Abdullah bin Abbas: Muda Usianya, Luas Ilmunya

“Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna?” tanya Rasulullah suatu ketika pada seorang pemuda cilik. “Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah maka engkau akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu.”

Pemuda cilik itu termangu di depan Rasulullah. Ia memusatkan konsentrasi pada setiap patah kata yang keluar dari bibir manusia paling mulia itu. “Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila engkau meminta, mintalah pada-Nya. Jika engkau butuh pertolongan, memohonlah pada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis.”

Pemuda cilik yang beruntung itu adalah Abdullah bin Abbas. Ibnu Abbas, begitu ia biasa dipanggil. Dalam sehari itu ia menerima banyak ilmu. Bak pepatah sekali dayung tiga empat pula terlampaui, wejangan Rasulullah saat itu telah memenuhi rasa ingin tahunya. Pelajaran aqidah, ilmu, dan amal sekaligus ia terima dalam sekali pertemuan.

Keakrabannya dengan Rasulullah sejak kecil membuat Ibnu Abbas tumbuh menjadi seorang lelaki berkepribadian luar biasa. Hidup bersama dengan Rasulullah benar-benar telah membentuk karakter dan sifatnya. Sebuah kisah menarik melukiskan bagaimana Ibnu Abbas ingin selalu dekat dengan dan belajar dari Rasulullah.

Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hij-rah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan sahabat-sahabat kecil lainnya.

Kerap kali Rasulullah meluangkan waktu dan bercanda bersama mereka. Tapi tak jarang pula Rasulullah menasehati mereka. Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa kehilangan. Sosok yang sejak mula menjadi panutannya, kini telah tiada. Tapi keadaan seperti itu tak berlama-lama mengharu-biru perasaannya. Ibnu Abbas segera bangkit dari kesedihannya, iman tak boleh dibiarkan terus menjadi layu. Meski Rasulullah telah berpulang, semangat jihad tak boleh berkurang. Maka Ibnu Abbas pun mulai melakukan perburuan ilmu.

Didatanginya sahabat-sahabat senior, ia bertanya tentang apa saja yang mesti ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat lain yang seusianya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Sahabat-sahabat Ibnu Abbas merasa tak yakin, apakah sehabat-shabat senior mau memperhatikan mereka yang masih anak-anak ini. Meski demikian, hal ini tak membuat Ibnu Abbas patah semangat. Apa saja yang menurutnya belum dipahami, ia tanyakan pada sahabat-sahabat yang lebih tahu.

Ia ketuk satu pintu dan berpindah ke satu pintu rumah sahabat-sahabat Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan pintu para sahabat, karena mereka sedang istirahat di dalam rumahnya. Tapi betapa terkejutnya mereka tatkala menemui Ibnu Abbas sedang tidur di depan pintu rumahnya.

“Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tak kami saja yang menemui Anda,” kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas tertidur di depan pintu rumahnya beralaskan selembar baju yang ia bawa.

“Tidak, akulah yang mesti mendatangi Anda,” kata Ibnu Abbas tegas. Demikiankan kehidupan Ibnu Abbas, sampai kelak ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Saking tingginya dan tak berimbang
dengan usianya, ada orang yang bertanya tentangnya.

“Bagaimana Anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?”

“Dengan lidah dan gemar bertanya, dengan akal yang suka berpikir,” demikian jawabnya.

Karena ketinggian ilmunya itulah ia kerap menjadi kawan dan lawan berdiskusi para sahabat senior lainnya. Umar bin Khattab misalnya, selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Sampai-sampai Amirul Mukminin kedua itu memberikan julukan kepada Ibnu Abbas sebagai “pemuda tua”.

Pada masa Khalifah Utsman, Ibnu Abbas mendapat tugas untuk pergi berjihad ke Afrika Utara. Bersama pasukan dalam pimpinan Abdullah bin Abi Sarh, ia berangkat sebagai mujahid dan juru dakwah. Di masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, ia pun menawarkan diri sebagai utusan yang akan berdialog dengan kaum khawarij dan berdakwah pada mereka. Sampai-sampai lebih dari 15.000 orang memenuhi seruan Allah untuk kembali pada jalan yang benar.

Di usianya yang ke 71 tahun, Allah memanggilnya. Saat itu umat Islam benar-benar kehilangan seorang dengan kemampuan dan pengetahuan yang luar biasa. “Hari ini telah wafat ulama umat,” kata Abu Hurairah menggambarkan rasa kehilangannya. Semoga Allah memberikan satu lagi penggantinya. (sa/berbagaisumber)

 

ERA MUSLIM

Pesan Rasulullah untuk Ibnu Abbas

Abdullah bin Abbas masih berkerabat dengan Rasulullah . Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Quraisy. Dari garis ibu, ia pun masih tergolong sanak famili Nabi. Ibundanya bernama Ummu Fadil Lubabah al-Kubra binti Haris al-Hilaliyah. Ummu Fadil merupakan saudara kandung salah seorang istri Nabi, Maimunah.

Dr Abdur Rahman Ra’fat Basya dalam bukunya Shuwar min Hayaatis Shahabah menceritakan ihwal Abdullah bin Abbas sebagai anggota keluarga besar sekaligus sahabat Rasulullah. Ia termasuk yang mendapatkan perhatian serta kasih sayang Nabi Muhammad. Bahkan, semenjak usianya masih bayi. Sebelum Ibnu Abbas mendapatkan air susu ibunya untuk pertama kali, Rasulullah terlebih dahulu menggumamkan doa kebaikan ke telinga Abdullah bin Abbas.

Rasulullah  sudah merasakan adanya potensi besar dalam diri Abdullah bin Abbas. Hal itu sebagaimana telah ditemuinya dalam diri Ali bin Abi Thalib, keponakan beliau , serta Zaid bin Haritsah. Karena itu, Rasulullah sedapat mungkin meluangkan waktu untuk mendidik mereka dan para sahabat muda lainnya kepada kebaikan.

Dalam hal Abdullah bin Abbas, tidak jarang penduduk Makkah mendapati Nabi Muhammad dan Ibnu Abbas duduk bersama sambil bercengkerama atau membicarakan pengetahuan. Sejak kecil, Abdullah terkenal cerdas. Ia suka bertanya banyak hal untuk menuntaskan rasa ingin tahu. Sampai menginjak masa remaja, Abdullah yang lahir di Makkah sekitar tiga tahun hijrah ini mendapatkan pendidikan langsung dari Rasulullah .

Rasulullah mendapatkan kesan bahwa daya tangkap Abdullah termasuk cemerlang. Suatu ketika, Nabi Muhammad mengajak Ibnu Abbas berjalan-jalan. Kemudian, Nabi berkata kepada pemuda tersebut.

Ya ghulam (pemuda -Red), maukah engkau mendengarkan beberapa kalimat yang sangat berguna? Yakni, jagalah Allah SWT (ajaran-ajaran-Nya), engkau akan mendapati-Nya selalu menjaga engkau. Jagalah Allah SWT (hindari larangan-larangan-Nya), engkau akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapan engkau.

Kenalilah Allah dalam sukamu, Allah akan mengenal engkau dalam dukamu. Bila engkau meminta, mintalah hanya kepada Allah. Jika engkau memerlukan pertolongan, bermohonlah kepada Allah. Semua hal (kejadian) telah selesai ditulis.

Ketahuilah, seandainya semua makhluk bersepakat untuk membantumu dengan apa-apa yang tidak Allah takdirkan kepadamu, mereka tak akan mampu membantumu. Bila mereka berencana menghalang-halangi engkau dalam mendapatkan apa-apa yang Allah takdirkan untukmu, mereka pun tak akan mampu melakukannya.

Segala perbuatanmu, kerjakanlah dengan keyakinan dan keikhlasan. Ketahuilah, bersabar dalam musibah itu akan menemui hasil yang baik. Dan kemenangan itu dicapai dengan kesabaran. Kesuksesan sering melalui sebelumnya kesukaran. Dan kemudahan tiba setelah kesulitan.

Demikian sabda Rasulullah kepada Abdullah bin Abbas. Sebagaimana riwayat Ahmad, Hakim, dan Tirmidzi. Dan Abdullah mematri kata-kata Nabi dalam benaknya, seumur hidupnya.

 

REPUBLIKA ONLINE