Tiga Cara Doa itu Terkabul

DARI Abu Said radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan doanya, (2) Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3) Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa-doa kalian.” (HR. Ahmad, 3:18. Syaikh Syuaib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid.)

Contoh gampangnya seperti seorang dokter. Ia mendapati pasien yang sakit dan ingin diobati. Si pasien mengeluhkan penyakitnya seperti ini dan seperti ini. Lantas dokter pun memberikan ia resep obat. Boleh jadi yang ia beri adalah yang persis yang diminta oleh si pasien. Boleh jadi pula dokter beri resep yang lebih baik, lebih dari yang si pasien kira. Boleh jadi pula si dokter memberi resep obat yang lain, tidak seperti yang si pasien minta, namun dokter tersebut tahu mana yang terbaik. Demikianlah permisalan terkabulnya doa.

(Catatan ini terinspirasi dari kitab mungil yang ditulis oleh Khalid Al-Husainan, dengan judul Aktsar min 1000 Dawah fil Yaum wal Lailah)

INILAH MOZAIK

Mengapa Doaku Tak Kunjung Terkabul?

ADA beberapa catatan penting mengenai doa berikut ini:

Jika seorang muslim berdoa pada Allah agar diberi rezeki dan diberi keturunan, akan tetapi doanya tak kunjung pula terkabul, apakah seperti itu adalah buah dari tidak diterimanya amalan? Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah diajukan pertanyaan seperti di atas. Lalu jawaban beliau rahimahullah,

Ada berbagai faktor yang menyebabkan doa tak kunjung dikabulkan. Doa tersebut tidak terkabul boleh jadi karena jeleknya amalan, maksiat dan kejelekan yang seseorang perbuat. Boleh jadi juga sebabnya adalah karena makan makanan yang haram. Juga bisa jadi karena ia berdoa biasa dalam keadaan hati yang lalai. Boleh jadi pula karena sebab lainnya. (Catatan dari fatwa Syaikh Ibnu Baz)

 

INILAH MOZAIK

Jangan Sampai Terlewatkan, Ini Waktu Mustajab Doa di Hari Jumat

Hari Jumat merupakan hari yang mulia dan penuh keberkahan. Banyak hadits yang menerangkan keutamaan Hari Jumat. Salah satunya terdapat mustajab atau waktu-waktu terkabulnya doa.

Ustadz Abu Furaihan Farhan, seorang da’i di Banda Aceh, kepada Serambinews.com merincikan waktu-waktu tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Diantara duduknya imam sampai selesai Shalat Jumat

Ini sesuai dengan hadits dari Shahabat Abu Musa Al-Asy’ari-radhiyallah ‘anhu- berkata:

Aku mendengar Rasulullah-Shallallahu’ alaihi wasallam bersabda tentang waktu mustajab doa di hari Jumat:

“Waktunya adalah antara duduknya Imam ketika khutbah hingga selesai ditegakkannya shalat” (HR. Imam Muslim).

 

2. Setelah Shalat Ashar

Sebagaimana hadits dari Sahabat Jabir bin Abdillah ~ radhiyallahu ‘anhuma, berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hari Jumat itu ada dua belas jam, tiada seorang Muslim

pun yang memohon sesuatu kepada Allah di waktu tersebut, melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka carilah waktu pengabulan tersebut di akhir waktu setelah Ashar” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)

Agar mendapatkan waktu mustajab bakda Ashar, Ustadz Abu Furaihan Farhan menyarankan tiga cara, yaitu:

  1. Menetap di masjid mulai bakda Ashar hingga masuknya waktu shalat Maghrib sambil banyak berdoa.
  2. Datang ke masjid menjelang shalat Maghrib. Kemudian melakukan Shalat tahiyyatul masjid dan memperbanyak doa hingga waktu shalat Maghrib tiba.
  3. Memperbanyak doa di akhir sore Jumat, baik di rumah atau di tempat yang lain.

 

“Kita ketahui bersama, orang yang berdoa tidak akan pernah merugi. Karena doa itu adalah ibadah”, katanya.

Doa merupakan amalan yang menghubungkan antara hamba dan Rabbnya. Maka perbanyaklah doa di waktu tersebut untuk kebaikan diri sendiri, keluarga, kerabat, tetangga, guru-guru agama anda dan seluruh kaum muslimin.

 

“Mintalah kepada Allah, istri yang shalehah, suami yang shaleh, anak keturunan yang menjadi penyejuk mata”, ujar Ustadz Abu Furaihan Farhan.

Nah, jangan dilewatkan yaaa…

 

TRIBUN NEWS

Allah Maha Mengabulkan Doa

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt, Dzat Yang Maha Mengabulkan Doa. Dialah Allah yang menciptakan segala-galanya tanpa ada yang mendahului dan menyerupai kekuasaan-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(QS. Al Baqoroh [2] : 186)

Saudaraku, bila kita sedang berbicara dan kita ketahui ada alat penyadap tidak jauh dari kita, maka kita akan cenderung berhati-hati saat berbicara. Dalam kondisi demikian, ada juga orang yang takut untuk berbicara. Padahal tidak perlu takut jika yang disampaikan adalah kebenaran dan kebaikan. Ini baru keadaan yang disebabkan adanya alat penyadap. Maka, betapa luar biasanya jikalau setiap orang meyakini kehadiran Allah Yang Maha Mendengar.

Boleh jadi kita terlalu sibuk mencari orang yang jauh saat kita menemui masalah. Kita telepon mereka demi mencurahkan kegelisahan. Padahal ada yang setiap waktu bisa mendengar keluh kesah kita, mendengar harapan-harapan kita dan mengabulkan keinginan-keinginan kita. Tidak ada yang mustahil. Dialah Allah Swt.

Semua yang terjadi pada diri kita adalah karena izin Allah, dan hanya Allah yang bisa menolong kita. Jadi, jangan terburu-buru berkeluh kesah pada manusia jika mendapat masalah, karena boleh jadi ia pun sama dengan kita sedang banyak masalah atau bahkan lebih banyak dari kita. Segeralah mengadu kepada Allah Yang Maha Menguasai segalanya.

Ucapkanlah,“Inna lillaahi wa innaa ilaihi roojiuun”, “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali.”(QS. Al Baqoroh [2]: 156)

Ucapkanlah kalimat ini setiapkali berjumpa dengan musibah besar maupun kecil. Ini sebagai ungkapan kepasrahan diri kepada-Nya. Lebih baik lagi jika dilengkapi dengan sholat sunnah dua rokaat. Karena Allah Swt. berfirman,“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu..”(QS. Al Baqoroh [2]: 45)

Allah tahu setiap yang berdoa memohon kepada-Nya. Dan, Allah mustahil ingkar janji. Berdoa adalah amal sholeh kita kepada Allah. Berdoa adalah bukti kepatuhan kita kepada-Nya. Beruntunglah orang-orang yang senantiasa mengembalikan setiap peristiwa kepada Allah Swt dan memohon pertolongan-Nya.WAllahu alam bishowab.

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Doa tak Mesti Berbahasa Arab

Doa merupakan kekuatan seorang Mukmin. Setiap keinginan yang diucapkan merupakan doa. Namun bukan berarti setiap ucapan adalah doa.

Hal itu ditekankan Rektor Institut Ilmu Qur’an (IIQ) Prof Dr Akhsain Sakho kepada ROL pekan lalu. Menurut Prof Akhsin, berdoa bisa menggunakan bahasa apa saja.

Meskipun banyak doa mustajab menggunakan bahasa arab, tetapi menurut Akhsin tidak harus setiap Muslim menggunakan bahasa arab dalam berdoa.

“Nabi yang menggunakan bahasa arab hanya Muhammad SAW, doa nabi-nabi lain hanya dibahasa arabkan melalui Alquran,” ujar dia.

Jika hajat yang dipanjatkan tak kunjung terkabul, Akhsin menyebut tak semua doa dikabulkan. Doa tersebut bisa saja diganti dengan hal lain atau dipenuhi kelak di akhirat. Disamping itu ada adab yang harus dipenuhi.

Diantaranya didahulukan dengan mengucapkan pujian pada Allah SWT, lalu mengucapkan shalawat Nabi Muhammad SAW, setelah itu panjatkan doa yang diinginkan. “Umat Muslim jangan selalu meminta hal-hal duniawi,” ujar dia.

 

REPUBLIKA

Inilah Waktu dan Tempat Mustajab yang untuk Berdoa

Kala sesesorang memanjatkan doa dengan penuh harap, tentu ia ingin agar doanya diijabah oleh Allah SWT. Doa juga memiliki adab-adab. Selain harus bersih dari hal yang haram, ada pula waktu-waktu tertentu dan tempat-tempat khusus yang bisa mempercepat dikabulkannya doa.

Ketua IKADI Prof Dr Ahmad Satori Ismail mengatakan saat shalat adalah saat terbaik untuk doa. Karena hakikatnya seluruh bagian shalat yang dikerjakan umat Muslim merupakan doa. “Saat berpuasa juga dianjurkan banyak berdoa, dalam haji selain ibadah secara fisik juga harus berdoa, zakat pun tak hanya niat, dalam niat ada doa,” ujar dia.

Kiai Satori menjelaskan ada tempat dan waktu yang lebih mustajab untuk berdoa. Waktu khusus tersebut Allah SWT janjikan diijabahnya doa seperti setelah shalat fardhu, tengah malam, ketika bepergian, hari Jumat, bulan Ramadhan, saat berpuasa, menjelang berbuka, malam lailatul qadr, sedang mendapatkan kenikmatan, saat shalat ied, dan setelah lebaran.

“Sedangkan dari sisi tempat, sebagian besar tempat yang mustajab berada di Arab Saudi, seperti di Raudhah, Masjidil Haram, Makkah, depan Multazam, belakang Makam Nabi Ibrahim, Hijr Ismail, Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, dan masjid-masjid yang selalu dijadikan tempat iktikaf,”ujar dia.

Orang mukmin harus berdoa dengan hati dan kekhusyuan. Dalam meminta harus sungguh-sungguh dan lebih bagus diulang sampai tiga kali.“Allah tidak menerima dari mulut yang hatinya lengah, lalai dan lupa,”jelas dia.

Orang yang dalam keadaan terdesak dan dizalimi pun dapat diijabah doanya.Begitu juga dengan doa orang tua terhadap anak dan sebaliknya serta guru pada murid-muridnya

 

REPUBLIKA

Jangan Meminta Sesuatu yang Tidak Sanggup Ditanggung

Mintalah sesuatu yang sanggup kita tanggung menurut ukuran dan kompetensi yang ada pada diri kita agar kita selamat dari ujian-ujian-Nya.

 

ALLAHSubhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yangmelampaui batas.” (al-A’raaf [7]: 55).

Dengan firman tersebut, Allah memberi peringatan bahwa dalam berdoa sepatutnya tidak melampaui batas tentang yang diminta dan cara memintanya. Meminta sesuatu yang tidak pantas dan tidak sanggup untuk ditanggungnya di kemudian hari bila doanya tersebut dikabulkan Allah, padahal ia sudah berikrar kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:

Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (at-Taubah [9]: 75-76).

Diriwayatkan dari ‘Umar al-Bahili r.a tentang sebab turunnya ayat 75-76 Surat at-Taubah tersebut bahwa pada mulanya Tsa’labah bin Hathib al-Anshari senantiasa pergi ke masjid Rasulullah siang dan malam. Keningnya bagaikan lutut unta karena banyaknya bersujud di atas tanah dan batu-batu.

Pada suatu hari dia keluar masjid (buru-buru) tanpa sibuk berdoa dan melakukan shalat sunnah terlebih dahulu (sebagaimana biasanya). Maka, Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepadanya, “Kenapa kamu melakukan perbuatan orang-orang munafik dengan tergesa-gesa keluar (masjid)?”

Dia menjawab, “Wahai Rasulullah, aku keluar karena aku dan istriku hanya mempunyai satu kain saja, yaitu yang ada pada tubuhku ini. Aku shalat dengan kain ini, sedang dia tidak berkain di rumah. Kemudian aku kembali kepadanya, lalu melukar kain ini, barulah dia mengena¬kannya lalu shalat dengannya. Maka doakanlah aku kepada Allah agar Dia mengaruniai aku harta.”

Maka dijawab oleh Nabi, “Wahai Tsa’labah, sedikit yang kamu syukuri adalah lebih baik daripada banyak yang tak sanggup kamu menanggungnya.” Sesudah itu, Tsa’labah datang lagi kepada beliau, lalu berkata, “Doakanlah aku kepada Allah agar Dia mengaruniai harta kepadaku.”

“Tidakkah kamu memperoleh teladan yang baik dalam diri Rasulullah?” tandas beliau, seraya bersabda lagi, “Demi Allah yang diriku ada pada Tangan-Nya, sekiranya aku menghendaki gunung-gunung berjalan bersamaku, men¬jadi emas dan perak, tentu mereka akan menurut.”

Kemudian setelah itu, Tsa’labah datang lagi kepada Nabi, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniai harta kepadaku. Demi Allah Yang telah Mengutus engkau benar-benar seorang Nabi, sesungguhnya jika Allah mengaruniai harta kepadaku, pastilah aku akan berikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya.” Maka, Nabi pun berdoa, “Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa’labah.”

Lalu Tsa’labah memelihara kambing. Ternak kambingnya pun berkembang-biak seperti berkembang-biak¬nya ulat, sehingga penuh sesaklah Madinah karenanya. Kemudian, ia tinggal di sebuah lembah di sana, sementara ternak kambingnya terus berkembang-biak. Dia masih menyempatkan diri shalat zhuhur dan ashar bersama Rasulullah, sedangkan shalat-shalat lainnya dia lakukan di tengah kambing-kambingnya.

Ternaknya itu pun semakin banyak dan kian berkembang, sehingga karenanya Tsa’labah semakin jauh dari Madinah, dan kini ia hanya bisa menghadiri shalat Jumat saja. Selanjutnya, ternaknya itu semakin bertambah banyak, sehingga Tsa’labah pun semakin jauh pula. Dan, akhirnya dia tidak menghadiri shalat Jumat maupun shalat jenazah. Apabila tiba hari Jumat, dia keluar menemui orang-orang dan menanyakan berita-berita kepada mereka.

Pada suatu hari, Rasulullah menyebut-nyebut perihal Tsa’labah. Beliau bertanya, “Apa kerja Tsa’labah?” Orang-orang menjawab, “Ya Rasulullah, dia memelihara kambing yang tidak termuat oleh satu lembah.”

“Oh, celaka Tsa’labah,” kata Nabi. Dan Allah pun menurunkan ayat tentang zakat. Maka Rasulullah menugaskan dua orang lelaki untuk memungut zakat. Orang-orang menyambut kedua petugas itu dengan zakatnya masing-masing. Akhirnya, sampailah kedua petugas itu kepada Tsa’labah, lalu meminta zakat kepadanya seraya membacakan kepadanya surat Rasulullah yang mencantumkan apa-apa yang wajib dikeluarkan. Namun, Tsa’labah tidak sudi memberi zakat, bahkan mengatakan, “Ini tidak lain dari jizyah (pajak), atau ini sejenis jizyah.” Dan katanya pula, “Pulanglah kalian, sehingga aku dapat mempertimbangkan dan memikirkan benar-benar.”

Tatkala kedua petugas zakat itu kembali kepada Nabi, beliau berkata kepada mereka sebelum mereka sempat berbicara kepada beliau, “Oh, celaka Tsa’labah, oh, celaka Tsa’labah.” Kemudian, Allah Ta’ala menurunkan ayat ini (ayat 75-76 Surat at-Taubah), sementara di sisi Rasulullah ada seorang lelaki dari kerabat Tsa’labah. Dia mendengar itu, lalu berangkat menemui Tsa’labah.

“Celaka kamu wahai Tsa’labah,” serunya. “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat mengenai kamu begini dan begitu.” Maka, Tsa’labah pun berangkat mendatangi Nabi dengan menyerahkan zakat kepada beliau. Namun, Nabi berkata, “Sesungguhnya Allah melarang aku menerima zakat darimu.”

Kemudian Tsa’labah menaburkan tanah ke atas kepalanya, tetapi Nabi tetap mengatakan, “Beginilah balasan perbuatanmu. Sesungguhnya aku telah menyuruhmu, tetapi kamu tidak mematuhiku.”

Dan, setelah wafatnya Rasulullah, maka datanglah Tsa’labah membawa zakatnya kepada Abu Bakar ash Shiddiq r.a., dan berkata, “Terimalah zakatku.” Tetapi, Abu Bakar r.a. pun tidak mau menerimanya, seraya berkata, “Rasulullah tidak sudi menerima zakat darimu, haruskah aku menerimanya, padahal Allah tidak menerimanya?”

Kemudian datang pula Tsa’labah membawa zakatnya pada ‘Umar bin Khathab r.a. di masa pemerintahannya, seraya mengatakan, “Terimalah zakatku.” Dan, Umar pun tidak mau menerimanya, seraya berkata, “Kedua pendahuluku tidak sudi menerima zakat itu darimu, haruskah aku menerimanya, padahal Allah tidak menerimanya?”

Kemudian, Tsa’labah datang pula membawa zakatnya pada ‘Utsman r.a. di masa pemerintahannya, seraya mengatakan, “Terimalah zakatku.” Dan, Utsman pun tidak mau menerimanya, seraya berkata, “Para pendahuluku tidak sudi menerima zakat itu darimu, haruskah aku menerimanya, padahal Allah tidak menerimanya?”

Akhirnya Tsa’labah meninggal di masa pemerintahan ‘Utsman bin `Affan r.a. Semua hukuman itu adalah akibat kekikiran, mencintai harta terlalu berlebihan, dan tidak mau membayar zakat. Dan, oleh karena telah menyalahi janji itu merupakan suatu kemunafikan, maka menyalahi janji itu pun dianggap sepertiga dari nifak, sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah bahwa, “Tanda orang munafik itu ada tiga: apabila berbicara ia bohong, apabila berjanji ia ingkari, dan apabila dipercaya ia khianat.”

Pelajaran yang sangat penting untuk kita ambil hikmahnya dari cerita Tsa’labah di atas adalah jangan sampai kita meminta sesuatu kepada Allah, baik itu harta kekayaan, pangkat, atau jabatan dan urusan dunia lainnya apabila kita tidak sanggup menanggung amanah tersebut dengan baik. Oleh karenanya, mintalah sesuatu yang sanggup kita tanggung menurut ukuran dan kompetensi yang ada pada diri kita agar kita selamat dari ujian-ujian-Nya.*/Rachmat Ramadhana Al-Banjari, dikutip dari bukunya Bila Doamu Tak Kunjung Dikabul, Inilah Cara Mengasahnya…

 

HIDAYATULLAH

Doa Ingin Cepat Terkabul? Hindarilah Makanan Haram

DOA adalah senjata orang-orang yang beriman. Dalam hadis disebutkan, doa adalah inti ibadah, penghubung antara hamba dan Sang Khalik.

Terkadang suatu doa cepat pengabulannya, meski kerap kali pula pengabulannya lama atau bahkan tidak terjawab sama sekali. Mengapa?

Alkisah, seorang sahabat datang menghadap Baginda Rasululullah Saw. Dia mengadukan perihal doa-doanya yang tidak diijabah Allah SWT meski dia mengulangnya untuk waktu yang lama.

“Ya Rasulullah, saya ingin doa saya dikabulkan.” Sahabat itu mencari jalan keluar.

Rasul menjawab dengan sesuatu yang di luar perkiraannya. “Sucikan makananmu,” kata Rasul, “dan hindari memakan makanan haram.” [Islamindonesia]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2385475/doa-ingin-cepat-terkabul-hindarilah-makanan-haram#sthash.zmAAZ6a6.dpuf

Rayulah Tuhan dengan Berbagai Cara

SEPERTINYA ada hikmah yang bisa dipetik dari seorang lelaki anak tunggal yatim yang dituduh setengah stress oleh banyak orang. Ketika bersalaman dengan saya, aura tak begitu biasa memang sudah mulai terasa. Kalau yang lain mencium tangan saya, ini tradisi menyambut penceramah di desa tempat saya ceramah malam ini, lelaki ini justru menciumkan tangannya ke hidung saya. Tak mengapa, tapi banyak orang tertawa dan sebagian agak marah juga. Saya hanya tersenyum saja, hitung-hitung ada materi ceramah baru.

Dia duduk di samping saya lalu dengan terkekeh-kekeh berbicara banyak hal termasuk perjuangannya mendapatkan jodoh. Katanya, berbagai doa pengasihan sudah dibacanya, namun jodoh tak kunjung tiba. Sampai dia mengemis kepada Allah agar mengasihinya yang telah total bertekad mengakhiri kesendirian. Jodohpun tak kunjung datang. Sempat jengkel kepada Allah dengan menuduhNya pilih kasih pada hambaNya, namun kemudian dia bertaubat.

Tak mempan merayu Allah dengan doa pengasihan dan rintihan pengharapan diri, dia mengubah cara rayuannya pada Allah. Doa yang dipanjatkannya diubah redaksinya seperti ini: “Ya Allah, mungkin Engkau jengkel kepadaku karena aku banyak dosa. Mungkin Engkau marah kepadaku karena aku kurang taat. Namun sayangilah ibuku yang sudah sangat berharap memiliki menantu untuk menemaninya dan membantunya. Kalau Engkau tak sudi memberikan jodoh kepadaku, berikanlah menantu untuk ibuku.”

Penasaran juga dengan kelanjutan kisahnya. Lalu dia melanjutkan dengan semangat yang semakin menggebu bahwa akhirnya Allah memperkenankan doa terakhir itu. Allah kirimkan seorang wanita sebagai menantu ibunya yang otomatis adalah isterinya. Dia tak lagi sendiri barokah ibunya yang dijadikan sandarn rayuannya kepada Allah.

“Hahahahaha, Allah itu lucu juga ya.” Demikian kalimat terakhirnya. Orang yang duduk di sebelah saya mulai bisik-bisik pada saya bahwa istri lelaki itu agak aneh juga, mungkin karena doa yang agak aneh. Salam AIM. [*]

 

MOZAIK INILAHcom

Doa Perisai dari Berputus Asa

DOA adalah ibadah yang bisa mengantarkan kita kepada kedekatan dengan Allah SWT. Ketika doa diijabah, semestinya membuat kita sadar itu merupakan karunia Allah. Jika belum diijabah, maka doa menjadi perisai dari berputus asa.

Maka yang terpenting dari sebuah doa bukan doa itu sendiri, tapi suasana hati kita yang benar-benar memurnikan tauhid, dan kita menyadari betapa lemahnya kita, tanpa pertolongan-Nya mustahil kita mampu menjalani hidup ini. Seorang yang berdoa dengan baik adalah ia yang berhasil menemukan posisi yang paling tepat bagi seorang hamba, sebagaimana hal-hal berikut:

Merasa lemah tiada daya dan upaya, hanya Allah tempat satu-satunya memohon Yang Maha Perkasa, yang akan mengijabah hajatnya, tiada yang lain.

Merasa diri miskin tidak mempunyai apa pun, termasuk tidak memiliki diri ini. Sedangkan Allah SWT pemilik semua kekayaan.

Merasa sangat membutuhkan Allah, tidak ada lagi yang bisa menolong selain Allah. Tidak pernah hati ini bercabang mengharap-harap kepada selain Allah SWT. Saat berdoa hati kita merasa tidak tahu, bodoh, tidak mengerti dan hanya Allah satu-satunya yang Maha Tahu jalan keluar, ilmu, rejeki, dan pertolongan orang lain tidak ada yang bisa menjadi jalan, tanpa ijin-Nya. Selanjutnya, mestinya hal itu bukan hanya pada waktu berdoa saja, melainkan menjadi bagian dari sikap hidup kesehariannya.

Ada orang yang merasa berkedudukan di sisi Allah. Seakan-akan ia sudah shaleh, suci dan mulia, gara-gara dia memakai penampilan agamis. Maka akan menjadi hijab/penghalang bagi dirinya kepada Allah. Semestinya diri ini merasa kotor dan hina.

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. QS An-Najm:32

Masalah doa bukan hanya masalah redaksi doanya. Karena ada yang membaca sekali diijabah dan yang membaca ribuan kali tidak saja diijabah. Mengapa hal demikian terjadi, tentu di antaranya hatinya masih belum bulat, ia masih bersandar pada selain Allah SWT.

Memang doa itu bisa mengubah dari takdir satu ke takdir yang lain. Allah-lah yang memiliki takdir. Namun ada catatan pula di Lauhul Mahfudz, bahwa bila dia berdoa dengna sepenuh keyakinan, maka aka nada catatan takdirnya, demikian pun bila lalai dalam doanya, akan nada catatan takdir lainnya. Tidak ada yang luput dan baru, karena ada di Lauhul Mahfudz jauh sejak kita dilahirkan ke dunia. Tetap ada rangkaian takdirnya dengan detail di lauhul mahfudz. Namun tugas kita adalah berusaha.

Dengan demikian, yang terpenting bagi kita bukan terkabulnya doa, tapi dengan doa itu kita benar-benar menjadi hamba Allah. Perintah Allah adalah untuk menjadi mengabdi, bersih tauhid. berjiwa bulat hanya kepada Allah. Perkara dikasih, itu bonus, agar makin tambah keimanan kita. Perkara ijabah Allah Maha Kuasa. “Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada diri-Ku.” (Hadis Qudsi). Maka berbaik sangka kepada Allah dengan kepatuhan, itu syaratnya.

Jangan ragukan dengan ijabahnya dari Allah atas doa-doa kita. Hal itu sudah janji Allah. Pasti diijabah, walau waktu, cara, bentuknya bisa tidak sesuai dengan yang dimohonkan.

Doa tidak ada yang disia-siakan Dari sebuah hadis disebutkan Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya doa dan musibah itu berada diantara langit dan bumi saling bertempur dan doa itu dapat mengalahkan musibah sebelum musibah itu turun.” (diriwayatkan Imam Atthabrani dalam kitab al-Ausath (2498).

Mana yang dapat mengalahkan, apa doa yang menang sehingga bisa menghindarkan musibah. Dengan memeriksa dosa-dosa diri dan menguatkan ibadah, maka itu menjadikan energi doa semakin besar. Yang paling penting juga dari unsur ibadah doa ini adalah melahirkan ketulusan dan silaturahmi.

Bagaimana keikhlasan itu? Allah Yang Maha Menyaksikan mengetahui persis keadaan setiap hambanya, dari mulai latar belakang keluarga, ilmu, lingkungan, lahirnya, karena Allah Yang menentukan. Allah Mengetahui persis.

Sementara, di antara manusia, ada yang diketahuinya hanya persoalan-persoalan duniawi belaka. Tatkala membutuhkan keperluan duniawinya, tetap ia memintanya hanya kepada Allah walaupun hanya untuk urusan dunia. Ia pun berhasil menaikan keimanannya dengan berlanjut kepada keyakinan bahwa ia tidak ragu terhadap jaminan Allah. Ia sudah naik lagi setahap menjadi orientasinya mengejar pahala Allah. Karena itu, ia menyukai segala hal yang terkait dengan pahala. Selanjutnya, ia pun semakin menyadari bahwa ia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah dengan mencari rida-Nya.

Inti dari doa adalah benar-benar bisa menjadikan diri kita jadi hamba sejati, agar ngepas, kita sebagai hamba, Allah sebagai Tuhan. Doa itu ruhul ibadah. Bila seseorang rajin berdoa hatinya menjadi kerut, terasa hamba yang tidak punya apa-apa, bodoh; memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa, satu-satunya yang bisa menolong, dan makin bulat makin lumpuh kepada Allah SWT, itulah saat-saat terbaik berdoa kepada Allah. Sebaliknya, jika hati tidak merasa makin mengkerut, la haula quwwata illa billah, maka tidak akan diperoleh tujuan dari ibadah doa itu sendiri.

 

MOZAIN INILAHcom