Peristiwa Penghimpitan di Alam Kubur

Ahlusunah mengimani bahwa di alam kubur akan terjadi peristiwa ضغطة /dhoghthoh/ (penghimpitan). Ini didasari oleh beberapa hadis yang sahih, diantaranya:

Pertama, hadis dari Aisyah Radhiallahu’anha, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِيًا مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ

“Sesungguhnya di alam kubur akan terjadi penghimpitan. Andaikan ada orang yang selamat darinya, maka sungguh Sa’ad bin Mu’adz akan selamat darinya” (HR. Ahmad [6/55], disahihkan Al Albani dalam as-Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no.1695).

Kedua, hadis dari Abdullah bin Umar Radhiallahu’anhu, bahwa bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda ketika Sa’ad bin Mu’adz Radhiallahu’anhu meninggal,

هَذَا الَّذِي تَحَرَّكَ لَهُ الْعَرْشُ وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَشَهِدَهُ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنْ الْمَلَائِكَةِ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ فُرِّجَ عَنْهُ

“Lelaki ini membuat Arsy berguncang, dan akan dibukakan baginya pintu-pintu langit, dan ia akan dipersaksikan oleh 70 Malaikat sebagai orang yang baik. Namun ia mengalami penghimpitan di alam kubur kemudian terlepas darinya” (HR. An Nasa’i no.2055, disahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).

Ketiga, hadis dari Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda ketika ada seorang anak kecil yang meninggal,

لَوْ أَفْلَتَ أَحَدٌ مِنْ ضَمَّةِ القَبْرِ لَأَفْلَتَ هَذَا الصَبِيُّ

“Andaikan ada orang yang selamat dari penghimpitan di alam kubur, sungguh anak ini akan selamat” (HR. Ath Thabarani dalam Mu’jam Al Kabir [4/121], disahihkan Al Albani dalam as-Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 2164).

Siapa saja yang mengalami penghimpitan?

Ulama sepakat bahwa orang kafir dan munafik pasti akan mengalami penghimpitan. Sebagaimana dalam hadis dari Al Barra’ bin ‘Azib Radhiallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda tentang orang kafir dan munafik,

وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ

“… kemudian kuburnya pun menghimpitnya hingga remuk tulang-tulangnya” (HR. Abu Daud no. 4753, Ahmad no.17803, disahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Kemudian, jumhur ulama mengatakan bahwa para Nabi dan Rasul ‘Alaihimussalam tidak mengalami penghimpitan di alam kubur. As Suyuthi Rahimahullah mengatakan,

والمعروف أن الأنبياء لا يضغطون

“Pendapat yang makruf, para Nabi tidak mengalami penghimpitan” (Syarhus Shudur bi Syarhi Haalil Mauta wal Qubur, karya As Suyuthi, halaman 114).

Al Munawi Rahimahullah mengatakan,

وأقول: استثناؤه الأنبياء ظاهر، وأما الأولياء فلا يكاد يصح؛ ألا ترى إلى جلالة مقام سعد بن معاذ وقد ضم

“Saya katakan, pendapat yang mengecualikan para Nabi dari terkena penghimpitan adalah pendapat yang kuat. Adapun mengecualikan para wali, maka ini pendapat yang tidak tepat. Tidakkah anda lihat bagaimana Sa’ad bin Mu’adz saja yang kedudukannya tinggi tetap mengalami penghimpitan?!” (Faidhul Qadir, 5/313).

Adapun orang-orang beriman selain para Nabi dan Rasul, maka ada khilaf yang kuat di tengah ulama apakah mereka mengalami penghimpitan ataukah tidak? Sebagian ulama mengatakan bahwa para auliya’ (orang-orang saleh) tidak mengalami penghimpitan di alam kubur. Namun pendapat yang kuat (sebagaimana disebutkan Al Munawi) adalah bahwa orang-orang beriman selain para Nabi dan Rasul, mereka semua mengalami penghimpitan tanpa terkecuali. Sebagaimana zahir dari hadis Aisyah Radhiallahu’anha. Oleh karena itu, Ibnu Abi Mulaikah Rahimahullah, seorang tabiin, beliau berkata,

ما أجير من ضغطة القبر ولا سعد بن معاذ الذي منديل من مناديله خير من الدنيا وما فيها!

“Tidak ada yang selamat dari penghimpitan, bahkan Sa’ad bin Mu’adz saja tidak selamat. Padahal satu sapu tangan beliau itu lebih baik daripada dunia dan seisinya!” (Diriwayatkan dalam kitab Az Zuhd karya Hannad bin as-Sarri [1/125]).

Bahkan anak kecil yang belum terkena beban syariat saja terkena penghimpitan sebagaimana dalam hadis Abu Ayyub Radhiallahu’anhu.

Bagaimana bentuk penghimpitan yang dialami orang-orang beriman?

Walaupun orang-orang beriman mengalami penghimpitan di alam kubur, namun bentuknya berbeda dengan yang dialami orang-orang kafir dan munafik. Ada dua pendapat ulama dalam masalah ini.

Pertama, penghimpitan yang mereka rasakan adalah penghimpitan maknawi, yang berupa rasa takut dan gelisah. Bukan penghimpitan kubur secara hakiki. Abu Bakar At Taimi Rahimahullah mengatakan,

كان يقالُ: إن ضمَّةَ القبرِ إنَّما أصلُها أن الأرض أُمُّهم، ومنها خلقُوا، فغابُوا عنها الغيبةَ الطويلةَ، فلما رَدُّوا إليها أولادَها، ضمَّتهم ضمَّ الوالدةِ التي غابَ عنها ولدُها

“Para ulama mengatakan, bentuk penghimpitan di alam kubur itu pada asalnya karena bumi bagaikan ibu bagi manusia. Di sana mereka diciptakan, kemudian tiba-tiba ia tidak lagi berada di bumi untuk waktu yang lama. Ketika anak-anak bumi ini dikembalikan kepadanya, maka ia merasakan kesempitan sebagaimana sempitnya seorang ibu yang kehilangan anaknya” (Tafsir Ibnu Rajab, 2/373).

Kedua, penghimpitan yang mereka rasakan adalah penghimpitan hakiki, namun hanya sebentar. Al Munawi Rahimahullah mengatakan,

المؤمن الكامل ينضم عليه ثم ينفرج عنه سريعًا، والمؤمن العاصي يطول ضمه ثم يتراخى عنه بعد، وأن الكافر يدوم ضمه، أو يكاد أن يدوم

“Seorang mukmin yang sempurna imannya, akan mengalami penghimpitan, kemudian dengan cepat segera dilepaskan. Sedangkan seorang mukmin yang ahli maksiat akan diperlama penghimpitannya. Sedangkan penghimpitan orang kafir akan selamanya dihimpit atau hampir selamanya” (Faidhul Qadir, 2/168).

Kapan terjadi penghimpitan di dalam kubur?

Penghimpitan di alam kubur terjadi sebelum pertanyaan dua malaikat. Ar Ramli Rahimahullah mengatakan,

وضمة القبر للميت قبل سؤال الملكين

“Penghimpitan di alam kubur terjadi sebelum pertanyaan dua Malaikat” (Fatawa Ar Ramli, 6/33).

Al Muzanni Rahimahullah dalam Syarhus Sunnah beliau berkata,

ثمَّ هم بعد الضغطة فِي الْقُبُور مساءلون

“Kemudian mereka setelah mengalami penghimpitan, mereka akan ditanya (oleh malaikat)” (Syarhus Sunnah lil Muzanni, poin ke 10).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah juga menjelaskan,

الأحاديث الصحيحة تدل على أن الرجل إذا سأله الملكان وأجاب بالصواب فسح له في قبره، فإن صح الحديث فالمعنى أنه أول ما دخل ضمه القبر ثم فسح له

“Hadis-hadis sahih menunjukkan bahwa seseorang ketika ia berhasil menjawab pertanyaan dua malaikat di dalam kubur dengan benar, maka akan dilapangkan kuburnya. Jika hadis tentang penghimpitan itu sahih, maka maknanya, pertama kali ia masuk ke dalam kubur, ia akan dihimpit oleh kubur, kemudian akan dilapangkan (setelah menjawab pertanyaan)” (Liqa Babil Maftuh, 17/36).

Wallahu a’lam. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita al qauluts tsabit di kehidupan dunia, di alam kubur, dan melindungi kita dari azab kubur.

(Diringkas dari penjelasan Syaikh Abdullah bin Abduh Nu’man Al Awadhi dan Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahumallah).

Penyusun: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/69086-peristiwa-penghimpitan-di-alam-kubur.html

3 Pintu Berbeda Umat Islam Menuju Alam Kubur

Syekh Said Nursi mengungkap jalan berbeda umat Islam menuju alam kubur

Ulama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi mengungkapkan adanya tiga jalan bagi umat saat masuk kubur. Dia adalah ulama yang mengarang kitab monumental berjudul Risalah Nur.  

Nursi mengatakan, sejumlah pemuda meminta kepada penulis Risalah Nur itu untuk membantu dan menolong mereka seraya bertanya, “Bagaimana kami bisa selamat di akhirat, di mana saat ini kami tengah dikepung berbagai rayuan palsu, godaan hawa nafsu, dan hiburan yang menipu?” 

Atas nama sosok maknawi Risalah Nur, Nursi pun memberikan jawaban sebagai berikut, sebagaimana dikutip dari bukunya yang berjudul “Tuntunan Generasi Muda” terbitan Risalah Nur: 

Kubur terhampar di hadapan semua orang. Tak seorang pun yang dapat mengingkarinya. Kita semua pasti akan memasukinya. Masuk ke dalam kubur hanya ada tiga jalan: 

Pertama, jalan yang menunjukkan bahwa kubur adalah pintu yang terbuka bagi kaum mukmin menuju alam yang lebih indah dibandingkan dunia ini. 

Kedua, jalan yang memperlihatkan bahwa kubur adalah pintu menuju penjara abadi bagi mereka yang terus berada dalam kesesatan, meskipun beriman kepada akhirat dan mereka dijauhkan dari seluruh orang yang dicintai di penjara pribadi tersebut. 

Mereka akan diperlakukan sesuai dengan keyakinan dan pandangan mereka tentang kehidupan lantaran tidak mau mengamalkan apa yang mereka yakini. 

Ketiga, jalan yang dilalui orang yang tidak beriman kepada akhirat dari golongan kaum sesat. Baginya, kubur adalah pintu menuju ketiadaan dan kematian abadi. 

Dalam pandangannya,  kubur merupakan tiang  gantungan yang  membinasakannya serta seluruh orang yang dicintainya. Inilah balasan atas sikap ingkarnya terhadap akhirat.     

KHAZANAH REPUBLIKA

Tahukah Kamu Terkadang Azab Kubur itu Diringankan?

YA, kadang-kadang diringankan, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah lewat dua kubur lalu berkata:

“Keduanya benar-benar sedang diadzab, keduanya diadzab karena hal yang besar, benar, dia itu hal yang besar, salah satunya diadzab karena tidak bersuci dari kencing, atau beliau berkata: “Tidak bertabir waktu kencing, dan yang lain diadzab karena suka mengadu domba/membuat fitnah.” Kemudian beliau mengambil pelepah yang masih basah, lalu dibagi dua kemudian menancapkan pada tiap kubur satu buah dan berkata: “Semoga adzab keduanya diringankan selama pelepah itu belum kering.”

Ini merupakan dalil bahwa terkadang adzab kubur itu bisa diringankan, namun apa hubungan antara dua pelepah kurma yang basah itu dengan diringankannya dua orang yang sedang diadzab ini?

[1]. Ada yang berpendapat bahwa kedua pelepah ini senantiasa bertasbih selama belum kering, sedangkan tasbih bisa meringankan adzab bagi si mayit. Kesimpulan dari illat ini -yang kadang meleset jauh- bahwasanya disunnahkan kepada manusia untuk pergi ke kuburan dan bertasbih di sisinya agar adzabnya diringankan.

[2]. Sebagian ulama berkata: Penentuan seperti di atas adalah lemah karena dua pelepah itu tetap bertasbih baik dalam keadaan basah maupun kering, Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Artinya: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” [Al-Isra: 44]

Pernah terdengar tasbihnya kerikil oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, padahal kerikil itu kering, jadi apa illatnya?

Illatnya adalah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, mengharap kepada Allah Azza wa Jalla agar adzab kedua orang itu diringankan selama dua pelepah itu masih basah, artinya bahwa tempo waktunya tidak panjang, dan hal itu dalam rangka untuk memberi peringatan akan perbuatan kedua orang tadi karena perbuatan mereka berdua itu persoalan besar, sebagaimana diterangkan dalam sebuah riwayat: “benar, bahwa itu adalah urusan besar.” Orang yang pertama tidak bersuci dari kencing, dan bila tidak bersuci dari kencing berarti dia shalat tanpa bersuci.

Sedangkan yang kedua banyak memfitnah/mengadu domba, yang merusak hubungan antara hamba-hamba Allah aku berlindung kepada Allah- serta melemparkan diantara mereka api permusuhan dan kebencian, dan ini adalah persoalan besar. Inilah pendapat yang paling dekat dengan kebenaran, bahwa hal hal itu merupakan syafaat sementara sebagai peringatan untuk umat bukan merupakan kebakhilan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk memberi syafaat selamanya.

Beralih dari pembicaraan, kami katakan: bahwa sebagian ulama semoga Allah memaafkan mereka- mengatakan: “Disunnahkan agar manusia meletakkan pelepah basah, atau pohon atau semacamnya di atas kuburan agar adzabnya diringankan, akan tetapi kesimpulan ini jauh sekali dan tidak boleh kita melakukan hal itu karena beberapa alasan:

– Kita tidak tahu bahwa orang tersebut sedang diadzab, berbeda halnya dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
– Jika kita melakukan hal itu maka kita telah berbuat buruk sangka terhadap mayit itu karena telah punya dugaan jelek (suudzon) kepadanya bahwa dia sedang diadzab, siapa tahu dia sedang diberi nikmat. Siapa tahu mayit ini termasuk orang yang mendapat ampunan dari Allah sebelum matinya karena adanya satu dari sekian banyak sebab ampunan, lalu dia mati dan Rabb para hamba telah memaafkannya, dan saat itu dia tidak berhak mendapatkan adzab.
– Kesimpulan ini menyelisihi pemahaman Salafush Shalih yang mereka itu merupakan manusia yang paling mengerti tentang syariat Allah. Tidak ada seorangpun dari sahabat radhiyalahu anhum yang mengerjalan hal itu, lalu apa urusannya kita melakukan hal itu?
– Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Taala telah membuka bagi kita (amal) yang lebih baik daripada hal itu. Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila telah usai penguburan mayit beliau berdiri dan berkata: “Mintakanlah ampunan untuk saudaramu dan mintalah untuknya keteguhan karena dia sekarang akan ditanya.”

[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Terbitan Pustaka Arafah/ almanhaj.or.id]

INILAH MOZAIK

Ketika Amal tak Cukup Untuk Menerangi Alam Kubur

KEMATIAN adalah sesuatu yang pasti terjadi dalam hidup kita, karena itu sudah menjadi salah satu fase kehidupan.

Ketika jasad telah masuk ke dalam kubur, dan jasad kita telah tertutup rapih di dalam tanah, maka saat itulah kita mulai memasuki alam Barzah atau alam kubur. Di mana ketenangan atau pun kegelisahan kita di dalamnya itu tergantung amal kita saat ini.

Ketika amal tak cukup untuk menerangi alam kubur, di sanalah siksa kubur mulai terasa. Lalu, apa saja penyebab dari siksa kubur itu? Siksa kubur memiliki beberapa faktor penyebab, di antaranya sebagaimana yang disebutkan dalam hadis berikut:

Dari Ibnu Abbas, beliau berkata bahwa Nabi pernah melewati dua kuburan, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya penghuni kubur sedang disiksa, keduanya tidak disiksa dalam masalah yang berat, salah satunya karena tidak menjaga dari air kencing, adapun yang kedua dia suka mengadu domba.”

Lalu Rasulullah SAW mengambil pelepah kurma yang masih basah dan membelahnya menjadi dua dan menancapkan pada masing-masing kubur satu buah. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, kenapa engkau lakukan ini?” Beliau menjawab, “Agar diringankan siksa keduanya selama belum kering.”

Dalam hadis tersebut menjelaskan kepada umatNya tentang sebagian faktor penyebab azab kubur yaitu meremehkan najisnya air kencing dan namimah.

Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata, “Sebagian ulama menyebutkan rahasia di balik pengkhususan air kencing dan namimah sebagai faktor siksa kubur, yaitu karena alam kubur adalah rumah utama menuju kampung akhirat.”

Kemaksiatan yang akan diberi balasan besok pada hari kiamat ada dua macam: Hak Allah SWT dan hak hamba. Hak Allah SWT pertama kali yang diadili adalah shalat, sedang hak hamba adalah darah.

Ada pun Barzah adalah tempat untuk mengadili perantara dua hak tersebut. Perantara shalat adalah suci dari hadas dan najis, sedangkan perantara pertumpahan darah adalah namimah dan mencela kehormatan. Jadi, di alam Barzah dimulai untuk membalas kedua perantara tersebut. [ ]

Sumber: 1001 Siksa Alam Kubur, Karya: Ust. Asan Sani ar Rafif, Penerbit: Kunci Iman

 

INILAH MOZAIK

Amalan Saleh jadi Pembela Orang-Orang Mukmin di Alam Kuburnya

Alam kuburnya diluaskan seluas tujuh puluh hasta. Dia mendapat cahaya di sana, lalu tubuhnya dikembalikan kepada asal mulanya.

 

Melalui Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya bila seseorang telah diletakkan di dalam kuburnya, ia mendengarkan suara sandal saudara-saudaranya saat mereka meninggalkannya. Jika ia seseorang mukmin maka shalat akan berada di atas kepalanya, puasa berada di samping kanannya, zakat di samping kirinya, perbuatan baik berupa sedekah, shalat sunnah, perbuatan makruf dan berbuat baik kepada manusia berada di ujung kakinya.

Lalu ia didatangi dari sisi atas, maka shalatnya berkata, “Tidak ada jalan dari arahku.” Lalu ia didatangi dari sisi kanan maka puasanya berkata, “Tidak ada jalan dari arahku.” Lalu ia didatangi dari sisi kiri, maka zakatnya berkata, ”Tidak ada jalan dari arahku.” Lalu ia didatangi dari sisi bawah maka perbuatan baiknya yang berupa sedekah, shalat sunnah, perbuatan makruf dan berbuat baik kepada manusia berkata, ”Tidak ada jalan dari arahku.”

Kemudian dikatakan kepadanya, “Duduklah! Ia pun duduk dan matahari telah dinampakkan kepadanya seakan-akan hampir terbenam, lalu ditanya, ’Tahukah kamu siapakah orang yang bersama kamu itu?Apa pendapatmu mengenai dirinya? Apa kesaksianmu atas dirinya? Orang itu menjawab, “Biarkanlah aku mendirikan shalat.” Mereka menjawab, ”Sesungguhnya kamu akan mendirikannya, akan tetapi jawablah pertanyaan kami, tahukah kamu siapakah orang yang bersama kamu itu? Apa pendapatmu mengenai orang itu? Dan apa kesaksianmu atas orang itu?’

Ia menjawab, “Ia adalah Muhammad, Aku bersaksi bahwa ia adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, ia telah datang dengan kebenaran dari Allah.” Kemudian dikatakan kepada orang itu, “Atas hal itu kamu hidup, atas hal itu kamu mati dan dengan itu Insya Allah kamu akan dibangkitkan.” Seraya dibukakan satu pintu dari pintu-pintu surga, ia diberitahu, “Inilah tempatmu di dalam surga, dan segala hal yang telah Allah sediakan untukmu.”

Ia pun senang dan gembira. Lalu dibukakan untuknya satu pintu dari pintu-pintu neraka dan ia diberitahu, “Inilah tempatmu dan segala hal yang telah Allah sediakan untukmu jika engkau bermaksiat kepada Allah.” Ia pun bertambah senang dan gembira.

Kemudian kuburnya diluaskan seluas tujuh puluh hasta. Ia mendapat cahaya di sana, lalu tubuhnya dikembalikan kepada asal mulanya, bentuknya dijadikan bentuk yang indah, yaitu burung yang memakan tanaman surga, dan itulah yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’alafirmankan,

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)

Sedangkan untuk orang kafir, jika ia didatangi dari sisi atas, di sana tidak ada apa-apa. Ketika didatangi dari sisi kanan, di sana tidak ada apa-apa. Ketika didatangi dari sisi kiri, di sana tidak ada apa-apa. Dan ketika didatangi dari sisi kaki, di sana tidak ada apa-apa.

Kemudian ia diperintahkan, “Duduklah! Ia pun duduk dengan gemetar ketakutan, kemudian ia ditanya, ”Apakah kamu tahu orang yang ada sebelum kalian itu (Nabi Muhammad SAW)? Ia balik bertanya, ”Orang yang mana? Bahkan ia tidak tahu namanya. Kemudian ia diberitahu, ”(Namanya) Muhammad.” Orang itu menjawab, ”Aku tidak tahu, aku hanya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, aku pun mengatakan hal serupa.”

Dikatakan kepada orang itu, “Atas hal itu kamu hidup, atas hal itu kamu mati dan dengan itu insya Allah kamu akan dibangkitkan.” Seraya dibukakan satu pintu dari pintu-pintu neraka, ia diberitahu, ”Inilah tempatmu di dalam neraka, dan segala hal yang telah Allah sediakan untukmu.” Ia pun sedih dan menyesal.

Lalu dibukakan untuknya satu pintu dari pintu-pintu surga dan ia diberitahu, “Inilah tempatmu dan segala hal yang telah Allah sediakan untukmu jika engkau taat kepada Allah.” Ia pun bertambah sedih dan menyesal. Kemudian kuburnya disempitkan hingga tulang-tulang rusuknya saling bersilang. Itulah kehidupan yang sempit yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya,

Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghidupkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Taha: 124)

Dalam riwayat lain terhadap orang saleh disebutkan, “Orang itu akan didatangi di dalam kuburnya, ketika ia didatangi dari sisi kepala, bacaan Al-Qur’annya membelanya. Ketika didatangi dari arah tangan, sedekah membelanya dan ketika didatangi dari sisi kaki, perjalanannya ke masjid membelanya.”

 

Sudirman STAIL (Sumber buku: Ada Apa Setelah Mati, penulis: Husain bin Audah Al-Awayisyah.

HIDAYATULLAH

 

 

Amalan Saleh Membela Orang-Orang Mukmin di Dalam Kuburnya

DARI Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya bila seseorang telah diletakkan di dalam kuburnya, ia mendengarkan suara sandal saudara-saudaranya saat mereka meninggalkannya. Jika ia seseorang mukmin maka shalat akan berada di atas kepalanya, puasa berada di samping kanannya, zakat di samping kirinya, perbuatan baik berupa sedekah, shalat sunnah, perbuatan makruf dan berbuat baik kepada manusia berada di ujung kakinya.

Lalu ia didatangi dari sisi atas, maka shalatnya berkata, “Tidak ada jalan dari arahku.” Lalu ia didatangi dari sisi kanan maka puasanya berkata, “Tidak ada jalan dari arahku.” Lalu ia didatangi dari sisi kiri, maka zakatnya berkata, ”Tidak ada jalan dari arahku.” Lalu ia didatangi dari sisi bawah maka perbuatan baiknya yang berupa sedekah, shalat sunnah, perbuatan makruf dan berbuat baik kepada manusia berkata, ”Tidak ada jalan dari arahku.”

Kemudian dikatakan kepadanya, “Duduklah! Ia pun duduk dan matahari telah dinampakkan kepadanya seakan-akan hampir terbenam, lalu ditanya, ’Tahukah kamu siapakah orang yang bersama kamu itu?Apa pendapatmu mengenai dirinya? Apa kesaksianmu atas dirinya? Orang itu menjawab, “Biarkanlah aku mendirikan shalat.” Mereka menjawab, ”Sesungguhnya kamu akan mendirikannya, akan tetapi jawablah pertanyaan kami, tahukah kamu siapakah orang yang bersama kamu itu? Apa pendapatmu mengenai orang itu? Dan apa kesaksianmu atas orang itu?’

Ia menjawab, “Ia adalah Muhammad, Aku bersaksi bahwa ia adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, ia telah datang dengan kebenaran dari Allah.” Kemudian dikatakan kepada orang itu, “Atas hal itu kamu hidup, atas hal itu kamu mati dan dengan itu Insya Allah kamu akan dibangkitkan.” Seraya dibukakan satu pintu dari pintu-pintu surga, ia diberitahu, “Inilah tempatmu di dalam surga, dan segala hal yang telah Allah sediakan untukmu.”

Ia pun senang dan gembira. Lalu dibukakan untuknya satu pintu dari pintu-pintu neraka dan ia diberitahu, “Inilah tempatmu dan segala hal yang telah Allah sediakan untukmu jika engkau bermaksiat kepada Allah.” Ia pun bertambah senang dan gembira.

Kemudian kuburnya diluaskan seluas tujuh puluh hasta. Ia mendapat cahaya di sana, lalu tubuhnya dikembalikan kepada asal mulanya, bentuknya dijadikan bentuk yang indah, yaitu burung yang memakan tanaman surga, dan itulah yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan,

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)

Sedangkan orang kafir jika ia didatangi dari sisi atas, di sana tidak ada apa-apa. Ketika didatangi dari sisi kanan, di sana tidak ada apa-apa. Ketika didatangi dari sisi kiri, di sana tidak ada apa-apa. Dan ketika didatangi dari sisi kaki, di sana tidak ada apa-apa.

Kemudian ia diperintahkan, “Duduklah! Ia pun duduk dengan gemetar ketakutan, kemudian ia ditanya, ”Apakah kamu tahu orang yang ada sebelum kalian itu (Nabi Muhammad SAW)? Ia balik bertanya, ”Orang yang mana? Bahkan ia tidak tahu namanya. Kemudian ia diberitahu, ”(Namanya) Muhammad.” Orang itu menjawab, ”Aku tidak tahu, aku hanya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, aku pun mengatakan hal serupa.”

Dikatakan kepada orang itu, “Atas hal itu kamu hidup, atas hal itu kamu mati dan dengan itu insya Allah kamu akan dibangkitkan.” Seraya dibukakan satu pintu dari pintu-pintu neraka, ia diberitahu, ”Inilah tempatmu di dalam neraka, dan segala hal yang telah Allah sediakan untukmu.” Ia pun sedih dan menyesal.

Lalu dibukakan untuknya satu pintu dari pintu-pintu surga dan ia diberitahu, “Inilah tempatmu dan segala hal yang telah Allah sediakan untukmu jika engkau taat kepada Allah.” Ia pun bertambah sedih dan menyesal. Kemudian kuburnya disempitkan hingga tulang-tulang rusuknya saling bersilang. Itulah kehidupan yang sempit yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya,

Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghidupkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Taha: 124)

Dalam riwayat lain terhadap orang saleh disebutkan, “Orang itu akan didatangi di dalam kuburnya, ketika ia didatangi dari sisi kepala, bacaan Al-Qur’annya membelanya. Ketika didatangi dari arah tangan, sedekah membelanya dan ketika didatangi dari sisi kaki, perjalanannya ke masjid membelanya.”*/Sudirman STAIL (Sumber buku: Ada Apa Setelah Mati, penulis: Husain bin Audah Al-Awayisyah)

 

HIDAYATULLAH

Mengerikan, Ini Suasana Hari Pertama di Alam Kubur

SETIAP yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Itu berarti seseorang yang semasa hidupnya berada di atas tanah, dan melakukan segala sesuatu untuk hidupnya, kini harus kembali ke dalam perut bumi.

Tanah yang dulu kita inJak-injak, saat itu menjadi tempat istirahat untuk kita hingga menjelang hari kiamat. Memasuki ruangan yang asing pada hari pertama tentu rasa resah dan gelisah akan senantiasa menghantui diri kita. Apalagi, kita tahu bahwa di dalam tanah itu penuh dengan hewan-hewan yang tidak bersahabat baik dengan manusia, juga suasana yang gelap dan pengap semakin menambah ketidaknyamanan. Lalu, seperti apa gambaran hari pertama di alam kubur itu?

Di dalam kitab Daqaiq al-akbar diceritakan mengenai keadaan mayit di alam kubur pada hari pertama ini.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Salam, sebelum mayit bertemu dengan Munkar dan Nakir, mayit didatangi oleh malaikat bernama Rauman yang wajahnya bersinar bagaikan matahari. Rauman mendatangi mayit dan duduk lalu berkata, “Tulislah apa yang telah engkau lakukan, baik dan jelek.”

Mayit berkata, “Dengan apa aku menulis, mana penda dan tintaku?” Rauman lalu berkata, “Ludahmu adalah tintamu dan jari-jarimu adalah penamu.” Mayit berkata, “Pada apa aku menulis, sedangkan aku tidak mempunyai lampiran.” Malaikat kemudian memotong kain kafan dan memberikannya pada mayit, ia berkata, “Ini lampiranmu, maka tulislah.” Maka mayit menulis amalnya yang baik, ketika sampai pada amalnya yang jelek ia malu kepada malaikat tersebut.

Malaikat langsung berkata, “Wahai orang yang salah, kenapa kamu tidak malu kepada Dzat yang menciptakan kamu ketika kamu melakukannya di dunia dan sekarang kamu malu kepadaku?” Malaikat kemudian mengangkat batang kayu lalu memukulnya. Mayit berkata, “Bangkitkan aku sehingga aku menulisnya.”

Kemudian ia menulis semua amal baik dan jeleknya. Malaikat Rauman lalu menyuruhnya agar melipat dan mengecapnya, kemudian mayit itu melipatnya dan berkata, “Dengan apa aku mengecapnya, sedangkan aku tidak punya cap?” Malaikat berkata, “Caplah dengan kukumu.” Maka ia mengecapnya dengan kukunya dan menggantungkannya di lehernya sampai hari kiamat.

Sungguh beruntunglah bagi mereka yang selama hidup di dunia senantiasa mengingat Allah dalam setiap aktivitasnya. Ketika hendak berbuat maksiat maka ia bersegera beristighfar dan kemudian kembali mengingat Allah.

 

Sumber: Misteri Malam Pertama di Alam Kubur/Karya: Jubait Tablig

MOZAIK

Kehidupan Mukmin dan Kafir Saat di Alam Kubur

SEBUAH riwayat dari Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dan juga oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadraknya, menyebutkan, dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya jika mayit telah diletakkan di kuburnya, mampu mendengar suara sandal mereka (yang menguburnya).”

Jika ia seorang Mukmin, shalatnya hadir menemani di daerah kepalanya. Puasa di samping kanan dan zakatnya di samping kiri. Perbuatan lain seperti infak, silaturrahmi, amar makruf, dan akhlak baiknya ada di kakinya.

Kemudian dua malaikat datang dari sebelah kepala. Shalatnya berkata, “Tak ada yang bisa masuk dari arah sini.” Malaikat tadi pindah ke sisi kanannya, dan dicegat oleh puasanya, “Tak ada yang bisa masuk dari arah sini.” Mereka pindah ke samping kiri. Dijawab oleh zakat, “Tak ada yang bisa masuk dari arah sini.”

Lalu mereka mendatangi dari sebelah kaki. Sedekah, silaturrahmi, amar makruf, dan akhlak baiknya, mencegat, “Tak ada yang bisa masuk dari arah sini.” Akhirnya mereka berkata, “Duduklah.” Ia duduk mendekat seperti matahari yang hendak tenggelam. “Biarkan aku shalat,” pintanya.

“Kamu mau shalat? Beritahu kami tentang beberapa hal yang akan kami tanyakan. Apa yang engkau ketahui tentang lelaki yang dahulu pernah bersamamu? Apa yang kaukatakan tentang lelaki yang dahulu pernah bersamamu? Apa yang engkau katakan tentangnya, dan bagaimana persaksianmu terhadapnya?”

Ia menjawab, “Dia adalah Muhammad. Kami bersaksi bahwa dia Rasulullah. Datang membawa kebenaran dari Allah.“ Dikatakan kepadanya, “Atas keyakinan itu kamu hidup dan atas keyakinan itu pula kamu akan dibangkitkan, insya Allah.” Kemudian dikabulkanlah pintu surga. Dikatakan padanya, “Inilah tempat yang telah Allah janjikan padamu.”

Ia menjadi gembira dan bertambah riang. Kuburnya diluaskan hingga tujuh puluh hasta dan disinari cahaya terang. Jasadnya dikembalikan sebagaimana semula. Ruhnya diletakkan dalam hembusan burung yang bergantung di surga.

Inilah yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS Ibrahim: 27).

Lalu disebutkan keadaan orang kafir yang bertolak belakang. Ia berkata, “Kuburnya disempitkan sehingga hancur tulang-tulangnya. Itulah “Kehidupan sempit” yang dimaksud dalam firman Allah:

Baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 16).

Abu Dzar Al-Ghifari berkata, “Wahai manusia, aku adalah penasehat bagimu. Aku merasa kasihan kepadamu. Dirikanlah shalat di kegelapan malam untuk menghadapi dahsyatnya alam kubur. Berpuasalah di dunia untuk menghadapi hari kebangkitan dan bersedekahlah untuk menghadapi hari yang berat. Wahai manusia, aku adalah penasehat bagimu. Aku merasa kasihan kepadamu.” (Tarih Dimasyqa, 22/214).*/Sudirman STAIL (sumber buku Malam Pertama di Alam Kubur, penulis Dr. A’idh Al-Qarni, M.A)

 

HIDAYATULLAH

Sudahkan Kita Persiapkan Penerangan Alam Kubur?

SETELAH nyawa dicabut dan ditempatkan di kuburan, iman dan perbuatan baik kita menghasilkan cahaya yang secara otomatis menerangi kegelapan kuburanyang akan memberikan kenyamanan di alam kubursampai Hari Kiamat.

Di tempat-tempat di mana ada pemadaman listrik, begitu banyak iklan beredar untuk menawarkan lampu darurat, berupa generator, kompor gas dan apa pun yang menawarkan solusi instan untuk mengatasi pemadaman listrik yang dapat dipastikan akan merugikan si pengguna listrik, terutama dalam hal materi.

Di mana pun pemadaman listrik begitu dirasakan sangat mengganggu segala aktivitas. Listrik, kini sudah menjadi kebutuhan pokok manusia. Bukan hanya individu, tapi juga segala sektor kehidupan, termasuk bisnis dan industriyang tentunya menghasilkan lembaran rupiah. Manusia begitu tergantung pada listrik. Karenanya, mereka berani membayar mahal untuk suatu alat yang kiranya bisa mengatasi masalah ini.

Berbagai keluhan dilontarkan, dan dimuat di berbagai media guna menunjukkan betapa sabar dan tolerannya mereka menghadapi pemadaman listrik yang sedang berlangsung. Mesi mereka mengeluh akibat terlalu banyak ketidaknyamanan yang dialami, kehilangan jam kerja, kerugian dalam bisnis, namun semua orang, mau tidak mau akhirnya menerima, bahkan beberapa jam tanpa listrik.

Sebagai solusi, ketika terjadi pemadaman listrik, secara otomastis lampu darurat akan mengambil alih tanggungjawab untuk memberikan cahaya. Dan, generator lah yang akan mengambil alih untuk memberikan listrik.

Lampu darurat yang kita beli harus dicolokkan dulu ke pusat listrik untuk mengisi baterai, sehingga ketika kita mengalami kegagalan atau pemadaman listrik, secara otomatis mereka aktif dan memberikan cahaya. Bagi kondisi darurat ini, lampu darurat sangat bermanfaat untuk penerangan dalam waktu cukup lama.

Sementara itu, kita tidak melihat apa pun yang terjadi ketika baterai sedang diisi. Yang kita tahu bahwa sesuatu yang sangat penting sedang kita beri asupan energi listrikyang kelak akan memberikan manfaat ketika ada kegelapan. Kita memiliki jaminan bahwa saat pemadaman terjadi, ada kekuatanlampu darurat yang akan segera aktif. Namun jika tidak terpasang dengan baik, sampai kapan pun penerangan pun tidak akan kita dapatkan. Kita akan tetap dalam kegelapan ketika ada pemadaman listrik.

Begitu pun dengan pemadaman yang terjadi pada kehidupan manusia kelak di alam kuburyang sudah pasti akan dialami setiap makhluk yang bernyawa.

Ketika “lampu hidup” kita dimatikan, ketika kita mendapat jatah dari Sang Pencipta berupa kematian, sebanyak dokter ahli dihadirkan, tentu tidak akan bisa memberikan sedikit pun pengobatan yang menyembuhkan, atau penerangan untuk sekadar menemani mereka ketika di alam kuburyang begitu gelaptertutup tanah, kembali pada pangkuan Sang pemberi Kehidupan, Allah Swt.

Lantas, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri, “Apa yang sudah kita persiapkan untuk penerangan alam kubur, ketika terjadi pemadaman listrik (nyawa dicabut)? Apa yang akan terjadi ketika hidup kita dimatikan secara permanen dan kita harus memasuki kegelapan kubur?

Di sini, dalam kehidupan dunia ini, kita memiliki lampu darurat dan generator. Tapi hal yang sama tidak akan menjadi bantuan kepada yang lain dalam kubur. Tidak ada yang akan mengambil lampu darurat untuk menerangi kuburnya.

Jadi ketika kita tidak bisa mentolerir beberapa jam kegelapan, bagaimana kita akan dapat mentolerir kegelapan kubur?

Ketika kita tidak bisa menerima kerugian materi akibat pemadaman listrik (yang bisa jadi hanya sementara), bagaimana kita dapat menerima kerugian spiritual terus-menerus akibat pemadaman cahaya iman dalam hati kita, karena mengumbar dosa; yang konsekuensinya sangat merugikan dan merusak kehidupan dunia kita dan lebih dari itu, kehidupan kita setelah kematian?

Pelajaran yang kita ambil dari lampu darurat dan generator, ini sejatinya sedang dituntut untuk suatu tujuan, yakni memberikan penerangan pentingterutama saat amat sangat dibutuhkan ketika berada dalam kondisi gelap. Untuk mendapatkan alat ini, kita perlu biaya yang tidak murah, dan juga perlu kesabaran yang tidak sebentar untuk menghasilkan dan menyimpan energi listrik di dalamnya.

Demikian juga, dengan manusia kelak di alam kubur. Kita perlu ‘biaya’ untuk memberikan cahaya alam kubur. Sayangnya, cahaya ini tidak bisa kita beli dengan setumpuk uang atau ditukar dengan tingginya jabatan. Tapi, hanya bisa “ditukar” secara rohani, yakni dengan amal saleh selama kita masih diberi kesempatan berbuat amal, selama nyawa kita belum dicabut. Imbalan ini akan jelas terlihat ketika cahaya hidup kita dimatikan, sekali dan untuk semua.

Hati kita mengandung “iman” sebagai pembangkit atau baterai yang perlu dihubungkan ke “colokan” ilmu dan dikenakan (biaya), sementara ‘lampu darurat’ dibebankan dengan berbagai jenis amal saleh, seperti salat, zakat, puasa, zikir, tilawah, akhlak yang baik, dan sebagainya.

Setelah nyawa dicabut dan ditempatkan di kuburan, iman dan perbuatan baik kita menghasilkan cahaya yang secara otomatis menerangi kegelapan kuburanyang akan memberikan kenyamanan di alam kubursampai Hari Kiamat. Jika kita memiliki “iman” sebagai baterai yang benar (tidak rusak), bisa digunakan sebagai lampu darurat’ dengan perbuatan mulia. Namun jika kita menghabiskan hidup dalam kegelapan dosa, kubur akan menjadi tempat berkumpulnya aib, dan kita pun mau tidak mau pasti akan menerima konsekuensinya berupa ruangan kubur yang gelap.

Sebelum listrik mengalir ke rumah-rumah atau tempat-tempat para penghuninya, tentunya membutuhkan pembangkit listrik. Kemudian disalurkan melalui jalur transmisi ke sub-stasiun dan tiang listrik. Setelah itu, melalui ‘jalur distribusi’, listrik baru bisa memasuki rumah kita.

Begitu pun dengan “jalur listrik” seseorang guna mencapai penerangan alam kubur. Allah mengutus Rasul-nya sebagai pembimbing, dilanjutkan dengan para Sahabat, Tabiin, Tabiin-Tabiaat, dan ulama, yang kemudian melakukan pekerjaan ‘mendistribusikan’ cinta dan ilmu Allah Ta’ala ke dalam hati orang-orang supaya mereka tetap dalam koridor “listrik” yang benar, sehingga tidak konslet.

Melalui bimbingan mereka, niscaya kita akan dengan mudah mengisi diri kita sendiri secara rohani. Mereka membimbing kita untuk berbuat baik, beramal saleh, dan sesuai tuntunan Ilahi dan Rasul-Nya.

Menariknya, untuk mendapatkan bimbingan rohani, untuk mendapatkan “lampu darurat” ini, tak jarang, para ulama itu tidak membebankannya dengan unsur materi. Dengan kata lain kita bisa memperolehnya secara gratis.

Dengan upaya inidi mana kita memelihara iman dan mengisi diri kita dengan perbuatan baik, kematian menjadi “hadiah” bagi orang percaya seperti yang dijelaskan dalam hadits. Sudah selayaknya, umat Islam tidak memiliki rasa takut pada kematian. Sebab, ketika mati, kita membawa generator dari Iman dan cinta untuk menjumpai Allah Swt. dan Rasul Nya, serta “lampu darurat ” dari amal saleh.

Bukankah dengan tabungan “generator listrik” itu, berarti kita memiliki harapan dan jaminan, yang kelak (Insya Allah) akan menyala terang ketika kita memasukinya? Wallahu Alam. [Muslimvillage]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2341557/sudahkan-kita-persiapkan-penerangan-alam-kubur#sthash.Z00sqlBf.dpuf

Nasehat Abu ad-Darda’ tentang Alam Kubur dan Dua Malaikat

Imam al-Baihaqi dalam kitab Itsbat ‘Adzab al-Qabr wa Sual al-malakain meriwayatkan sebuah nasehat berharga dari seorang tokoh sahabat Rasulullah SAW, Abu Ad-Darda’ tentang bagaimana gambaran alam kubur.

Ketika sahabat Nabi tersebut tengah diserang sakit, seorang sahabatnya datang berkunjung.

Lelaki itu berkata,”Wahai Abu ad Darda’, sesungguhnya engkau nyaris meninggal dunia, maka perintahkanlah aku suatu perkara yang bermanfaat bagiku dan akan mengingatkanmu.”

Abu Ad Darda’ menjawab : “ Sungguh, engkau diantara umat yang diampuni, maka dirikanlah shalat, tunaikan zakat hartamu, berpuasa Ramadhan, dan jauhilah perkara keji, kemudian beritakanlah kabar gembira.” Merasa tidak puas, lelaki itupun bertanya ulang.

Abu Ad Darda membalas dan memintanya duduk dan merenungkan perkataannya. “Bayangkan ketika engkau berada di hari, tatkala tak ada lagi ruang kecuali liang lahat yang luasnya dua hasta sedangkan panjangnya empat hasta.

Keluarga yang konon tak bisa berpisah denganmu hari itu meninggalkanmu sendiri,  kelogamu yang dulu membuat megah rumahmu kelak akan menimbunmu dengan tanah lantas beranjak pergi darimu.”

Di saat itu, sambung Abu Ad Darda dua malaikat berwarna hitam biru berambut keriting datang, mereka ialah Munkar dan Nakir.

Ia akan menanyakan tentang identitasmu, agama, Tuhan, dan nabi.

“Jika jawabanmu tidak tahu menahu, maka demi Allah engkau telah tersesat dan merugi.

Sedangkan bila jawabanmu : Muhammad Rasulullah dengan Kitab Sucinya Alquran, maka demi Allah engkau selamat dan mendapat petunjuk.

Kesemua itu tidak akan mampu engkau ucapkan kecuali dengan peneguhan yang dikaruniakan oleh Allah.”

 

sumber: Republika ONline