Ahlul Bait Rasulullah Shallaallaahu ‘alaihi wa sallam, bag. 2

  1. Adab-Adab Terhadap Ahlul Bait

Dari keterangan pembahasan sebelumnya, tampaklah bahwa ahlul bait Rasulullaah Shallallaahu’alaihi wa Sallam memiliki keutamaan dan hak-hak yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Diantaranya adalah kita diperintahkan untuk memberikan hak mereka berupa fa’i (harta rampasan perang dari non muslim yang diperoleh tidak dengan jalan perang) dan al khumus (seperlima dari ghanimah), menghormati mereka, berwala’ terhadap mereka, bershalawat atas mereka, dan dilarang menyakiti mereka baik melalui ucapan maupun perbuatan, seperti mencela atau berbicara buruk tentang mereka, atau menyakiti mereka secara fisik.

 

Beberapa Sikap Terkait Ahlul Bait

Sebagaimana telah disebutkan di awal, bahwa mereka yang menisbatkan dirinya kepada Islam terbagi menjadi beberapa golongan dalam menyikapi ahlul bait Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam.

 1. Syiah Rafidhah

Golongan pertama, Syiah Rafidhah, dan yang semisal mereka, meyakini bahwa ahlul bait Rasulullaah hanya terbatas pada ‘Ali, Faathimah, Hasan, Husain, dan 9 imam lainnya dari keturunan Husain radhiyallaahu’anhum (Ahlul Bait ‘Inda Syiahshiaweb.org). Dan merekalah yang disematkan kepadanya berbagai keyakinan bathil, seperti mengangkat mereka lebih tinggi dari tingkatan kenabian, bahkan menyifatkan mereka dengan sifat yang khusus bagi Allaah, seperti meyakini mereka mengetahui ilmu ghaib seperti berbagai hal yang telah dan akan terjadi hingga hari akhir, begitu pula meyakini wajibnya menaati mereka seperti menaati Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam, dan mengingkari mereka sebagaimana mengingkari Allah dan RasulNya. (Haqiiqatu Syiah wa Hal Yumkinu Taqaarubuhum ma’a Ahli Sunnah?, hal. 72-75).

Bersamaan dengan sikap ghuluw tersebut, mereka membenci, bahkan mengkafirkan sebagian besar sahabat, meski mereka masih termasuk Bani Hasyim, seperti Al Abbas paman Nabi dan Abdullaah bin ‘Abbas, radhiyallaahu ‘anhuma (Haqiiqatu Syiah wa Hal Yumkinu Taqaarubuhum ma’a Ahli Sunnah?, hal. 387-388), serta istri-istri Rasulullaah Shallallaahu’alaihi wa Sallam (Haqiiqatu Syiah wa Hal Yumkinu Taqaarubuhum ma’a Ahli Sunnah?, hal. 392-397).

2. Khawarij

Sedangkan golongan kedua, yakni mereka yang dikenal dengan nama Khawarij, bersikap sebaliknya, khususnya terhadap amiirul mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu.

، نواصب: جمع ناصب، وهو من ناصب العداوة أهل البيت، وعلى رأسهم علي بن أبي طالب رضي الله عنه بعد رسول الله، فأفضل أهل البيت بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم علي بن أبي طالب، آذوهم بقول إما بسب، أو شتم، أو لعن، أو تكفير، أو تفسيق، أو بعمل، وذلك بأن يوصل إليهم الأذى الحسي، ومنه أذى قبورهم إن عرفت بأن يلقى عليها القاذورات أو تمتهن، فإن هذا من الإيذاء وإن كان لا يصل إليهم بذواتهم، لكن هو إيذاء معنوي نظير السب والشتم،

“Nawashib (Khawarij), jamak dari kata naashib, adalah golongan yang menampakkan permusuhan terhadap ahlul bait, utamanya terhadap ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, yang merupakan ahlul bait yang paling utama setelah Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam. Khawarij menyakiti beliau dengan ucapan, baik dengan mencela, mengutuk, melaknat, mengkafirkan, atau memfasikkan beliau. Atau dengan perbuatan, seperti menyakiti mereka secara fisik. Termasuk juga merusak kubur mereka, dengan menaruh kotoran atau semisalnya, yang meskipun tidak sampai secara dzatnya, namun merupakan gangguan maknawi yang menampakkan celaan dan kecaman” (Syarah Aqidah Al Waasithiyyah li Khalid Al Mushlih, islamweb.net )

3. Ahlussunnah wal Jama’ah

Adapun golongan ketiga, sekaligus golongan pertengahan dan terbaik dalam menyikapi ahlul bait adalah ahlus sunnah wal jamaah. Merekalah yang paling berilmu, lagi mengamalkan perintah Allaah dan RasulNya terhadap ahlul bait beliau dalam KitabNya dan sunnah yang shahih. Diantara keyakinan dan sikap ahlussunnah terhadap ahlul bait adalah:

  1. Ahlussunnah mengetahui kewajiban mereka terhadap hak hak ahlul bait, seperti khumus dan fa’i. Allaah Ta’ala juga memerintahkan untuk bershawalat atas mereka, mengikuti shalawat atas Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam.
  2. Ahlussunnah berlepas diri dari jalannya orang orang Khawarij yang keras terhadap ahlul bait, atau Rafidhah yang berlebihan dalam menyanjung mereka.
  3. Ahlussunnah mencintai istri-istri Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam dan ridha terhadap mereka. Mengetahui hak hak mereka. Dan beriman bahwa mereka adalah istri beliau di dunia dan akhirat.
  4. Ahlussunah tidak mengeluarkan sifat sifat ahlul bait dari batas-batas syariah. Mereka tidak berlebihan dalam menyifati mereka. Tidak meyakini sucinya mereka dari kesalahan, bahkan meyakini mereka adalah manusia biasa yang bisa terjatuh dalam kesalahan sebagaimana manusia lainnya.
  5. Ahlussunah meyakini ahlul bait tidak otomatis terampuni dosanya. Bahkan diantara mereka ada yang baik, ada yang jahat, ada yang shalih dan ada pula buruk amalnya.
  6. Ahlussunah meyakini bahwa pembahasan keutamaan ahlul bait tidak berarti mengutamakan mereka dalam segala hal, dan atas seluruh manusia. Bahkan terkadang ditemui pada selain mereka orang orang yang lebih utama dari mereka dari sisi lain. (Disadur dari Fadhlu Ahlil Bait wa ‘Uluwwu Makaanatihim ‘inda Ahlissunnati wal Jamaa’ati, Syaikh Abdil Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr, dorar.net/aqadia/3926).

 

Semoga kita senantiasa termasuk ke dalam golongan yang terbaik dalam menjaga hak-hak ahlu bait Rasulullaah Shallallaahu’alaihi wa Sallam yang semestinya, sebagai bentuk pemuliaan dan kepatuhan kepada beliau.

 

Allaahumma Shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, wa shahbihi ajma’iin.

 

 

Penyusun: Ika Kartika

 

  • Ahlul Bait ‘inda Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Doktor ‘Umar bin Shaalih Al Qurmusy. Cetakan I/1434 H. Markaaz At Taashil Li Diraasati wal Buhuts, KSA
  • Ahlul Baiti ‘inda Syi’ah, shiaweb.org/shia/aqaed_sunnah_shia/pa32.html
  • Fadhlu Ahlil Bait wa ‘Uluwwu Makaanatihim ‘inda Ahlissunnati wal Jamaa’ati li Abdil Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr. dorar.net/aqadia/3926
  • Man Hum Aalul Baiti. Shaalih bin Ahmad Asy Syaami. http://www.alukah.net/spotlight/0/112703/#ixzz5K5brwWO6
  • Haqiiqatu Syiah wa Hal Yumkinu Taqaarubuhum ma’a Ahli Sunnah?. Muhammad Bayyummi. Cetakan I/1428 H. Daar Al Ghadd Al Jadiid, Mesir.
  • Syarah Al Aqidah Al Waasithiyyah. Khaalid bin ‘Abdillaah bin Muhammad Al-Mushlih. net

Syarah Riyaadush Shaalihiin. Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin. 1426 H. Daarul Wathon lin Nasyr, Riyadh, KSA

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/10462-ahlul-bait-rasulullah-shallaallaahu-alaihi-wa-sallam-bag-2.html

Ahlul Bait Rasulullah Shallaallaahu ‘alaihi wa sallam, bag. 1

Bismillaah. Walhamdulillaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa Rasulillaah.

Istilah ‘ahlul bait’ tentu tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Istilah ini telah banyak dikenal, dan digunakan dalam literatur Islam. Namun sayangnya, berbagai penyimpangan yang terjadi setelah wafatnya Rasulullaah Shallaallaahu ‘alaihi wa sallam menjadikan istilah ahlul bait ini mendapat tanggapan berbeda dari kelompok-kelompok Islam. Untuk itu, perlu kiranya kita mengetahui, siapa mereka, dan bagaimana seharusnya kita bermuamalah dengan para penyandang titel ahlul bait tersebut.

 

Siapakah Ahlul Bait?

Secara bahasa, kata Aalu dan ahlu memiliki beberapa makna, diantaranya maknanya adalah istri dan keluarga. Sedangkan bayt bermakna tempat tinggal atau tempat berlindung. Jika lafaz ahlul bait atau aalul bait disebutkan secara bersendirian, bermakna ahlul bait Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam. Ar-Raaghib berkata, “Ahlul bait dikenal sebagai Aali Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam,” (Ahlul Bait Inda Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, hal. 45-47).

 

Secara syar’i, terdapat beberapa pendapat mengenai siapa saja yang termasuk ahlul bait Rasulullaah yang dihimpun para ulama, berdasarkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah.

 

Pertama, Istri-istri Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam.

Allah Ta’ala berfirman dalam kitabNya yang agung,

 

﴿ يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا * وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا ﴾]

Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah sama dengan wanita-wanita lain, jika kalian bertaqwa.  Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang-orang yang memiliki penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tetaplah dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj sebagaimana tabarrujnya wanita jahiliyah awal, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan RasulNya. Sesungguhnya Allah hanya menginginkan untuk menghilangkan kotoran dari kalian dan mensucikan kalian wahai ahlul bait sebersih-bersihnya” (QS. Al Ahzab: 32-33).

 

Syaikh Al-‘Utsamin rahimahullaahu menjelaskan,

 

وهذا نص صريح واضح جداً بأن زوجات الرسول صلى الله عليه وسلم من آل بيته، خلافاً للرافضة الذين قالوا: إن زوجات الرسول صلى الله عليه وسلم ليسوا من أهل بيته، فزوجاته من أهل بيته بلا شك. ولأهل بيت الرسول صلى الله عليه وسلم المؤمنين حقان: حق الإيمان، وحق القرابة من الرسول صلى الله عليه وسلم

 

“Ayat ini merupakan nash yang sangat jelas yang menerangkan bahwa istri-istri Rasulullaah Shallallaahu’alaihi wa Sallam termasuk ahlul bait beliau, berbeda dengan Rafidhah yang menyatakan, istri-istri Rasulullaah Shallallaahu’alaihi wa Sallam bukanlah ahlul bait beliau. Maka istri-istri beliau adalah ahlul baitnya, tanpa diragukan lagi. Ahlul bait Rasulullaah Shallallaahu’alaihi wa Sallam yang beriman memiliki hak persaudaraan atas iman, dan dan kekerabatan dari jalan Rasulullaah Shallallaahu’alaihi wa Sallam” (Syarah Riyaadush Shaalihiin, 3/223).

 

Kedua, Fathimah, ‘Ali, Hasan dan Husain.

Dari Sa’d bin Abi Waqqash, beliau berkata,

 

ولما نزلت هذه الآية: ﴿ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ ﴾ دعا رسول الله صلى اللهعليه وسلم عليًا وفاطمة وحسنًا وحسينًا فقال: “اللهم هؤلاء أهلي”

 

Ketika turun ayat ‘Katakanlah, ‘Marilah, kita panggil anak-anak kita dan anak-anak kalian,’ Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memanggil ‘Ali, Faathimah, Hasan, dan Husain, seraya berkata, “Ya Allaah, mereka ini adalah keluargaku” (HR Muslim no. 4420).

 

Ketiga, mereka yang diharamkan menerima/memakan shadaqah, yakni Bani Hasyim dan Bani Muthallib. Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu ia berkata:

 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِالتَّمْرِ عِنْدَ صِرَامِ النَّخْلِ فَيَجِيءُ هَذَا بِتَمْرِهِ وَهَذَا مِنْ تَمْرِهِ حَتَّى يَصِيرَ عِنْدَهُ كَوْمًا مِنْ تَمْرٍ فَجَعَلَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَلْعَبَانِ بِذَلِكَ التَّمْرِ فَأَخَذَ أَحَدُهُمَا تَمْرَةً فَجَعَلَهَا فِي فِيهِ فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْرَجَهَا مِنْ فِيهِ فَقَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ آلَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْكُلُونَ الصَّدَقَةَ

Suatu hari Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam pernah diberikan (menerima) zakat kurma ketika masa panen yang ketika itu seseorang membawa zakat kurmanya dan yang lain juga membawa zakat kurmanya sehingga kurma-kurma itu menumpuk karena sangat banyaknya. Tumpukan itu menjadi tempat bermainnya Hasan dan Husain radhiyallaahu‘anhuma. Satu diantara kedua anak itu lantas mengambil sebutir kurma tersebut lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam melihatnya kemudian mengeluarkannya dari mulutnya seraya bersabda: Tidak tahukah kamu bahwa keluarga Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam tidak boleh memakan shadaqah (zakat)?” (HR Bukhari no. 1390)

 

Dari Zaid bin Arqam radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata:

 

قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قَالَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ قَالَ كُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ قَالَ نَعَمْ

 

Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata; Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabbku,, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Al Qur ‘an yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Al Qur’an dan peganglah. Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al Qur’an. Kedua, keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku. (Beliau ucapkan sebanyak tiga kali). Husain bertanya kepada Zaid bin Arqarn; Hai Zaid, sebenarnya siapakah ahlul bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau itu adalah ahlul bait (keluarga) nya? Zaid bin Arqam berkata; Istri-istri beliau adalah ahlul baitnya. tapi ahlul bait beliau yang dimaksud adalah orang yang diharamkan untuk menerima zakat sepeninggalan beliau. Husain bertanya; Siapakah mereka itu? Zaid bin Arqam menjawab; Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil. keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas. Husain bertanya; Apakah mereka semua diharamkan untuk menerima zakat? Zaid bin Arqam menjawab. Ya” (HR Muslim no. 4425).

 

Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu’anhu, ia berkata;

 

مَشَيْتُ أَنَا وَعُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا :يَا رَسُولَ اللَّهِ أَعْطَيْتَ بَنِي الْمُطَّلِبِ وَتَرَكْتَنَا وَنَحْنُ وَهُمْ مِنْكَ بِمَنْزِلَةٍ وَاحِدَةٍ ؟! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا بَنُو الْمُطَّلِبِ وَبَنُو هَاشِمٍ شَيْءٌ وَاحِدٌ ”  رواه البخاري برقم 2907

 

‘Aku dan ‘Utsman bin ‘Affan berjalan menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu kami katakan; Wahai Rasulullah, engkau memberikan Bani Al Muthallib tapi kami tidak, padahal kami di hadapan engkau kedudukannya sama. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Bani Al Muthallib dan Banu Hasyim adalah satu (sama kedudukannya)” (HR. Bukhari no. 2907).

 

Syaikh Shaalih bin Ahmad Asy Syaami hafizhahullaahu menerangkan setelah membahas dalil-dalil mengenai siapa ahlul bait Rasulullaah Shallallaahu’alaihi wa Sallam,

 

نخلص من هذا إلى أن مصطلح (آل البيت) يدخل فيه أزواج النبي صلى الله عليه وسلم وعلي وفاطمة وحسن وحسين رضي الله عنهم. وأن مصطلح (آل محمد) يدخل فيه من لا تحل لهم الصدقة وهم بنو هاشم وبنو المطلب وهم ذوو القربى الوارد ذكرهم في قوله تعالى: ﴿ وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى ﴾[9] قال ابن كثير في تفسيره: وقول جمهور العلماء: إنهم بنو هاشم وبنو المطلب. ومما هو معلوم أن الذين حرموا الصدقة عوضوا عنها الخمس، وهم بنو هاشم وبنو المطلب.

 

“Kesimpulannya, istilah aalul bait, tercakup di dalamnya istri-istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, ‘Ali, Faathimah, Hasan, dan Husain radhiyallahu’anhum. Dan istilah aalu Muhammad juga mencakup orang-orang yang diharamkan menerima zakat, dan mereka adalah Bani Hasyim, dan Bani Al Muthallib, merekalah yang memiliki kekerabatan yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala, “Ketahuilah, sesungguhnya ghanimah apa saja yang kamu peroleh, seperlimanya diperuntukkan bagi Rasul dan yang memiliki tali kekerabatan

 

Ibnu Katsir rahimahullaahu menafsirkannya, “Perkataan jumhur ulama, mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Al Muthallib. Dan telah dipahami bahwa orang yang diharamkan menerima zakat, digantikan (zakat tersebut) dengan al-khumus, dan mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Al Muthallib” (Disadur dari Alukah.net, http://www.alukah.net/spotlight/0/112703/ ).

 

 

Bersambung.. Insyaallaah..

 

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/10460-ahlul-bait-rasulullah-shallaallaahu-alaihi-wa-sallam-bag-1.html