Pada usianya yang ke-70, Ahmad Mahmudi, warga Desa Langkap, Kecamatan Kertanegara, Purbalingga, Jawa Tengah masih gesit beraktivitas. Dia rajin menyiangi rerumputan di sekitar tanaman kapulaga, komoditas pokok kebunnya.
Dia juga mengawasi tetangganya yang mengambil nira, bahan dasar gula merah, dari pohon kelapa di kebunnya.
Mahmudi adalah salah satu calon jamaah haji yang gagal berangkat ke Arab Saudi tahun ini.Seharusnya, dia berangkat 2020 silam. Namun, karena pandemi Covid-19, calon jemaah haji dari Indonesia tidak diberangkatkan.
Dia dijanjikan berangkat pada musim haji 2021, tapi lagi-lagi gagal berangkat karena pandemi yang entah kapan berakhir.
“Saya mendaftar haji bersama istri pada 2011 silam. Waktu itu, saya menjual sebidang tanah, laku Rp100 juta,” ujar Mahmudi, pada Anadolu Agency, akhir pekan lalu.
“Tanah itu memang tabungan dari hasil saya bekerja sebagai penjual sembako dan roti keliling. Selain itu, saya juga sempat menderes (mengambil air nira) sebagai bahan pembuat gula merah,” lanjut dia.
Mahmudi menjelaskan, dirinya keliling berjualan roti dan sembako dalam jarak yang cukup jauh. Bahkan ia sempat berjualan hingga Jakarta, Sukabum, hingga Pulau Karimunjawa. Semua itu dilakukan untuk mencukupi biaya naik haji.
“Kami mendapat kursi haji untuk keberangkatan 2020. Tetapi, tahun 2014, sebelum kami naik haji, istri saya meninggal dunia, “kata dia.
Saat dijadwalkan berangkat pada 2020, dia dan para calon haji lain sudah selesai mengikuti manasik, baik di Purbalingga maupun di Asrama Haji Donohudan, Boyolali.“Berbagai persiapan telah saya lakukan, termasuk manasik haji yang dirampungkan sudah secara lengkap,” ujar dia.
Bahkan, Kementerian Agama Purbalingga telah membagikan pakaian yang digunakan untuk beribadah di Tanah Suci. Lalu dia menunjukkan mulai dari tas, pakaian ihram dan perlengkapan lain untuk membuktikan bahwa dirinya memang sudah siap berangkat.
“Tetapi, karena belum jadi berangkat, pakaian dan tasnya saya simpan. Sudah setahun lebih di lemari. Tidak pernah saya pakai,” kata dia.
Sambil menunggu pemberangkatan, Ahmad Mahmudi melanjutkan aktivitas mengurus kebun dan jual beli gula merah.“Pekerjaan saya sehari-hari seperti ini, jualan gula kecil-kecilan dan mengurus kebun,” ujar dia.
Dia berharap, pandemi Covid-19 segera dapat selesai, sehingga dia dapat pergi berangkat haji.“Tidak apa-apa, karena memang masih terjadi pandemi,” kata dia. Mahmudi pun sadar bila pembatalan keberangkatan jemaah haji dari Indonesia semata-mata demi kesehatan.
Berdasarkan keterangan dari Kemenag Purbalingga, ada 600 lebih calon haji yang batal berangkat tahun ini.
Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kantor Kemenag Purbalingga Khamimah mengatakan bahwa jamaah haji di Purbalingga cukup memahami gagalnya pemberangkatan.”Ibadah haji merupakan panggilan dari Allah. Mungkin para calon jamaah haji sudah sangat menginginkan, tetapi Allah yang menentukan,” jelas dia.
Tertutup untuk jamaah dari luar
Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas mengatakan bahwa pembatalan pemberangkatan ini murni karena faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji yang terancam pandemi .
Saat mengumumkan pembatalan pemberangkatan haji pada Kamis (3/6) lalu, Menteri Yaqut juga menyebut bahwa Kerajaan Arab Saudi belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman persiapan penyelenggaraan ibadah haji.
Selain itu Arab Saudi juga belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji, padahal pemerintah memerlukan waktu untuk melakukan persiapan pelayanan bagi para jemaah.
Pada akhirnya, Kerajaan Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka tidak akan menerima jemaah haji dari luar. Ibadah Haji 2021 hanya terbatas untuk domestik, baik itu warga negara Arab Saudi dan para ekspatriat yang berada di negara itu.
Jumlah jamaah juga dibatasi hingga 60.000 jemaah, dengan usia 18 hingga 60 tahun.
Sementara itu soal dana haji, pemerintah menyatakan Jemaah yang gagal berangkat bisa mengambil kembali biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang sudah disetor ke pemerintah.
Jamaah juga bisa membiarkan uang tersebut disimpan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk perhitungkan nanti jika ada pemberangkatan.
Jemaah yang batal berangkat tahun ini akan menjadi jemaah haji pada 1443 Hijriah atau 2022 Masehi, ujar Menteri Yaqut.
Mati juga tidak apa, yang penting berangkat
Kekecewaan tampak jelas saat Muhammad Ihsan (37) seorang petani di Desa Lingom, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, menceritakan kegagalannya berangkat haji tahun ini.
Ikhsan juga sudah dua kali gagal, jika ditambah dengan masa tunggunya, maka total 13 tahun dia menunggu untuk berangkat ke Tanah Suci. Rencananya dia pergi bersama ibunya yang kini sudah berusia 76 tahun.
Rata-rata umur calon jemaah haji di kecamatannya memang sudah berusia lanjut. Faktor usia ini juga yang membuatnya resah, karena belakangan dia melihat ibunya semakin lemah dan sering sakit-sakitan.
“Setelah dua tahun ditunda, sudah dua orang calon jemaah haji meninggal dunia. Tadinya 10 orang, kami tinggal berdelapan sekarang,” kata Ihsan saat ditemui Anadolu Agency, pekan lalu.
Pada 2020 saat pemberangkatan haji pertama kali ditunda, ibunya sudah pasrah. Ibunya berpikir, tidak ada kesempatan lagi pergi menunaikan ibadah haji karena umurnya yang kian menua.
“Ibu saya sudah pasrah. Dia bilang mungkin mama nggak ada rezeki lagi bisa ke tanah suci,” ujar dia.
Ibunya kembali mulai bersemangat, saat mengetahui bahwa tahun ini dapat berangkat haji. Dia mengikuti pemeriksaan medis hingga manasik haji meski harus dibantu kursi roda.
Tapi kekecewaan kembali menghampiri saat mereka mengetahui ibadah haji tahun ini kembali dibatalkan.
“Impiannya tahun ini, tapi gagal juga. Padahal kami vaksin kami sudah, belanja perlengkapan untuk haji pun sudah,” ujar dia.
Erlinawati (47) asal Desa Ajun, Kecamatan Peukan Bada, Banda Aceh juga mengungkapkan kisah yang sama.Rencana tahun ini dia bersama suami, ibu kandung dan ibu mertuanya mendapat jatah untuk berangkat haji, tapi sayangnya gagal.
Sementara ibu dan mertuanya sudah lanjut usia, sehingga semakin menipiskan harapan mereka berangkat ke tanah suci, bahkan jika tahun depan sudah dibuka kembali.
Erlina kecewa saat pemerintah membatalkan keberangkatan haji tahun ini, tapi dia berusaha mengambil hikmah, bahwa sesuatu bisa terlaksana atas izin Allah.
“Jadi saya tanya sama orang tua, pandemi Covid-19 ini bisa membuat kita kalau kita mati di Makkah Terus mereka bilang, biar saja mati di sana malah lebih bagus,” ungkap dia.
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Aceh Arijal, mengatakan, 4.187 jamaah haji asal Aceh yang batal berangkat tahun ini sudah melunasi setoran haji.
Selain itu, Arijal mengatakan, untuk daftar tunggu jamaah haji asal Aceh mencapai 127.000 orang. Jadi jika masyarakat yang hendak mendaftar haji tahun ini, itu harus menunggu hingga 30 tahun untuk bisa berangkat.
Erlina dan Ihsan hanya segelintir para calon jemaah haji asal Aceh yang gagal berangkat. Meski gagal berangkat tahun ini, tak ada niatan bagi mereka menarik kembali setoran hajinya.
Meski begitu, mereka mewakili 4.187 calon jemaah haji yang gagal berangkat tahun ini, berharap tahun depan tak ada lagi pembatalan .
Memang pandemi belum selesai, mereka tetap ingin menunaikan rukun Islam ke lima itu.