Hukum Mendukung Tim Sepak Bola yang Mengusung LGBT

Islam melarang tolong-menolong dan bekerjasama dalam berbuat dosa dan kemaksiatan. Kalau begitu bagaimana hukum mendukung tim bola yang mengusung LGBT?

Hidayatullah.com | AJANG Piala Dunia FIFA 2022 Qatar sudah memasuki babak semifinal. Empat tim sudah memastikan melaju adalah; Kroasia, Argentina, Maroko, dan Prancis, yang di antara mereka ada pendukung LGBT.

Sebagian masyarakat ada yang bertanya, apa hukum mendukung tim bola, yang selama ini sangat gencar mendukung dan mengkampanyekan kelainan seksual LGBT. Di bawah ini jawabanya;

***

Bukan menjadi satu kesalahan meminati tim sepak bola yang menyatakan solidaritas, atau tim yang dikenal mengkampanyekan LGBT, jika mendukung tim -tim tersebut sekadar untuk hiburan atas dasar mereka sebagai tim bola. Adapun sikap mereka berkenaan isu LGBT atau hal-hal lain, maka hal itu berada di luar wilayah kita.

Maka sekadar minat kepada tim tersebut tidak termasuk dalam kerjasama atau tolong-menolong dalam kemaksiatan yang dilarang oleh syarak (Syariah). Namun, dalam mendukung tim sepak bola tersebut, hati kita haruslnya disertai dengan rasa tidak ridha dengan propaganda/kampanye mempromosilan kelainan seks seperti LGBT yang selama ini mereka jalankan itu.

Selain itu, kita juga dilarang untuk memakai jersey yang mempunyai simbol sokongan terhadap gerakan LGBT seperti simbol pelangi di lengan, jersey dll, dan dilarang juga untuk berbagi pesan di media sosial yang mempromosi perilaku LGBT, karena ia juga termasuk dalam kategori berkampanye mendukung kemaksiatan.

Adapun persoalan yang dikemukakan adalah berkaitan hukum mendukung tim sepak bola yang mempromosi LGBT, apakah ini bentuk syubhat atau mendukung promosi kemaksiatan?

Sesungguhnya Allah SWT melarang keras amalan bekerjasama mendukung kemaksiatan. Allah befirman dalam al-Qur’an:

وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“…dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Surah al-Ma’idah:3)

Berkenaan dukungan ke arah maksiat ini juga, Abu Hurairah R.A meriwayatkan bahawa Rasulullah ﷺbersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa mengajak (manusia) kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak (manusia) kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (Sahih Muslim)

Hadis di atas jelas merujuk kepada mereka yang menyeru ke arah kesesatan. Maka jika seseorang secara jelas menyatakan persetujuan terhadap polisi mendukung dan menormalisasi LGBT, maka pada saat itulah dia dianggap bersubahat dalam mempromosi kemaksiatan.

Bentuk-bentuk kerjasama ke arah maksiat

Salah seorang anggota Majma’ Fuqaha’ Syariah Amerika Syarikat, Dr. Walid bin Idris al-Manisi saat sidang kelima tahun 2007 di Bahrain telah membahas soal parameter dalam menetapkan kaidah membantu/mendukung dosa dan kemaksiatan. Dalam sidang tersebut telah menetapkan bahwa isu ini terbagi empat kategori:

i. Kerjasama secara langsung dan diniatkan padanya membantu ke arah maksiat (mubasyarah maqsudah), seperti memberi miras kepada seseorang agar dapat minum miras.

ii. Kerjasama secara langsung tanpa niat (mubasyarah ghairu maqsudah): Contohnya menjual barang yang tiada kegunaan lain melainkan ke arah perkara haram, namun tidak diniatkan penjualan itu untuk digunakan pada perkara yang diharamkan itu.

iii. Kerjasama dengan niat, secara tidak langsung (maqsudah ghairu mubasyarah): Memberi uang kepada seseorang agar orang tersebut bisa membeli miras.

iv. Kerjasama tidak langsung dan tanpa niat (ghairu mubasyarah wa la maqsudah): Contohnya memberi seseorang uang tanpa tujuan khusus, kemudian penerima uang tersebut membeli miras dengan duit tersebut. Kategori ini juga mencakup jual beli, sewa, dan sedekah dengan orang musyrik.

Jika mereka menggunakan uang yang kita sumbangkan untuk tujuan maksiat, kita tidak dihitung sebagai orang berdosa. Menurut kenyataan ini, kategori pertama, kedua dan ketiga di atas dihukumi haram, sedang ketagori keempat tidak dihukumi haram.

Meski demikian, ini tidak memungkinkan bagi kita untuk menoleransi upaya apa pun untuk melegalkan gerakan LGBT di negara kita. Sebagai seorang muslim, sudah menjadi kewajiban kita waspada terhadap ancaman gerakan yang mencoba menjadikan praktik LGBT sesuatu yang legal di negeri ini.* (bahan diambil dari Irsyad Al-Fatwa Siri ke-660, Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Jabatan Perdana Menteri Malaysia)

HIDAYATULLAH

Memetik Pelajaran Dari Kisah Nabi Luth: Ketika Kaum Gay Menjadi Mayoritas

Isu gay, homoseksual dan lesbian, kembali menyeruak. Hubungan yang dulu dianggap jijik dan kotor itu, kini dipaksa dinilai normal dan manusiawi. Para pelaku berjuang agar hubungan mereka legal dalam pernikahan. Sungguh ini mengancam keberlangsungan manusia. Padahal tahun 1950, tidak ada satu pun negara yang melegalkan dosa warisan kaum Nabi Luth ini.

Namun dunia berubah begitu cepat. Amerika telah mensahkan pernikahan ini sejak tahun 2015 lalu. Kemudian tahun ini diikuti oleh belasan atau bahkan puluhan negara lainnya. Brazil lebih “hebat” lagi. Mereka menjadi salah satu yang terdepan, pernikahan gay telah disahkan sejak tahun 2011 di negeri samba itu.

Isu Minoritas dan Diskriminasi

Dalam kondisi minoritas, kaum gay memposisikan diri sebagai orang-orang yang dizalimi. Berharap perhatian dan dihargai. Kata mereka, keluarga dan masyarakat telah memperlakukan mereka tidak adil. Datanglah pembelaan dari aktivis HAM (Hak Asasi Manusia). Para aktivis kemanusiaan yang tidak mengenal fitrah manusia. Mereka membela siapa saja, kecuali umat Islam.

Islam tetap konsisten, kebenaran tidak diukur oleh jumlah. Yang banyak bisa jadi benar, bisa pula berlaku zalim. Yang sedikit bisa saja berpegang teguh dengan kebenaran, dan belum tentu pula selalu benar. Kebenaran adalah apa yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah.

Dosa Warisan Kaum Luth

Orang-orang pertama yang melakukan dosa homoseksual adalah kaum Nabi Luth ‘alaihissalam. Sebagaimana firman Allah,

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (QS:Al-A’raf : 80).

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS:Al-A’raf : 81).

Khalifah bani Umayyah, al-Walid bin Abdul Malik rahimahullah, mengatakan, “Kalau Allah tidak berkisah kepada kita tentang Luth, maka aku tidak menyangka ada laki-laki berhubungan dengan laki-laki”. (Tafsir al-Quran al-Azhim). Jangankan al-Walid bin Abdul Malik, Nabi Luth yang hidup di tengah kaum gay ini dan menyaksikan langsung perbuatan mereka, pun merasa heran. Beliau ‘alaihissalam mengatakan, “Apakah kalian patut mendatangi laki-laki?” (QS:Al-‘Ankabuut | Ayat: 29). Demikianlah fitrah yang Allah berikan kepada orang-orang shalih dan memiliki kehormatan.

Ketika Kaum Gay Menjadi Mayoritas

Jika kita perhatikan sejarah, sekelompok orang atau kaum akan terlihat watak aslinya ketika mereka memiliki power. Apakah mereka menggunakan kekuatan yang mereka punya untuk kebaikan ataukah untuk keburukan?

Kita lihat orang-orang Yahudi. Mengemis kepada rakyat Palestina saat pertama kali datang ke sana. Mereka bentangkan spanduk di kapal-kapal yang membwa mereka berlabuh di tanah Kan’an. Berharap masyarakat Arab, khususnya Palestina, tidak mengecewakan mereka sebagaimana orang-orang Jermah telah melakukannya. Sekarang? Dunia pun habis cara menyembunyikan kekejaman mereka.

Kita juga saksikan minoritas orang-orang Syiah di negeri ini, merasa dizalimi sebagai minoriti. Bacalah apa yang dilakukan Daulah Fatimiyah (Ubaidiyah). Lihatlah apa yang terjadi di Irak dan Suriah. Mereka menampakkawa keasliannya.

Cara yang sama dipakai oleh kaum gay. Menjeriti kezaliman saat mereka sedikit. Saat mereka banyak? Mereka menyiksa, mengancam, bahkan memperkosa kaum laki-laki. Alquran telah bercerita tentang mereka. Mereka usir orang-orang yang menentang mereka. Mereka sebut yang mengingatkan mereka sebagai orang-orang “sok suci”.

Pertama, Melakukan ancaman

Saat minoritas mereka menuntut toleransi. Namun saat mayoritas, mereka mengancam orang-orang yang berbeda dengan mereka.

قَالُوا لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ يَا لُوطُ لَتَكُونَنَّ مِنَ الْمُخْرَجِينَ

Mereka menjawab: “Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir” (QS:Asy-Syu’araa | Ayat: 167).

Kedua, Melakukan pengusiran

وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

Jawab kaumnya idak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri”. (QS:Al-A’raf | Ayat: 82).

فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

“Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih”. (QS:An-Naml | Ayat: 56). Jadi, lagu lama para pembela kebatilan adalah menuduh orang-orang baik dengan “sok suci”.

Menurut dari pemapara di atas dapat dipahami bahwa di antara kebohongan para pembela kebatilan adalah tuntutan kesetaraan, penghargaan, dan toleransi. Padahal merekalah orang-orang yang tidak menloransi orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka. Prilaku kaum Nabi Luth tidak layak mendapat dukungan. Dukungan yang terbaik untuk mereka adalah dorongan agar mereka sembuh dan mau mengkonsultasikan penyimpangan mereka ke psikiater atau pihak-pihak kompeten lainnya.

ISLAM KAFFAH

Remaja Ini Menyesal Menjalani Operasi Penggantian Kelamin setelah Terpapar ‘Aktivitas LGBT’

Seorang gadis berusia 17 tahun yang sebelumnya menjadi transgender, menyesali dan memperingatkan tentang tindakan mengizinkan seorang anak untuk menjalani operasi penggantian kelamin. Menurut Daily Mail, Chloe Cole menceritakan kisah hidupnya yang pernah meminum pil hormon menstruasi dan menjalani operasi penggantian kelamin yang menyakitkan yang merusak tubuhnya sejak ia berusia 13 tahun.

Bahkan, kata dia, tindakan itu juga membuatnya tidak bisa melahirkan anak sendiri dan menyusui bayinya karena sudah dua kali menjalani mastektomi. Gadis itu juga mengakui bahwa tindakanya berisiko terkena kanker tertentu seperti kanker serviks karena perawatan invasif yang dia jalani.

Cole dari Central Valley, California mengungkapkan trauma yang dideritanya dalam kesaksiannya selama persidangan kasus penggantian uang kepada seseorang yang menjalani perawatan hormon di Florida. Bulan lalu, Gubernur Ron DeSantis melarang operasi penggantian kelamin untuk anak-anak dan membatalkan pembayaran dana Medicaid untuk perawatan transgender dewasa di negara bagian tersebut.

Sebelumnya, ahli bedah negara bagian Joseph Lapado mendesak Dewan Medis Florida untuk membuat ‘standar perawatan’ baru untuk merawat anak di bawah umur yang sedang mempertimbangkan untuk menjalani operasi penggantian kelamin. Sementara itu, kata Cole, tidak ada anak atau remaja seusianya yang harus menghadapi situasi yang menimpanya.

Bahkan, kata dia, belum memahami implikasi dan masalah yang akan muncul akibat pergantian kelamin meski sudah diinformasikan sebelum menjalani operasi. “Saya tanpa sadar memotong bagian dari diri saya yang sebenarnya yang sekarang tidak dapat diubah dan menyakitkan,” katanya.

Remaja tersebut menjalani ‘penggantian jenis kelamin’ antara usia 13 dan 16 tahun, menjalani operasi mastektomi pada usia 15 pada Juni 2020. Cole juga dilaporkan mengonsumsi testosteron dan pil KB.

Awal tahun ini, dia mengatakan kepada New York Post  bahwa paparannya terhadap aktivisme LGBTQ+ di Instagram pada usia 11 tahun mendorongnya untuk bertransisi. “Saya mulai terpapar banyak konten dan aktivis LGBT,” akunya.

“Saya melihat bagaimana orang-orang trans-online mendapat banyak dukungan, dan jumlah pujian yang mereka dapatkan benar-benar berbicara kepada saya karena, pada saat itu, saya tidak benar-benar memiliki banyak teman sendiri, “ ujarnya.

Chloe mengatakan dia masih menunggu untuk mengetahui apakah suntikan testosteronnya, yang diberikan oleh ibunya, telah membuatnya tidak subur. Ketika berbicara tentang mastektomi, dia mengatakan itu ‘adalah proses yang sangat jelas dan itu pasti sesuatu yang saya tidak siap melakukan.”

Dia juga menambahkan masih dalam kegelapan tentang gambaran keseluruhan kesehatannya saat ini.*

HIDAYATULLAH

Sinyo Egie, Pendiri Peduli Sahabat: Pelaku LGBT Harus Punya Niat dan Keinginan Sembuh

Yayasan Peduli Sahabat banyak membantu pelaku LGBT yang ingin kembali ke fitrahnya, syaratnya, mereka harus memiliki keinginan untuk sembuh

SEJAK viralnya kemarahan publik atas podcast seorang youtuber ternama dengan pelaku kelaianan seksual sejenis, isu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) menjadi topik hangat yang selalu dibincangkan publik. Bahkan, beberapa pihak menjadikan isu ini  menjadi ‘ancaman serius’.

Tentu saja, para pegiat dan pelaku LGBT membantah kalau perilakunya dianggap ancaman serius. Sebagaimana jamak diketahui, LGBT dianggap sebagai perilaku yang menyimpang bahkan termasuk penyakit. 

“Bantahan seperti itu sudah banyak dan sangat wajar, sebab setiap orang ingin diakui eksistensinya termasuk kaum LGBT,” ujar pendiri Yayasan Peduli Sahabat (PS), Sinyo Egie kepada Suara Hidayatullah.

Kata Sinyo, tanpa harus diakui, sebenarnya masyarakat kita sudah sejak lama ‘bisa menerima’ kaum LGBT, misalnya Dorce. Tapi, menurut pria bernama asli Agung Sugiarto, yang menjadi masalah saat para pelaku LGBT mengkampanyekan diri secara masif sebagai ‘manusia normal’, padahal bertentangan dengan dasar negara sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.

“Saya dan pengurus PS lebih suka mengatakan ‘tidak sesuai fitrahnya’. Maksudnya sama, tapi pilihan katanya lebih disukai klien kami,” kata Konselor yang menangani masalah LGBT ini.

Sarah, koresponden Suara Hidayatullah, mewawancarai pria kelahiran Magelang ini  terkait pandangan dan pengalamannya mendampingi para penyuka sesama jenis yang ingin sembuh dan kembali kepada fitrahnya. Inilah wawancaranya;

Bisakah Anda jelaskan LGBT adalah sebuah penyakit yang menyimpang?

Menurut salah satu Dewan Pembina Yayasan Peduli Sahabat, Dr Fidiansjah, LBGT terbagi dua yaitu, orang dengan gangguan kejiwaan dan orang dengan masalah kejiwaan. Jika terjadi gangguan fisik, dokter melakukan diagnosis berdasarkan penyebabnya. Sedangkan jika terjadi gangguan jiwa, dokter melakukan diagnosis berdasarkan kumpulan gejalanya.

Untuk LGBT terbagi dua. Pertama, distonik, yaitu mereka yang merasa tidak nyaman dengan masalah kejiwaannya. Kedua, sintonik, mereka yang merasa nyaman dengan masalah kejiwaannya.

Kabarnya, LGBT termasuk penyakit yang menular. Melalui medium apa penularannya?

Melalui duplikasi perilaku, maksudnya kita adalah makhluk sosial yang bisa saling memengaruhi satu sama lain, termasuk perilaku seksual. Ingat perilakunya!

Jika LGBT suatu penyakit, apakah pelakunya bisa disembuhkan?

Perlu kita ketahui terlebih dulu, LGBT berbeda dengan Same Sex Attraction (SSA). LGBT ini identitas sosial sedangkan SSA merupakan orientasi seksual. LGBT sudah pasti SSA tapi SSA belum tentu menjadi seorang LGBT.

Di Peduli Sahabat para calon klien dan klien disebut dengan SSA, bukan LGBT, karena banyak dari klien kami yang tidak mau disebut dengan pelaku LGBT.  Mereka bisa dikembalikan ke fitrahnya (sembuh).

Tentu saja, tergantung dari analisa penyebab utamanya, pendekatannya harus holistik. Di Peduli Sahabat, kita memakai cara islami melalui pembekalan tool psikologis yang bisa digunakan klien dalam menghadapi dorongan seksual sesama jenis.

Kemudian, hal yang lebih penting lagi adalah tergantung dari seberapa kuat niat dan seberapa besar usaha calon klien untuk kembali ke fitrahnya. Sebab, kami tak bisa memaksa seseorang untuk kembali ke fitrahnya, ini sesuai dengan salah satu prinsip kami “We help people who need us, we don’t look for people who don’t.”

Jadi, kami hanya melayani dan mendampingi mereka yang punya niat dan keinginan kuat untuk kembali ke fitrahnya dan sembuh. Bagi yang masih belum kami hanya bisa mendoakan sambil terus mengedukasi serta memperlihatkan contoh para klien kami yang sudah kembali ke fitrahnya.

Seperti apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembalikan para pelaku SSA ke fitrahnya?

Saya dan pengurus PS memotivasi penuh ke para calon klien dalam menanamkan keyakinan, bahwa mereka bisa sembuh dengan niat dan kesungguhan yang kuat. Setelah melalui proses tahapan prosedur dan wawancara, biasanya kami memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada klien yang selesainya tergantung dari seberapa besar usahanya.

PR-PR tersebut ada enam, tapi bisa sampai tujuh apabila klien ingin ada pendampingan lagi setelah menikah. Dan secara garis besar meminta klien untuk taubatan nasuha (shalat Taubat), aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan maupun kegiatan positif lainnya, memutus segala kontak dengan dunia sesama jenis, dan pornografi.

Kalau ada pelanggaran, mereka harus melapor pada pendamping. Di sini lah kejujuran para klien kami diuji.

Bagaimana sikap kita terhadap para pelaku LGBT? Apakah harus menjauhi mereka atau seperti apa?

Lihat situasi dan kondisi dulu, sebagai sesama manusia yang hidup bermasyarakat serta mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia, kita terima layaknya masyarakat umum. Tetapi, saat mereka mempromosikan seks sesama jenis secara massif maka harus segera dicegah.

Apa penyebab SSA yang paling kuat?

Terlepas perdebatan gay gene, data PS menunjukkan ada tiga kategori utama yang pemicu seseorang berbelok arah menjadi SSA. Pertama, pemaksaan dalam mengambil role model (contoh model). Misalnya, seorang anak laki-laki mengambil peran dari ibunya.

Pemaksaan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu atau ayah, kekerasan rumah tangga dan lainnya. Sekitar 60% klien kami mengalami masalah ini.

Kemudian, hal yang lebih penting lagi adalah tergantung dari seberapa kuat niat dan seberapa besar usaha calon klien untuk kembali ke fitrahnya. Sebab, kami tak bisa memaksa seseorang untuk kembali ke fitrahnya, ini sesuai dengan salah satu prinsip kami “We help people who need us, we don’t look for people who don’t.”

Jadi, kami hanya melayani dan mendampingi mereka yang punya niat dan keinginan kuat untuk kembali ke fitrahnya dan sembuh. Bagi yang masih belum kami hanya bisa mendoakan sambil terus mengedukasi serta memperlihatkan contoh para klien kami yang sudah kembali ke fitrahnya.

Seperti apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembalikan para pelaku SSA ke fitrahnya?

Saya dan pengurus PS memotivasi penuh ke para calon klien dalam menanamkan keyakinan, bahwa mereka bisa sembuh dengan niat dan kesungguhan yang kuat. Setelah melalui proses tahapan prosedur dan wawancara, biasanya kami memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada klien yang selesainya tergantung dari seberapa besar usahanya.

PR-PR tersebut ada enam, tapi bisa sampai tujuh apabila klien ingin ada pendampingan lagi setelah menikah. Dan secara garis besar meminta klien untuk taubatan nasuha (shalat Taubat), aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan maupun kegiatan positif lainnya, memutus segala kontak dengan dunia sesama jenis, dan pornografi.

Kalau ada pelanggaran, mereka harus melapor pada pendamping. Di sini lah kejujuran para klien kami diuji.

Bagaimana sikap kita terhadap para pelaku LGBT? Apakah harus menjauhi mereka atau seperti apa?

Lihat situasi dan kondisi dulu, sebagai sesama manusia yang hidup bermasyarakat serta mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia, kita terima layaknya masyarakat umum. Tetapi, saat mereka mempromosikan seks sesama jenis secara massif maka harus segera dicegah.

Apa penyebab SSA yang paling kuat?

Terlepas perdebatan gay gene, data PS menunjukkan ada tiga kategori utama yang pemicu seseorang berbelok arah menjadi SSA. Pertama, pemaksaan dalam mengambil role model (contoh model). Misalnya, seorang anak laki-laki mengambil peran dari ibunya.

Pemaksaan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu atau ayah, kekerasan rumah tangga dan lainnya. Sekitar 60% klien kami mengalami masalah ini.

Kedua, over protective (terlalu dimanja atau dilindungi). Biasanya terjadi pada anak bungsu, tunggal, satu-satunya jenis kelamin dalam keluarga, atau anak istimewa, misalnya paling ganteng atau paling cerdas. Sekitar 30% klien kami mengalami masalah ini.

Ketiga, salah mengambil role model secara sukarela. Berbeda dengan poin pertama, situasi si anak diberi kebebasan memilih model sendiri, biasanya kedua orangtua sibuk bekerja dengan materi berlimpah atau anak yatim-piatu.

Jadi, secara hubungan keluarga harmonis tetapi anak-anak dibiarkan memilih model tanpa diberi contoh ataupun pemberitahuan. Sekitar 10% klien kami mengalami ini.

Sudah berapa klien yang akhirnya kembali ke fitrahnya dan sembuh?

Alhamdulillah, yang sudah tidak ada rasa lagi dengan sesama jenis ada empat dan mereka terdiri dari berbagai usia, paling muda usia 14 tahun. Belum lama ini, juga ada satu klien yang juga sudah mengalami perubahan luar biasa. Ia yang tadinya meyakini kalau dirinya homoseksual murni (100 persen) akhirnya sudah tertarik dengan perempuan, dan menikah, apalagi ditambah ia akan punya anak.*

HIDAYATULLAH

Hati-hati! Jangan Main-main dengan LGBT, Ini Cara Menyikapinya dalam Islam

Sontak isu LGBT kembali menjadi viral. Raja podcast Deddy Corbuzier tengah menjadi sorotan lantaran mengundang pasangan LGBT, Ragil Mahardika dan Fred di kanal youtubenya. Menuai banyak hujatan karena isu ini sangat sensitif dengan kelas podcast Deddy yang banyak pemirsanya. Seolah kehadiran pasangan LGBT itu menandakan afirmasi atau buruknya kampanye dukungan LGBT.

Deddy pun meminta maaf atas kehadiran konten tersebut. Ia menegaskan tidak mengkampanyekan dan mendukung LGBT. Apa yang dihadirkan dalam podcast itu ingin menegaskan bahwa LGBT ada di tengah masyarakat. Dan LGBT adalah sebuah fakta. Sampai saat ini konten LGBT di kanal Youtubenya pun sudah dihapus.

Kontroversi itu lahir karena dua faktor subtansi dan medianya. Secara subtansi memang isu LGBT masih sangat sensitif bagi telinga masyarakat Indonesia. Kedua media Deddy adalah corong viral. Tentu tidak akan seheboh ini jika isu ini misalnya diangkat oleh kanal lain yang jumlahnya hanya segelintir. Karena potensi viral inilah yang dianggap tidak tepat mengangkat isu sensitif yang seolah kehadiran narsum LGBT berarti mengkampanyekan.

Dalam pandangan Islam, tentu pasangan LGBT telah menyalahi sunnatullah. Secara fitrah manusia, menurut Islam adalah berpasangan-pasangan sebagaimana ditegaskan dalam QS. Annisa’ : 1 atau dalam tujuan pernikahan yang tercantum dalam QS. Ar-rum : 21. Hubungan di luar yang sudah digariskan antara pasangan laki-laki dan perempuan adalah perilaku yang menyimpang baik dari ajaran dan fitrah kemanusiaan.

Pertanyaannya adalah apakah boleh Hak Asasi Manusia menjadi dasar dari hubungan ini? Tentu tergantung pada ajaran dan norma dan peraturan yang dipegang oleh masyarakat. HAM tentu tidak menjadi dasar kuat bagi perilaku yang dianggap menyimpang oleh masyarakat. Norma yang berlaku di Indonesia didasarkan pada ajaran dan nilai agama dan adat ketimuran. Inilah yang dipegang dan tidak bisa berlindung atas nama HAM. Apakah perilaku menyimpang bisa dijustifikasi oleh HAM?

Perilaku LGBT sudah melampaui batas dan tidak boleh berlindung atas nama kebebasan. Allah secara tegas mengatakan bahwa kelompok LGBT sebagai orang-orang yang telah melampau batas.

Artinya : Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Asy-Syu’ara’ : 165-166).

Pemakluman atas keberadaan ini tentu akan berdampak terhadap keberlangsungan manusia. Berpasangan secara fitrah akan melahirkan generasi. Bukan sekedar alasan karena perasaan cinta dan kasih sayang, pernikahan dengan lawan jenis adalah untuk memelihara keturunan sebagaimana fitrah manusia.

Pertanyaannya, jika bertentangan dengan agama, lalu bagaimana harus menyikapinya? Apakah harus memaksa mereka dan mengusir keberadaan mereka? Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya telah mengeluarkan fatwa terkait LGBT agar terdapat jalan keluar bagi kelompok LGBT maupun masyarakat yang kemungkinan rentan terhadap prilaku seksual yang menyimpang tersebut. Salah satu poin pentingnya adalah bahwa Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (Jarimah). Dan orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan.

Nah, tidak tolerir tentang hukum LGBT dalam Islam dengan dalih kebebasan. Pasangan LGBT jelas menyalahi fitrah kemanusiaan dan hukum agama. Hanya saja, keberadaan mereka yang memang sudah ada harus disikapi dengan arif dengan tidak menganggap mereka sebagai musuh. Mereka adalah korban kelainan yang harus disembuhkan, bukan dikucilkan.

Tidak ada legitimasi pemerintah atau justifikasi keagamaan tentang pernikahan sesama jenis. Pemerintah, Ormas dan tokoh agama penting untuk melakukan edukasi dan rehabilitasi terhadap mereka yang mempunyai orientasi seksual yang menyimpang ini.  Mereka harus disembuhkan dan seharusnya tidak dikasih ruang publikasi yang berdampak kampanye dan resonansi legitimasi yang dilakukan oleh siapapun agar masyarakat tidak menjadikan kelainan ini sebagai kewajaran.

ISLAM KAFFAH

LGBT Bertentangan dengan Sunnatullah, Ini Dalilnya

Agama Islam memiliki segala aturan yang dimaksudkan untuk mengatur kehidupan umat manusia agar berjalan selaras dengan sunnatullah. Prinsip sunnatullah adalah keselarasan, harmoni dan keteraturan. Perilaku manusia diarahkan agar sesuai dengan rel sunnatullah tersebut.

Salah satu sunnatullah adalah persoalan keselarasan dalam kehidupan rumah tangga yang diciptakan secara berpasangan. Belakangan ini sedang ramai diperbincangkan tentang “lesbian, gay, biseksual, dan transgender” atau biasa dikenal dengan LGBT, yang merupakan salah satu perilaku manusia yang menyimpang tidak hanya dari norma sosial, tetapi anomali dari sunnatullah.

Dalam mengajarkan sunnatullah tentang keselarasan, Allah menjadikan Al-quran sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia. Lalu, dalam Islam, penjelasan al-Quran yang masih bersifat general atau tidak diterangkan dijelaskan dalam ucapan, Tindakan dan perilaku Rasulullah. Sandaran kedua dalil dalam Islam adalah hadist. Lalu, bagaimana dalil tentang larangan LGBT tersebut?

Perlu kita ketahui lebih dalam apa itu LGBT yang dimaksudkan di sini. Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Gay adalah istilah bagi pria yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama pria. Biseksual adalah ketertarikan ganda kepada sesame jenis maupun lawan jenis. Transgender adalah salah satu bentuk merubah ciptaan Allah dengan mengubah jenis kelamin dengan operasi.

Dalam surat an-Nisa ayat 119 dijelaskan larangan Allah untuk menjadi transgender, “dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”  Mengubah ciptaan Allah dapat berarti mengubah agama Allah dan menggantinya dengan kekafiran, menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.

Dan larangan pelaku homo dan biseksual terdapat hadist yang menjelaskannya, diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat Allah tidak akan memandang seorang laki-laki yang mendatangi (menjima) laki-laki atau yang mencampuri seorang wanita pada duburnya.” (HR Ibnu Abi Syaibah).

Sedang untuk pelaku lesbian. Nabi SAW, “Praktik lesbi (as-sahaaqu) adalah zina perempuan di antara mereka.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Pustaka Dar Al-Sa’adah, Vol IX, hlm 30).

Dengan keterangan di atas, jelas semua penyimpangan orientasi seksual yang dilakukan oleh golongan manusia ini adalah sesuatu yang salah. Allah secara jelas melaknat pelaku LGBT ini. Memang, perilaku penyimpangan seksual memang bukanlah hal baru, pada jaman Nabi Luth, kaumnya sudah berperilaku menyimpang. Ialah kaum Sodom yang dengan Allah memporak porandakan negeri yang ditinggali oleh kaum Nabi Luth.

Sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran pada Surah Huud ayat 82, “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.”

Khunsa Berbeda dengan LGBT

Berbeda dengan pelaku LGBT, terdapat manusia yang dilahirkan dengan kelamin ganda atau disebut dengan “khunsa”. Dalam prespektif hukum Islam, khunsa dikelompokkan pada dua bagian. Kelompok pertama, khunsa ghair musykil, yaitu seorang yang alat kelaminnya bisa dibedakan antara laki-laki atau perempuan. Kelompok kedua, khunsa musykil yaitu yang mempunyai dua alat kelamin yang tidak dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan.

Seperti layaknya manusia pada umumnya, khunsa juga memiliki kebutuhan biologis yang mesti disalurkan juga. Namun yang menjadi problemnya adalah bagaimana kepastian dalam hukum perkawinan yang harus dilakukan khunsa.

Seorang yang memiliki permasalahan khunsa seperti ini bisa melakukan operasi yang seseorang bisa dilihat hormonalnya lebih condong kepada kelamin yang mana, ketertarikannya kepada laki-laki atau kepada perempuan, dan juga kelamin yang mana yang lebih berfungsi sempurna.

Pada umumnya kaum khunsa jika ingin melangsungkan perkawinan secara sah sebagaimana ketentuan syara’. Karena syara’ melarang bahkan melaknat perkawinan atau hubungan sejenis sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Luth as. Selain itu, dalam perkawinan khunsa harus diatur secara hukum untuk validasi dan keabsahan perkawinannya sesuai dengan syari’at Islam dan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia.

ISLAM KAFFAH

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (5)

Bisakah kaum homoseks[1. Homoseks adalah aktifitas seksual seseorang yang dilakukan terhadap seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama, baik laki-laki maupun perempuan. (Fatwa MUI no. 57 thn. 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan).] bertaubat dan masuk Surga?

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni seluruh dosa, dengan syarat apabila hamba tersebut bertaubat dengan benar kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ

Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya?” (QS. At Taubah: 104).

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’: 110).

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم

Katakanlah:”Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar:53).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah , didalam kitab tafsirnya, menafsirkan ayat QS. Az-Zumar :53 tersebut :

هذه الآية الكريمة دعوة لجميع العصاة من الكفرة وغيرهم إلى التوبة والإنابة ، وإخبار بأن الله يغفر الذنوب جميعا لمن تاب منها ورجع عنها ، وإن كانت مهما كانت وإن كثرت وكانت مثل زبد البحر .

“Ayat yang mulia ini merupakan seruan kepada orang-orang yang bermaksiat -baik orang-orang kafir ataupun selainnya- untuk bertaubat dan kembali (kepada Allah).

(Ayat yang mulia ini) juga mengandung kabar bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi orang-orang yang bertaubat darinya dan meninggalkannya, dosa apapun juga (akan diampuni), walaupun dosanya sebanyak buih lautan”.

Ibnul Al-Qayyim menjelaskan tentang taubatnya seseorang yang semenjak dari kecil melakukan perbuatan liwath :

“Jika pelaku liwath bertaubat (dengan sebenarnya) dan kembali (kepada Allah) dan mendapatkan anugerah taubat yang nasuha dan bisa beramal sholeh, sedangkan keaadaannya pada saat ia berusia dewasa/tuanya lebih baik dari masa kecilnya.

Iapun mengganti kejelekan-kejelekannya dengan kebaikan, membersihkan dosanya dengan berbagai ketaatan dan taqarrub kepada Allah, menjaga pandangan dan kemaluannya dari perkara yang haram serta ia juga tulus dalam amal ibadahnya, maka dosanya diampuni dan termasuk Ahli Surga, karena Allah mengampuni semua jenis dosa.

Apabila taubat itu dapat menghapus dosa syirik, kufur, membunuh para nabi dan wali-Nya, sihir serta kekafiran serta dosa yang lainnya, maka tentunya taubat pelaku liwath pun dapat menghapuskan dosanya” (Ad-Da’ wad Dawaa’: 236-237).

Demikian pula Allah menerima taubat dari pelaku dosa lesbi dan yang lainnya, asalkan terpenuhi syarat taubat, yaitu : Ikhlas, menyesal, berhenti dari dosanya, bertekad kuat tidak mengulangi lagi dan taubat dilakukan sebelum nyawa sampai kerongkongan (sakaratul maut) serta sebelum matahari terbit dari barat.

Pelaku homoseks tidak perlu mengaku, jika sudah bertaubat

Jika seorang pelaku homoseks, baik lesbi maupun gay, bertaubat dengan sebenarnya, maka ia tidak perlu membuka aibnya dan mengakui dosanya di hadapan orang lain, bahkan ia tertuntut untuk menutupi aibnya. Sebagaimana ia tidak wajib melaporkan dosanya kepada hakim atau polisi untuk dilaksanakan hukuman kepadanya dan sesungguhnya dilaksanakan hukuman itu bukanlah syarat taubat dari maksiat itu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya masalah taubatnya pelaku maksiat yang ancamannya hukuman hadd[2. Hadd adalah jenis hukuman atas tindakan pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh Nash. (Fatwa MUI no. 57 thn. 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan)], lalu beliau menjawab :

( إذا تاب إلى الله توبة صحيحة تاب الله عليه من غير حاجة إلى أن يقر بذنبه حتى يقام عليه الحد )

“Jika ia bertaubat kepada Allah dengan benar, maka Allah akan menerima taubatnya, tanpa perlu ia mengakui dosanya untuk ditegakkan hukuman hadd kepada dirinya”. (Majmu’ Al-Fatawa: 34/180) [3. Lihat https://Islamqa.info/ar/5177].

Pelaku homoseks jika sudah bertaubat tidak ada larangan untuk menikah

Berkata Syaikh Muhammad Sholeh Al-Munajjid hafizhahullah ketika menjelaskan tentang solusi menikah bagi mantan pelaku liwath yang telah bertaubat:

“Maka jika ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang benar , maka tidak ada larangan (baginya) untuk menikah, bahkan terkadang menikah itu hukumnya wajib baginya, sebagai benteng bagi dirinya dan dalam rangka mengambil sesuatu yang halal baginya”[4. Lihat: Https://Islamqa.info/ar/5177].

LGBT! Marilah kembali kepada jalan yang lurus sesuai dengan ajaran Syari’at Islam dan kembali hidup normal sesuai dengan tabi’at asli manusia. Wallahu a’lam. (selesai).

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27590-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-5.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (4)

Fatwa-fatwa tentang keharaman perilaku seks sesama pria (gay)

1) Fatwa Islamweb.net nomor 22549 tentang definisi liwath dalam syari’at

Definsi liwath (besar) di dalam syari’at adalah memasukkan kepala penis kedalam dubur laki-laki. Definisi ini disebutkan oleh penulis dalam kitab Al-Fawakih Al-Dawani dan selainnya. Kepala penis adalah bagian yang peka pada kemaluan laki-laki, dengannya dapat dicapai kelezatan (dalam berhubungan seks) dan letaknya di bagian depan penis.

Berdasarkan definisi liwath (besar) yang telah disebutkan di atas, maka jelaslah bahwa meraba dubur dari luar, meraba sekitar dubur, memasukkan sedikit dari ujung penis ataupun memasukkannya di antara kedua buah zakar tidaklah termasuk kedalam definsi liwath (besar) didalam syari’at. Namun bukan berarti perilaku-perilaku seks tersebut hukumnya halal, bahkan itu termasuk keharaman yang disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7)[1. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=22549].

2) Fatwa Islamweb.net nomor 166929 tentang tingkatan perilaku hina ‘liwath'[2. Kata liwath yang dimaksud disini adalah liwath dengan definisi umum yang sinonim dengan istilah gay, mencakup perilaku seks sesama pria, baik dengan sodomi dan non sodomi. Karena terdapat kata liwath dengan definisi khusus (liwath besar) yang dikenal dengan sodomi sesama pria, yang telah disebutkan dalam fatwa pertama. Liwath besar inilah yang dikenal dalam Syari’at bahwa ancaman bagi pelakunya adalah hukuman mati] (gay) dan pengharaman terhadap seluruh tingkatannya

Asy-Syarbini menjelaskan bahwa melihat dengan syahwat (nafsu) mutlak diharamkan, (tidak peduli) siapapun orang yang dilihat tersebut, baik orang yang memiliki hubungan mahram dengannya maupun selain mahram, asalkan bukan istrinya dan budak wanitanya.”

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa Imam Ahmad menerangkan

dalam sebuah riwayat Al-Atsram tentang seseorang yang memegang anak kecil perempuan, lalu mendudukkannya di pangkuannya dan menciuminya jika hal itu dilakukan dengan syahwat maka tidak boleh.

Ibnul Haaj dalam Al-Madkhal menjelaskan bahwa pelaku liwath itu ada tiga tingkatan :

Golongan Pertama

(Golongan laki-laki) yang menikmati (bernafsu) saat memandang (lelaki lainnya), maka ini (hukumnya) haram, karena memandang kepada amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot) dengan syahwat itu haram, menurut kesepakatan ulama. Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa hukum memandang tersebut tetap haram, walaupun tanpa syahwat (nafsu).

Golongan Kedua

(Golongan laki-laki) yang menikmati (bernafsu) saat saling bercumbu, bermesraan, memeluk dan lainnya, yang tidak sampai melakukan perbuatan keji (fahisyah/liwath) besar (sodomi).

Golongan Ketiga

Dan tingkatan yang ketiga adalah melakukan sodomi (fahisyah kubro/liwath besar)[3. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=166929].

3) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:

وكذلك مقدمات الفاحشة عند التلذذ بقبلة الأمرد ولمسه، والنظر إليه هو حرام باتفاق المسلمين.

“Demikian pula pendahuluan fahisyah (liwath besar) saat menikmati perbuatan mencium amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot), menyentuhnya dan memandangnya, maka (hukumnya) adalah haram, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.

Fatwa-fatwa Ulama dari berbagai madzhab tentang haramnya perilaku seks sesama wanita (lesbi)

1) Fatwa Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i rahimahullah

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan:

لا خلاف بين الفقهاء في أنّ السّحاق حرام لقول النّبيّ صلى الله عليه وسلم: السّحاق زنى النّساء بينهنّ. وقد عدّه ابن حجر من الكبائر.

Tidak ada perselisihan di antara ulama ahli fikih bahwa lesbi itu hukumnya haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lesbi adalah perzinahan diantara perempuan[4. Terdapat hadits yang semakna dengan hadits di atas, yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Abu Ya’la serta dihasankan oleh As-Suyuthi]. Ibnu Hajar menilai lesbi termasuk salah satu dosa besar[5. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=115052].

2) Fatwa Ibnu Qudamah Al-Hanbali rahimahullah

وَإِنْ تَدَالَكَتْ امْرَأَتَانِ , فَهُمَا زَانِيَتَانِ مَلْعُونَتَانِ ; لِمَا رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إذَا أَتَتْ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ , فَهُمَا زَانِيَتَانِ )

Jika ada dua wanita yang saling meraba (bersentuhan lesbi), maka keduanya berzina dan dilaknat. Hal ini berdasarkan riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda apabila ada wanita yang menyetubuhi wanita lain maka keduanya berzina[6. Hadis lemah (dhaif), disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dhaif al-Jami’, no: 282] (Al-Mugni: 9/59)[7. dinukil dari https://Islamqa.info/ar/21058].

3) Fatwa Ibnul Hammam AL-Hanafi rahimahullah

إذا أتت امرأة امرأة أخرى فإنهما يعزران لذلك

Jika seorang perempuan menyetubuhi perempuan lainnya, maka keduanya dihukum ta’zir[8. Ta’zir adalah sebuah bentuk hukuman dengan tujuan pemberian pelajaran kepada pelaku maksiat dan penetapan bentuk hukumannya dikembalikan kepada seorang imam/ hakim, sesuai dengan bentuk kriminalnya dan keadaan pelakunya], karenanya (Fathul Qadiir: 5/262).

4) Fatwa Al-Khurasy Al-Maliki rahimahullah

شرار النساء إذا فعل بعضهن ببعض ، وإنما في هذا الفعل الأدب باجتهاد الإمام

Perempuan-perempuan buruk adalah yang saling berhubungan seskx sesama jenis. Hukuman dari perbuatan tersebut adalah sesuai dengan keputusan seorang hakim (Diringkas dari Syarh Mukhtashar Khalil : 8/78).

5) Fatwa Al-Allamah Zakariya Al-Anshari Asy-Syafi’i rahimahullah

إن أتت امرأة امرأة عُزِّرتا

Jika seorang wanita menyetubuhi wanita lain, maka dihukum ta’zir (sesuai dengan keputusan hakim) (Asnal Mathalib: 4/126).

6) Fatwa Ibnu Abdil Barr rahimahullah

على المرأتين اذا ثبت عليهما السحاق : الأدب الموجع والتشريد

Dua orang wanita jika telah terbukti melakukan lesbi, maka dihukum dengan hukuman yang menyakitkan dan diusir (Al-Kaafii fi fiqhi Ahlil Madiinah : 2/1073)

7) Fatwa Ibnu Rusyd rahimahullah

هذا الفعل من الفواحش التي دل القرآن على تحريمها بقوله تعالى : {والذين هم لفروجهم حافظون} إلى قوله { العادون} ، وأجمعت الأمة على تحريمه ، فمن تعـدى أمر الله في ذلك وخالف سلف الأمة فيه كان حقيقا بالضرب الوجيع

Perbuatan (lesbi) ini merupakan salah satu perbuatan keji yang ditunjukan oleh Al-Qur`an berdasarkan firman Allah Ta’ala

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka, sampai firman-Nya (7) orang-orang yang melampaui batas.

Para ulama pun berijma’ (sepakat) atas pengharamannya. Maka barang siapa yang melampui batasan apa yang telah Allah perintahkan dan menyelesihi madzhab kaum muslimin dalam hal itu, maka layak untuk mendapatkan pukulan yang menyakitkan (Al-Bayan wat Tahshil: 16/323)[9. Fatwa ke-3 s/d ke-7 https://Islamqa.info/ar/185099].

8) Fatwa Islamweb.net nomor 28379  tentang Dalil-dalil keharaman lesbi”.

Markaz Fatwa Islamweb.net ditanya tentang seorang istri yang melakukan penyimpangan seksual lesbi dengan saudari suaminya.

Si istripun mendebat suaminya dengan beralasan bahwa tidak ada di dalam Al-Qur`an ayat yang menunjukkan keharaman lesbi.

Jawaban dari Markaz Fatwa Islamweb.net adalah sebagai berikut:

Tidak ada perselisihan di antara ulama tentang keharaman lesbi, bahkan banyak ulama menyatakan lesbi merupakan salah satu di antara dosa-dosa besar, maka tidak halal bagi wanita tersebut melakukan perbuatan lesbi itu. Dan kewajiban suami atau wali wanita tersebut untuk melarangnya dari perbuatan lesbi tersebut, tidak tinggal diam dan tanpa keraguan sedikitpun. Dan tidak pantas digubris ucapan wanita tersebut (yang menyatakan) bahwa tidak disebutkan pengharaman lesbi didalam Al-Qur`an, hal itu dikarenakan dua alasan.

Pertama:

Wanita itu bukanlah seorang yang memiliki kemampuan berijtihad (berfatwa) dalam masalah syari’at Islam sehingga (ia tidak pantas) mengucapkan ucapan tersebut ataupun ucapan yang semisalnya.

Maka (semestinya) orang yang berhak berfatwa hanyalah orang yang memilki keahlian khusus (ulama) dan bukan dari kalangan mereka (orang awam).

Kedua:

(Kenyataannya), terdapat dalil di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menyatakan pengharaman lesbi. Para ulama pun bersepakat atas pengharamannya, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Adapun dalil Al-Qur`an adalah firman Allah Ta’ala

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7).

Dengan demikian, wanita tersebut adalah seorang yang melampui batas, berdasarkan dalil Al-Qur`an. Sedangkan dalil As-Sunnah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir dan Abu Ya’la, serta dihasankan oleh As-Suyuthi, dari Watsilah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

السحاق بين النساء زناً بينهن

Lesbi hakekatnya adalah perzinahan diantara perempuan

Oleh karena itulah, kewajiban suami tersebut adalah melarang istrinya dari perbuatan lesbi dan memberikan pelajaran kepadanya dengan sesuatu yang membuatnya jera untuk melakukan perbuatannya yang buruk. Suami tersebut juga wajib melarang saudarinya dari perbuatan yang keji tersebut (lesbi). Wallahu a’lam[10. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=28379].

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27589-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-4.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (3)

3. Kewajiban menundukkan pandangan terhadap hal-hal yang diharamkan

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

(30) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ …

(31) Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka…”(QS. An-Nuur: 30-31).

Berkut ini, penjelasan beberapa para ahli tafsir tentang kedua ayat tersebut.

  • Ulama ahli Tafsir, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa ayat di atas adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menahan pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan bagi mereka, maka tidak boleh mereka memandang kecuali kepada pandangan yang dihalalkan bagi mereka.
  • Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas katakanlah kepada mereka, yaitu orang-orang yang memiliki keimanan yang dapat mencegah mereka dari terjatuh kedalam perkara yang merusak keimanan, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dari memandang aurat (yang terlarang untuk dilihat), wanita asing (selain istri dan mahram) dan pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot yang dikhawatirkan timbul fitnah karena melihat mereka”  (Tafsir As-Sa’di).
    Beliau juga menjelaskan ayat yang artimya dan menjaga kemaluan mereka dari aktifitas bersetubuh (penetrasi) yang diharamkan, baik menyetubuhi kemaluan (wanita yang diharamkan) maupun menyetubuhi dubur atau tidak sampai itu (penetrasi). Dan (menjaga kemaluan dari) dipegang dan dilihat (oleh orang lain)” (Tafsir As-Sa’di).
  • Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan keterangan dari Abu Aliyah setiap ayat dalam Al-Qur`an tentang menjaga kemaluan, maksudnya adalah menjaganya dari zina dan sesuatu yang haram. Akan tetapi, pada konteks ayat ini, Allah memaksudkan menjega kemaluan adalah menutupinya, sehingga pandangan orang lain tidak mengarah kepadanya” (Tafsir Al-Baghawi).
  • Imam Mufassirin, Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah “dan menjaga kemaluan mereka” dari dilihat oleh orang yang tidak halal melihatnya, dengan menutupinya dari pandangan manusia”. (Tafsir Ath-Thobari).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa jika tiba-tiba seseorang melihat sesuatu yang haram tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari hadits Yunus bin Ubaid, dari ‘Amr bin Sa’id, dari Abu Zur’ah bin ‘Amr bin Jarir, dari kakeknya, Jarir bin Abdullah Al-Bajali radliyallaahu ‘anhu berkata,

سَأَلْتُ النبي صلى الله عليه وسلم عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja). Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar aku segera memalingkan pandanganku.

Dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كتب على ابن آدم حظه من الزنى، أدرك ذلك لا محالة. فزنى العينين: النظر. وزنى اللسان : النطق . وزنى الأذنين : الاستماع . وزنى اليدين : البطش . وزنى الرجلين: الخطي . والنفس تمنى وتشتهي ، والفرج يصدق ذلك أو يكذبه

“Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya[1. Sesuai dengan takdirnya, karena kesalahannya sendiri] . Zina kedua mata adalah dengan memandang,  zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan, zina kedua tangan adalah dengan memegang, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah, sedangkan hati berangan-angan dan bernafsu, dan kemaluan melaksanakan nafsu untuk berzina itu atau menolaknya”

Banyak dari kalangan ulama menyatakan, sesungguhnya mereka melarang seorang laki-laki dari menajamkan (mengkosentrasikan) pandangannya kepada pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot” (Tafsir Ibnu Katsir).

Ibnu Baththal menjelaskan hadits yang agung tersebut,

سُمِّيَ النَّظَر وَالنُّطْق زِنًا لأَنَّهُ يَدْعُو إِلَى الزِّنَا الْحَقِيقِيّ , وَلِذَلِكَ قَالَ ( وَالْفَرْج يُصَدِّق ذَلِكَ وَيُكَذِّبهُ

“Melihat dan berbicara (dalam perkara yang diharamkan) disebut ‘zina’ karena itu adalah sebab yang menjerumuskan kepada zina yang hakiki. Oleh karena itu beliau (Nabi Muhammad) bersabda (artinya) “Kemaluan melaksanakan nafsu untuk berzina itu atau menolaknya” (Fathul Bari).

Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan QS. An-Nuur: 30 dengan membawakan sebuah hadits yang menjelaskan salah satu bentuk pandangan yang dilarang dalam ayat tersebut. Dari Abdur Rahman bin Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, dari bapaknya, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي ثَوْبِ وَاحِدِ

Janganlah seorang pria melihat aurat pria lain, tidak pula seorang wanita melihat aurat wanita yang lain. Dan janganlah seorang pria berada dalam satu kain (selimut) dengan pria lain, dan tidak pula wanita berada satu kain (selimut) dengan wanita lain”[2. HR. Muslim].

Kesimpulan

Itulah beberapa penafsiran para ahli tafsir yang menunjukkan haramnya perbuatan yang banyak dilakukan oleh LGBT, yaitu berupa kemaksiatan (zina) mata!

Bukankah mayoritas perilaku seks LGBT menggunakan pandangan mata yang diharamkan? Bukankah perilaku seks gay dan lesbi banyak dilakukan dengan membuka aurat mereka dan merekapun saling melihatnya? Bukankah perilaku seks gay dan lesbi, kalaupun mereka saling memandang bagian tubuh pasangannya yang bukan aurat, sulit terhindar dari bernafsu dan bersyahwat?

Wahai LGBT, artikel selanjutnya adalah fatwa-fatwa ulama yang membantu anda  memahami dengan benar beberapa ayat yang sudah penyusun sampaikan.

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27567-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-3.html

Dicari: LGBT Yang Mampu Dan Mau Memahami Al-Qur’an Dengan Benar! (2)

Ayat Al-Qur`an yang kurang dipahami kaum LGBT

1. Batasan penyaluran hasrat seksual yang halal

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

(5) Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka,

إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

(6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

(7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Mu’minuun: 5-7).

Di dalam ayat ini, Allah Ta’ala menjelaskan tentang batasan penyaluran hasrat seksual yang halal dan kapan dinyatakan hal itu melampui batasan syari’at sehingga menjadi haram.

Penyaluran hasrat seksual yang halal

Hal ini dapat diketahui dari QS. Al-Mu’minuun: 5 & 6, yaitu penyaluran hasrat seksual dalam bentuk seorang laki-laki menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri atau budak wanitanya. Lalu apakah yang dimaksud menjaga kemaluan? Ulama ahli Tafsir yang masyhur, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat tersebut. Maknanya adalah orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari yang haram, maka mereka tidak terjatuh kedalam perkara yang dilarang oleh Allah, berupa zina atau liwath serta tidak mendekati selain istri mereka yang Allah halalkan untuk mereka atau budak (wanita) mereka (Tafsir Ibnu Katsir: 4/6).

Dalam tafsir ayat yang lainnya, QS. An-Nuur: 30, beliau rahimahullah juga menjelaskan bahwa menjaga kemaluan bisa dalam bentuk mencegahnya dari zina, sebagaimana Allah berfirman (artinya) dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak (wanita) yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela (Al-Ma’aarij: 29-30), dan bisa pula dalam bentuk menjaga kemaluan dari pandangan (orang lain) (Tafsir Ibnu Katsir: 4/44).

Ahli Tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan QS. Al-Mu’minuun: 5 di atas. Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari zina. Termasuk bentuk kesempurnaan menjaga kemaluan adalah menjauhi apa yang mendorong kepadanya (zina) seperti memandang, memegang dan yang semisalnya (Tafsir As-Sa’di: 637).

Penyaluran hasrat seksual yang haram

Imam Mufassirin,  Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah menjelaskan QS. Al-Mu’minuun ayat tujuh di atas, bahwa barangsiapa yang mencari penyaluran hasrat seksual untuk kemaluannya pada selain istri dan budak (wanita)nya maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Beliau juga menjelaskan bahwa mereka melampaui batasan-batasan Allah, (yaitu) melebihi apa yang Allah halalkan untuk mereka (dengan beralih) kepada perkara yang Allah haramkan atas mereka” (Tafsir Ath-Thabari).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menerangkan ayat di atas, bahwa tidak halal menyalurkan hasrat seksual kemaluan kecuali kepada istri atau budak (wanita)nya dan tidak halal pula onani/masturbasi” (Ahkamul Quran: 1/195).

Abu Hayan Al-Andalusi rahimahullah menerangkan bahwa firman Allah yang artinya di balik itu mengacu pada zina, liwath, mensetubuhi binatang, dan onani/masturbasi. Makna di balik itu adalah di luar batas yang Allah tetapkan berupa (penyaluran hasrat seksual halal) terhadap istri dan budak wanitanya.” (Tafsir Al-Bahr Al-Muhith: 6/391).

Kesimpulan

Dari penjelasan para pakar Tafsir kaum muslimin tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa QS. Al-Mu’minuun: 5-7 itu menunjukkan bahwa:

  1. Menjaga kemaluan itu bukan hanya menjaganya dari penetrasi yang haram (sodomi dan zina) saja, namun juga mencakup menjaga dari seluruh penyaluran hasrat seksual yang haram. Contohnya: memandang, memegang atau yang semisalnya kepada selain istri dan budak wanitanya (Lihat: Tafsir As-Sa’di di atas).
  2. Penyaluran hasrat seksual yang halal adalah jika hasrat seksual pria disalurkan kepada istri dan budak wanitanya, dengan cara sesuai dengan batasan yang Allah tetapkan (Lihat: Tafsir Al-Bahr Al-Muhith di atas).  Dengan demikian, penyaluran hasrat seksual yang halal bagi seorang wanita hanyalah kepada suami yang sah, dengan cara sesuai dengan batasan yang Allah tetapkan.
  3. Penyaluran hasrat seksual yang haram adalah
  • Bagi laki-laki, jika disalurkan kepada selain  istri dan budak wanitanya, dengan cara apapun juga.
  • Bagi wanita, jika disalurkan kepada selain suami yang sah, dengan cara apapun juga.

Catatan:

Jika anda masih ragu terhadap kesimpulan ini, wahai LGBT. Silahkan simak fatwa-fatwa ulama yang selaras dengan kandungan QS. Al-Mu’minuun: 5-7, yang akan dikelaskan pada penjelasan-penjelasan kami selanjutnya, insyaallah.

2. Mendekati fawahisy itu haram

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

(151) Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian yaitu: janganlah kalian mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka, dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (untuk dibunuh) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepada kalian supaya kalian memahami(nya)” (QS. Al-An’aam:151).

Seorang ulama ahli Tafsir, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya) katakanlah kepada mereka yang mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian dengan pengharaman yang umum, mencakup setiap orang dan mengandung berbagai macam keharaman.

Dengan demikian, keharaman yang akan disebutkan pada kelanjutan ayat ini adalah berlaku untuk semua orang, termasuk bagi LGBT.

Lebih lanjut, syaikh Abdur Rahman As-Sa`di menjelaskan ayat yang artinya dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, yaitu dosa-dosa besar yang sangat menjijikkan (hina)[1. Dalam KBBI: keji/ke·ji/ a sangat rendah (kotor, tidak sopan, dan sebagainya); hina]. Larangan mendekati perbuatan-perbuatan keji (fawahisy) itu lebih mengena dari sebatas larangan melakukannya, karena sesungguhnya itu mengandung larangan melakukan pendahuluannya dan sarana-sarananya yang dapat menjerumuskan kedalam perbuatan-perbuatan keji (fawahisy) tersebut (disamping mengandung larangan terhadap fawahisy itu sendiri, pent.) (Tafsir As-Sa’di, hal. 302)

Seorang ulama senior, anggota komite fatwa dan ulama besar KSA, DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan ayat di atas, perhatikanlah firman Allah (artinya), dan janganlah kalian mendekati maka Allah tidak berfirman,  dan janganlah kalian melakukan perbuatan-perbuatan yang keji tetapi Allah berfirman, dan janganlah kalian mendekati karena hal itu mengandung larangan melakukan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kedalam maksiat. Jadi, Allah mengharamkan maksiat dan mengharamkan sebab-sebab yang dapat menjerumuskan kedalam kemaksiatan tersebut (I’anatul Mustafid : 1/45)

Beliau rahimahullah juga menjelaskan jika sebab-sebab (yang dapat menjerumuskan kedalam kemaksiatan) saja diharamkan, bagaimana lagi dengan kemaksiatan-kemaksiatan (fawahisy)nya? Tentu lebih diharamkan lagi (I’anatul Mustafid: 1/46)

Sebagaimana diketahui, sodomi yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ‘alaihis salam disebut dalam Al-Qur`an sebagai fahisyah (perbuatan keji). Allah Ta’ala berfirman,

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

“Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang keji itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” (Al-A’raaf: 80).

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh seorang gay, meski tanpa sodomi dan hanya “sekedar” bernafsu ketika memandang sesama jenis, berciuman, saling oral seks, saling meraba atau semisal itu, maka hukumnya haram, karena perilaku seks sesama jenis tersebut kebanyakannya dapat menjerumuskan pelakunya kedalam fahisyah sodomi.

Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan, demikian pula pendahuluan fahisyah (liwath besar) saat menikmati perbuatan mencium amrad (pemuda yang wajahnya tak tumbuh bulu/jenggot), menyentuhnya dan memandangnya, maka (hukumnya) adalah haram, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin[2. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=29622].

Adapun perilaku seks sesama perempuan (lesbi), maka termasuk kedalam fawahisy di dalam ayat di atas, karena tafsir fawahisy pada ayat di atas -sebagaimana telah disebutkan- adalah dosa-dosa besar yang keji.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan QS.  Al-A’raaf: 33. Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi”, yaitu dosa-dosa besar yang menjijikkan dan buruk, karena (memang sangat) hina dan buruknya dosa-dosa tersebut, seperti zina, liwath dan sebagainya”.

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan bahwa  tidak ada perselisihan di antara ulama Ahli Fikih bahwa lesbi itu (hukumnya) haram, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa lesbi adalah perzinaan di antara perempuan[3. Terdapat hadits yang semakna dengan hadits di atas, yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Abu Ya’la serta dihasankan oleh As-Suyuthi]. Ibnu Hajar menilai lesbi itu termasuk salah satu dari dosa-dosa besar[4. Lihat: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=115052].

Kesimpulan

Ayat yang disebutkan dalam QS. Al-An’aam: 151 ini, cukup menjadi dalil diharamkannya perilaku seks sesama jenis, baik gay maupun lesbi, walaupun bukan sodomi, jika ditafsirkan dan dipahami secara benar[5. Sudah dikenal dalam ilmu Ushul Tafsir, bahwa menafsirkan suatu ayat Al Qur’an, bisa dengan ayat yang lainnya, Al-Hadits maupun selain keduanya dari rujukan-rujukan dalam menafsirkan Al Qur’anul Karim]. Bagaimana lagi jika terdapat ayat yang lainnya yang menjadi dalil? Camkanlah!

(bersambung)

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/27554-dicari-lgbt-yang-mampu-dan-mau-memahami-al-quran-dengan-benar-2.html