Sejarah Panggilan Haji di Indonesia

Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan melaksanakannya. Karena untuk melaksanakan haji memerlukan biaya yang tidak murah dan juga menuntut kemampuan yang tidak mudah, acapkali kaum muslim menganggap ibadah ini sebagai ibadah paling spesial dan memiliki tempat tersendiri di hati kaum muslim khususnya di Indonesia. Hal itu terlihat dari panggilan “Haji” yang disematkan bagi orang yang pernah melaksanakan ibadah tersebut.

Sejarah mencatat, sesudah ibadah haji disyariatkan, Rasulullah hanya berhaji satu kali, yakni haji wada’. Hal ini menjadi dasar bahwa haji yang diwajibkan hanyalah satu kali seumur hidup. Riwayat juga menyebutkan bahwa semua Nabi dan Rasul pernah melaksanakan ibadah haji.

Demikian pula dengan para Sahabat, Tabiin, dan generasi Ulama sesudahnya, dikisahkan bahwa kebanyakan diantara mereka melaksanakan ibadah haji karena merupakan rukun Islam. Menarik untuk dikaji bahwa mereka para generasi Salaf, tidak pernah ada yang tercatat diberikan gelar “Haji”. Tidak ada panggilan “Haji” Muhammad SAW, “Haji” Abu Bakar RA, “Haji” Umar RA, “Haji” Utsman RA, tidak pula “Haji” Ali bin Abi Thalib KW. Pertimbangan demikianlah yang menjadikan beberapa ulama kelompok Salafi di zaman now yang menyatakan bahwa panggilan “Haji” merupakan bidah karena tidak ada contohnya dari generasi Salaf dan mencerminkan sifat riya.

Pemberian gelar haji dimulai pada tahun 654H, di mana pada saat itu, di kota Mekah sedang terjadi pertikain yang mengganggu keamanan kota Mekah sehingga bagi orang yang akan melaksanakan haji, perlu persiapan yang sangat ekstra sampai harus membawa persenjataan lengkap ibarat hendak pergi ke medan perang.

Sekembalinya mereka dari ibadah haji, mereka disambut dengan upacara kebesaran bagaikan menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang, dan dielu-elukan dengan sebutan “Ya Hajj, Ya Hajj”. Maka berawal dari situ, setiap orang yang pulang haji diberi gelar “Haji”.

Gelar haji nyatanya bukan hanya digunakan di Indonesia, tapi juga digunakan di negara-negara lain dengan penyesuaian bahasa lokal mereka. Dalam bahasa Farsi dan Pashto ditulis: haajii (h-a-j-ii), bahasa Yunani: Χατζής, Albania: Haxhi, Bulgaria: Хаджия, Kurdi: Hecî, Serbia/Bosnia/Kroasia: Хаџи atau Hadži, Turki: Hacı, Hausa: Alhaji dan bahasa Romania: hagiu. Di beberapa negara, gelar haji dapat diwariskan turun-temurun sehingga menjadi nama keluarga seperti Hadžiosmanović dalam bahasa Bosnia yang berarti ‘Bani Haji Usman’ alias ‘anak Haji Usman’.

Dalam sejarah Nusantara, tercatat bahwa Bratalegawa putra kedua Prabu Guru Pangandiparamarta Jayadewabrata atau Sang Bunisora penguasa kerajaan Galuh (1357-1371) menikah dengan seorang muslimah dari Gujarat bernama Farhana binti Muhammad. Melalui pernikahan ini, Bratalegawa memeluk Islam. Sebagai orang yang pertama kali menunaikan ibadah haji di kerajaan Galuh, ia dikenal dengan sebutan Haji Purwa (Atja, 1981:47).

Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari dan naskah-naskah tradisi Cirebon seperti Wawacan Sunan Gunung Jati, Wawacan Walangsungsang, dan Babad Cirebon. Dalam naskah-naskah tersebut disebutkan adanya tokoh lain yang pernah menunaikan ibadah haji yaitu Raden Walangsungsang bersama adiknya Rarasantang. Keduanya adalah putra Prabu Siliwangi. Sebagai seorang haji, Walangsungsang kemudian berganti nama menjadi Haji Abdullah Iman, sementara Rarasantang berganti nama menjadi Hajjah Syarifah Mudaim.

Dari kesultanan Banten, jemaah haji yang dikirim pertama kali adalah utusan Sultan Ageng Tirtayasa, termasuk diantaranya putranya, Sultan Abdul Kahar, ke Mekah untuk menemui Sultan Mekah sambil melaksanakan ibadah haji, lalu melanjutkan perjalanan ke Turki. Karena kunjungannya ke Mekah dan menunaikan ibadah haji, Abdul Kahar kemudian dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1671.

Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda, pemberian gelar “Haji” sengaja dilakukan oleh pihak kolonial sebagai identifikasi bagi mereka yang telah melaksanakan ibadah haji dan tentunya mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan bangsa-bangsa luar.

Interaksi tersebut kerapkali menimbulkan semangat bagi para haji untuk melakukan pemberontakan baik secara fisik seperti yang dilakukan oleh Imam Bonjol maupun Pangeran Diponegoro, maupun secara pergerakan seperti Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam.

Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya belanda untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903.

Di masa sekarang ini, panggilan haji lebih bersifat sebagai sebuah penghormatan karena yang bersangkutan dianggap telah melaksanakan rukun Islam secara sempurna. Tentu saja hal ini tidaklah bertentangan dengan syariat, karena panggilan semacam itu menunjukkan sikap hormat dan penghargaan kita terhadap saudara seiman kita.

Anjuran untuk saling menghargai seperti itu sangat jelas sebagaimana dikemukakan oleh Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul  Al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 444), sebagai berikut

آداب الإخوان: الاستبشار بهم عند اللقاء، والابتداء بالسلام، والمؤانسة والتوسعة عند الجلوس، والتشييع عند القيام، والإنصات عند الكلام، وتكره المجادلة في المقال، وحسن القول للحكايات، وترك الجواب عند انقضاء الخطاب، والنداء بأحب الأسماء

“Adab berteman, yakni: Menunjukkan rasa gembira ketika bertemu, mendahului beruluk salam, bersikap ramah dan lapang dada ketika duduk bersama, turut melepas saat teman berdiri, memperhatikan saat teman berbicara dan tidak mendebat ketika sedang berbicara, menceritakan hal-hal yang baik, tidak memotong pembicaraan dan memanggil dengan nama yang disenangi.”

Demikian, semoga bermanfaat.

Tulisan ini sudah pernah dimuat di islami.co

BINCANG SYARIAH

Kemampuan Haji Era Pandemi tak Cuma Harta tapi Ilmu

Syarat kesanggupan berhaji di masa pandemi ini salah satunya adalah ilmu. 

Hal demikian disampaikan Imam Yakhsyallah Mansur, Dosen Sekolah Tinggi Shuffah Al-Qur’an Abdullah bin Mas’ud saat menjadi pembicara dalam Webinar MINA Talks: “Catatan Ibadah Haji 1442 Hijriyah”. 

“Hanya ibadah haji yang mencantumkan syarat istitha’ah (kemampuan) yaitu biaya, kemananan perjalanan, kesehatan, kemampuan fisik, waktu, dan satu lagi adalah ilmu,” katanya.

Ilmu yang dimaksud Yakhsyallah adalah agar dalam melaksanakan haji di tengah pandemi, jangan sampai salah paham mengambil keputusan dan dalam menjalankan syarat rukunnya. Karena jika tidak tercapai syarat dan rukunnya maka hajinya tidak sah dan tentu harus diulang tahun depan.  

Pada kondisi saat ini, Imam mengajak, umat Islam harus bersyukur dan berbahagia. Karena meski ada pandemi perhelatan haji masih bisa diselenggarakan di tengah pendemi, meski dalam keterbatasan. 

“Kalau kita hanya menyalahkan, justru akan menambah problematika. Maka mari kita bangun narasi positif, semoga pandemi segera berakhir,” jelas Imam Yakhsyallah. 

Dalam kondisi saat pandemi, penyelenggara memang harus berani melakukan perubahan mendasar, tapi bukan hal prinsip. Karena pada prinsipnya syariat Islam tidak membaratkan dalam pengerjaan amal. “Prinsip dalam Islam adalah adanya ruksah (keringanan),” katanya. 

IHRAM

Dua Tahun Gagal Berangkat Haji Calhaj Masih Sabar

Pada usianya yang ke-70, Ahmad Mahmudi, warga Desa Langkap, Kecamatan Kertanegara, Purbalingga, Jawa Tengah masih gesit beraktivitas. Dia rajin menyiangi rerumputan di sekitar tanaman kapulaga, komoditas pokok kebunnya.

Dia juga mengawasi tetangganya yang mengambil nira, bahan dasar gula merah, dari pohon kelapa di kebunnya.

Mahmudi adalah salah satu calon jamaah haji yang gagal berangkat ke Arab Saudi tahun ini.Seharusnya, dia berangkat 2020 silam. Namun, karena pandemi Covid-19, calon jemaah haji dari Indonesia tidak diberangkatkan.

Dia dijanjikan berangkat pada musim haji 2021, tapi lagi-lagi gagal berangkat karena pandemi yang entah kapan berakhir.

“Saya mendaftar haji bersama istri pada 2011 silam. Waktu itu, saya menjual sebidang tanah, laku Rp100 juta,” ujar Mahmudi, pada Anadolu Agency, akhir pekan lalu.

“Tanah itu memang tabungan dari hasil saya bekerja sebagai penjual sembako dan roti keliling. Selain itu, saya juga sempat menderes (mengambil air nira) sebagai bahan pembuat gula merah,” lanjut dia.

Mahmudi menjelaskan, dirinya keliling berjualan roti dan sembako dalam jarak yang cukup jauh. Bahkan ia sempat berjualan hingga Jakarta, Sukabum, hingga Pulau Karimunjawa. Semua itu dilakukan untuk mencukupi biaya naik haji.

“Kami mendapat kursi haji untuk keberangkatan 2020. Tetapi, tahun 2014, sebelum kami naik haji, istri saya meninggal dunia, “kata dia.

Saat dijadwalkan berangkat pada 2020, dia dan para calon haji lain sudah selesai mengikuti manasik, baik di Purbalingga maupun di Asrama Haji Donohudan, Boyolali.“Berbagai persiapan telah saya lakukan, termasuk manasik haji yang dirampungkan sudah secara lengkap,” ujar dia.

Bahkan, Kementerian Agama Purbalingga telah membagikan pakaian yang digunakan untuk beribadah di Tanah Suci. Lalu dia menunjukkan mulai dari tas, pakaian ihram dan perlengkapan lain untuk membuktikan bahwa dirinya memang sudah siap berangkat.

“Tetapi, karena belum jadi berangkat, pakaian dan tasnya saya simpan. Sudah setahun lebih di lemari. Tidak pernah saya pakai,” kata dia.

Sambil menunggu pemberangkatan, Ahmad Mahmudi melanjutkan aktivitas mengurus kebun dan jual beli gula merah.“Pekerjaan saya sehari-hari seperti ini, jualan gula kecil-kecilan dan mengurus kebun,” ujar dia.

Dia berharap, pandemi Covid-19 segera dapat selesai, sehingga dia dapat pergi berangkat haji.“Tidak apa-apa, karena memang masih terjadi pandemi,” kata dia. Mahmudi pun sadar bila pembatalan keberangkatan jemaah haji dari Indonesia semata-mata demi kesehatan.

Berdasarkan keterangan dari Kemenag Purbalingga, ada 600 lebih calon haji yang batal berangkat tahun ini.

Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kantor Kemenag Purbalingga Khamimah mengatakan bahwa jamaah haji di Purbalingga cukup memahami gagalnya pemberangkatan.”Ibadah haji merupakan panggilan dari Allah. Mungkin para calon jamaah haji sudah sangat menginginkan, tetapi Allah yang menentukan,” jelas dia.

Tertutup untuk jamaah dari luar

Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas mengatakan bahwa pembatalan pemberangkatan ini murni karena faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji yang terancam pandemi .

Saat mengumumkan pembatalan pemberangkatan haji pada Kamis (3/6) lalu, Menteri Yaqut juga menyebut bahwa Kerajaan Arab Saudi belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman persiapan penyelenggaraan ibadah haji.

Selain itu Arab Saudi juga belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji, padahal pemerintah memerlukan waktu untuk melakukan persiapan pelayanan bagi para jemaah.

Pada akhirnya, Kerajaan Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka tidak akan menerima jemaah haji dari luar. Ibadah Haji 2021 hanya terbatas untuk domestik, baik itu warga negara Arab Saudi dan para ekspatriat yang berada di negara itu.

Jumlah jamaah juga dibatasi hingga 60.000 jemaah, dengan usia 18 hingga 60 tahun.

Sementara itu soal dana haji, pemerintah menyatakan Jemaah yang gagal berangkat bisa mengambil kembali biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang sudah disetor ke pemerintah.

Jamaah juga bisa membiarkan uang tersebut disimpan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk perhitungkan nanti jika ada pemberangkatan.

Jemaah yang batal berangkat tahun ini akan menjadi jemaah haji pada 1443 Hijriah atau 2022 Masehi, ujar Menteri Yaqut.

Mati juga tidak apa, yang penting berangkat

Kekecewaan tampak jelas saat Muhammad Ihsan (37) seorang petani di Desa Lingom, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, menceritakan kegagalannya berangkat haji tahun ini.

Ikhsan juga sudah dua kali gagal, jika ditambah dengan masa tunggunya, maka total 13 tahun dia menunggu untuk berangkat ke Tanah Suci. Rencananya dia pergi bersama ibunya yang kini sudah berusia 76 tahun.

Rata-rata umur calon jemaah haji di kecamatannya memang sudah berusia lanjut. Faktor usia ini juga yang membuatnya resah, karena belakangan dia melihat ibunya semakin lemah dan sering sakit-sakitan.

“Setelah dua tahun ditunda, sudah dua orang calon jemaah haji meninggal dunia. Tadinya 10 orang, kami tinggal berdelapan sekarang,” kata Ihsan saat ditemui Anadolu Agency, pekan lalu.

Pada 2020 saat pemberangkatan haji pertama kali ditunda, ibunya sudah pasrah. Ibunya berpikir, tidak ada kesempatan lagi pergi menunaikan ibadah haji karena umurnya yang kian menua.

“Ibu saya sudah pasrah. Dia bilang mungkin mama nggak ada rezeki lagi bisa ke tanah suci,” ujar dia.

Ibunya kembali mulai bersemangat, saat mengetahui bahwa tahun ini dapat berangkat haji. Dia mengikuti pemeriksaan medis hingga manasik haji meski harus dibantu kursi roda.

Tapi kekecewaan kembali menghampiri saat mereka mengetahui ibadah haji tahun ini kembali dibatalkan.

“Impiannya tahun ini, tapi gagal juga. Padahal kami vaksin kami sudah, belanja perlengkapan untuk haji pun sudah,” ujar dia.

Erlinawati (47) asal Desa Ajun, Kecamatan Peukan Bada, Banda Aceh juga mengungkapkan kisah yang sama.Rencana tahun ini dia bersama suami, ibu kandung dan ibu mertuanya mendapat jatah untuk berangkat haji, tapi sayangnya gagal.

Sementara ibu dan mertuanya sudah lanjut usia, sehingga semakin menipiskan harapan mereka berangkat ke tanah suci, bahkan jika tahun depan sudah dibuka kembali.

Erlina kecewa saat pemerintah membatalkan keberangkatan haji tahun ini, tapi dia berusaha mengambil hikmah, bahwa sesuatu bisa terlaksana atas izin Allah.

“Jadi saya tanya sama orang tua, pandemi Covid-19 ini bisa membuat kita kalau kita mati di Makkah Terus mereka bilang, biar saja mati di sana malah lebih bagus,” ungkap dia.

Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Aceh Arijal, mengatakan, 4.187 jamaah haji asal Aceh yang batal berangkat tahun ini sudah melunasi setoran haji.

Selain itu, Arijal mengatakan, untuk daftar tunggu jamaah haji asal Aceh mencapai 127.000 orang. Jadi jika masyarakat yang hendak mendaftar haji tahun ini, itu harus menunggu hingga 30 tahun untuk bisa berangkat.

Erlina dan Ihsan hanya segelintir para calon jemaah haji asal Aceh yang gagal berangkat. Meski gagal berangkat tahun ini, tak ada niatan bagi mereka menarik kembali setoran hajinya.

Meski begitu, mereka mewakili 4.187 calon jemaah haji yang gagal berangkat tahun ini, berharap tahun depan tak ada lagi pembatalan .

Memang pandemi belum selesai, mereka tetap ingin menunaikan rukun Islam ke lima itu.

IHRAM

Otoritas Saudi Tingkatkan Pemeriksaan Tenda Jamaah Haji

Pejabat Kementerian Haji dan Umrah melakukan pemeriksaan terhadap tenda-tenda yang disediakan untuk jamaah haji, Senin (19/7).

Hal ini merupakan bagian dari inspeksi harian yang dilakukan untuk meninjau penyediaan layanan, mendapatkan umpan balik dari jamaah, serta mengatasi masalah apa pun yang disampaikan. 

Dilansir di Arab News, Selasa (20/7), pemeriksaan ini dipimpin oleh Penjabat Menteri Haji dan Umrah, Issam bin Saad bin Saeed. Hadir pula CEO Komisi Kerajaan untuk Kota Makkah dan Situs Suci, Abdulrahman Addas, serta perwakilan komisi dan organisasi terkait lainnya. 

“Tur inspeksi ini dimulai dari kedatangan jamaah haji pertama ke Mina dan akan dilakukan sampai akhir perjalanan haji,” kata kementerian. 

Mereka menyebut inspeksi ini telah membantu memberikan jalan keluar atas beberapa masalah atau komentar yang ada. Mereka juga berupaya mengidentifikasi entitas yang bertanggung jawab atas masalah yang diangkat, serta mempercayakan badan yang kompeten untuk segera mengatasinya. 

Prosedur ini disebut dilakukan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan peziarah, sekaligus mencatat tingkat kepuasan tertinggi di antara mereka. 

“Upaya ini termasuk dalam lingkup usaha yang dilakukan oleh kementerian dan pejabat komisi guna menindaklanjuti sistem penyedia layanan dan kesiapan tempat-tempat suci dan infrastrukturnya,” lanjutnya. 

Inspeksi yang ada disebut membantu menjamin implementasi yang tepat dari tindakan pencegahan, serta menjaga standar penyediaan layanan di seluruh tahapan perjalanan haji.    

https://www.arabnews.com/node/1897076/saudi-arabia

IHRAM

Masjidil Haram Siapkan 100 Layar Panduan bagi Jamaah Haji

Kepresidenan Umum untuk Dua Masjid Suci telah memasang 100 layar elektronik di Masjidil Haram. Layar tersebut dimanfaatkan untuk panduan dan meningkatkan kesadaran pelaksanaan haji. 

Dilansir di Saudi Gazette, Jumat (16/7), layar itu digunakan untuk memastikan implementasi komprehensif dari rencana bimbingan bagi jamaah selama musim haji ini. 

Direktur Departemen Umum Kerumunan di Masjidil Haram, Osama Bin Mansour Al Hujaili, mengatakan nantinya informasi ditampilkan dalam tiga bahasa yang berbeda, termasuk bahasa Arab, Inggris, dan Urdu. 

Dia juga mengatakan layar itu akan menyiarkan pesan kesadaran kesehatan berkaitan dengan Covid-19 dan langkah-langkah pencegahan untuk memastikan keselamatan peziarah. 

Dalam rangka menyambut jamaah haji tahun ini, Kepresidenan Umum Urusan Dua Masjid Suci juga telah mengatur ulang jalur khusus untuk melakukan tawaf. 

Mereka menempatkan stiker lantai baru, sebagai tanda jarak pada mataf (area melingkar di sekitar Kabah). 

Upaya Kepresidenan mengatur ulang jalur ini merupakan bagian dari persiapan Arab Saudi dalam menyambut ibadah haji mendatang.  

Penataan kembali ini dilakukan dengan cara memastikan jarak fisik yang diperlukan antara setiap peziarah. Hal ini sesuai dengan langkah-langkah pencegahan dan protokol kesehatan untuk membendung penyebaran Covid-19. 

Total ada 25 lintasan khusus melingkar di mataf. Selain itu, tersedia pula empat lintasan di lantai dasar dan lima lintasan di lantai satu gedung mataf. Upaya ini juga dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah jamaah haji yang diharapkan.

Sumber: saudigazette 

IHRAM

Jamaah dari 120 Negara Ikut Pelaksanaan Haji 2021

Jamaah haji dari 120 negara akan ikut menunaikan haji tahun ini. Hal ini disampaikan langsung oleh Komite Pusat Haji Arab Saudi. Komite ini mengatakan total jamaah tahun ini adalah 60 ribu orang. Mereka merupakan Muslim yang berasal dari 120 negara dan saat ini tinggal di Kerajaan Arab Saudi.

Dilansir di AhlulBayt News Agency, Rabu (7/7), puluhan ribu orang ini dipilih dari 558.000 muslim yang sebelumnya telah mengajukan permohonan haji. Komite juga mencatat persiapan penyelenggaraan haji terus dilakukan.

3.000 bus disebut akan disiapkan untuk mengangkut peziarah. Setiap busnya hanya akan diisi 20 penumpang pada satu waktu, karena aturan keselamatan dan keamanan dalam menghadapi Covid-19.

Kementerian Haji dan Umrah Saudi sendiri mengatakan pihaknya siap untuk musim haji tahun ini, Senin (5/7) lalu. Wakil Menteri Haji dan Umrah, Abdulfattah Mashat, menekankan percepatan pengerjaan untuk menyiapkan tempat suci di Kerajaan dalam beberapa hari mendatang.

Tak hanya itu, ia juga meminta semua sektor terkait agar menyelesaikan persyaratan, agar dapat menerima peziarah tepat waktu.

“Kementerian Haji dan Umrah telah lama menyusun rencana strategis dan operasional terkait kegiatan haji bekerjasama dengan lebih dari 30 entitas, dari berbagai sektor swasta, pemerintah dan keamanan,” kata dia.

Dalam sebuah wawancara yang disiarkan di //Radio Riyadh//, Mashat mengatakan tempat tinggal peziarah di tempat-tempat suci sudah siap. Kesiapan yang sama juga terlihat di titik-titik berkumpul di sekitar Makkah.

Ia menekankan otoritas terkait telah menyiapkan rencana terpadu untuk membuat musim tahun ini aman dan terjamin. Tenda jamaah di Arafah, serta fasilitas di Mina dan daerah lain, di mana jamaah akan tinggal di Muzdalifah semuanya telah diperiksa.

“Lingkungan tahun ini akan berbeda dengan musim haji sebelumnya. Ini akan menjadi lingkungan yang sehat, memastikan jarak sosial antara para peziarah selama perjalanan. Kamp-kamp besar memungkinkan pergerakan udara terus menerus, sehingga menghilangkan risiko apa pun,” kata Mashat.

Dia menunjukkan Pemerintah Saudi telah menciptakan jaringan transportasi terintegrasi, yang menghubungkan semua situs yang relevan di seluruh wilayah.

Tahun ini Arab Saudi memutuskan untuk membatasi haji bagi warga negara dan penduduk di dalam Kerajaan. Keputusan ini diambil dengan alasan kekhawatiran atas pandemi Covid-19.  

IHRAM

Calon Jamaah yang Terpilih Berhaji akan Dapat Pesan Teks

Sebanyak 558 ribu pelamar domestik mengajukan haji tahun ini

Kementerian telah mulai memilah individu yang memenuhi syarat untuk ibadah haji tahun ini dan mengirim pesan teks kepada mereka yang telah memenuhi semua persyaratan. 

Asisten Wakil Menteri Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi untuk layanan haji dan umroh, Hisham Saeed, mengatakan sebanyak 558 ribu pelamar domestik diterapkan secara elektronik pada tahap pertama, dimana 51 persen adalah laki-laki dan 49 persen sisanya adalah perempuan

“Butuh waktu 10 hari kerja untuk memproses permintaan pendaftaran melalui Pusat Data Haji dan Umrah, di mana pria dan wanita muda yang berkualitas dan terlatih terlibat dalam pemrosesan,” kata Saeed seperti dilansir Saudi Gazette pada (2/7)

Hisham menekankan bahwa kementerian telah bekerja selama bertahun-tahun pada penerapan jalur elektronik untuk pendaftaran haji dan umrah serta membuat pembaruan setiap tahun.

“Strategi kementerian dalam penggunaan teknologi mempertimbangkan sejumlah standar kesehatan yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan,” katanya sambil meminta jamaah untuk mematuhi semua persyaratan kesehatan dan tindakan pencegahan untuk keselamatan mereka sendiri.

Sumber: saudigazette

IHRAM

Arab Saudi Umumkan Jamaah yang Ikut Haji Tahun Ini

Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi akan mengumumkan nama-nama dari 60.000 jamaah yang terpilih menunaikan haji tahun ini. Pengumuman akan dilakukan hari ini, Jumat (25/6). 

Seperti dilansir Arab News, Kementerian Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi mengatakan bahwa portal elektronik untuk jamaah haji domestik menerima lebih dari 540.000 aplikasi dari warga dan penduduk Saudi sebelum pendaftaran ditutup pada Rabu (23/6). Kementerian juga menegaskan tidak  ada prioritas untuk pendaftaran awal.

Kementerian juga mengatakan jamaah yang terpilih bisa mulai memesan dan membeli paket pada pukul 1 siang pada Jumat.

Karena pandemi virus corona (COVID-19) dan munculnya mutasi baru, Kementerian Kesehatan dan Haji mengumumkan awal bulan ini bahwa mereka akan membatasi jumlah orang yang diizinkan untuk melakukan haji tahun ini sebanyak 60.000 orang saja. Pendaftaran hanya terbuka untuk warga negara dan penduduk Kerajaan Arab Saudi

Jamaah laki-laki menyumbang 59 persen dari peziarah yang terdaftar. Sementara kelompok usia antara 31 dan 40 tahun menempati slot pendaftaran paling banyak yaitu 38 persen. Jamaah haji yang terdaftar berusia 60 tahun ke atas mewakili kelompok usia terendah sebesar dua persen.

Berdasarkan protokol kesehatan Kerajaan Arab Saudi, jamaah yang ingin melakukan haji harus bebas dari penyakit kronis apa pun. Selain itu jamaah yang harus divaksin dan  berusia antara 18 hingga 65 tahun. 

Jamaah haji harus menerima vaksinasi secara lengkap. Atau bagi jamaah yang mengambil dosis vaksin Covid-19 pertama setidaknya 14 hari sebelumnya, atau yang divaksinasi setelah sembuh dari infeksi virus corona.

IHRAM

Saudi akan Umumkan 60 Ribu Nama Calon Jamaah Haji

Kementerian Haji dan Umrah akan mengumumkan nama-nama pendaftar haji yang telah dipilih untuk melakukan haji tahun ini, pada Jumat (25/6). Sebanyak 60 ribu peziarah domestik, termasuk warga negara dan penduduk, akan dipilih dari 540 ribu pendaftar yang masuk.

Dilansir dari Saudi Gazette, Jumat (25/6) Kementerian menekankan bahwa tidak akan ada prioritas bagi mereka yang melakukan pendaftaran awal. Pemesanan dan pembelian paket haji akan dimulai pada Jumat (25/6) pukul 13.00 waktu setempat.

Kementeriam sebelumnya telah menegaskan, bahwa pendaftaran bagi mereka yang ingin melakukan ritual haji tahun ini telah dibatasi hanya untuk warga negara dan penduduk yang saat ini berada di dalam Kerajaan. Pendaftaran pun hanya satu pintu, yakni melalui aplikasi resmi milik pemerintah Saudi, Tawakkalna.

Kementerian telah menutup pendaftaran pada Rabu (23/6) kemarin pukul 10 malam.  Kementerian menggarisbawahi, bahwa mereka yang ingin melakukan ritual haji harus bebas dari penyakit kronis, dan berada dalam kelompok usia antara 18 dan 65 tahun.

Peziarah wajib diinokulasi terhadap virus corona dan itu sesuai dengan kontrol dan mekanisme yang diikuti di Kerajaan untuk kategori imunisasi, dengan mengambil dua dosis vaksin atau menyelesaikan 14 hari setelah mengambil dosis pertama atau telah pulih dari infeksi Covid-19.

IHRAM