Pernak-Pernik Ucapan Selamat Hari Raya Non-Muslim

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah wa la haula wa la quwwata illa billah, amma ba’du,

Definisi “ucapan selamat”

Definisi “ucapan selamat” adalah menyampaikan ungkapan yang menggembirakan terkait dengan momen tertentu. Maksud ucapan selamat adalah menyatakan kasih sayang dan menampakkan kegembiraan.

Dengan demikian, mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim hakekatnya adalah ikut serta bergembira dengan hari raya mereka. Dan hal ini pada umumnya menunjukkan pengakuan dan rida terhadapnya.

Sepakat ulama dahulu hukumnya haram!

Hukum seorang muslim mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim adalah haram. Hal ini adalah perkara yang disepakati oleh para ulama rahimahumullah  zaman dahulu.

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan dalam Ahkamu Ahlidz Dzimmah,

“Adapun ucapan selamat terkait syiar-syiar khusus kekafiran, maka hukumnya haram. Ulama sepakat akan hal ini.

Contoh:

Seseorang mengucapkan selamat terkait hari raya dan puasa (ibadah) kaum nonmuslim dengan mengatakan, “Hari raya yang semoga anda diberkahi padanya” atau mengucapkan, “Selamat hari raya” kepada nonmuslim dan ucapan lain yang semisalnya.

Terkait dengan hal ini, seandainya pengucapnya selamat dari kekafiran pun, maka tetap diharamkan dan statusnya sama seperti seseorang mengucapkan selamat kepada nonmuslim terkait dengan sujudnya (ibadah mereka) kepada salib.

Bahkan, dosa ucapan selamat hari raya nonmuslim ini lebih besar dan lebih dibenci di sisi Allah daripada ucapan selamat minum miras/khamr, selamat membunuh, selamat berzina, dan yang semisalnya. Banyak orang-orang yang tidak memiliki perhatian baik kepada agama Islam terjerumus dalam masalah ini, sedangkan ia tidak mengetahui keburukan perbuatannya.

Barangsiapa yang memberi ucapan selamat maksiat, bid’ah, atau kekufuran kepada pelakunya, maka ia akan terancam mendapatkan kebencian dan kemurkaan Allah.” Demikian tegas Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah.

Alasan diharamkannya

Alasan Pertama: Terkandung pengakuan terhadap syiar kekafiran dan rida terhadapnya

Mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim itu terkandung pengakuan terhadap syiar kekafiran dan rida terhadapnya, meski ia tidak rida syiar kekafiran tersebut untuk dirinya, namun tetap haram ia rida syiar kekafiran tersebut untuk orang lain.

Bahkan, hari raya nonmuslim termasuk ajaran agama mereka yang paling khusus dan syiar agama mereka yang paling nampak. Sehingga, mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim itu terkandung pengakuan dan rida terhadap:

– ajaran agama mereka yang termasuk paling khusus,

– syiar kekafiran yang termasuk paling nampak.

Padahal, Allah Ta’ala tidak rida kepada kekafiran,

اِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ ۗوَلَا يَرْضٰى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ

“Jika kalian kafir, maka (ketahuilah) sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar : 7)

Hanya Islam agama yang Allah ridai,

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian untuk kalian, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama kalian.” (QS. Al-Maidah : 3)

Alasan Kedua : Termasuk tasyabbuh (meniru kekhususan) nonmuslim

Mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim termasuk bentuk menyerupai kekhususan nonmuslim karena hari raya keagamaan termasuk syiar yang paling khusus suatu agama.

Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan bahwa menyerupai atau meniru-niru kekhususan suatu kaum menyebabkan pelakunya digolongkan ke dalam golongan kaum tersebut dalam hal yang ditiru tersebut.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.’” (HR. Abu Dawud, Syekh Al-Albani menyatakan Hasan Sahih.]

Oleh karena itu, haram bagi kaum muslimin meniru nonmuslim dalam kekhususan agama mereka. Contohnya haram:

-ikut serta merayakan hari raya non muslim,

-saling tukar menukar hadiah atau membuat kue-kue dalam rangka ikut merayakannya,

-meliburkan diri demi mengagungkan hari raya mereka dan agar bisa menggunakan waktu liburan untuk ikut serta bersukaria dengan hari raya mereka,

– dan semacamnya.

Mengapa tasyabbuh dengan orang nonmuslim dalam kekhususan mereka itu dilarang?

– Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarangnya,

– Karena meniru kekhususan keagamaan mereka ini bisa melahirkan rasa suka terhadap kebatilan akidah mereka sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Alasan Ketiga: Sarana mereka senang dengan keyakinan kekafiran dan tetap berada di dalamnya

Mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim termasuk sebab pendorong mereka senang dengan keyakinan kekafiran. Bahkan, bisa bangga dengannya dan tetap berada di dalam kekafiran, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak rida terhadap kekafiran.

اِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ ۗوَلَا يَرْضٰى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ

“Jika kalian kafir, maka (ketahuilah) sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar : 7)

Dan Allah melarang kita saling tolong menolong dalam kemaksiatan, sedangkan kekafiran adalah kemaksiatan yang terbesar. Oleh karena itu, kita tidak boleh mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim yang hal ini menjadi sarana mereka senang dengan keyakinan kekafiran dan tetap berada di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan! Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Alasan Keempat : Bertentangan dengan kewajiban mendakwahi dan memberi pencerahan kepada orang yang berada dalam kekafiran sebagai bentuk Islam rahmatan lil’alamin.

Dalam Islam, kekafiran adalah dosa terbesar, sedangkan tatkala kita melihat perkara kekafiran, kita diperintahkan untuk mendakwahi manusia agar senantiasa mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, meninggalkan kekafiran dan kesyirikan, dan tidak membiarkannya berada dalam kebatilan tanpa pencerahan dan dakwah. Dan hakekatnya mendakwahi mereka dan memberi pencerahan kepada mereka adalah bentuk kasih sayang kita kepada mereka agar mereka mendapatkan keridaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan jauh dari murka-Nya. Dan ini juga bentuk kebaikan terbesar dari seorang muslim kepada nonmuslim. Ini adalah salah satu bukti Islam rahmatan lil’alamin.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هٰذِهٖ سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ ۗعَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ ۗوَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

“Katakanlah (Wahai Nabi Muhammad), ‘Ini adalah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (manusia) kepada Allah di atas basirah (ilmu syar’i). Mahasuci Allah. Dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf : 108)

Catatan :

Tentunya, mendakwahi dan memberi pencerahan kepada orang yang berada dalam kekafiran ini dengan lembut dan bijaksana, dengan metode dakwah yang simpatik, serta bukan dengan kekerasan. Namun, tampakkan keindahan tauhid dan tidak benarnya kesyirikan dan kekafiran sehingga diharapkan mereka meninggalkan syirik dan kekafiran dan mentauhidkan Allah Ta’ala dengan sukarela dan tanpa paksaan.

Allah Ta’ala berfirman memerintahkan kita berdakwah dengan bijaksana (hikmah),

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”  (QS. An-Nahl : 125)

Bagaimana jika sebabnya hanya basa-basi, malu, sungkan, dan rasa sayang, atau semisalnya?

Barangsiapa melakukan hal-hal terlarang di atas (mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim, ikut serta merayakan hari raya nonmuslim, saling tukar menukar hadiah, atau membuat kue-kue dalam rangka ikut merayakannya, meliburkan diri demi mengagungkan hari raya mereka ,dan perbuatan semacamnya baik hal-hal itu dilakukan hanya sekedar basa-basi, malu, sungkan, karena rasa sayang, ataupun alasan semisalnya, maka ia tetap berdosa karena termasuk bentuk basa-basi dalam perkara yang terlarang dan bisa menyebabkan mereka berbangga dengan kekafiran mereka.

Bagaimana jika pihak nonmuslim yang memberi ucapan selamat hari raya mereka kepada seorang muslim?

Apabila seorang muslim mendapatkan ucapan selamat hari raya nonmuslim dari seorang nonmuslim, maka kita tidak boleh membalasnya dengan mengucapkan selamat hari raya karena itu bukan hari raya kaum muslimin dan Allah tidak mensyariatkan merayakan hari raya tersebut. Bahkan, itu adalah hari raya yang tidak Allah ridai.

Allah berfirman,

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imran : 85)

Haramnya ucapan selamat hari raya nonmuslim BUKAN berarti menunjukkan bolehnya menzalimi mereka!

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama (kalian) dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Ulama menjelaskan bahwa selama orang nonmuslim tersebut adalah seorang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin, mereka hidup damai bersama kaum muslimin seperti contohnya keumuman masyarakat kita di NKRI yang kita cintai ini, maka seorang muslim tidak boleh menzalimi nonmuslim, tidak pada jiwa, harta, maupun kehormatannya. Karena ia menunaikan hak kepada seorang muslim, maka tidak boleh seorang muslim menzaliminya baik tidak menzhaliminya pada hartanya, misalnya dengan tidak mencuri, tidak berkhianat, dan tidak menipunya. Tidak pula seorang muslim menzaliminya pada badannya, misalnya dengan tidak memukul dan selainnya.

Meski seorang muslim tetap berprinsip tegas, tidak mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim, namun tetap berlaku baik dan tidak berlaku zalim.

Jadi, profil seorang muslim adalah Tegas dalam hal prinsip, namun tetap baik dan tidak zalim.

Haramnya ucapan selamat hari raya nonmuslim BUKAN berarti tidak toleransi kepada mereka!

Dalam agama Islam, toleransi yang baik itu harus sesuai dengan Syariat Islam dan bukan dengan melanggar Syariat Islam, bukan pula dengan mengorbankan akidah Islam dan menukarnya dengan akidah batil!

Umat Islam adalah umat moderat (pertengahan). Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Al-Baqarah :143,

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai ”umat moderat (pertengahan)” agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.”

Toleransi itu harus moderat (pertengahan), tengah-tengah antara ifroth (melampui Batasan Syariat Islam) & tafrith (mengurangi Batasan Syariat Islam)! Toleransi itu:

-tidak boleh kebablasan (ghuluw), tidak boleh berlebihan, dan tidak boleh keterlaluan! Atau dengan istilah lain tidak boleh ifroth (melampui Batasan Syariat Islam).

-Tidak boleh menelantarkan, tidak boleh teledor, dan tidak boleh meninggalkan toleransi kepada nonmuslim. Atau dengan istilah lain tidak boleh tafrith (mengurangi Batasan Syariat Islam).

Moderat yang benar itu tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal.

Sesuatu yang di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dinilai syirik, sekarang pun tetap syirik, dan yang dulu dinilai maksiat, sekarang pun juga  tetap maksiat. Ini baru moderat, karena moderat bukan dengan merubah Syariat!

Toleransi yang benar adalah toleransi sesuai Syari’at Islam. Contohnya di NKRI yang kita cintai ini, kita bertoleransi kepada umat nonmuslim dengan tidak mengganggu ibadah mereka, tidak boleh menzalimi mereka, tidak boleh mengganggu keamanan mereka, tidak boleh bersikap keras dan memaksa mereka masuk ke dalam Islam, dan tetap berbuat baik, simpatik, bijaksana, dan lembut dalam rangka mendakwahi mereka dan menampakkan keindahan Islam kepada mereka.

Toleransi yang tidak tepat, contohnya: ikut mengucapkan ucapan selamat hari raya nonmuslim, ikut merayakan hari raya mereka, ikut ibadah mereka di tempat ibadah mereka, berdoa dengan cara doa mereka, dan mengucapkan kalimat-kalimat ritual mereka.

Haramnya ucapan selamat hari raya non muslim TIDAKLAH berdampak kepada antipatinya mereka terhadap agama Islam, selama kaum muslimin bersikap baik dan toleran, sesuai ajaran Islam kepada mereka, insyaAllah!

Dikarenakan Islam ajaran yang adil, indah, lengkap, serta sempurna, selama kaum muslimin bersikap baik dan toleran sesuai ajaran Islam, maka sikap tidak mau mengucapkan selamat hari raya nonmuslim itu justru menunjukkan kesan positif bahwa kaum muslimin punya prinsip agama yang benar dan tegas, tidak basa-basi dengan mengorbankan akidah yang hak dan menukarnya dengan kekafiran, serta tidak mengakui dan tidak rida terhadap kekafiran.

Di sisi lainnya, akan lahir kesan positif bahwa kaum muslimin adalah umat yang berlaku baik dan simpatik, kaum muslimin adalah umat yang toleran, bahkan suka menolong umat lainnya ketika mereka berada dalam kesulitan dan tertimpa musibah demi menampakkan indahnya Islam dan saling tolong menolong dalam perkara yang bermanfaat dan tidak melanggar Syariat Islam.

Dengan demikian, citra Islam dan kaum muslimin justru positif meski tidak mau mengucapkan selamat hari raya nonmuslim, asalkan tetap bersikap baik dan toleran sesuai Syariat Islam, insyaAllah!

Mari kita hidup indah, tanpa menggadaikan akidah!   

Dan hidup damai tanpa saling bertikai!

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ و لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ و اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Referensi:

  1. https://www.alukah.net/spotlight/0/131914/
  2. https://Islamqa.info/ar/answers/947
  3. http://www.binbaz.org.sa/node/290

Sumber: https://muslim.or.id/71402-pernak-pernik-ucapan-selamat-hari-raya-non-muslim.html