Akibat padatnya aktivitas ibadah haji membuat sebagian jamaah rindu terhadap keluarganya. Ada juga sebagian jamaah yang khawatir terhadap nafkah keluarga yang ditinggal di rumah. Hal ini yang menyebabkan sebagian dari mereka memilih untuk melakukan komunikasi dengan keluarga saat melakukan ihram haji. Lantas, bolehkah berkomunikasi dengan keluarga saat ihram?
Dalam literatur kitab fikih, dijumpai banyak keterangan yang menjelaskan tentang beberapa keharaman yang tidak boleh dilakukan saat melakukan ihram. Tetapi, seseorang hanya tidak diperbolehkan untuk bermesraan saat berkomunikasi dengan pasangannya. Sehingga, apabila komunikasi hanya sebatas menanyakan kabar atau keperluan lainnya, maka perbuatan itu diperbolehkan.
Sebagaimana keterangan Syekh Abu Syuja dalam kitab Taqrib berikut,
فصل ويحرم على المحرم عشرة أشياء لبس المخيط وتغطية الرأس من الرجل والوجه من المرأة وترجيل الشعر وحلقه وتقليم الأظفار والطيب وقتل الصيد وعقد النكاح والوطء والمباشرة بشهوة
Artinya: “Sebuah pasal. Seorang jamaah haji yang sedang melakukan ihram diharamkan melakukan sepuluh perkara : mengenakan pakaian yang berjahit, menutup kepala bagi laki-laki dan menutup wajah bagi perempuan, menyisir dan mencukur rambut, memotong kuku, menggunakan wewangian, membunuh binatang buruan, melangsungkan akad nikah, berhubungan badan dan bermesraan dengan syahwat.”
Selain itu, berkomunikasi dengan keluarga juga dapat dihukumi wajib, apabila berkaitan dengan nafkah keluarga yang ditinggal selama ibadah haji. Hal ini karena apabila dia memiliki biaya untuk keperluannya mulai dari berangkat hingga pulang, tetapi tidak mampu memberi nafkah keluarganya, maka haram baginya untuk mengadakan perjalanan haji.
Sebagaimana dalam kitab Al-Iqna’, juz 1 halaman 253 berikut,
الثامن من شروط الوجوب وهو من شروط الاستطاعة أن يثبت على الراحلة أو في محمل ونحوه بلا مشقة شديدة فمن لم يثبت عليها أصلا أو ثبت في محمل عليها لكن بمشقة شديدة لكبر أو نحوه انتفى عنه استطاعة المباشرة ولا تضر مشقة تحتمل في العادة
Artinya : “Yang kedelapan dari syarat-syarat wajibnya haji adalah adanya kemampuan yakni dia dapat berjalan atau berkendara tanpa adanya kesulitan yang sangat. Apabila dia tidak mampu sama sekali atau bisa berkendara tetapi ada kesulitan yang sangat karena tua atau semisalnya, maka dia dihukumi tidak mampu dan kesulitan yang masih bisa ditanggulangi itu tidak berkonsekuensi hukum.”
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa seseorang hanya tidak diperbolehkan untuk bermesraan saat berkomunikasi dengan pasangannya. Sehingga, apabila komunikasi hanya sebatas menanyakan kabar atau keperluan lainnya, maka perbuatan itu diperbolehkan.
Demikian penjelasan hukum berkomunikasi dengan keluarga saat ihram. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.