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia perperang di jalan Allah ‘Azza Wajalla.’” (HR. Bukhari no. 123)

Ketiga, kompak bersatu di atas kebenaran, memperbaiki hubungan yang renggang di antara kaum muslimin dan tidak berpecah belah serta berperang dalam satu panji dan satu kepemimpinan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ

“Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (QS. Al-Anfal: 1)

Di ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ

“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang.”  (QS. Al-Anfal: 46)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala.

Sebab keempat yang harus ditempuh seorang mukmin untuk meraih kemenangan adalah mempersiapkan kekuatan sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing.

Islam adalah agama yang kuat. Memerintahkan umatnya untuk mempersiapkan seluruh bentuk kekuatan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah Ta’ala berfirman,

وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِه عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ

“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal: 60)

Sebab kelima, bersabar dalam perjuangan, tidak melupakan kewajiban salat, dan senantiasa berzikir mengingat Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imran: 120)

Allah Ta’ala juga berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (QS. Al-Baqarah: 153)

Terkait salat, Allah Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk menjaganya dan tidak ada keringanan untuk meninggalkannya, meskipun mereka sedang dalam suasana mencekam karena peperangan. Allah Ta’ala berfirman,

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ * فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

“Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wustha (yaitu, salat asar). Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 238-239)

Allah Ta’ala juga mengingatkan, bahwa satu-satunya Zat yang bisa memberikan kemenangan dan menghilangkan rasa khawatir serta takut dari diri kita adalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗقَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ

“Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat.” (QS. An-Naml: 62)

Salat dan zikir merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim. Dengan keduanya, pintu-pintu langit terbuka. Dan dengan keduanya pula, Allah Ta’ala kabulkan doa-doa.

Sebab kemenangan terakhir yang harus senantiasa kita tanamkan kepada diri kita adalah mencintai dan menyayangi kaum mukminin serta berlepas diri dari orang-orang kafir dan zalim. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْغٰلِبُوْنَ ࣖ

“Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang menang.” (QS. Al-Ma’idah: 56)

Jika sikap Wala’ dan Barra’ ini tidak diterapkan oleh kaum muslimin, kemudian mereka berpecah belah dan menjadi kelompok-kelompok kecil, maka akan hilang kekuatan mereka dan kekacauan akan terjadi di atas muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73)

Semoga Allah Ta’ala menguatkan barisan kaum muslimin, menguatkan hubungan di antara mereka, menumbuhkan kasih sayang di antara mereka dan memberikan kemenangan dan pertolongan-Nya kepada kita semua.

Ya Allah, Ya Rabb kami, berikanlah pertolongan-Mu untuk saudara-saudara kami yang sedang berjuang meninggikan kalimat tauhid di mana pun mereka berada. Ya Allah, tulislah kemenangan dan keamanan kepada seluruh kaum muslimin yang berjuang melawan kezaliman orang-orang kafir yang mendustakan-Mu. Sungguh engkau adalah sebaik-baik penolong bagi kami dan saudara-saudara kami.

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90118-sebab-meraih-kemenangan-dan-pertolongan-allah.html

5 Macam Isti’anah (Meminta Pertolongan)

Isti’anah atau meminta pertolongan ada 5 macam, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.

1. Isti’anah kepada Allah Ta’ala

Yaitu isti’anah yang mengandung kesempurnaan sikap merendahkan diri dari seorang hamba kepada Rabbnya, dan menyerahkan seluruh perkara kepada-Nya, serta meyakini bahwa hanya Allah yang bisa memberi kecukupan kepadanya.

Isti’anah seperti ini tidak boleh diserahkan kecuali kepada Allah Ta’ala. Dan dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” (QS. Al-Fatihah: 4).

Karenanya, memalingkan isti’anah jenis ini kepada selain Allah Ta’ala merupakan perbuatan kesyirikan yang mengeluarkan pelakunya dari agama.

2. Isti’anah kepada makhluk dalam perkara yang makhluk tersebut mampu melakukannya

Hukum bagi isti’anah jenis ini tergantung pada perkara yang dimintai pertolongan padanya. Jika perkara tersebut berupa kebaikan maka boleh dilakukan oleh orang yang meminta tolong, sementara yang dimintai tolong disyariatkan untuk memenuhinya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى

Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa.” (QS. Al-Maidah: 2).

Jika permintaan tolongnya pada perbuatan dosa maka hukumnya haram bagi yang meminta tolong dan juga bagi memberikan pertolongan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala

وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS.Al-Maidah: 2).

Adapun jika perkaranya adalah perkara mubah maka itu dilakukan boleh yang meminta pertolongan dan bagi orang yang dimintai pertolongan. Bahkan orang yang menolong ini bisa jadi akan mendapatkan pahala karena telah berbuat baik kepada orang lain. Dan jika demikian keadaannya maka justru menolong ini menjadi disyariatkan bagi dirinya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS.Al-Baqarah: 195)

3. Isti’anah kepada makhluk yang masih hidup dan hadir (ada di tempat), tapi dalam perkara yang dia tidak mampu melakukannya

Hukumnya adalah perbuatan sia-sia dan tidak ada gunanya. Misalnya minta tolong kepada orang yang lemah untuk mengangkat sesuatu yang berat.

4. Isti’anah kepada orang-orang mati secara mutlak (yakni baik yang telah mati itu nabi, atau wali, apalagi selain mereka) atau kepada orang yang masih hidup dalam perkara gaib yang mereka ini tidak mampu melakukannya

Isti’anah jenis ini adalah kesyirikan, karena dia tidak mungkin melakukannya kecuali dia meyakini bahwa orang-orang ini mempunyai kemampuan tersembunyi dalam mengatur alam. Dalil-dalil bahwa isti’anah bentuk seperti ini adalah haram dan merupakan kesyirikan adalah sebagai berikut,

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al-An’am: 17).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ. وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”. Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Yunus: 106-107).
Allah Subhanahu berfirman:

وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَكُمْ وَلَا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ

Dan mereka yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri” (QS. Al-A’raf: 197).

Allah Subhanahu berfirman:

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ

Katakanlah: “Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai sembahan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya” (QS. Saba`: 22).

Allah –Azza wa Jalla– berfirman:

يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ. إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ

Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu” (QS. Fathir: 13-14).

5. Isti’anah dengan perantaraan amal-amal sholeh dan keadaan-keadaan yang dicintai oleh Allah

Isti’anah jenis ini disyariatkan berdasarkan perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ

Minta tolonglah kalian dengan sabar dan shalat” (QS.Al-Baqarah: 153).

***

Diterjemah dari Syarh Tsalatsah Al-Ushul hal. 62-63, karya Ibnu Al-Utsaimin rahimahullah

Penerjemah: Ust. Badrusalam Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/27754-5-macam-istianah-meminta-pertolongan.html

Di Dalam Salat terdapat Pertolongan dan Pencegahan

Salat adalah cahaya bagi orang-orang beriman, sinar dalam hatinya, dan penghubung dengan Rabbnya. Oleh karena itu, terdapat pertolongan yang besar dan pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar di dalam salat yang sempurna. Salat seorang hamba belum sempurna hingga hamba tersebut mengerjakan wajib dan sunnah salat, khusyu’, menghadirkan hati di setiap ucapan dan gerakan, serta fokus dengan munajat kepada Rabbnya di dalam salat tersebut.

Allah Ta’ala  memerintahkan hamba-Nya untuk memohon pertolongan dengan salat. Allah Ta’ala berfirman,

وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)

Allah Ta’ala juga berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Selain Allah Ta’ala perintahkan hamba untuk memohon pertolongan dengan salat, Allah Ta’ala juga menjelaskan bahwa di dalam salat terdapat pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ

Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar … ” (QS. Al-‘Ankabut: 45)

Keji ( الْفَحْشَاۤءِ ) adalah segala dosa besar dan hina berupa maksiat yang disukai oleh jiwa, sedangkan mungkar (الْمُنْكَرِ) adalah segala maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah.

Maksud dari salat mencegah dari perbuatan keji dan munkar yaitu apabila seorang hamba benar-benar menegakkan salat, menyempurnakan rukun dan syarat salat, khusyuk di dalam mendirikan salat, maka hatinya akan terang dan suci, keimanan bertambah, hasrat terhadap kebaikan semakin kuat, dan hasrat terhadap keburukan pun akan menghilang. Seorang hamba yang konsisten dalam keadaan seperti ini, dia akan terjaga dari perbuatan keji dan munkar. Inilah yang diharapkan pada hamba yang mengerjakan salat.

Di dalam salat seorang hamba, dia akan membaca ayat-ayat Al Quran yang berisi tentang janji dan ancaman Allah Ta’ala, berbagai nasihat dan adab yang mulia, serta peringatan bahwa setiap manusia akan pergi meninggalkan dunia menuju negeri akhirat untuk mendapatkan balasan dari apa yang telah dilakukannya di dunia. Hal ini akan mencegah seorang hamba untuk sibuk terhadap dunia dan membuat hatinya semakin tunduk kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu, salat secara keseluruhan akan menjadi penasihat untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.

Di antara hikmah dari disyariatkannya salat wajib sehari semalam lima kali dan waktunya tersebar di pagi, siang, dan malam hari adalah terkait pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar ini. Dengan mengulang salat, seorang hamba diingatkan berulang kali pula supaya semakin jauh dari perbuatan maksiat dan semakin bertambah keimanan di dalam hatinya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال: إنَّ فلانًا يُصلِّي اللَّيلَ، فإذا أصبَح سرَق ، فقال:  سينهاه ما تقولُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,

Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Sesungguhnya si Fulan salat di malam hari, tetapi di waktu pagi dia mencuri.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salatnya tersebut akan menahan dirinya untuk melakukan seperti yang Engkau katakan.’ (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad no. 9778, disahihkan oleh Syekh Al-Albani)

Adapun hadis;

كل صلاة لم تنه عن الفحشاء والمنكر ،لم يزدد صاحبها من الله إلا بعدا

Semua salat yang tidak mencegah dari perbuatan keji dan munkar, maka salat itu tidak menambahkan sesuatu melainkan menambah pelakunya semakin jauh (dari Allah).” (HR. At Thabrani 54/11),

maka Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits tersebut batil. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pun mengatakan bahwa hadis tersebut merupakan hadis yang tidak sahih, yang benar adalah salat akan tetap menjaga seseorang hamba supaya tidak semakin jauh dari Allah Ta’ala. Orang yang mengerjakan salat pasti lebih baik dari pada orang yang meninggalkannya. Namun memang kualitas salat setiap orang itu berbeda-beda, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;

إِنَّ الْعَبْدَ لَيُصَلِّي الصَّلَاةَ مَا يُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا إِلَّا عُشْرُهَا ، تُسْعُهَا ، ثُمُنُهَا ، سُبُعُهَا ، سُدُسُهَا ، خُمُسُهَا ، رُبُعُهَا ، ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

Sesungguhnya seseorang hamba melakukan salat dan tidak ditulis pahala untuk salatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, sepertiganya, atau setengahnya” (HR. Ahmad no. 18894, Abu Dawud no. 796, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani)

Di akhir tulisan ini kita simpulkan bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk meminta pertolongan kepada Nya dengan melakukan salat karena di dalam salat tersebut terdapat pertolongan dari Allah Ta’ala. Terkadang seseorang berusaha sekuat tenaga memutar otak dan memeras keringatnya untuk mencari cara menyelesaikan problem dalam hidupnya. Namun dia lupa bahwa Allah Ta’ala telah memberikan resep untuk mendapatkan pertolongan selain dengan mengerjakan sebab-sebab ilmiah.

Selanjutnya, kita pertegas lagi bahwa salat yang dikerjakan secara sempurna sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Adapun apabila seseorang sudah mengerjakan salat, namun masih mengerjakan perbuatan keji dan munkar, maka sebabnya adalah dikarenakan luputnya seseorang dari melaksanakan hak-hak yang seharusnya dilakukan dalam salat tersebut.

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk menyempurnakan salat kita.

Penulis: Pridiyanto.

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat  hal. 109-111, karya Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al fadhiilah.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/61562-di-dalam-salat-terdapat-pertolongan-dan-pencegahan.html

Pasien Anak-Remaja di RS Jiwa Menur Meningkat, Banyak Kecanduan Game dan Pornografi

Rumah Sakit Jiwa Menur Jawa Timur (Jatim) mencatat jumlah pasien anak hingga remaja mengalami peningkatan selama 2023. Menurut pihak Rumah Sakit Jiwa Menur, kebanyak pasien anak remaja kecanduan game, internet, dan pornografi.

Berdasarkan data terbaru, jumlah pasien jiwa anak hingga remaja maksimal usia 18 tahun sebanyak 892 pada triwulan pertama, 1.408 triwulan kedua, dan 2.465 triwulan ketiga.

Vitria Dewi mengatakan, secara presentase jumlah pasien dewasa lebih banyak tapi secara tren, kasus pasa anak dan remaja meningkat. “Hari-hari ini, hari di mana, kesehatan jiwa anak dan remaja, mulai usia dini. Trennya naik,” katanya, Senin (4/12/2023) laman Suara Surabaya.

Sementara dr. Benediktus Elie Lie Wakil Direktur RSJ Menur Pelayanan Medik dan Keperawatan menambahkan, pasien anak hingga remaja rata-rata mengalami masalah jiwa karena ketergantungan internet hingga pornografi.

“Anak remaja memang meningkat terutama rawat jalan dengan ketergantungan perilaku. Game, internet, pornografi, salah satunya. Dampak pandemi kemarin pas pembelajaran online lalu kesibukan orang tua kerja misal anak dengan tablet, tanpa disadari menggunakan itu ternyata berdampak,” tambahnya.

Tapi menurutnya, penyebab masalah jiwa selalu multifaktor. Bisa pengaruh lingkungan, orang tua, keluarga, atau genetik. 

“Bisa karena stressor lingkungan, bullying di sekolah, interaksi dengan teman, pergaulan, pola asuh di rumah, lingkungan rumah, dan beberapa kasus kecenderungan genetik. Selalu kombinasi beberapa faktor tapi ada satu pencetus,” terangnya.

Melihat tren pasien rawat jalan, lanjutnya, RSJ akan menyiapkan fasilitas rawat inap. “Rawat inap anak dan remaja akan disiapkan melihat tren rawat jalan meningkat. Ada beberapa kasus satu sampai dua membutuhkan rawat inap. Sudah ada ruangan khusus. Kita siapkan 10 bed. Dulu masih campur,” tandasnya.*

HIDAYATULLAH

Biografi Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu

Masing-masing sahabat radhiyallahu ‘anhum memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaan tersebut selain dari apa yang Allah ‘Azza wajalla sebutkan tentang para sahabat radhiyallahu ‘anhum secara umum di dalam firman-Nya,

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100)

Keridaan Allah kepada para sahabat bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan nikmat surga yang kelak akan didapatkan. Sebagaimana disebutkan oleh Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu dalam Tafsir beliau, “Keridaan Allah itu lebih besar dibandingkan nikmat surga.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 349)

Termasuk di antaranya adalah sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Siapa di antara kita yang tidak kenal dengan beliau radhiyallahu ‘anhu? Mari kita ulas biografi ringkas beliau sebagai berikut.

Nama dan nasab beliau

Beliau bernama Utsman bin Affan bin Abul Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab [1]. Dulunya, kunyah beliau sebelum masuk Islam adalah Abu Amr dan berubah ketika memiliki seorang putra dari Ruqayyah putri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama menjadi Abu Abdillah [2]. Beliau lahir di Makkah, 5 tahun setelah peristiwa penyerangan kota Makkah oleh tentara bergajah. Secara umur, beliau lebih muda 5 tahun dibandingkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Beliau seorang yang tidak terlalu tinggi dan tidak pendek, dadanya bidang, lebat rambutnya, rupawan, kakinya kuat, betisnya tinggi, rambutnya sedikit keriting, dan sebagainya.

Keislaman Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu

Usia beliau mencapai 34 tahun ketika Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengajaknya untuk memeluk agama Islam. Tanpa ada pertentangan sedikit pun, beliau dengan teguh menerima Islam sebagai agamanya. Abu Ishaq rahimahullahu mengatakan, “Orang yang pertama masuk Islam setelah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu adalah Ali, Zaid bin Haritsah, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum.” (As-Sirah An-Nabawiyah, 1: 287-289)

Dengan demikian, beliau adalah orang keempat yang masuk Islam dari kalangan laki-laki. Peristiwa masuk Islamnya beliau terjadi setelah kepulangan beliau dari negeri Syam. Beliau ditawarkan tentang Islam, dibacakan Al-Qur’an, dikabarkan tentang hak-hak Islam, kemuliaan agama Islam, dan sebagainya. Disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa Utsman radhiyallahu ‘anhu mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama,

“Wahai Rasulullah, sepulang kami dari negeri Syam, ketika sampai di antara Ma’an dan Zarqa dan kami tertidur, kami mendengar seruan, ‘Wahai orang-orang yang tengah tidur, segeralah! Karena Ahmad telah sampai di kota Makkah.‘ Dan benar saja, di sini kami mendengar tentangmu.” (At-Thabaqat, 3: 55)

Karunia mempersunting putri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama

Di antara hal yang membahagiakan bagi Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu adalah perkenan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama untuk menikahkan putrinya yang bernama Ruqayyah dengan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Bahkan, dikatakan dalam sebuah syair, “Pasangan terbaik yang pernah disaksikan oleh manusia adalah Ruqayyah dan suaminya, yaitu Utsman –radhiyallahu ‘anhuma-.” (Ansab Al-Asyraf, hal. 89)

Kedekatan beliau dengan Al-Qur’an

Model pendidikan yang beliau dan para sahabatnya serap dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama adalah pembelajaran Al-Qur’an. Dengannyalah hidup mereka diarahkan dan diberikan tujuan. Ayat-ayat-Nyalah yang membimbing mereka menjalani kehidupan ini.

Terutama sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu yang banyak sekali temuan nasihat-nasihatnya tentang Al-Qur’an. Di antaranya yang disebutkan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, “Ketika belajar Al-Qur’an, mereka (para sahabat termasuk Utsman) tidak pernah melebihi 10 ayat untuk mereka pahami terlebih dahulu kandungan maknanya dan mereka amalkan. Mereka mengatakan, ‘Kami belajar Al-Qur’an, ilmu, dan amal sekaligus.’ Oleh karenanya, mereka butuh waktu untuk menghafal satu surat.” (Majmu’ Al-Fatawa, 13: 177)

Di antara perkataan beliau yang lain adalah, “Kalaulah hati ini benar-benar bersih, niscaya ia tidak akan pernah bosan membaca Al-Qur’an.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 7: 225)

Dalam perkataan lain, beliau juga mengatakan, “Aku tidak menyukai satu hari terlewat tanpa mataku sempat melihat kitabullah.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 7: 225)

Beliau radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan, “Allah jadikan kecintaanku di dunia ini pada tiga hal, yaitu memberi makan orang yang kelaparan, memberikan pakaian orang yang telanjang, dan membaca Al-Qur’an.” (Irsyadul ‘Ibad lil Isti’dadi li Yaumil Ma’ad, hal. 88)

Dalam nasihat lain, beliau mengatakan, “Ada 10 hal yang sia-sia: 1) Alim yang tidak menyebarkan ilmu; 2) Ilmu yang tidak diamalkan; 3) Pendapat yang benar, tetapi tidak diambil; 4) Senjata yang tidak pernah dihunuskan untuk jihad; 5) Masjid yang tidak dimakmurkan; 6) Mushaf yang tidak pernah dibaca; 7) Harta yang tidak pernah disedekahkan; 8) Kendaraan yang didiamkan; 9) Pengetahuan tentang kezuhudan pada diri orang yang terobsesi dunia saja; dan 10) Dan umur panjang yang tidak memberikan bekal kebaikan untuk pemiliknya.” (Irsyadul Ibad lil Isti’dadi li Yaumil Ma’ad, hal. 90)

Tahun meninggalnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tahun meninggalnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Yaitu, pada tahun 35 hijriah, kecuali sebagian yang meriwayatkan pada tahun 36 hijriah. Dan pendapat kedua dinilai syadz oleh para ulama. Beliau syahid dibunuh pada hari Jumat (pendapat mayoritas ulama) oleh orang-orang khawarij.

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90134-biografi-utsman-bin-affan-radhiyallahu-anhu.html

Islam Mengajarkan : Tegas Menjauhi Keburukan, Lakukan Kebaikan Sesuai Kemampuan

Islam itu tidak memberatkan, tetapi komitmen dan tegas terhadap keburukan. Ketika ada larangan dalam Islam, umat Islam harus benar-benar konsisten menjauhinya. Namun, ketika ada perintah untuk mengerjakan kebaikan, ada keringanan syarat yang melekat misalnya kerjakan sesuai kadarmu.

“Apa yang telah aku larang untuk kalian, maka jauhilah, dan apa yang telah aku perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah semampu kalian! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa disebabkan oleh banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.” (muttafaq alaih).

Hadist ini mengandung satu prinsip hukum dalam Islam yang luar biasa. Dalam hal larangan tidak ada keringanan karena tindakan untuk menjauhi larangan tidak membutuhkan kemampuan. Orang menjauhi untuk tidak minum khamr tidak membutuhkan usaha. Orang tidak berkata bohong tidak butuh kemampuan, hanya butuh konsisten.

Berbeda dengan melaksanakan perintah. Dalam kadar tertentu butuh kemampuan untuk melaksanakannya. Karena itulah, dalam pelaksanaan ibadah yang berat seperti haji ada syarat orang yang mampu. Begitu pun dalam shalat, jika tidak mampu maka bisa dilakukan dalam kadar kemampuannya seperti di perjalanan dan orang sakit.

Dalam persoalan kebaikan ada beberapa hal yang Nabi merasa umatnya tidak mampu sehingga diletakkan sebagai anjuran bukan kewajiban. Misalnya, jika seandainya tidak akan memberatkan umatku, niscaya aku akan menyuruh mereka bersiwak setiap hendak shalat. Dalam hadist lain ketika hendak berwudhu;.

Bersiwak itu sebuah kebaikan karena Nabi melakukannya setiap waktu. Namun, Nabi konsisten dengan Islam sebagai agama yang tidak memberatkan. Kebaikan itu tidak diletakkan dalam kewajiban menimbang kadar kesusahan dan kemampuan jika orang mengerjakannya.

Dalam suatu hadist lagi misalnya Nabi terlambat melaksanakan shalat di awal waktu. Akhirnya beliau shalat bersama Abu Bakar sambil bersabda :”Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku pasti memerintahkan mereka melaksanakan salat (Isya) pada waktu seperti ini (akhir malam).”

Pemikiran ini bisa kita bawa dalam ranah kehidupan sehari-hari. Hal yang menyangkut tentang keburukan terhadap diri dan orang lain harus dihindari. Orang tidak perlu usaha untuk tidak menipu orang lain atau menyakiti orang lain. Namun, untuk membantu orang lain harus mempunyai kemampuan.

Jangan siksa diri sendiri dengan kebaikan yang tidak mampu kita jangkau. Ukur dan kenali kemampuan diri kita. Namun, dalam hal keburukan semua orang harus konsisten dan teguh menjauhinya.

Karena itulah, ada hal yang penting diingat sesungguh perbuatan baik itu bukan sekedar berlaku baik kepada orang lain, tetapi diam dengan tidak menyakiti orang lain adalah sebuah kebaikan.

ISLAMKAFFAH

Bagaimana Membangi Warisan Rumah jika Ada Ahli Waris yang Tidak Mau Menjualnya?

Pembagian rumah di antara ahli waris ini disebut oleh para ulama dengan ‘Qismah at-Tarāḏī (pembagian dengan saling merelakan)’ karena itu tidak akan terwujud kecuali dengan kerelaan semua pihak.

Jika ada yang menuntut pembagian dan ada yang menolak, maka yang menolak dipaksa untuk menjualnya. Jika masih menolak, maka hakim melakukan intervensi untuk menjual rumah tersebut lalu membagi hak masing-masing pihak.

Al-Mirdāwi berkata dalam al-Inṣāf (11/335), “Orang yang mengajak rekannya untuk Qismah at-Tarāḏī harus memaksa, jika ia menolak maka dijual lalu dibagi uangnya.”

Al-Maqdisi berkata dalam al-‘Uddah Syarhi al-‘Umdah (2/239), “Jika salah satu dari pihak-pihak yang terkait meminta bagiannya lalu ada yang menolak, maka hakim memaksanya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa “Segala sesuatu yang tidak dapat dibagi, maka harus dijual lalu dibagi uangnya. Jika salah seorang pihak meminta maka yang menolak harus dipaksa. Sebagian ulama mazhab Maliki meriwayatkan adanya ijmak dalam masalah ini.” (Majmūʾ al-Fatāwā 28/96).

Berdasarkan hal ini, maka orang yang menolak untuk membagi rumah harus dipaksa untuk menjual rumah tersebut, lalu masing-masing ahli waris mengambil uangnya sesuai bagian warisannya. Allah Yang lebih Mengetahui.



Sumber: islamqa.info/Fikih Muamalat Kontemporer

Quraish Shihab: Tidak Ada Perintah Memukul Anak yang Tidak Shalat

Quraish Shihab, cendekiawan Muslim dan Pakar Tafsir Indonesia, menegaskan bahwa tidak ada perintah atau anjuran memukul anak yang tidak shalat dalam Al-Qur’an. Hal ini disampaikannya dalam sebuah Podcast dengan Najeela Shihab dalam program Semua Murid Semua Guru pada 4 Juni 2017.

“Tidak ada dalam Al-Qur’an, perintah atau anjuran memukul anak kalau tidak shalat, jika ia sudah mencapai usia 10 tahun,” ujar Quraish Shihab.

Menurut Quraish Shihab, terdapat hadis yang menyebutkan bahwa orang tua harus memukul anaknya yang tidak shalat pada usia 10 tahun. Namun, hadis tersebut harus dipahami secara bijak.

“Kita harus bijak dalam memahami arti dharaba – memukul dalam hadits terkait. Dalam bahasa Arab, orang yang berjalan di bumi juga dinamai memukul bumi. Orang yang mendendangkan lagu di telinga anaknya lagu juga dinamai memukul-mukul telinga anaknya,” jelas Quraish Shihab.

Quraish Shihab menambahkan, memukul yang dimaksud oleh Nabi Muhammad SAW bukanlah memukul secara fisik dan kasar, melainkan mendidik dengan konsisten.

“Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah memukul anak-anak secara langsung. Beliau menunggu sampai anak itu tenang, baru kemudian ditegur,” ujar Quraish Shihab.

Quraish Shihab juga mengingatkan bahwa kondisi masyarakat dan perkembangan zaman telah berubah. Anak-anak zaman sekarang umumnya lebih pandai dan cerdas daripada anak-anak zaman dulu. Oleh karena itu, memukul anak justru bisa menjauhkan anak dari agama dan orangtuanya.

“Mungkin juga kalau kita mau hati-hati bawa kondisi masayarakat dan perkembangan masyarakat berubah, dan anak-anak kita bisa lebih pandai sebenarnya. Sehingga memukul itu bisa menjauhkan dari anak,” pungkas Quraish Shihab.

Kesimpulan

Dari penjelasan Quraish Shihab, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perintah atau anjuran memukul anak yang tidak shalat dalam Al-Qur’an. Hadis yang menyebutkan hal tersebut harus dipahami secara bijak, yaitu bahwa memukul yang dimaksud bukanlah memukul secara fisik dan kasar, melainkan mendidik dengan konsisten.

Pendidikan yang konsisten akan lebih efektif dalam menanamkan nilai-nilai agama kepada anak, termasuk nilai pentingnya shalat. Sebaliknya, memukul anak secara fisik justru bisa menimbulkan trauma dan kebencian terhadap agama.

BINCANG SYARIAH

Asam Folat untuk Ibu Hamil dan Anjuran Islam untuk Bumil

Asam folat adalah salah satu jenis vitamin B kompleks yang sangat penting untuk ibu hamil. Asam folat berperan penting dalam pembentukan dan perkembangan sistem saraf janin, terutama dalam mencegah cacat tabung saraf (neural tube defects) seperti spina bifida dan anencephaly.

Pada awal kehamilan, tabung saraf janin mulai terbentuk dan berkembang dengan sangat cepat. Tabung saraf ini akan berkembang menjadi otak, sumsum tulang belakang, dan saraf tepi. Asam folat dibutuhkan untuk membantu tabung saraf janin menutup dengan sempurna.

Lebih lanjut, Asam folat, sebagaimana dikutip Halodoc sangat penting untuk dikonsumsi oleh ibu hamil, terutama pada trimester pertama kehamilan. Hal ini dikarenakan asam folat berperan penting dalam pembentukan tabung saraf janin, yang merupakan cikal bakal otak dan sumsum tulang belakang.

Tabung saraf janin terbentuk pada minggu ke-3 hingga ke-12 kehamilan. Oleh karena itu, ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi asam folat sebanyak 400 mikrogram (mcg) setiap hari, setidaknya 3 bulan sebelum kehamilan dan selama kehamilan.

Selanjutnya, Asam folat juga berperan penting dalam pembentukan sel darah merah. Sel darah merah berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh, termasuk ke janin. Ibu hamil yang mengalami anemia dapat mengalami kelelahan, sesak napas, dan pusing. Oleh karena itu, ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan asam folat, seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, dan buah-buahan.

Pun Asam Folat, dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengonsumsi asam folat sebanyak 400 mcg setiap hari memiliki risiko keguguran yang lebih rendah dibandingkan ibu hamil yang tidak mengonsumsi asam folat.

Anjuran Islam Pada ibu Hamil

Islam memiliki pandangan yang sangat mulia terhadap kehamilan. Ibu hamil dianggap sebagai wanita yang sangat istimewa dan dihormati. Dalam Islam, kehamilan adalah anugerah dari Allah SWT yang harus disyukuri dan dijaga dengan baik. Ada banyak anjuran Islam yang harus dipatuhi oleh ibu hamil demi kebaikan dirinya dan janin yang ada dalam kandungannya.

Dalam Al-Qur’an Q.S Hud [11] ayat 123 dijelaskan tentang kabar gembira pada istri Nabi Ibrahim akan melahirkan seorang anak laki-laki, bernama Ishaq;

وَامْرَاَتُهٗ قَاۤىِٕمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنٰهَا بِاِسْحٰقَۙ وَمِنْ وَّرَاۤءِ اِسْحٰقَ يَعْقُوْبَ

Artinya; Istrinya berdiri, lalu tersenyum. Kemudian, Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan setelah Ishaq (akan lahir) Ya‘qub (putra Ishaq).

Pada sisi lain dalam Q.S Al-Ahqaf ayat 15, Allah menjelaskan tentang kemuliaan ibu hamil yang telah merawat anaknya hingga hamil 9 bulan. Pasal, itu merupakan perbuatan yang sangat mulia dan penuh perjuangan.

Sementara itu, Rasulullah saw merekomendasikan beberapa makanan bergizi bagi ibu hamil, yang dapat mencerdaskan otak bayi yang dikandungnya. Selain makanan-makanan tersebut, Rasulullah saw juga menganjurkan ibu hamil untuk mengonsumsi makanan yang halal, thayyib, dan seimbang. Makanan halal berarti makanan yang dihalalkan oleh Allah swt. Makanan thayyib berarti makanan yang bersih, sehat, dan tidak membahayakan. Makanan seimbang berarti makanan yang mengandung berbagai macam nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda sebagaimana dalam kitab Biharul al-Anwar, halaman 176 ;
كلوا السفرجل فإنه يجلو البصر وينبت المودة في القلب , وأطعموه حبالاكم فإنه يحسّن أولادكم

Artinya: Makanlah buah pir karena buah itu dapat membuat terang penglihatan dan menumbuhkan rasa cinta di hati. Dan berikanlah buah ini kepada ibu yang sedang mengandung karena dapat mempercantik anak kalian.

Pada hadis lain, diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Sahih-nya, menjelaskan tentang manfaat buah kurma bagi ibu hamil, khususnya di bulan kesembilan kehamilan. Rasulullah SAW bersabda bahwa jika ibu hamil mengonsumsi buah kurma di bulan kesembilan kehamilannya, maka anaknya akan menjadi orang yang berhati lembut dan bersih.

أطعموا المرأة في شهرها الذي تلد فيه التمر , فإن ولدها يكون حليما نقيا

Artinya; Berikan kurma kepada wanita hamil pada bulan kelahirannya, maka anaknya akan menjadi penyabar dan bersih.

Selain memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil, yang tak kalah penting adalah memastikan istri diperlakukan dengan baik. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ali Zainal Abidin a.s. bahwa isteri adalah sosok yang sangat penting dalam kehidupan suami.

Istri adalah sumber ketenangan dan ketenteraman, serta penjaga harta dan kehormatan suami. Oleh karena itu, suami harus memperlakukan isterinya dengan baik, menghormatinya, dan berlemah-lembut terhadapnya.

Dalam konteks isteri yang sedang mengandung, sikap baik suami akan semakin penting. Istri yang sedang mengandung mengalami perubahan fisik dan hormonal yang signifikan. Hal ini dapat menyebabkannya merasa lebih sensitif, mudah marah, dan mudah lelah.

Dengan sikap baik suami, isteri akan merasa lebih dicintai, dihargai, dan dilindungi. Hal ini akan membantunya untuk menjalani kehamilannya dengan lebih tenang dan bahagia. Imam Ali Zainal Abidin berkata;

وأمّا حق رعيتك بملك النكاح , فأن تعلم أن الله جعلها سكنا و مستراحا و أنسا و واقية , وكذلك كلّ واحد منكما يجب أن يحمد الله على صاحبه و يعلم أن ذلك نعمة منه عليه , ووجب أن يحسن صحبة نعمة الله ويكرمها ويرفق بها , فإن لها حق الرحمة والمؤانسة وموضع السكون إليها قضاء اللذّة

Artinya; Dan hak istrimu atas kepemilikan pernikahan adalah bahwa kamu harus mengetahui bahwa Allah telah menjadikannya sebagai tempat tinggal, tempat beristirahat, teman, dan pelindung.

Demikian pula, setiap orang di antara kamu harus memuji Allah atas pasangannya dan mengetahui bahwa itu adalah nikmat dari-Nya kepadanya. Dan wajib untuk memperlakukan nikmat Allah dengan baik, menghormatinya, dan bersikap lembut kepadanya. Karena, ia memiliki hak untuk dikasihi, ditemani, dan meskipun hak-haknya atas sang isteri lebih besar.

BINCANG SYARIAH

Alasan Zionis Israel Terus Serang Rakyat Palestina, Termasuk Kecewa dengan Nabi Musa

Zionis Israel gunakan doktrin agama untuk penjajahan mereka ke Palestina.

Tentara Israel secara membabi buta terus menembaki rakyat Palestina. Sudah tak terhitung jumlahnya berapa banyak umat Islam dan warga Palestina yang menjadi korban akibat kekejaman tentara Israel. Bahkan, kendati mendapat kecaman dunia Internasional, Israel terus saja menggempur bumi Palestina. 

Mengapa Israel melakukan hal itu? Apa yang mendorongnya? Benarkah bumi Palestina merupakan tanah yang dijanjikan (the Promised Land) itu? 

Setidaknya ada beberapa hal yang membuat Israel terus berulah. Pertama, mereka kecewa dengan kabar gembira yang pernah disampaikan Nabi Musa AS akan datangnya utusan (nabi) yang berasal dari golongan mereka yang tingkah lakunya sama dengan Musa AS.

Ternyata, utusan itu bukan dari bani Israil (Ishak), melainkan dari keturunan Ismail AS (keduanya putra Nabi Ibrahim AS), yakni Muhammad SAW. 

Dalam buku The Testament of Moses disebutkan, Musa memberikan satu kitab pada pengikutnya yang bernama Yosua (Yusya) bin Nun, sebelum ia wafat. Dalam buku tersebut disebutkan akan muncul seorang Nabi yang ditunggu-tunggu bersama kekuasaan yang diberikan Tuhan padanya setelah 250 pekan wafatnya Nabi Musa AS. 

Dalam kepercayaan Yahudi, satu pekan dimaknai dengan tujuh tahun. Musa mengatakan, Nabi itu tidak akan muncul sebelum lewat 250 pekan dari waktu wafatnya Musa. Atau setelah 251 pekan. Jadi, bila dikalikan dengan tujuh tahun, masa itu adalah selama 1.750 hingga 1.757 tahun kemudian. 

Buku yang terkuak pada 1861 M di Kota Milan (Italia) di perpustakaan Ambrosian itu, disebutkan Nabi Musa AS meninggal dunia pada 1183 Sebelum Masehi (SM). Bila angka ini ditambahkan dengan tahun Masehi (awal kelahiran Nabi Isa AS), maka tahun kelahiran nabi akhir zaman itu antara 567-574 M.

Siapakah dia? Itulah Nabi Muhammad SAW yang lahir pada 21 April 571 M. Dalam Taurat dan Injil disebutkan, Nabi akhir zaman itu namanya adalah Ahmad. 

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ ۖ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَٰذَا سِحْرٌ مُبِينٌ

”Dan (ingatlah) ketika Isa bin Maryam berkata: ”Hai bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata; ”Ini adalah sihir yang nyata.” (QS Al Shaff [61]: 6).

Orang Nasrani menafsirkan, kedatangan nabi akhir zaman itu adalah kemunculan Isa untuk kedua kalinya. Orang Yahudi (bani Israil) lantas menimpakan kekesalannya kepada umat Islam, sebab nabi akhir zaman itu milik orang Islam demi kepentingan umat manusia di seluruh dunia. 

satunya yang bisa mereka (Israel) lakukan hanya pada bangsa Palestina. Karena, menurut mereka, Yerusalem di Palestina adalah tanah yang dijanjikan tuhan untuk mereka.

Kedua, yang menyebabkan orang Israel terus-menerus menggempur Palestina dan berupaya menghancurkan Masjid Al Aqsa, karena mereka percaya, bahwa Haikal Sulaiman (Solomon Temple) adalah Masjid Al Aqsa yang ada sekarang ini. Sebab, di situlah dahulunya Kuil Sulaiman berada dalam keyakinan mereka. 

Mereka percaya, di bawah Masjid Al Aqsa terdapat Tabut (sebuah kotak yang berisi Kitab Taurat dan sejumlah barang milik Musa dan Harun serta barang milik Sulaiman AS) yang membawa ketenangan. Lihat QS Surah Al. Baqarah [2]: 248. Dalam kepercayaan Yahudi, siapa yang menemukan dan mendapatkan Tabut itu, maka dia akan menguasai seluruh dunia.

Karena itulah, Israel tak henti-hentinya melakukan penggalian dan membuat terowongan ke bawah Masjid Al Aqsa untuk mencari Tabut tersebut.

Menurut Mustafa Lutfi, dalam artikelnya yang berjudul “Ramadan dan Jeritan Al-Aqsha”, hingga saat ini telah 10 kali kaum Zionis Israel melakukan penggalian di Kota Suci Al Quds itu, menyusul kekalahan negara-negara Arab dalam perang kilat selama enam hari pada Juni 1967.

Penggalian ini, tak hanya untuk mencari Tabut, tetapi juga untuk menghancurkan Masjid Al Aqsa dan meratakannya dengan tanah.

Selain itu, Israel menganggap, sebelum didirikan Masjid Al Aqsa, di situlah dahulunya berdiri kuil Sulaiman. Menurut versi yahudi, kuil Sulaiman merupakan lambang kekuatan sehingga sangat berguna dalam situasi terkini di dunia internasional. Mereka meyakini fondasi kuil Sulaiman berada di Masjid Al-Aqsa. Bukan Al Aqsa yang menjadi persoalan, melainkan simbol dari kuil Sulaiman itu.

Ketiga, masalah lain yang menyebabkan Israel terus-menerus menggempur Palestina, sebagaimana diungkapkan Paul Findley, ada tiga hal, yakni klaim teologis dalam teks Perjanjian Lama, Deklarasi Balfour tahun 1917, dan pembagian wilayah Palestina oleh Majelis Umum PBB tahun 1947.   

Berdasarkan klaim teologis pendirian negara Israel didasarkan pada teks-teks Perjanjian Lama dalam Kitab Kejadian 12:7, 15:18-21, dan Kitab Yosua. Tokoh Zionisme Theodore Herzl menggariskan, wilayah Israel membentang dari Hulu Mesir sampai Efrat.

Ben Gurion menyatakan, wilayah Israel meliputi lima wilayah, yaitu Lebanon Selatan, Suriah Selatan, Transyordania, Palestina, dan Sinai (mesir). Rabbi Yehuda Fischman, pada Komite Penyelidikan Khusus PBB tanggal 9 Juli 1947 menyatakan, wilayah Israel membentang dari Hulu Mesir sampai Efrat meliputi Lebanon dan Syria. 

Klaim Israel ini ditentang keras oleh Paul Findley dan Roger Garaudy. Menurut keduanya, bangsa Yahudi (Israel) bukanlah penduduk pertama di Palestina. Mereka juga tidak memerintah di sana selama masa pemerintahan bangsa-bangsa lain. Para ahli arkeologi modern secara umum sepakat bahwa bangsa Mesir dan bangsa Kanaan (Palestina) telah mendiami wilayah Palestina sejak masa paling kuno sekitar 3000 SM hingga 1700 SM. 

Ketika Palestina dikuasai oleh Dinasti Turki Utsmani (1876-1909 M), kaum Yahudi terus berusaha untuk mengambil wilayah Palestina dari kekuasaan ini. Tokoh Zionis Israel, Theodore Herzl, berusaha membujuk Sultan Abdul Hamid II untuk mengembalikan Palestina ke tangan Israel. Permintaan itu ditolak mentah-mentah Sultan Abdul Hamid II. 

Gagal mendapat konsesi dari Pemerintahan Turki Ustmani, bangsa Yahudi menggalang dukungan international untuk menyukseskan misi Zionis: membentuk negara Yahudi di Palestina. Dukungan utama datang dari Inggris hingga akhirnya keluarnya Deklarasi Balfour (diambil dari nama Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Jawmes Balfour), pada 2 November 1917 kepada Presiden Federasi Zionis Inggris, Lord Rothchild. 

ISLAMDIGEST