Sinyo Egie, Pendiri Peduli Sahabat: Pelaku LGBT Harus Punya Niat dan Keinginan Sembuh

Sinyo Egie, Pendiri Peduli Sahabat: Pelaku LGBT Harus Punya Niat dan Keinginan Sembuh

Yayasan Peduli Sahabat banyak membantu pelaku LGBT yang ingin kembali ke fitrahnya, syaratnya, mereka harus memiliki keinginan untuk sembuh

SEJAK viralnya kemarahan publik atas podcast seorang youtuber ternama dengan pelaku kelaianan seksual sejenis, isu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) menjadi topik hangat yang selalu dibincangkan publik. Bahkan, beberapa pihak menjadikan isu ini  menjadi ‘ancaman serius’.

Tentu saja, para pegiat dan pelaku LGBT membantah kalau perilakunya dianggap ancaman serius. Sebagaimana jamak diketahui, LGBT dianggap sebagai perilaku yang menyimpang bahkan termasuk penyakit. 

“Bantahan seperti itu sudah banyak dan sangat wajar, sebab setiap orang ingin diakui eksistensinya termasuk kaum LGBT,” ujar pendiri Yayasan Peduli Sahabat (PS), Sinyo Egie kepada Suara Hidayatullah.

Kata Sinyo, tanpa harus diakui, sebenarnya masyarakat kita sudah sejak lama ‘bisa menerima’ kaum LGBT, misalnya Dorce. Tapi, menurut pria bernama asli Agung Sugiarto, yang menjadi masalah saat para pelaku LGBT mengkampanyekan diri secara masif sebagai ‘manusia normal’, padahal bertentangan dengan dasar negara sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.

“Saya dan pengurus PS lebih suka mengatakan ‘tidak sesuai fitrahnya’. Maksudnya sama, tapi pilihan katanya lebih disukai klien kami,” kata Konselor yang menangani masalah LGBT ini.

Sarah, koresponden Suara Hidayatullah, mewawancarai pria kelahiran Magelang ini  terkait pandangan dan pengalamannya mendampingi para penyuka sesama jenis yang ingin sembuh dan kembali kepada fitrahnya. Inilah wawancaranya;

Bisakah Anda jelaskan LGBT adalah sebuah penyakit yang menyimpang?

Menurut salah satu Dewan Pembina Yayasan Peduli Sahabat, Dr Fidiansjah, LBGT terbagi dua yaitu, orang dengan gangguan kejiwaan dan orang dengan masalah kejiwaan. Jika terjadi gangguan fisik, dokter melakukan diagnosis berdasarkan penyebabnya. Sedangkan jika terjadi gangguan jiwa, dokter melakukan diagnosis berdasarkan kumpulan gejalanya.

Untuk LGBT terbagi dua. Pertama, distonik, yaitu mereka yang merasa tidak nyaman dengan masalah kejiwaannya. Kedua, sintonik, mereka yang merasa nyaman dengan masalah kejiwaannya.

Kabarnya, LGBT termasuk penyakit yang menular. Melalui medium apa penularannya?

Melalui duplikasi perilaku, maksudnya kita adalah makhluk sosial yang bisa saling memengaruhi satu sama lain, termasuk perilaku seksual. Ingat perilakunya!

Jika LGBT suatu penyakit, apakah pelakunya bisa disembuhkan?

Perlu kita ketahui terlebih dulu, LGBT berbeda dengan Same Sex Attraction (SSA). LGBT ini identitas sosial sedangkan SSA merupakan orientasi seksual. LGBT sudah pasti SSA tapi SSA belum tentu menjadi seorang LGBT.

Di Peduli Sahabat para calon klien dan klien disebut dengan SSA, bukan LGBT, karena banyak dari klien kami yang tidak mau disebut dengan pelaku LGBT.  Mereka bisa dikembalikan ke fitrahnya (sembuh).

Tentu saja, tergantung dari analisa penyebab utamanya, pendekatannya harus holistik. Di Peduli Sahabat, kita memakai cara islami melalui pembekalan tool psikologis yang bisa digunakan klien dalam menghadapi dorongan seksual sesama jenis.

Kemudian, hal yang lebih penting lagi adalah tergantung dari seberapa kuat niat dan seberapa besar usaha calon klien untuk kembali ke fitrahnya. Sebab, kami tak bisa memaksa seseorang untuk kembali ke fitrahnya, ini sesuai dengan salah satu prinsip kami “We help people who need us, we don’t look for people who don’t.”

Jadi, kami hanya melayani dan mendampingi mereka yang punya niat dan keinginan kuat untuk kembali ke fitrahnya dan sembuh. Bagi yang masih belum kami hanya bisa mendoakan sambil terus mengedukasi serta memperlihatkan contoh para klien kami yang sudah kembali ke fitrahnya.

Seperti apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembalikan para pelaku SSA ke fitrahnya?

Saya dan pengurus PS memotivasi penuh ke para calon klien dalam menanamkan keyakinan, bahwa mereka bisa sembuh dengan niat dan kesungguhan yang kuat. Setelah melalui proses tahapan prosedur dan wawancara, biasanya kami memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada klien yang selesainya tergantung dari seberapa besar usahanya.

PR-PR tersebut ada enam, tapi bisa sampai tujuh apabila klien ingin ada pendampingan lagi setelah menikah. Dan secara garis besar meminta klien untuk taubatan nasuha (shalat Taubat), aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan maupun kegiatan positif lainnya, memutus segala kontak dengan dunia sesama jenis, dan pornografi.

Kalau ada pelanggaran, mereka harus melapor pada pendamping. Di sini lah kejujuran para klien kami diuji.

Bagaimana sikap kita terhadap para pelaku LGBT? Apakah harus menjauhi mereka atau seperti apa?

Lihat situasi dan kondisi dulu, sebagai sesama manusia yang hidup bermasyarakat serta mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia, kita terima layaknya masyarakat umum. Tetapi, saat mereka mempromosikan seks sesama jenis secara massif maka harus segera dicegah.

Apa penyebab SSA yang paling kuat?

Terlepas perdebatan gay gene, data PS menunjukkan ada tiga kategori utama yang pemicu seseorang berbelok arah menjadi SSA. Pertama, pemaksaan dalam mengambil role model (contoh model). Misalnya, seorang anak laki-laki mengambil peran dari ibunya.

Pemaksaan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu atau ayah, kekerasan rumah tangga dan lainnya. Sekitar 60% klien kami mengalami masalah ini.

Kemudian, hal yang lebih penting lagi adalah tergantung dari seberapa kuat niat dan seberapa besar usaha calon klien untuk kembali ke fitrahnya. Sebab, kami tak bisa memaksa seseorang untuk kembali ke fitrahnya, ini sesuai dengan salah satu prinsip kami “We help people who need us, we don’t look for people who don’t.”

Jadi, kami hanya melayani dan mendampingi mereka yang punya niat dan keinginan kuat untuk kembali ke fitrahnya dan sembuh. Bagi yang masih belum kami hanya bisa mendoakan sambil terus mengedukasi serta memperlihatkan contoh para klien kami yang sudah kembali ke fitrahnya.

Seperti apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembalikan para pelaku SSA ke fitrahnya?

Saya dan pengurus PS memotivasi penuh ke para calon klien dalam menanamkan keyakinan, bahwa mereka bisa sembuh dengan niat dan kesungguhan yang kuat. Setelah melalui proses tahapan prosedur dan wawancara, biasanya kami memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada klien yang selesainya tergantung dari seberapa besar usahanya.

PR-PR tersebut ada enam, tapi bisa sampai tujuh apabila klien ingin ada pendampingan lagi setelah menikah. Dan secara garis besar meminta klien untuk taubatan nasuha (shalat Taubat), aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan maupun kegiatan positif lainnya, memutus segala kontak dengan dunia sesama jenis, dan pornografi.

Kalau ada pelanggaran, mereka harus melapor pada pendamping. Di sini lah kejujuran para klien kami diuji.

Bagaimana sikap kita terhadap para pelaku LGBT? Apakah harus menjauhi mereka atau seperti apa?

Lihat situasi dan kondisi dulu, sebagai sesama manusia yang hidup bermasyarakat serta mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia, kita terima layaknya masyarakat umum. Tetapi, saat mereka mempromosikan seks sesama jenis secara massif maka harus segera dicegah.

Apa penyebab SSA yang paling kuat?

Terlepas perdebatan gay gene, data PS menunjukkan ada tiga kategori utama yang pemicu seseorang berbelok arah menjadi SSA. Pertama, pemaksaan dalam mengambil role model (contoh model). Misalnya, seorang anak laki-laki mengambil peran dari ibunya.

Pemaksaan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu atau ayah, kekerasan rumah tangga dan lainnya. Sekitar 60% klien kami mengalami masalah ini.

Kedua, over protective (terlalu dimanja atau dilindungi). Biasanya terjadi pada anak bungsu, tunggal, satu-satunya jenis kelamin dalam keluarga, atau anak istimewa, misalnya paling ganteng atau paling cerdas. Sekitar 30% klien kami mengalami masalah ini.

Ketiga, salah mengambil role model secara sukarela. Berbeda dengan poin pertama, situasi si anak diberi kebebasan memilih model sendiri, biasanya kedua orangtua sibuk bekerja dengan materi berlimpah atau anak yatim-piatu.

Jadi, secara hubungan keluarga harmonis tetapi anak-anak dibiarkan memilih model tanpa diberi contoh ataupun pemberitahuan. Sekitar 10% klien kami mengalami ini.

Sudah berapa klien yang akhirnya kembali ke fitrahnya dan sembuh?

Alhamdulillah, yang sudah tidak ada rasa lagi dengan sesama jenis ada empat dan mereka terdiri dari berbagai usia, paling muda usia 14 tahun. Belum lama ini, juga ada satu klien yang juga sudah mengalami perubahan luar biasa. Ia yang tadinya meyakini kalau dirinya homoseksual murni (100 persen) akhirnya sudah tertarik dengan perempuan, dan menikah, apalagi ditambah ia akan punya anak.*

HIDAYATULLAH