Sahabat yang Pertama Kali Mengucapkan Salam pada Rasulullah

Menurut para ulama, sahabat yang pertama kali mengucapkan salam dengan ucapan ‘Assalamu ‘alaika’ adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Ia mengucapkan salam tersebut kepada Rasulullah saat dia pertama kali bertemu beliau, dan sejak saat itu salam menjadi syariat Islam yang dianjurkan untuk seluruh kaum muslim.

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Abu Dzar Al-Ghifari mengatakan;

فوالله إنّي لأوَّل الناس حيّاه بتحية الإسلام فقلت: السلام عليك يا رسول الله. فقال: وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللهِ

Maka demi Allah, aku adalah orang pertama yang mengucapkan salam penghormatan kepada Rasulullah dengan penghormatan Islam. Aku mengucapkan; Assalaamu ‘alaika yaa rosuulullah. Kemudian beliau menjawab; Wa ‘alaikas salam wa rohmatullah.

Dalam hadis riwayat Imam Muslim dikisahkan bahwa suatu hari, Abu Dzar mendengar kabar tentang kedatangan seorang Nabi baru. Nabi yang bernama Muhammad itu mengajak manusia untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Abu Dzar ingin sekali bertemu dengan orang tersebut.

Kemudian dia ke Mekkah. Tiba di Mekkah menyamar sebagai musafir. Dia menyamar agar terhindar dari kejahatan kaum Quraisy. Setelah malam tiba, Abu Dzar tidur di masjid. Saat itu, kebetulan Ali bin Abi Thalib lewat di dekatnya. Ali tahu bahwa Abu Dzar orang asing di Mekkah.

Ali kemudian mengajak Abu Dzar untuk menginap di rumahnya. Ia ikut bersama Ali ke rumahnya dan bermalam di sana. Pada pagi hari, Abu Dzar kembali ke masjid membawa kantong perbekalannya. Abu Dzar melalui hari kedua sama seperti hari pertama, belum mendapat berita tentang Nabi yang dicarinya.

Ali kembali mengajak Abu Dzar bermalam di rumahnya. Mereka masih diam dan tidak saling bertanya. Barulah pada malam ketiga Ali bertanya kepada Abu Dzar. Ali berkata; Semoga Anda tidak keberatan mengabarkan kepada saya maksud kedatangan Anda ke Mekkah.

Abu Dzar menjawab; Saya datang ke sini dari jauh. Saya sengaja hendak bertemu dengan Nabi Muhammad dan ingin mendengar apa yang dikatakannya.

Sambil bersumpah atas nama Allah, Ali mengatakan bahwa Nabi Muhammad ialah utusan Allah. Ali juga menceritakan bukti kerasulan Muhammad dan dakwah beliau. Keesokan harinya Ali dan Abu Dzar pergi ke rumah Rasulullah. Setibanya di rumah Rasulullah, Abu Dzar memberi salam; Assalamu alaika yaa rasuulullah.

Rasulullah pun menjawab salam Abu Dzar dengan ucapan; Wa ‘alaikas salam wa rohmatullah. Rasulullah kemudian mengajak Abu Dzar memeluk Islam. Beliau membacakan ayat-ayat suci Al-Quran kepadanya. Abu Dzar langsung mengucapkan kalimat syahadat di hadapan Rasulullah.

Setelah beberapa lama di Mekkah, Rasulullah menyuruh Abu Dzar pulang ke kampungnya. Dia kemudian mengajak keluarga dan kaumnya untuk masuk Islam dan beribadah kepada Allah.

BINCANG SYARIAH

3 Perkara yang Disukai Abu Dzar Al Ghifari Sahabat Nabi SAW

Abu Dzar menyukai tiga perkara dalam menghadapi dunia.

Terdapat tiga perkara yang sebenarnya harus menjadi renungan dan pelajaran bagi kita di zaman sekarang ini. Karena, kebanyakan kita lebih mencintai hidup di dunia dan isinya hingga lupa akan kematian.

Lebih mencintai kenyang sehingga lupa akan saudara-saudaranya yang kelaparan. Dan, lebih mencintai rasa sehat dan lupa akan syukur kepada Allah SWT.

Sebuah kisah datang dari sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Dzar al Ghifari. Dia adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW dari suku Ghifar, yang kualitas keimanannya diakui oleh nabi dan para sahabat. Hal ini terbukti pada awal dia masuk Islam, di mana orang lain masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi, sementara dia dengan terang-terangan. 

Bahkan, dia mengucapkan kalimat syahadat serta memproklamasikan diri sebagai seorang Muslim di hadapan orang-orang kafir Quraisy yang tengah berkumpul di Kabah, sehingga dia dikeroyok sampai babak belur.

Suatu ketika, dia ditanya oleh Rasulullah SAW tentang apa yang disenanginya di dunia ini. Abu Dzar menjawab, ”Tidak ada yang aku senangi, kecuali tiga perkara, yaitu ketika aku ingat mati, ketika aku lapar, dan ketika aku sakit.”

Jawaban Abu Dzar tentunya mengundang keanehan bagi kebanyakan manusia lain. Karena, siapa orang yang suka mengingat mati? Siapa pula orang yang suka lapar? Dan, siapa yang suka rasa sakit?

Kemudian, Nabi bertanya lagi karena beliau tahu bahwa sahabatnya itu tidak mungkin menjawab seperti itu tanpa alasan. ”Mengapa kamu menyukai tiga perkara itu, sedangkan kebanyakan manusia membencinya?”

Dia menjawab, ”Aku suka mengingat mati. Karena, dengan mengingatnya, hatiku akan lunak, tidak akan keras bagaikan batu, dan akan mengantarku untuk selalu beramal sebelum kematianku datang. Aku menyukai rasa lapar.

Karena, dia menumbuhkan jiwa sosialku, bagaimana mungkin aku akan merasakan pahitnya lapar yang diderita orang lain, sedangkan perutku kenyang? Dengan kenyang, aku akan menjadi pemalas. Sementara itu, rasa sakit akan membuat aku sadar terhadap kelemahanku di hadapan Allah SWT, tidak pantas sombong dan takabur, serta mengakui keagungan-Nya dengan sepenuh hati.”

Allah SWT berfirman, ”Hai orang-orang beriman, bertakwalah, dan perhatikan apa yang telah kamu kerjakan untuk menghadapi hari esok (akhirat), sesungguhnya Allah Mahateliti dengan apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Hasyr [59]: 18).

KHAZANAH REPUBLIKA

Kisah Islamnya Sahabat Abu Dzar Al-Ghifari

DARI Abdullah bin Ash-Shamit, ia mengatakan bahwa Abu Dzar menuturkan, “Kami keluar dari kaum kami (Ghifar), dan mereka menghalalkan bulan suci. Aku keluar bersama adikku, Unais, dan ibu kami. Kami singgah di rumah paman kami (dari pihak ibu). Paman memuliakan kami dan berbuat baik kepada kami, sehingga kaumnya iri hati terhadap kami. Kata mereka, Jika kamu pergi meninggalkan keluargamu, maka Unais memimpin mereka. Kemudian pamanku datang lalu menyampaikan kepada kami apa yang dikatakan kepadanya. Mendengar hal itu kami mengatakan, Kebaikan yang anda perbuat selama ini telah anda cemari. Kami tidak bisa meneruskan hubungan lagi denganmu.

Kemudian kami mendekati sekawanan unta kami dan kami menungganginya. Sedangkan paman kami menutup wajahnya dengan pakaiannya sambil menangis. Kami pun pergi sehingga kami tiba di gerbang kota Mekkah. Unais membangga-banggakan sekawanan unta kami dibandingkan unta lainnya. Keduanya lalu pergi kepada seorang dukun (sebagai hakim untuk memutuskan keduanya siapa yang lebih baik), lalu hakim tersebut menilai milik Unaislah yang terbaik. Lalu Unais datang kepada kami dengan membawa sekawanan unta kami bersama unta lainnya.

Ia mengatakan, Aku sudah melaksanakan shalat, wahai saudaraku, tiga tahun sebelum aku bertemu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Aku bertanya, Karena siapa? Ia menjawab, Karena Allah. Aku bertanya, Kemana kamu menghadap? Ia menjawab, Aku menghadap di mana Tuhanku menghadap kepadaku. Aku shalat isya hingga ketika akhir malam, aku terhempas seolah-olah aku pakaian, hingga matahari terbit.

Unais berkata, Aku perlu pergi ke Makkah, berilah aku bekal. Ia pun berangkat hingga sampai di Makkah, dan cukup lama meninggalkanku. Kemudian ia kembali, maka aku bertanya, Apa yang kamu lakukan di Makkah? Ia menjawab, Di Makkah aku bertemu dengan seorang laki-laki yang beragama seperti kamu, yang menyangka bahwa Allah telah mengutusnya (sebagai rasul). Aku bertanya, Apa yang dikatakan orang-orang? Mereka mengatakannya sebagai penyair, dukun dan penyihir. Unais adalah seorang penyair.

Kata Unais, Aku telah mendengar ucapan-ucapan para dukun, tetapi ucapan orang ini tidak seperti ucapan mereka. Aku telah membandingkan ucapannya dengan cara (yang ditempuh) para penyair, tetapi tidak ada yang sesuai dengan ucapan seorang pun, bahwa itu syair. Demi Allah, ia benar dan mereka berdusta.” Aku katakan, Berilah aku bekal untuk pergi ke Makkah dan melihat orang itu. Aku pun tiba di Makkah, dan mencari orang yang paling lemah di antara mereka, lalu aku bertanya, Di manakah orang yang kamu katakan sebagai Shabi (pembawa agama) itu? Ia mengisyaratkan kepadaku seraya mengatakan, (Kamu) shabi. Maka penduduk lemah itu melempariku dengan batu dan tulang sehingga aku jatuh pingsan.

Ketika aku terbangun, seolah-olah aku batu merah karena banyaknya darah di tubuhku. Kemudian aku menuju sumur Zam-zam untuk membersihkan darah dari tubuhku dan minum airnya. Aku sudah berada ditempat ini, wahai anak saudaraku, selama 30 hari 30 malam, tanpa memakan sesuatu pun selain air Zam-zam. Aku menjadi gemuk sehingga hilang lekukan perutku dan aku tidak pernah merasa lemah karena kelaparan. Tatkala penduduk Makkah di malam purnama yang terang benderang, ketika mereka telah tidur, tidak ada seorang pun yang thawaf di Ka`bah, selain dua orang wanita yang bernama Isaf dan Nailah.

Lalu keduanya datang kepadaku dalam thawaf keduanya, maka aku katakan, Nikahlah salah satu dari kalian. keduanya mengomel tidak karuan. Lalu keduanya datang kepadaku, maka aku katakan, Aku lelaki perkasa. Kemudian keduanya pergi sambil mencaci maki dan mengatakan, Seandainya di sini ada seseorang dari para pembela kami. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakar menyambut keduanya, saat keduanya turun. Beliau bertanya, Ada apa dengan kalian berdua? Keduanya menjawab, Ada shabi di antara Kabah dengan penutupnya. Beliau bertanya, Apa yang diucapkan kepada kalian berdua? Ia menjawab, Ia mengatakan kepada kami dengan ucapan yang tidak pantas.

 

 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam datang hingga mencium hajar Aswad. Beliau thawaf di Baitullah beserta sahabatnya, kemudian mengerjakan shalat. Setelah menyelesaikan shalatnya, -Abu Dzar mengatakan, Aku adalah mula-mula orang mengucapkan salam kepadanya dengan salam Islam-, maka aku mengucapkan, As-Salamu `alaika, ya Rasulallah! Beliau menjawab, Wa `alaika wa rahmatullah. Kemudian beliau bertanya, Siapa kamu? Aku menjawab, Dari Ghifar.

Tapi, lanjut Abu Dzar, beliau menarik tangannya dan meletakkan jarinya pada dahinya. Aku bergumam dalam hatiku, Mungkin beliau tidak suka jika aku menyebut Ghifar. Aku pun pergi untuk memegang tangan beliau tapi sahabatnya menghalangiku, dan dia lebih tahu daripadaku. Kemudian beliau mengangkat kepalanya seraya bertanya, Sejak kapan kamu berada di sini? Aku menjawab, Sejak 30 hari 30 malam yang lalu. Beliau bertanya, Siapa yang memberimu makan? Aku menjawab, Aku tidak pernah memakan makanan kecuali air Zam-zam. Aku menjadi gemuk sehingga lekukan perutku hilang, dan aku tidak pernah lemah karena kelaparan. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, Air Zam-zam itu memberikan keberkahan. Ia adalah makanan yang mengenyangkan.

Abu Bakar berkata, Wahai Rasulullah, izinkan aku malam ini untuk menjamunya.” Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakar pergi, dan aku ikut pergi bersama keduanya. (Setelah sampai rumahnya) Abu Bakar membuka pintu dan menyuguhkan kepada kami kismis Thaif. Itulah jamuan pertama yang aku santap. Kemudian aku boleh pergi sesukaku. Aku datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku suatu negeri yang memiliki banyak pohon kurma. Aku tidak melihatnya kecuali Yatsrib; apakah kamu sudi menyampaikan kepada kaummu tentang dakwahku? Mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada mereka berkat dakwahmu dan memberi pahala kepadamu karena mendakwahi mereka.

Kemudian aku mendatangi Unais, maka ia bertanya, Apa yang kamu lakukan di sana? Aku menjawab, Yang aku perbuat ialah bahwasanya aku telah masuk Islam dan beriman. Unais berkata, Aku tidak membenci agamamu. Sebab aku sudah masuk Islam dan beriman. Lalu kami menemui ibu kami, maka ibu mengatakan, Aku tidak membenci agama kalian. Sebab aku telah masuk Islam dan telah beriman. Kemudian kami berangkat hingga datang pada kaum kami, Ghifar. Maka, sebagian dari suku Ghifar masuk Islam. Mereka dipimpin oleh Ima bin Ruh-shah al-Ghifari, sesepuh mereka.

Sementara separuh dari suku Ghifar lainnya mengatakan, Jika kelak Rasulullah telah sampai di Madinah, maka kami akan masuk Islam. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, separuh dari suku Ghifar yang tersisa masuk ke dalam Islam. Mereka datang untuk masuk Islam seraya mengatakan, Wahai Rasulullah, saudara-saudara kami telah masuk Islam, maka kami pun masuk Islam. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdoa, Semoga suku Ghifar mendapatkan ampunan Allah. Dan suku Aslam, semoga Allah menyelamatkan mereka dari siksaan Neraka.” (Muslim, No. 2473.)

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2369361/kisah-islamnya-sahabat-abu-dzar-al-ghifari#sthash.YgGP1bI0.dpuf