Tiga Cara Mempertebal Keimanan

Dalam beragama, keimanan adalah pondasi utama. Orang-orang yang beriman (mukmin) ialah mereka yang meyakini ajaran agama yang dibawa Nabi Muhammad. sebuah hadis bahkan mengarahkan kepada kita untuk meninggalkan sesuatu yang membuat kita ragu menuju sebuah keimanan (al-yaqin).

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ، وَقاَلَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

(Diriwayatkan) dari Abi Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.’” (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih) [HR. Tirmidzi, no. 2518; An-Nasa’i, no. 5714. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih]

Salah sebuah kaidah fikih juga menjeaskan tentang prinsip keimanan dalam beragama. Sebagaimana yang sering kita dengar, “Sebuah keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan” (al-yaqinu la yuzalu bis syakki). Oleh karena itu, membangun sebuah keimanan dalam beragama sangat penting dilakukan. Apalagi di alam informasi yang serba ada dan kompleks ini. Memperkuat keyakinan dan mempertebal keimanan kita sebagai seorang muslim sangat diperlukan, lalu bagaimana caranya?

Sayyid Abdullah bin ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad dalam kitab Risalatul Mu’awwanah menuturkan tiga cara mempertebal keimanan seseorang. Pertama, keimanan akan muncul jika seorang hamba mendengarkan dengan hati dan telinganya tentang tanda-tanda kebesaran Allah, kebenaran rasul-Nya, dan peristiwa di hari akhir yang berada dalam Al-Quran dan hadis.

Salah satu peristiwa yang menggambarkan ini ialah saat sahabat Umar mendengarkan lantunan ayat Al-Qur’an hingga terenyuh dan memeluk Islam. Kedalaman makna dan keindahan kalimatnya menunjukan bahwa Al-Qur’an bukanlah ciptaan manusia. Tidak mungkin seorang Muhammad yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis) mampu merekayasa sebuah mahakarya semacam itu.

Kedua, seorang hamba akan semakin kuat keimanan atas agamanya saat melihat realitas alam yang telah diciptakan tuhan sebagai tanda-tanda keberadaan-Nya (ayat kauniyah). Langit, bumi, dan segala hal yang berada di dalamnya dapat menjadi petanda untuk memperkuat keimanan seorang hamba.

Para filsuf muslim telah meneladankan dengan kemampuan penalaran rasional dan ilmiah atas ralitas semesta, justru tidak membuat mereka meragukan kebesaran dan kebanaran Islam, melainkan semakin memperkokoh keimanan. Pada era inilah, justru Islam mengalami kemajuan pesat. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang didasarkan pada observasi dan penghayatan alam semesta menghasilkan temuan-temuan ilmiah yang menjadi pilar kemajuan peradaban dunia.

Ketiga, melakukan secara terus menerus apa yang sudah diajarkan dalam agama. Hanya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya secara istiqomah (konsisten) akan menumbuhkan keimanan yang kuat terhadap agama. Jika ilmu dimulai dengan meragukan segala hal, mengobservasi dan meneliti, hingga menemukan kesimpulan yang meyakinkan maka agama dimulai dengan meyakini, kemudian mengamalkan apa yang menjadi ajaran agama, dan semakin kuat keimanan itu.

Para guru sufi biasanya mengajarkan ilmul yakin ini dengan cara yang ketiga. Dalam bahasa tasawuf, dikenal istilah riyadhoh yang merupakan latihan spiritual dengan mengamalkan ajaran agama secara lahir dan batin. Puncaknya, akan muncul sebuah keimanan yang sejati yang dalam bahasa imam al-Ghazali disebut dengan haqq al-yaqin (sebenar-benarnya keimanan).

Semoga kita semua tetap selalu diberikan taufiq dan hidayah-Nya agar senantiasa menjadi muslim yang terjaga keimanannya hingga akhir hayat. Amin.

BINCANG SYARIAH