KERINDUAN akan masa lalu itu sesuatu yang biasa saja, lazim terjadi. Kerinduan akan masakan tradisional, makanan desa, bisa jadi muncul di tengah pemanjaan perut dengan masakan modern. Lihat saja meja rapat para pejabat kini, kacang rebus, ketela rebus, pisang rebus dan kawan seperjuangannya didaulat sebagai modern healthy food, makanan sehat jaman kini.
Ternyata hal yang sama terjadi juga di musim haji ini. Mat Kelor mendapat undangan pesta dari teman-temannya yang ada dalam kelompok haji reguler. Menurut kisahnya, ternyata makanan istimewa yang dihidangkannya adalah rujak petis super pedas. Petisnya khusus dibawa dari Madura. Sebagai orang yang berlatarbelakang Madura juga, rasa rujak petis itu menggoda angan juga. Kerongkongan ikut basah walau tak ikut diundang.
Yang ingin saya kisahkan adalah pertanyaan Mat Kelor yang mengagetkan saya: “Bagaimana hukumnya makan rujak petis tanpa baca Basmalah. Apakah itu tak mengurangi kemabruran haji? Ini terjadi pada Mat Tellor.” Ketimbang memjadi fitnah, saya minta supaya klarifikasi pada pelaku.
Rupanya sang pelaku adalah adik ipar Mat Kelor. Ketika saya tanya, dia menjawab bahwa ketika minum air dia baca Basmalah. Sementara saat makan rujak tidak membaca basmalah. Saat saya tanya mengapa, dia menjawab: “Kata kiai, kalau kita makan tanpa baca basmalah maka syetan ikut makan. Saya biarkan syetan ikut makan rujak petis super pedas itu. Lalu saya minum biar tak haus dan tak pedas lagi. Saya baca basmalah saat minum biar syetan tak ikut minum. Jadi syetan itu saya buat haus dan kepedasan. Beginilah saya menyiksa syetan. Mat Kelor dan saya ngakak. Hahahaaaa. Salam, AIM. [*]