Menag: Jika Haji Digelar Tahun Ini, Calhaj 2020 Prioritas Berangkat

Pemerintah belum mendapatkan kepastian terkait penyelenggaraan ibadah haji 1443 H / 2022 M.

Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, memastikan jika ibadah haji digelar maka jamaah yang berhak berangkat adalah calon haji (calhaj) yang tertunda berangkat pada 2020 lalu.  

“Jmaah haji yang akan diberangkatan pada penyelenggaraan ibadah haji 1443H/2022M adalah jamaah haji yang berhak berangkat tahun 1441H/2022M,” kata Yaqut di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/1). 

Menag mengatakan pemerintah terus berkoordinasi dengan pemerintah Arab Saudi. Sebab digelar atau tidaknya ibadah haji 2022 merupakan kewenangan pemerintah Arab Saudi. 

“Kami terus berkoordinasi dan hasil koordinasi ini sampai saat ini kepastian tentang ada atau tidaknya penyelenggaran ibadah haji pada tahun 1443H/2022H belum dapat diperoleh sebagaimana yang telah disampaikan pada raker sebelumnya,” ujarnya. 

Yaqut mengatakan rencana kloter pertama ibadah haji dijadwalkan akan diberangkatkan pada 4 Dzulqadah atau bertepatan dengan 5 Juni 2022. Artinya persiapan penyelenggaran ibadah haji hanya berkisar empat bulan.  

“Mengingat ruang lingkup pelayanan penyelenggaraan ibadah haji yang luas, maka waktu yang tersisa sangat terbatas. Sehingga berbagai persiapan harus segera kita lakukan,” ucapnya. 

Pemerintah juga menyiapkan tiga opsi penyelenggaraan ibadah haji. Opsi pertama yaitu opsi penuh atau memberangkatkan seluruhnya sesuai kuota. Opsi kedua kuota terbatas, dan opsi ketiga tidak memberangkatkan jamaah haji sama sekali. 

“Pemerintah sampai saat ini tetap bekerja untuk menyiapkan opsi pertama dengan kuota penuh. Tentu kita semua berharap agar wabah ini segera berakhir sehingga penyelenggaran ibadah haji dapat berjalan secara normal, seperti penyelenggaran ibadah haji pada tahun-tahun sebelum pandemi,” ungkapnya. 

IHRAM

Kemampuan Haji Era Pandemi tak Cuma Harta tapi Ilmu

Syarat kesanggupan berhaji di masa pandemi ini salah satunya adalah ilmu. 

Hal demikian disampaikan Imam Yakhsyallah Mansur, Dosen Sekolah Tinggi Shuffah Al-Qur’an Abdullah bin Mas’ud saat menjadi pembicara dalam Webinar MINA Talks: “Catatan Ibadah Haji 1442 Hijriyah”. 

“Hanya ibadah haji yang mencantumkan syarat istitha’ah (kemampuan) yaitu biaya, kemananan perjalanan, kesehatan, kemampuan fisik, waktu, dan satu lagi adalah ilmu,” katanya.

Ilmu yang dimaksud Yakhsyallah adalah agar dalam melaksanakan haji di tengah pandemi, jangan sampai salah paham mengambil keputusan dan dalam menjalankan syarat rukunnya. Karena jika tidak tercapai syarat dan rukunnya maka hajinya tidak sah dan tentu harus diulang tahun depan.  

Pada kondisi saat ini, Imam mengajak, umat Islam harus bersyukur dan berbahagia. Karena meski ada pandemi perhelatan haji masih bisa diselenggarakan di tengah pendemi, meski dalam keterbatasan. 

“Kalau kita hanya menyalahkan, justru akan menambah problematika. Maka mari kita bangun narasi positif, semoga pandemi segera berakhir,” jelas Imam Yakhsyallah. 

Dalam kondisi saat pandemi, penyelenggara memang harus berani melakukan perubahan mendasar, tapi bukan hal prinsip. Karena pada prinsipnya syariat Islam tidak membaratkan dalam pengerjaan amal. “Prinsip dalam Islam adalah adanya ruksah (keringanan),” katanya. 

IHRAM

Dua Tahun Gagal Berangkat Haji Calhaj Masih Sabar

Pada usianya yang ke-70, Ahmad Mahmudi, warga Desa Langkap, Kecamatan Kertanegara, Purbalingga, Jawa Tengah masih gesit beraktivitas. Dia rajin menyiangi rerumputan di sekitar tanaman kapulaga, komoditas pokok kebunnya.

Dia juga mengawasi tetangganya yang mengambil nira, bahan dasar gula merah, dari pohon kelapa di kebunnya.

Mahmudi adalah salah satu calon jamaah haji yang gagal berangkat ke Arab Saudi tahun ini.Seharusnya, dia berangkat 2020 silam. Namun, karena pandemi Covid-19, calon jemaah haji dari Indonesia tidak diberangkatkan.

Dia dijanjikan berangkat pada musim haji 2021, tapi lagi-lagi gagal berangkat karena pandemi yang entah kapan berakhir.

“Saya mendaftar haji bersama istri pada 2011 silam. Waktu itu, saya menjual sebidang tanah, laku Rp100 juta,” ujar Mahmudi, pada Anadolu Agency, akhir pekan lalu.

“Tanah itu memang tabungan dari hasil saya bekerja sebagai penjual sembako dan roti keliling. Selain itu, saya juga sempat menderes (mengambil air nira) sebagai bahan pembuat gula merah,” lanjut dia.

Mahmudi menjelaskan, dirinya keliling berjualan roti dan sembako dalam jarak yang cukup jauh. Bahkan ia sempat berjualan hingga Jakarta, Sukabum, hingga Pulau Karimunjawa. Semua itu dilakukan untuk mencukupi biaya naik haji.

“Kami mendapat kursi haji untuk keberangkatan 2020. Tetapi, tahun 2014, sebelum kami naik haji, istri saya meninggal dunia, “kata dia.

Saat dijadwalkan berangkat pada 2020, dia dan para calon haji lain sudah selesai mengikuti manasik, baik di Purbalingga maupun di Asrama Haji Donohudan, Boyolali.“Berbagai persiapan telah saya lakukan, termasuk manasik haji yang dirampungkan sudah secara lengkap,” ujar dia.

Bahkan, Kementerian Agama Purbalingga telah membagikan pakaian yang digunakan untuk beribadah di Tanah Suci. Lalu dia menunjukkan mulai dari tas, pakaian ihram dan perlengkapan lain untuk membuktikan bahwa dirinya memang sudah siap berangkat.

“Tetapi, karena belum jadi berangkat, pakaian dan tasnya saya simpan. Sudah setahun lebih di lemari. Tidak pernah saya pakai,” kata dia.

Sambil menunggu pemberangkatan, Ahmad Mahmudi melanjutkan aktivitas mengurus kebun dan jual beli gula merah.“Pekerjaan saya sehari-hari seperti ini, jualan gula kecil-kecilan dan mengurus kebun,” ujar dia.

Dia berharap, pandemi Covid-19 segera dapat selesai, sehingga dia dapat pergi berangkat haji.“Tidak apa-apa, karena memang masih terjadi pandemi,” kata dia. Mahmudi pun sadar bila pembatalan keberangkatan jemaah haji dari Indonesia semata-mata demi kesehatan.

Berdasarkan keterangan dari Kemenag Purbalingga, ada 600 lebih calon haji yang batal berangkat tahun ini.

Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kantor Kemenag Purbalingga Khamimah mengatakan bahwa jamaah haji di Purbalingga cukup memahami gagalnya pemberangkatan.”Ibadah haji merupakan panggilan dari Allah. Mungkin para calon jamaah haji sudah sangat menginginkan, tetapi Allah yang menentukan,” jelas dia.

Tertutup untuk jamaah dari luar

Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas mengatakan bahwa pembatalan pemberangkatan ini murni karena faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji yang terancam pandemi .

Saat mengumumkan pembatalan pemberangkatan haji pada Kamis (3/6) lalu, Menteri Yaqut juga menyebut bahwa Kerajaan Arab Saudi belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman persiapan penyelenggaraan ibadah haji.

Selain itu Arab Saudi juga belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji, padahal pemerintah memerlukan waktu untuk melakukan persiapan pelayanan bagi para jemaah.

Pada akhirnya, Kerajaan Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka tidak akan menerima jemaah haji dari luar. Ibadah Haji 2021 hanya terbatas untuk domestik, baik itu warga negara Arab Saudi dan para ekspatriat yang berada di negara itu.

Jumlah jamaah juga dibatasi hingga 60.000 jemaah, dengan usia 18 hingga 60 tahun.

Sementara itu soal dana haji, pemerintah menyatakan Jemaah yang gagal berangkat bisa mengambil kembali biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang sudah disetor ke pemerintah.

Jamaah juga bisa membiarkan uang tersebut disimpan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk perhitungkan nanti jika ada pemberangkatan.

Jemaah yang batal berangkat tahun ini akan menjadi jemaah haji pada 1443 Hijriah atau 2022 Masehi, ujar Menteri Yaqut.

Mati juga tidak apa, yang penting berangkat

Kekecewaan tampak jelas saat Muhammad Ihsan (37) seorang petani di Desa Lingom, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, menceritakan kegagalannya berangkat haji tahun ini.

Ikhsan juga sudah dua kali gagal, jika ditambah dengan masa tunggunya, maka total 13 tahun dia menunggu untuk berangkat ke Tanah Suci. Rencananya dia pergi bersama ibunya yang kini sudah berusia 76 tahun.

Rata-rata umur calon jemaah haji di kecamatannya memang sudah berusia lanjut. Faktor usia ini juga yang membuatnya resah, karena belakangan dia melihat ibunya semakin lemah dan sering sakit-sakitan.

“Setelah dua tahun ditunda, sudah dua orang calon jemaah haji meninggal dunia. Tadinya 10 orang, kami tinggal berdelapan sekarang,” kata Ihsan saat ditemui Anadolu Agency, pekan lalu.

Pada 2020 saat pemberangkatan haji pertama kali ditunda, ibunya sudah pasrah. Ibunya berpikir, tidak ada kesempatan lagi pergi menunaikan ibadah haji karena umurnya yang kian menua.

“Ibu saya sudah pasrah. Dia bilang mungkin mama nggak ada rezeki lagi bisa ke tanah suci,” ujar dia.

Ibunya kembali mulai bersemangat, saat mengetahui bahwa tahun ini dapat berangkat haji. Dia mengikuti pemeriksaan medis hingga manasik haji meski harus dibantu kursi roda.

Tapi kekecewaan kembali menghampiri saat mereka mengetahui ibadah haji tahun ini kembali dibatalkan.

“Impiannya tahun ini, tapi gagal juga. Padahal kami vaksin kami sudah, belanja perlengkapan untuk haji pun sudah,” ujar dia.

Erlinawati (47) asal Desa Ajun, Kecamatan Peukan Bada, Banda Aceh juga mengungkapkan kisah yang sama.Rencana tahun ini dia bersama suami, ibu kandung dan ibu mertuanya mendapat jatah untuk berangkat haji, tapi sayangnya gagal.

Sementara ibu dan mertuanya sudah lanjut usia, sehingga semakin menipiskan harapan mereka berangkat ke tanah suci, bahkan jika tahun depan sudah dibuka kembali.

Erlina kecewa saat pemerintah membatalkan keberangkatan haji tahun ini, tapi dia berusaha mengambil hikmah, bahwa sesuatu bisa terlaksana atas izin Allah.

“Jadi saya tanya sama orang tua, pandemi Covid-19 ini bisa membuat kita kalau kita mati di Makkah Terus mereka bilang, biar saja mati di sana malah lebih bagus,” ungkap dia.

Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Aceh Arijal, mengatakan, 4.187 jamaah haji asal Aceh yang batal berangkat tahun ini sudah melunasi setoran haji.

Selain itu, Arijal mengatakan, untuk daftar tunggu jamaah haji asal Aceh mencapai 127.000 orang. Jadi jika masyarakat yang hendak mendaftar haji tahun ini, itu harus menunggu hingga 30 tahun untuk bisa berangkat.

Erlina dan Ihsan hanya segelintir para calon jemaah haji asal Aceh yang gagal berangkat. Meski gagal berangkat tahun ini, tak ada niatan bagi mereka menarik kembali setoran hajinya.

Meski begitu, mereka mewakili 4.187 calon jemaah haji yang gagal berangkat tahun ini, berharap tahun depan tak ada lagi pembatalan .

Memang pandemi belum selesai, mereka tetap ingin menunaikan rukun Islam ke lima itu.

IHRAM

Outlook Haji-Umroh 2021 dan Ancaman Mutasi Virus Covid-19

Di penghujung akhir tahun 2020 Arab Saudi kembali menutup penerbangan internasional dari dan ke Arab Saudi setelah munculnya temuan mutasi virus Covid-19 di wilayah Eropa. Kebijakan ini dalam rangka melindungi kesehatan warga Saudi dan jamaah umroh pada umumnya.

Hal ini otomatis menjadikan akses jamaah umroh dari luar Arab Saudi kembali tertutup. Lalu, bagaimana proyeksi pemberangkatan umroh dan haji tahun 2021?

Kesuksesan penyelenggaran haji dan umroh Arab Saudi pada 2020 cukup membuat optimistis umroh bakal tetap berjalan 2021 dengan sejumlah skenario. Awal tahun 2021, jika mengikuti skenario tahapan pembukaan umroh dari Arab Saudi maka Masjidil Haram diharapkan dapat menampung 100 persen sesuai hitungan protokol tindakan pencegahan, yaitu 20 ribu jamaah umroh per hari dan 60 ribu jamaah sholat per hari.

Pada skenario tahap ketiga, Arab Saudi mengizinkan ibadah umroh dan sholat bagi warga Saudi, mukimin, dan warga dari luar kerajaan sejak 1 November 2020. Penerapan aturan bagi calon jamaah umroh dari luar Kerajaan Arab Saudi sesuai dengan skenario tahapan pembukaan umroh yang telah disusun jauh-jauh hari.

Ada tiga tahap yang direncanakan. Pertama, mengizinkan warga negara Saudi dan ekspatriat yang tinggal di sana (mukimin) untuk menunaikan ibadah umroh mulai 4 Oktober 2020 M. Kedua, mengizinkan ibadah umroh dan sholat di Masjidil Haram bagi warga negara Saudi dan mukimin mulai 18 Oktober 2020 M.

Skenario ini sebenarnya sudah berjalan mulus, namun Arab Saudi perlu sejenak membaca kembali situasi setelah munculnya temuan mutasi virus Covid-19 di wilayah Eropa. Baru kemudian membuka kembali akses umroh bagi jamaah asing, termasuk jamaah umroh dari Tanah Air.

Di sisi lain, Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR telah memetakan mitigasi penyelenggaraan haji Tahun 2021 seiring masih berlangsungnya pandemi Covid-19. Waktu terus berjalan sehingga berbagai potensi masalah dipetakan dan disiapkan skema mitigasinya.

Kemenag-DPR memetakan, masalah penyelenggaraan haji, antara lain, terkait tiga skema penyelenggaraan ibadah haji, kuota normal, pembatasan kuota, dan pembatalan keberangkatan dan dampak yang ditimbulkannya. Dampak tersebut, terutama terkait layanan akomodasi, transportasi, konsumsi dan juga kesehatan, termasuk juga kemungkinan dampak pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).

Berdasarkan sejumlah catatan pengiriman jamaah umroh ke Tanah Suci, Kemenag juga melakukan sejumlah evaluasi atas penyelenggaraan ibadah umroh pada masa pandemi. Pertama, Kemenag menilai, perlu dilakukan karantina jamaah sebelum saat keberangkatan, minimal tiga hari.

Karantina ini dilakukan guna memastikan proses tes PCR/SWAB dilakukan dengan benar dan tidak mepet waktu keberangkatan. Karantina juga dinilai dapat menghindari risiko adanya pemalsuan data status Jamaah. Kedua, Kemenag menyebut penting melakukan verifikasi dan validasi dokumen hasil SWAB/PCR.

Proses ini bisa dilakukan oleh petugas Kementerian Kesehatan RI, sesuai protokol kesehatan untuk pelaku perjalanan dari luar negeri. Evaluasi ketiga, jamaah harus melaksanakan disiplin ketat terkait penerapan protokol kesehatan selama masa karantina. Penerapan protokol dilakukan baik di Tanah Air maupun di hotel tempat jamaah menginap di Saudi.

Skenario perjalanan umroh tahun 2021 juga akan ditunjang dengan hadirnya vaksin Covid-19. Sehingga dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan ditunjang oleh vaksin Covid-19 diharapkan penyelenggaran ibadah umroh 2021 berjalan lancar.

Kesuksesan penyelenggaran umroh menjadi kunci dibukanya penyelenggaraan ibadah haji 2021 bagi jamaah asing. Selama proses menuju ke sana, Arab Saudi yang sudah pengalaman dengan penyelenggaraan umroh dan haji tahun 2020 pada masa pandemi, kemungkinan bakal lebih fleksibel menerapkan buka tutup penerbangan internasional atau mengaturan pembagian visa jamaah umroh, sesuai dengan ambang batas ancaman penularan Covid-19 yang masih menghantui.

Oleh: Muhammad Fakhruddin, Jurnalis Republik

KHAZANAH REPUBLIKA

BPKH Imbau Jamaah Haji tidak Tarik BIPIH

 Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyarankan jamaah haji untuk tidak menarik seluruh Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BIPIH). Deputi Investasi Surat Berharga, Investasi Emas, Teknologi Informasi, Pengadaan dan Umum BPKH, Indra Gunawan menyampaikan penarikan keseluruhan dana yang telah disetorkan akan meniadakan porsi yang telah dimiliki.

“Kalau pun harus diambil, ambil yang pelunasannya, yang Rp 25 juta tetap dipertahankan agar tetap ada porsi,” katanya dalam Sharia Online Talk Masyarakat Ekonomi Syariah dan BPKH, Senin (20/7).

Indra menyampaikan dana haji saat ini aman dan tidak mengalami kerugian karena belum disetorkan ke Kementerian Agama. Sebagian besar dana dalam bentuk valas. Normalnya, BPKH menyetorkan sekitar Rp 15 triliun untuk pelaksanaan ibadah haji per tahun.

Namun, karena pemerintah Arab Saudi telah menginstruksikan pemberhentian kontrak haji sejak awal wabah, jadi belum ada dana yang dikeluarkan. Indra mengatakan dana yang ditahan tersebut akan tetap diinvestasikan sehingga bernilai manfaat bagi jamaah.

“Sektor mana saja kami sudah minta untuk pembiayaan strategis keumatan yang punya social impact,” katanya.

Misal untuk pembiayaan madrasah, laboratorium di universitas Islam, pembuatan Kantor Urusan Agama, dan sara prasarana yang terkait umat lainnya. Selain itu, dicari juga sektor strategis pemerintah, seperti pembiayaan untuk PLN dan perusahaan lain yang tidak pernah merugi.

Sekuritisasi melalui KIK EBA Syariah juga diupayakan pada aset yang potensial, misal jalan tol atau mortgage. Indra menyampaikan, BPKH juga terbuka dalam kerja sama dengan pemerintah daerah dalam mencari aset-aset budaya, atau dengan universitas untuk pembangunan fasilitas.

“Kita coba dengan universitas untuk bangun asrama yang fully digital, dengan fasilitas lengkap, ada layanan tahfiz, dan lainnya,” katanya. Indra mengatakan, BPKH berupaya agar investasi tidak hanya menghasilkan keuntungan tapi juga aman dan memiliki dampak sosial.

Kepala Bidang Investasi Badan Pengelola Keuangan (BPKH) Beny Witjaksono, dalam kesempatan berbeda menyebut saat ini BPKH masih fokus investasi pada surat berharga syariah. Nilai manfaatnya stabil dan cukup besar.

“Investasi masih aman-aman saja dan kita fokus ke SBSN dan sukuk korporasi,” katanya.

Semester pertama 2020, nilai manfaat dari investasi surat berharga dan emas (ISBE) mencapai Rp 2,2 triliun atau naik 30,5 persen (yoy). Di tengah tren penurunan tingkat suku bunga, nilai manfaat investasi surat berharga terus mengalami peningkatan cukup signifikan.

Investasi hingga Mei 2020 mencapai 42,4 persen dari target nilai manfaat ISBE tahun 220. Total dana kelolaan mencapai Rp 135,8 triliun, dengan porsi penempatan di bank mencapai Rp 52 triliun, investasi surat berharga sebesar Rp 82 triliun, investasi langsung dan lainnya sebesar Rp 1,1 triliun.

Pertumbuhan investasi surat berharga naik 17,1 persen dari Rp 70,06 triliun pada akhir 2019. Eksposur terbesar pada surat berharga syariah dan reksadana terproteksi syariah. Sukuk ditempatkan pada emiten berkinerja baik dan memiliki peringkat AAA dengan rata-rata yield portofolio sebesar 7,94 persen.

IHRAM

Sabar, Haji Tahun 2020 Batal. Begini Cara Urus Refund Biaya Haji Reguler dan Khusus

Kementrian Agama telah memutuskan untuk tidak memberangkatkan para jemaah haji 1441 H/2020 M pada tahun ini karena pandemi virus corona (covid-19). Kebijakan baru ini diambil berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No 494 tahun 2020 dan disampaikan langsung oleh Mentri Agama Fachrul Razi pada 2 Juni 2020.

Bersamaan dengan keputusan ini Kemenag (Kementrian Agama) juga menyampaikan bagi para jemaah yang sudah melunasi BPIH (biaya perjalanan ibadah haji) dapat melakukan pengajuan permohonan untuk refund atau pengembalian uang setoran BPIH.

Adapun bagi jemaah haji yang tidak mengambil setoran pelunasan haji tahun ini, maka statusnya akan tetap sebagai jemaah haji yang akan diberangkatkan (InsyaAllah) di tahun berikutnya yaitu tahun 2021.

Untuk lebih lengkapnya, berikut ulasan lengkap rangkuman redaksi cermati.com seputar cara urus refund biaya haji dan status apabila calon jamaah haji meninggal dunia.

Bagi Anda yang merupakan jemaah haji yang ingin mengajukan pengembalian dana setoran pelunasan haji, harap ikuti prosedur dan persyaratan berikut ini:

1. Membuat Surat Permohonan Pengembalian Setoran

Jemaah yang ingin mengajuakan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bpih wajib membuat surat pengajuan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota tempat Anda mendaftar haji.

2. Menyiapkan Persyaratan Dokumen

Jemaah juga diwajibkan untuk menyertakan beberapa dokumen dan data untuk pengembalian setoran pelunasan yang berupa:

  • Bukti asli setoran lunas BPIH yang dikeluarkan oleh Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH.
  • Fotokopi buku tabungan yang masih aktif atas nama jemaah haji dan memperlihatkan aslinya
  • Fotokopi KTP dan memperlihatkan aslinya.
  • Nomor telepon yang bisa dihubungi.

3. Menunggu Proses Verifikasi dan Validasi

Permohonan akan diverifikasi dan divalidasi oleh Kepala Seksi yang membidangi urusan Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Kankemenag Kab/Kota.

Jika dokumen dinyatakan lengkap dan sah, Kepala Seksi Haji akan memasukan data Anda untuk pembatalan setoran pelunasan Bpih pada aplikasi siskohat.

Setelah itu, kepala Kankemenag Kab/Kota akan mengajukan permoonan pembatalan setoran pelunasan Bpih secara tertulis untuk dikirimkan melalui emali kepada Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri dan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi.

Lalu Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri akan menerima surat pengajuan permohonan pembatalan setoran pelunasan Bpih kemudian melakukan konfirmasi pembatalan setoran pelunasan Jemaah Haji pada aplikasi Siskohat.

Berikutnya, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri atas nama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bpih secara tertulis kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

4. Transfer Dana

Transfer dana pengembalian setoran lunas Bpih ke rekening jemaah haji dilakukan setelah BPS (bank penerima setoran) Bpih telah menerima Surat Perintah Membayar (SPM) dari BPKH yang sebelumnya juga sudah melakukan konfirmasi transfer pengembalian setoran pelunasan pada aplikasi Siskohat.

5. Lama Proses Pengurusan

Seluruh proses ini diperkirakan akan berlangsung sampai 9 hari. Dengan pembagian perkiraan waktu yaitu 2 hari di Kankemenag Kab/Kota, 3 hari di Ditjen PHU, 2 hari di BPKH dan 2 haru proses transfer dana pengembalian dari BPS Bpih ke masing-masing rekening jemaah yang mengajukan pengembalian dana. Jadi, harap Anda bersabar dari awal pengurusan hingga akhir.

Bagi jemaah haji yang seharusnya diberangkatkan tahun ini tapi ternyata mereka meninggal dunia, maka pihak keluarga atau ahli waris dapat melakukan permohonan pengembalian dana biaya haji.

Berikut cara urus refund biaya haji Jemaah yang meninggal dunia:

  • Mengajukan permohonan pengembalian Bpih di tempat pendaftara secara tertulis
  • Permohonan pembatalan dan pengembalian dilakuakn oelh ahli waris yang ditunjuk
  • Ahli waris harus membawa dokumen persyaratan yaitu:
    • Surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa setempat
    • Surat keterangan waris
    • Surat keterangan kuasa waris
    • Surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari ahli waris
    • Fotokopu KTP ahli waris
    • Fotokopi tabungan jemaah yang telah meninggal dan
    • Fotokopi tabungan ahli waris
  • Dana refund berikutnya akan ditransfer langsung ke rekening ahli waris bukan lagi rekening jemaah yang sudah meninggal.

Opsi Lain jika tidak melakukan refund, maka ahli waris bisa berangkat haji menggantikan jamaah yang meninggal dunia.

Cara ini disebut dengan pelimpahan nomor porsi haji yang telah meninggal kepada ahli warisnya yang bisa ditunjukan untuk suami, istri, ayah, ibu, anak kandung atau saudara kandung yang keputusannya sudah disepakati secara tertulis oleh seluruh anggota keluarga jemaah yang meninggal.

Jika Bpih sudah lunas, ahli waris yang ditunjuk untuk menggantikan akan diberangkatkan tahun depan (2021), kalau belum bisa melanjutkan untuk pelunasannya dan masuk daftar waiting list.

Syarat dan Cara Urus Refund Dana Haji Khusus

Apabila Jemaah telah melunasi biaya berangkat ibadah haji dengan status haji khusus tapi batal berangkat haji, maka Anda bisa mengurus uang pengembalian dana haji tersebut.

Berikut syarat dan cara refund lengkap untuk status para jemaah haji khusus:

  1. Permohonan pengembalian dana haji harus dilakukan kepada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dengan surat pernyataannya pembatalan yang disertai dengan meterai Rp 6.000.
  2. Membawa persyaratan dokumen yaitu fotokopi KTP, Kartu Keluarga (KK), dan surat nikah.
  3. Setelah dokumen dinyatakan lengkap dan bisa diproses, calon jemaah haji berikutnya harus menyertakan nomor rekening bank untuk pengiriman dana pengembalian. Uang yang akan ditransfer berupa mata uang asing dollar AS (mata uang Amerika Serikat).
  4. PIHK berikutnya akan mengirim surat permohonan ke Kementerian Agama untuk dibuatkan surat keterangan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mencairkan dana pembatalan calon jemaah haji ke PIHK.
  5. Setelah uang telah dikirimkan dari BPKH ke PIHK, pihak PIHK berikutnya segera mengirimkan uang ke jemaah setelah dipotong biaya-biaya yang diperlukan.

Semua proses pengembalian dana haji baik reguler, jemaah karena meninggal dan jemaah haji khusus dilakukan secara offline (manual) dan untuk dana haji khusus akan dibebankan biaya administrasi.

Sabar Menunggu dan Taati Peraturan yang Berlaku

Bagi Anda yang akan melakukan proses refund Bpih pastikan untuk mempersiapkan secara baik persyaratan dan hal-hal lainnya yang dibutuhkan secara baik sebelum melakukan pengajuan permohonan pengembalian dana haji.

Apabila ada proses pengurusan refund yang harus dilakukan secara offline, maka jangan lupa tetap jaga kesehatan, gunakan masker, jaga jarak dan jaga sering cuci tangan. Ingat, tetap bersabar dalam menghadapi cobaan pandemi covid-19 ini, teruslah berdoa yang terbaik agar wabah ini bisa diatasi dan tahun depan, para jamaah bisa kembali menunaikan ibadah haji.

IHRAM

Perang dan Wabah: Penutupan Haji Dalam Lintas Zaman

Jauh sebelum virus asal Wuhan, China, yang dikenal dengan Covid-19 membayangi Makkah, sebenarnya berbagai wabah juga pernah menghampiri Makkah. Bahkan, paparan ini dalam catatan sejarah lazim adanya. Wabah penyakit tersebut menimbulkan kematian dengan angka yang tinggi pada umat Muslim dunia yang tengah menunaikan haji.

Di zaman lalu misalnya, Makkah dan Madinah (Tanah Haram) sebagai pusat pelaksanaan ibadah haji kerap dituduh sebagai pusat wabah dunia. Di masa kini pun, begitu tersebar isu bahwa kemasaan Air Zamzam tidak steril maka pemerintah Arab Saudi segera bertindak. Kawasan sumur zamzam langsung direnovasi, produksi, pengemasan, hingga sitribusi di awasi secara ketat. Arab Saudi tidak ingin ibadah haji tercemar dengan isu ancaman kesehatan hingga kemananan dan berbagai hal lain.

Apalagi setiap musim haji, Arab Saudi bisa mendapat devisa hingga sekitar Rp 1000 Triliun. Yang ini berarti hampir setengah besaran APBN Indonesia setiap tahun. Maka tidak akan ada toleransi bagi wabah selama musim haji. ‘No Way’ bagi Arab sebab mereka paham banyak negara yang meminta agar soal haji di urus oleh organisasi konfrensi negara Islam. Iran yang selama ini paling getol menyuarakannya.

                                            ****

Pada masa sekarang, yakni di awal dekade 2010-an, tepatnya pada 2012, keluarga virus corona muncul di Arab Saudi, yakni virus CoV. Penyakitnya disebut sebagai Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Orang di Arab lazim menyebut dengan nama “flu unta”. Makkah sebagai pusat ibadah umat Islam tak lepas dalam penyebaran virus ini.

Hingga saat ini terdapat dugaan kuat bahwa unta Arab atau dromedaris adalah spesies kunci dari penyebaran wabah MERS ke manusia. Sejak muncul pertama kali pada 2012, MERS telah ditularkan ke ribuan orang di lebih dari 26 negara.

WHO menyebut bahwa hingga November 2019, sekitar 2494 kasus dilaporkan terkait MERS, dengan 858 di antaranya sudah meninggal dunia. Sebagian besar kasus MERS terjadi di Arab Saudi.

Namun, jauh sebelum MERS, sejumlah wabah juga sempat membayangi Tanah Suci. Menurut Encyclopedia of Plague and Pestilence from Ancient Times to the Present (2008) yang ditulis George Childs Kohn, kolera menjadi wabah langganan yang selalu datang ke Makkah.

Kolera kerap kali dibawa oleh jamaah haji dari luar Arab Saudi, yang kemudian menularkan penyakit diare akibat infeksi bakteri itu ke jamaah haji dari berbagai belahan dunia lainnya. Negara Rusia, misalnya, pada akhir tahun 1800-an sangat mewaspadai jamaah haji dari negara yang pulang dari Makkah. Mereka melakukan pengawasan secara ketat kepada mereka.

“Makkah (kota suci Islam di Arab Saudi) adalah pusat difusi yang paling rawan dalam penyebaran kolera. Epidemi kolera di sana pecah sebanyak 33 kali antara 1830 dan 1912,” kata Kohn.

Menurut catatan Kohn, Makkah dan ritual ibadah haji tahunannya kerap memiliki “peran” dalam penyebaran kolera ke berbagai belahan dunia. Jamaah yang tertular di Makkah kemudian menularkan kolera ke kampung halamannya. Indonesia pun tidak luput dari kolera yang tertransmisikan di ibadah haji.

Kasus wabah yang salah satu penyebarannya diperbesar oleh aktivitas ibadah haji di Makkah di antaranya kasus wabah kolera Asia 1826-1837. Dua tahun terparah kolera yang menjangkiti Makkah adalah tahun 1831 dan 1865.

“Epidemi kolera paling parah di Makkah meletus pada tahun ritual tahunan haji. Ritual keagamaan mempercepat penyebaran kolera di seluruh Benua Afrika dan Eropa di sepanjang rute transportasi para jamaah,” tulis Kohn. 

Pada 1865-1875, wabah kolera yang kerap dibawa jamaah Muslim India bahkan menular ke 90 ribu jamaah. Sebanyak 30 ribu di antaranya meninggal. Jamaah yang tertular berasal dari Irak, Suriah, Palestina, Turki, dan Mesir. Dari Mesir, kolera ditularkan ke sebagian wilayah Eropa. Kasus kolera serupa terus terjadi, seperti pada 1902 hingga periode 1961-1975.

Selain oleh kolera, Makkah juga pernah dibayangi wabah Asia Afrika Accute Hemmorhagic Conjunctivist (AHC) pada 1969-1971. Pada tahun 1970-an, penyakit mata yang dibawa jamaah haji itu bahkan menular ke Jawa-Bali dan menjadikannya episentrum kedua wabah selain tanah Arab. 

Mundur ke tahun 1348-1349, Makkah juga terdampak Wabah Hitam Maut atau Black Death yang melenyapkan nyawa dua pertiga populasi Eropa saat itu (75 juta). Menurut Kohn, beberapa warga Eropa berusaha melarikan diri dari wabah mematikan ini ke Timur Tengah. Namun, mereka yang terjangkit kemudian menular ke jamaah haji yang mereka temui dalam perjalanan menuju Makkah dan menyebabkan kematian di Makkah.

Maka melihat semua itu pemerintah Arab Saudi masa kini sangat sensitif ketika muncul adanya pandemi wabah Corona. Makkah dan Madinah sampai hari ini diawasi secara ketat. Bahkan Masjidil Haram asih tertutup meski sudah menjelang  musim haji. Dan di sekitar hari ‘H’ pemerintah Arab Saudi menyatakan akan makin mengetatkan orang luar Makkah masuk. Jamaah haji harus terdaftar dan bahkan ketika masuk Makkah  mereka harus mendaftar melaui aplikasi khusus. Jamaah haji dibatasi hanya 10 ribu orang dan hanya boleh dilakukan oleh orang yang berusia di bawah 65 tahun dan tak punya penyakit bawaan.

”Pokoknya nanti berhaji di musim pandemi tak gampang bang. Jamaah begitu diatur ke luar masuk ke Masjidil Haram. Aneka peralatan pun saya dengan dari berita di media massa Arab juga terus dipasang. Dan sangsinya berat bagi yang berani melanggar, bagi warga Arab di denda sampai 1000 real dan bagi warga asing akan didopertasi. Sanksi ini juga berlaku di kota Makkah pada hari-hari ini. Polisi mondar-mandir terus melakukan patroli,” kata Mukimin Indonesia yang kini tinggal di kawasan Aziziah, Makkah.

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

IHRAM

Saudi Apresiasi Indonesia Negara Pertama Dukung Kebijakan Haji 2020

Jakarta (Kemenag) — Pemerintah Arab Saudi mengapresiasi dukungan Indonesia terhadap kebijakan pembatasan jemaah haji 1441H/2020M. Apresiasi tersebut disampaikan Dubes Arab Saudi untuk Indonesia Essam bin Abed Al-Thaqafi kepada Menteri Agama RI Fachrul Razi di kantor Kementerian Agama, Jakarta.

“Indonesia telah lebih dulu mengumumkan untuk membatalkan kebarangkatan jemaah haji. Saat ini, kita apresiasi Indonesia dan Menag karena yang pertama mendukung keputusan Saudi dalam membatasi haji,” terang Essam bin Abed di Jakarta, Jumat (26/06).

“Apresiasi ini disampaikan otoritas tertinggi di Saudi kepada Indonesia, terutama Menag yang terkait dengan urusan keagamaan di Indonesia,” sambungnya.

Karena alasan keselamatan di tengah wabah Covid-19, Kerajaan Arab Saudi, pada Senin 22 Juni 2020, pukul 21.30 waktu setempat, memutuskan untuk menggelar ibadah haji 1441H/2020M hanya secara terbatas untuk Warga Negara Saudi dan Warga Negara asing atau ekspatriat yang saat ini sudah berada atau berdomisili di Arab Saudi. Esok harinya, Menag Fachrul Razi mengapresiasi kebijakan Arab Saudi yang mengedepankan keselamatan jemaah haji.

Menurut Essam bin Abed, keputusan ini diambil sebagai langkah mengamankan jiwa. Pandemi Covid-19 terjadi di hampir seluruh negara di dunia. Karenanya, Saudi mengambil keputusan untuk meniadakan keberangkatan jemaah dari seluruh negara. Jemaah haji tahun ini hanya dibatasi untuk Warga Negara Saudi dan Warga Negara asing atau ekspatriat yang saat ini sudah berada atau berdomisili di Arab Saudi. 

Essam menambahkan, sejak terjadi Covid-19, Saudi telah melakukan kajian terkait penyelenggaraan haji 1441H/2020M. Dalam proses tersebut, pada Maret 2020, Pemerintah Saudi melalui Kementerian Haji telah bersurat ke seluruh negara Islam untuk tidak tergesa-gesa melakukan kontrak. Menurutnya, masalah haji sangat berkait dengan pembiayaan dan proses lainnya sehingga keputusan penundaan kontrak diambil sejak awal agar tidak ada dampak yang timbul darinya.

Dikatakan Essam, pandemi Covid-19 menyebabkan banyak negara menunda pelaksanaan semua kegiatan mereka yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Dan, kerumunan haji adalah yang terbesar di dunia. Bahkan, saat penyelenggaraan ibadah haji, ada momen saat jutaan jemaah kumpul di satu titik. “Itu berpotensi masalah. Keputusan membatasi jemaah haji, demi keselamatan masyarakat,” jelasnya.

“Atas nama pribadi dan Pemerintah, saya menyampaikan apresiasi atas sikap dan dukungan Indonesia terhadap keputusan Saudi membatasi jemaah haji tahun ini,” tandasnya.

KEMENAG RI

Keputusan Arab Saudi Gelar Haji Terbatas Sesuai Pedoman WHO

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendukung langkah Arab Saudi mengadakan haji terbatas untuk tahun ini. Mengutamakan kesehatan adalah pilihan yang harus dilakukan semua negara selama pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam konferensi persnya menyambut keputusan Arab Saudi. Saudi mengumumkan memungkinkan peziarah dari berbagai negara yang berbeda, yang saat ini tinggal di dalam Kerajaan, untuk melakukan haji tahun ini.

Keputusan ini dinilai dibuat berdasarkan penilaian risiko dan analisis perbedaan skenario. Cara ini sesuai dengan pedoman WHO untuk melindungi keselamatan para peziarah dan meminimalkan risiko penularan.

“WHO mendukung keputusan ini. Kami memahami itu bukan keputusan yang mudah untuk dibuat, dan kami juga mengerti pengumuman itu membawa kekecewaan besar bagi banyak Muslim yang menantikan untuk melakukan ziarah mereka tahun ini,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip di Saudi Gazette, Kamis (25/6).

Ia lantas menyebut, keputusan yang diambil Kerajaan Saudi merupakan contoh lain dari pilihan sulit yang harus dilakukan semua negara untuk mengutamakan kesehatan.

Kerajaan Arab Saudi melalui Kementerian Haji mengumumkan keputusan pembatasan jamaah untuk pelaksanaan haji 2020 pada Senin (22/6) malam waktu setempat.

Pembatasan jamaah ini akan menjadi kali pertama terjadi di zaman modern. Dimana umat Islam dari seluruh dunia tidak diizinkan untuk melakukan ziarah tahunan ke Makkah.

“Keputusan ini diambil untuk memastikan haji dilakukan dengan cara yang aman dari perspektif kesehatan masyarakat, sambil mengamati semua tindakan pencegahan dan protokol jarak sosial yang diperlukan untuk melindungi manusia dari risiko yang terkait dengan pandemi ini dan sesuai dengan ajaran Islam di  melestarikan kehidupan manusia,” tulis Kementerian Haji Saudi dalam keterangan yang dibagikan, Senin (22/6).

Hingga saat ini, penerbangan internasional ke negara tersebut masih dibatalkan. Ini karena penyakit coronavirus atau Covid-19 di seluruh dunia masih ada.

Arab Saudi mengatakan kemungkinkan hanya sekitar 1.000 jamaah haji yang diizinkan melakukan ritual tahunan ini. Selain itu, mereka yang berusia di atas 65 tahun atau memiliki penyakit kronis tidak diizinkan ikut serta.

“Jumlah peziarah akan sekitar 1.000, mungkin lebih sedikit. Tahun ini jumlahnya tidak akan mencapai puluhan atau ratusan ribu,” ujar Menteri Haji Mohammad Benten.

Para jamaah haji juga akan melakukan tes Covid-19 sebelum tiba di kota suci Makkah. Selain itu, mereka juga akan diminta untuk melakukan karantina di rumah sebelum maupun setelah menjalani ritual haji.

Sumber: https://saudigazette.com.sa/article/594703/SAUDI-ARABIA/WHO-chief-lauds-Saudi-Arabias-decision-to-host-limited-Hajj

IHRAM

“Saya Manut Sama Allah, Memang Tak Bisa Dipaksakan Haji”

MANUSIA mana yang tidak merasa kecewa jika rencana besarnya gagal terlaksana. Apalagi jika rencana itu sudah sejak lama diimpi-impikan untuk dilaksanakan. Bahkan dengan dana tidak sedikit.

Begitulah mungkin yang dirasakan ratusan ribu jamaah calon haji (calhaj) asal Indonesia yang bisa dipastikan gagal berangkat ke Tanah Suci pada musim haji tahun 1441H/2020M ini.

Perasaan kecewa tentu manusiawi. Tapi, tenggelam dalam kekecewaan tentu tidaklah semestinya. Pelajaran ini bisa dipetik dari sikap Saptuari Sugiarto dan ibunya, Kasilah.

Keduanya termasuk jamaah calhaj Indonesia tahun ini yang tidak jadi berangkat haji akibat pandemi Covid-19.

Pada Senin (22/06/2020), demi keselamatan di tengah pandemi, Kerajaan Arab Saudi memutuskan untuk menggelar ibadah haji 1441H/2020M hanya secara terbatas bagi Warga Negara Saudi dan Warga Negara asing atau ekspatriat yang saat ini sudah berada atau berdomisili di Arab Saudi.

Sedangkan sebelumnya, pada 2 Juni 2020 lalu, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama telah lebih dulu mengumumkan keputusan tidak memberangkatkan jamaah haji Indonesia pada tahun 1441H/2020M ini akibat pandemi.

Kuota haji Indonesia tahun ini berjumlah 221.000 jamaah, terdiri dari kuota haji reguler (203.320) dan kuota haji khusus (17.680). Jamaah calhaj itu termasuk di dalamnya adalah Saptuari dan Kasilah.

“Intinya kami pasrah dengan kondisi ini, karena semuanya sudah diatur oleh Allah Subhanahu Wata’ala,” tutur Saptuari kepada Suara Hidayatullah – hidayatullah.com beberapa waktu lalu.

Saat wawancara itu, belum ada kepastian dari pemerintah Indonesia maupun Arab Saudi mengenai penyelenggaraan haji di tengah pandemi Covid-19. Situasi itu membuat banyak calhaj masih was-was.

“Memang di grup haji, sempat ada gonjang-ganjing kekhawatiran,” tutur Saptuari, jamaah calhaj reguler asal Jogjakarta.

Ia dan ibunya mendaftar haji pada tahun 2011 silam. Sembilan tahun lamanya ia menanti giliran untuk pergi ke Baitullah.
“Umur saya sekarang 40 tahun. Ibu 65 tahun. Satu grup rombongan saya, ada sekitar 40 orang,” sebutnya saat itu.

Meskipun harus menelan kenyataan pembatalan haji tahun ini, Saptuari dan ibunya tak menuntut apa-apa.

“Saya manut sama Allah, karena memang tidak bisa dipaksakan (haji). Berangkat ya berangkat. Kalau harus diundur, semoga dikasih kesehatan dan panjang umur hingga tahun depan bisa berangkat,” ungkapnya.

Ia mengaku saat itu sudah memprediksi kemungkinan besar hajinya akan ditunda.

“Karena melihat dan membaca berita di Saudi banyak warga yang positif (virus corona), negara-negara lain yang masih dalam kondisi “merah” banyak dan termasuk juga Indonesia. Kalau dipaksakan resikonya sangat besar,” sebutnya.

Apalagi, pelaksanaan haji diikuti sekitar 2 juta orang dari berbagai negara di penjuru dunia.

“Katakanlah jadi digelar, tapi sebulan sebelum berangkat tes Covid-19 dulu. Siapa yang dapat menjamin rentang waktu sebulan itu tidak akan tertular? Belum lagi tidak semua negara bisa melakukan tes secara detail.

Dari situ saya pribadi cenderung, bukan hanya 50 persen tapi kemungkinan besar haji tahun ini akan ditunda,” ungkapnya kala itu.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof Dr H Hasanuddin AF MA, menjelaskan, tidak masalah ibadah haji ditunda karena adanya wabah.

“Sama dengan ibadah-ibadah lainnya. Misalnya, shalat Jumat, boleh saja tidak diselenggarakan, lalu diganti dengan shalat dhuhur. Itu contoh kecil.kembali

Nah, ibadah yang lebih besar seperti haji, (ditunda) lebih enggak masalah lagi, jika jiwa manusia bisa terancam dengan wabah itu. Saya kira, apa yang dilakukan pemerintah Saudi sudah tepat. Mereka kan memang yang memiliki otoritas untuk menutup Ka’bah,” ujarnya dalam wawancara terpisah.* Artikel ini telah dimuat Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2020/Ramadhan 1441H. Dimuat kembali hidayatullah.com dengan penyesuaian redaksi.

HIDAYATULLAH