Enam Alasan Mengapa Kita Beribadah pada Allah

Mengapa kita perlu beribadah kepada Allah? Sejak janin dalam rahim ibu, Allah telah melindungi kita dari gangguan suara, panas dan dingin

APA manfaatnya bagi Allah menciptakan kita? Menciptakan langit, bumi, matahari dan bulan? Apakah hanya untuk main-main saja, mempergilirkan siang dan malam?

Untuk apa Allah perlu menurunkan hujan? Menumbuhkan pepohonan dan mengalirkan sungai-sungai? Tanpa tujuankah Allah mengaruniakan akal pikiran kepada kita?

Sederet pertanyaan yang jawabannya sangat mudah dan tidak membutuhkan pemikiran mendalam sebetulnya. Namun hal ini sering terlewatkan dalam pengamatan kita karena hati kita kerapkali sibuk dengan keinginan-keinginan jiwa kita yang tidak berujung dan melalaikan.

Mata kita sering silau dengan kegermelapan indah dunia, dan karena akal pikiran kita tidak jarang tertutup kabut kegelapan – penyakit hati – yang menyamarkan kebenaran. Padahal kebenaran itu berada depan kita, bahkan, sebagian kita lupa daratan dan menjadi pengingkar hakikat dirinya sendiri.

Satu kata saja, dengan satu tarikan nafas saja untuk mengucapkannya, yang kita butuhkan untuk menjawab sejumlah pertanyaan di atas. Yaitu, untuk tujuan ibadah. Ya, semua itu Allah lakukan agar kita beribadah kepada-Nya.

Hal ini telah dengan tegas dinyatakan Allah dalam Al-Quran;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS: Adz-Dzariyaat [51]: 56).

Menurut pakar tafsir sahabat Ibnu Abas: Makna liya’buduni – menyembah-KU- artinya liyuwahhiduni (agar jin dan manusia mentauhidkan Aku). Menomorsatukan kepentingan Allah diatas berbagai kepentingan yang lain. Kita pentingkan Dia sedemikian rupa, dan kita siap lahir dan batin didominasi oleh kepentingan tersebut.

Allah pun menyindir kita dengan pertanyaan;

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS: Al Mukminun [23]: 115).

Imam Ibnu Katsir –rahimahullah– berkata, “Firman Allah, “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja)?” “Apakah kalian menyangka bahwa kalian diciptakan tanpa maksud, tujuan dan hikmah ?” “Firman Allah, “bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” “Tidak dikembalikan ke negeri akhirat (darul akhirah) ?” (Tafsir Al Qur`an Al Adzim: 5/500).

Jika muncul dalam benak kita pertanyaan, “lalu, mengapa Allah memerintahkan kita untuk beribadah?”. Beberapa alasan berikut mudah-mudahan semakin dapat meyakinkan kita mengapa kita harus beribadah kepada Sang Pencipta kita, Allah subhaanahu wa ta’aala;

Pertama: Allah adalah Pencipta kita dan semesta, serta pemelihara semuanya

Hal ini sebagaimana pernyataan Allah dalam ayat yang telah lalu penyebutannya (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56, Al Mukminun [23]: 115)

Allah pun berfirman,

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS: Az Zumar [39]: 62).

Oleh karena Allah satu-satunya dzat yang menciptakan kita dan juga menciptakan semesta tempat hidup kita, maka kita harus beribadah kepada-Nya, mengabdi sebagai hamba dan bagian dari makhluk-Nya. Alangkah zalimnya/batilnya jika hak penyembahan dan ketundukan diri kita dialihkan kepada selain-Nya?

Kedua:  Allah menciptakan kita dengan bentuk yang terbaik

Allah tidak menciptakan kita dalam bentuk yang asal-asalan, tapi menciptakan kita dengan bentuk yang terbaik. Perhatikan firman Allah berikut,

لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS: At Tiin [95]: 4).

Syeikh As-Sa’diy berkata, “Maksudnya adalah diciptakan dengan sempurna, anggota tubuh yang sesuai dan perawakan yang pantas, tidak kurang sesuatu apa pun yang ia butuhkan.” (Tafsir Karim Al-Rahman: 929).

Ketiga:  Allah memuliakan kita dengan akal pikiran

Tidak hanya itu, Allah pun mengistimewakan kita dengan akal pikiran. Allah berfirman,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ

“Dan sungguh kami telah memuliakan anak Adam.” (QS: Al Isra [17]: 70)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa manusia telah dimuliakan dengan akal. Yang tidak diberikan kepada makhluk-Nya yang lain (Lihat Tafsir Al Baghawi: 5/108).

Kita sendiri dapat membayangkan, bagaimanakah perasaan orang-orang terdekat kita apabila karena kondisi tertentu akal kita mengalami disfungsi. Bukankah kebahagiaan mereka akan terkurangi. Itulah musibah yang menimpa, suatu kondisi yang pada umumnya manusia tidak menyukainya?

Keempat: Allah yang mengarunikan kepada kita rezeki untuk menopang kehidupan kita

Setelah diciptakan, diciptakan dengan bentuk terbaik dan dimuliakan dengan akal pikiran, karunia Allah selanjutnya adalah menurunkan beragam rezeki yang dengannya manusia mampu bertahan hidup di bumi ini. Apabila rezeki (pemberian) itu dihitung dengan alat hitung yang paling canggih, maka alat itu akan rusak sebelum nikmat dan karunia-Nya selesai dihitung.

Allah berfirman,

أَمَّنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ

“Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya?” (QS. Al Mulk [67]: 21)

Kelima: kebutuhan asasi/hakiki manusia

Sejarah kehidupan manusia mengajarkan bahwa ternyata manusia dalam mengelola kehidupannya tidak saja memerlukan kebutuhan jasmani, tetapi memerlukan nutrisi ruhani. Jika kehidupan manusia tidak seimbang dan utuh, maka manusia akan merasakan kehampaan kehidupan.

Ia hidup bagaikan mengejar bayangan. Semakin lama ia mengejar kebahagiaan itu, yang dituju semakin menjauh.

Ia baru menyadari bahwa kebahagiaan, ketenangan batin, tidak berbentuk benda yang dapat dicari di tempat tertentu. Ia juga baru terhenyak, bahwa kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan kekuasaan, kekayaan, pengaruh, yang dimilikinya.

Kehidupan manusia akan menyakitkan jika ia dengan sengaja ataupun tidak sengaja menyingkirkan dimensi ruhani dalam dirinya. Mereka akan mendapatkan azab dalam kehidupan di dunia dan azab akhirat yang lebih memberatkan (QS. Ar Ra’du (13) : 34).

Ketika lahir, struktur fisik dan ruhani manusia sehat wal afiat. Lahir dalam keadaan fitrah (Islam). Dalam perkembangan berikutnya, karena tidak konsisten dalam memelihara kebersihan dirinya, maka saat itu terjadi penyimpangan yang sangat jauh, akhirnya menjadi Yahudi, Majusi, dan Nasrani.

Itulah kehidupan orang-orang kafir dan sekuler. Ia menceraikan manusia dari ruhnya.

Ia memisahkan makhluk dari Al-Khaliq. Saat itulah tercerabut ruhnya dalam berbagai aspek kehidupannya.

Ia hidup hanya untuk bersenang-senang, makan dan minum. Setelah semua yang diinginkan diperoleh, terbukti membuat pemburunya kecewa.

Orang-orang kafir itu semua amal mereka sia-sia. Semua yang mereka lakukan bagaikan fatamorgana di sebuah lembah.

Orang-orang yang kehausan menyangka bahwa fatamorgana itu adalah air. Ketika ia mendekati tempat itu, mereka tidak menemukan air sedikitpun (QS: An Nur (24) : 39).

Orang-orang kafir ketika di dunia (hanya bertujuan) mendapatkan kesenangan dan makanan sama halnya dengan hewan-hewan ternak (QS. Muhammad (47) : 12).

Keenam: Allah selalu memelihara kita tanpa libur

Perhatikanlah perkembangan diri kita. Sejak berupa janin dalam rahim ibu kita, Allah melindunginya dari gangguan suara, panas dan dingin.

Menginjak usia bayi (shoby), Allah mengajari kita menangis dan ketrampilan yang lain. Pada usia anak-anak (thifl), Allah menyempurnakan perkembangan pisik, panca indra dan perasaan kita.

Pada usia murahiq (remaja), Allah menumbunhkan berbagai potensi di dalam diri kita. Pada usia dewasa (kuhulah), Allah mendewasakan diri kita dengan berbagai pengalaman kehidupan.

Pada usia syaikh (40 th keatas), Allah membuat struktur kepribadian diri kita lebih matang. “Sungguh Kami telah menciptakan Adam dari sari pati tanah. Kemudian Kami jadikan anak keturunan Adam dari pembuahan sel telur oleh sperma. Hasil pembuahan itu tersimpan dalam rahim dengan baik. Kemudian Kami jadikan hasil pembuahan itu segumpal darah. Dan segumpal darah Kami jadikan segumpal daging. Dan segumpal daging Kami jadikan tulang belulang. Lalu Kami selimuti dengan daging. Dan tulang belulang yang selimuti dengan daging itu Kami ciptakan seorang manusia baru.  Allah Maha suci dari segala kekurangan dalam menciptakan manusia dan Tuhan sebaik-baik pencipta.” (QS: Al-Mukminun (23) : 12-14).

Itulah beberapa alasan mengapa kita harus beribadah kepada Dzat yang telah mengaruniakan kepada kita segala hal yang kita miliki saat ini. Jelas sekali, sejelas matahari di siang hari.

Bagi orang-orang yang mau berfikir, bagi orang-orang yang berakal, bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran (ibrah), bagi orang-orang yang mengambil jembatan untuk mendaki ke atas (‘ubur), dan bagi orang-orang yang mau mengikuti fitrah sucinya.

Begitulah Allah sering menyinggung nalar kita untuk berfikir di dalam Al Qur`an. Semoga Allah menuntun, memandu, dan mengarahkan kita kepada petunjuk dan keridhaan-Nya. Wallahu a’lam Bishshawab.*/Sholih Hasyim

HIDAYATULLAH