Metode Beriman kepada Malaikat (Bag. 4)

Beriman kepada Malaikat Secara Rinci (Tafshil)

Iman kepada malaikat secara rinci (tafshil) adalah dengan mengikuti dan meyakini dalil-dalil secara terperinci berkaitan dengan malaikat, baik yang berasal dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Misalnya dengan:

Pertama, beriman dengan nama-nama malaikat yang Allah Ta’ala atau Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan.

Kedua, beriman dengan sifat-sifat malaikat.

Ketiga, beriman dengan tugas yang diberikan kepada malaikat.

Muhammad bin Nashr Al-Maruzi rahimahullah berkata,

“Engkau beriman dengan malaikat yang Allah sebutkan namanya di dalam kitab-Nya. Dan Engkau beriman bahwa Allah menciptakan malaikat selain mereka, tidak ada yang mengetahui nama-nama dan bilangan mereka, kecuali Zat yang menciptakan mereka.” (Ta’zhim Qadr Ash-Shalat, hal. 393)

Sehingga perkara apa saja yang dalilnya telah sampai kepada kita yang berkaitan dengan malaikat, baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, maka wajib diimani. Oleh karena itu, keimanan yang bersifat rinci (tafshil) ini dibangun di atas pengetahuan seseorang terhadap dalil Al-Qur’an maupun As-Sunnah.

Hal ini karena kewajiban yang melekat kepada seorang mukallaf itu hanyalah setelah datangnya dalil (hujjahsyar’iyyah. Allah Ta’ala berfirman,

وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لأُنذِرَكُم بِهِ وَمَن بَلَغَ

Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya).” (QS. Al-An’am: 19)

Allah Ta’ala berfirman,

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللّهُ عَزِيزاً حَكِيماً

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’ [4]: 165)

Sehingga, manusia bertingkat-tingkat dalam keimanan mereka terhadap malaikat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ilmu yang sampai kepada mereka. Siapa saja yang memiliki ilmu lebih rinci, maka keimanan dia lebih tinggi, keimanannya menjadi lebih dari yang lainnya.

Pengaruh (Dampak) dari Keimanan terhadap Malaikat

Iman terhadap malaikat itu memiliki dampak (pengaruh) pada keyakinan seorang hamba dan juga pada amal perbuatannya. Hal ini karena iman menurut aqidah ahlus sunnah itu meliputi i’tiqad (keyakinan), qaul (ucapan), dan amal perbuatan.

Pertama, dampak iman terhadap malaikat dari sisi i’tiqad

Dari sisi i’tiqad, jika seorang hamba meyakini keberadaan malaikat, bahwa mereka adalah hamba Allah yang dimuliakan, tidak bermaksiat atau mendurhakai Allah dalam perkara yang Allah perintahkan, melaksanakan perkara yang Allah perintahkan, takut kepada Allah, dan beribadah kepada-Nya. Keyakinan semacam ini akan menumbuhkan keyakinan batilnya segala bentuk peribadatan kepada selain Allah Ta’ala. Karena jika peribadatan kepada malaikat adalah batil, padahal mereka adalah makhluk yang dekat kepada Allah, maka bagaimana lagi dengan peribadatan kepada selain malaikat?

Begitu pula akan menumbuhkan rasa cinta dan loyalitas kepada mereka, serta memusuhi siapa saja yang memusuhi malaikat. Karena jika kita meyakini bahwa malaikat Jibril ‘alaihis salaam adalah malaikat yang membawa wahyu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kita pun mencintainya dan membenci siapa saja yang membencinya.

Kedua, dampak iman terhadap malaikat dari sisi amal perbuatan

Jika seorang hamba beriman kepada malaikat, maka dia akan menjadikan malaikat sebagai teladan dalam amal dan ibadah mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)

Demikian pula, jika seseorang beriman dengan buku catatan amal perbuatan manusia, maka dia akan lebih mendekatkan diri kepada Allah, baik dengan ucapan maupun perbuatan (amal) anggota badan. Karena dia meyakini bahwa ada buku catatan amal yang akan mencatat semua ucapan dan perbuatannya.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: www.muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Haqiqatul Malaikat karya Ahmad bin Muhammad bin Ash-Shadiq An-Najarhal. 42-44. Kutipan-kutipan dalam artikel di atas adalah melalui parantaraan kitab tersebut.

Sumber: https://muslim.or.id/69548-metode-beriman-kepada-malaikat-bag-4.html

Metode Beriman kepada Malaikat (Bag. 1)

Iman kepada malaikat itu bisa berupa beriman secara mujmal (global) dan tafshil (rinci). Iman secara mujmal adalah kadar minimal sehingga keimanan seseorang dianggap sah. Iman secara mujmal adalah dengan meyakini wujud (keberadaan) malaikat. Sekali lagi, ini adalah kadar minimal sahnya keimanan seseorang. Sehingga siapa saja yang mengingkari hal ini, dia telah kafir.

Iman terhadap Wujud Malaikat

Adanya malaikat ini adalah sesuatu yang diyakini oleh kaum muslimin bahkan mayoritas manusia secara umum. Hanya sedikit sekali orang-orang yang mengingkari keberadaan malaikat, yaitu orang-orang yang nyeleneh dan menyimpang seperti ahlul kalam.

Kaum terdahulu yang mendustakan para Rasul, mereka meyakini keberadaan malaikat. Oleh karena itu, mereka mengatakan sebagaimana yang diceritakan oleh Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an,

وَلَوْ شَاء اللَّهُ لَأَنزَلَ مَلَائِكَةً

Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat.” (QS. Al-Mu’minuun: 24)

Sampai-sampai kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, dan juga kaum Dir’an, mereka meyakini keberadaan malaikat.

Allah Ta’ala menceritakan kaum Nuh ‘alaihis salaam,

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَوْمِهِ مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُرِيدُ أَن يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ وَلَوْ شَاء اللَّهُ لَأَنزَلَ مَلَائِكَةً مَّا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ

Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab, ‘Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.‘” (QS. Al-Mu’minuun : 24)

Allah Ta’ala mengatakan,

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِّثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ ؛ إِذْ جَاءتْهُمُ الرُّسُلُ مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ قَالُوا لَوْ شَاء رَبُّنَا لَأَنزَلَ مَلَائِكَةً فَإِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ

Jika mereka berpaling, maka katakanlah, ‘Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud.’ Ketika para rasul datang kepada mereka dari depan dan belakang mereka (dengan menyerukan), ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah.’ Mereka menjawab, ‘Kalau Tuhan kami menghendaki, tentu Dia akan menurunkan malaikat-malaikat-Nya, maka sesungguhnya kami kafir kepada wahyu yang kamu diutus membawanya.’” (QS. Fushshilat: 13-14)

Begitu juga Fir’aun, meskipun terang-terangan menampakkan ingkar terhadap wujud sang Pencipta (Allah Ta’ala), akan tetapi dia mengatakan,

فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِّن ذَهَبٍ أَوْ جَاء مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ

Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?” (QS. Az-Zukhruf: 53)

Tidaklah Fir’aun mengatakan hal itu kecuali setelah dia mendengar tentang adanya malaikat. Terlepas dari dia mengakui atau menolak keberadaan mereka. (Lihat An-Nubuwwah, 1: 195)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Di antara perkara yang mutawatir dari para Nabi tentang sifat malaikat adalah ilmu yang bersifat yakin tentang adanya malaikat di alam nyata (bukan khayalan).“ (Dar’u Ta’aarudh Al-‘Aql Wan Naql, 6: 109)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa dia melihat Jibril. Hal ini menunjukkan bahwa Jibril adalah malaikat yang ada di alam nyata, bisa dilihat dengan mata, dan dijangkau dengan penglihatan. Tidak sebagaimana perkataan orang-orang filsafat dan orang-orang yang mengikuti mereka bahwa malaikat itu hanya imajinasi, dan tidak bisa dilihat dengan penglihatan.

Hakikat malaikat menurut mereka adalah malaikat itu hanyalah khayalan (imajinasi, sesuatu yang abstrak) yang ada dalam benak pikiran, tidak ada wujud konkretnya. Keyakinan ini bertentangan dengan keyakinan para rasul dan pengikut rasul, dan keluar dari semua agama yang ada.

Oleh karena itu, urgensi penetapan tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Jibril (dalam bentuk aslinya) itu lebih penting daripada urgensi penetapan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Allah. Karena hal itu adalah landasan keimanan, yang iman terhadap perkara lainnya tidak bisa terwujud tanpanya. Siapa saja yang mengingkarinya, maka dia kafir.” (At-Tibyaan Fi Aqsaamil Qur’an, hal. 123)

Di antara dalil yang menunjukkan keberadaan malaikat, bahwa mereka adalah makhluk yang hidup dan bisa berbicara adalah berikut ini.

Allah Ta’ala berfirman,

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ ؛ إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَاماً قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُّنكَرُونَ ؛ فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاء بِعِجْلٍ سَمِينٍ ؛ فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan, ‘Salaamun’. Ibrahim menjawab, ‘Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.’ Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata, ‘Silahkan anda makan.’” (QS. Adz-Dzariyaat: 24-27)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلَمَّا جَاءتْ رُسُلُنَا لُوطاً سِيءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعاً وَقَالَ هَـذَا يَوْمٌ عَصِيبٌ

Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata, ‘Ini adalah hari yang amat sulit.‘”

وَجَاءهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِن قَبْلُ كَانُواْ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ قَالَ يَا قَوْمِ هَـؤُلاء بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ فَاتَّقُواْ اللّهَ وَلاَ تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي أَلَيْسَ مِنكُمْ رَجُلٌ رَّشِيدٌ

Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata, ‘Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?’

قَالُواْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ

Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.’”

قَالَ لَوْ أَنَّ لِي بِكُمْ قُوَّةً أَوْ آوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ

Luth berkata, ‘Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).‘”

قَالُواْ يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَن يَصِلُواْ إِلَيْكَ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِّنَ اللَّيْلِ وَلاَ يَلْتَفِتْ مِنكُمْ أَحَدٌ إِلاَّ امْرَأَتَكَ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ

Para utusan (malaikat) berkata, “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS. Huud: 77-81)

Datangnya malaikat menemui Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, kemudian Nabi Ibrahim menghidangkan daging agar mereka memakannya, juga mengucapkan salam kepada mereka. Lalu mereka pun pergi ke Nabi Luth ‘alaihis salam, berbicara dengan Nabi Luth, dan menghancurkan kampung kaum Luth. Semua ini menunjukkan wujud (keberadaan) malaikat, dan mereka adalah makhluk yang hidup dan bisa berbicara.

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: www.muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Haqiqatul Malaikat karya Ahmad bin Muhammad bin Ash-Shadiq An-Najarhal. 33-35. Kutipan-kutipan dalam artikel di atas adalah melalui parantaraan kitab tersebut.

Sumber: https://muslim.or.id/69520-metode-beriman-kepada-malaikat-bag-1.html