Nabi Daud AS merupakan salah satu pemimpin yang dikisahkan dalam Alquran.
Nabi Daud AS merupakan salah satu pemimpin yang dikisahkan dalam Alquran. Allah SWT memerintahkankannya untuk memutuskan perkara secara adil dan jangan mengikuti hawa nafsu. (QS Shaad [38]: 26).
Suatu ketika, Nabi Daud AS dihadapkan pada persengketaan dua orang laki-laki yang menghadap padanya. Sebagai seorang pemimpin, Allah SWT memerintahkannya agar memutus perkara secara adil. Keadilan itu meletakkan sesuatu pada tempatnya, secara objektif, apa adanya, tidak bertentangan dengan hukum Allah; bukan karena kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Allah SWT juga melarang Nabi Daud AS mengikuti hawa nafsu dalam menjalankan kepemimpinannya. Memimpin dengan hawa nafsu akan melahirkan kebijakan yang hanya berorientasi pada duniawi, mengedepankan materi, memilih kenikmatan sesaat, mementingkan diri dan golongan, cenderung menghalalkan segala cara; hukum direkayasa, korupsi menjadi budaya, agama hanya pemanis kata.
M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menafsirkan kata al-hawa sebagai “kecenderungan hati kepada sesuatu tanpa perhitungan akal sehat”. Memperturutkan hawa naf su menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran. Dengan demikian, ia akan kehilangan kontrol pribadi sehingga ia tersesat dari jalan yang diridhai Allah. Apabila kesesatan itu telah menyelubungi hati seseorang, ia lupa akan keyakinan yang melekat dalam hatinya bahwa di atas kekuasaannya masih ada yang lebih berkuasa.
Lalu, bagaimanakah caranya agar kita sebagai umat Islam tampil sebagai umat terdepan dengan hadirnya para pemimpin yang diridhai Allah SWT? Dalam surah an-Nur [24] ayat 55 Allah SWT berjanji akan memberikan kekuasa an kepada orang-orang yang beriman dan meneguhkan agama yang telah diridhai-Nya kepada mereka. Paling tidak ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu: Pertama, teguhkan iman kepada Allah SWT. Seorang pemimpin yang beriman, tidak akan berani korupsi, melakukan kejahatan dan kezaliman, karena ia yakin Allah senantiasa mengawasinya. Menjadi pemimpin itubanyak godaan. Maka, iman menjadi benteng dan perisai untuk menolak godaan negatif itu.
Kedua, gemar beramal saleh. Orang yang beramal saleh adalah orang yang tidak berbuat kerusakan baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pemimpin yang diridhai adalah pemimpin yang melayani rakyat dengan prinsip amal saleh. Ketiga, giat beribadah kepada Allah SWT. Ibadah itu tidak saja yang wajib, tetapi juga ibadah-ibadah sunah. Setiap ibadah yang dilakukan seorang pemimpin, akan menjadi terapi baginya untuk tetap istiqamah menjalankan kepemimpinannya dengan adil dan benar. Karena itu, ibadah ritual yang dilakukan akan membuat seseorang menjadi lebih berkualitas dalam kehidupannya.
Keempat, jangan menyekutukan Allah, tidak saja me nyem bah selain Allah, tetapi juga termasuk menggan tung kan harapan kepada selain-Nya. Jika hidup hanya berorientasi pada jabatan dan/atau harta, jabatan dan harta itu bisa menjadi Tuhan seseorang. Namun, jika ia yakin bahwa ridha Allah sebagai tujuan hidup, tak ada celah bagi seorang pemimpin untuk berbuat zalim.
Jika keempat hal itu bisa dilakukan, Allah SWT akan mengangkat umat ini menjadi penguasa yang mampu mela ku kan perubahan dari keterbelakangan menuju negeri yang berkeadaban, dari bangsa yang dicekam kecemasan dan ketakutan menjadi bangsa yang aman dan tenteram dalam ridha-Nya. (QS an-Nur: 55). Wallahu a’lam.¦
Oleh: Muhammad Kosim