AKHI, Ukhti. Aku ingin mengajakmu untuk merenung.
Apasih makna sebuah pernikahan? Bila sebelumnya engkau telah menyentuh pasanganmu. Engkau telah duduk bersanding dengannya. Engkau telah berpelukan erat dengannya. Engkau telah berjalan berduaan dengannya. Engkau telah bersembunyi di balik tabir menutup pintu dari pandangan manusia bersamanya.
Yang lebih parah lagi engkau sudah pernah tidur di atas kasur berduaan dengannya. Lalu apa artinya akad nikah? Apa gunanya resepsi? Apa gunanya saksi dan wali? Apa gunanya mengumumkan kepada khalayak ramai pernikahanmu?
Kalau semua orang telah mengetahui hubunganmu dengannya? Dan Sang Pencipta telah melihat kelakuanmu selama ini. Apa masih ada yang sakral dari pernikahan yang seperti ini?
Hanya sekedar untuk mendapatkan buku hijau, namun semuanya sudah dilakukan sebelum akad nikah. Jangan membohongi dirimu sendiri dengan berpura-pura menikah. Memulai lembaran baru sebagai pasutri.
Yang dahulunya haram menjadi halal. Yang dahulu dilarang menjadi sebuah anjuran. Padahal sebelum akad nikah kau sudah menghalalkan semuanya.
Islam adalah agama yang menghargai wanita. Menghormati dan menjaga putri Adam. Wanita di dalam Islam bukan barang dagangan yang bisa kau pegang-pegang sebelum kau menikahinya. Dia bukan pakaian yang bisa kau coba-coba untuk melihat keselarasannya. Dia bukan makanan yang bisa kau cicipi rasanya.
Namun dia adalah mutiara indah di dalam cangkang kerang. Yang hanya boleh disentuh, dipegang, dibuka dan dibawa oleh yang telah melakukan ijab qabul. Itulah keindahan pernikahan di dalam Islam. Kesakralan akad nikah.
Itulah guna seorang wali dan saksi. Bukan hanya sekedar mendatangkan penghulu dan bertanda tangan di buku. [Ust. Dr. Syafiq Riza Basalamah]