Baca pembahasan sebelumnya Mengobati Kegalauan (Bag. 5)
Melihat Sisi Positif dari Perkara-Perkara yang Memiliki Sisi Negatif
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إنْ كَرِهَ منها خُلُقًا رَضِيَ منها آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istrinya)! Jika ia membenci sebuah sikap dari istrinya, maka ia akan rida dengan sikapnya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)
Di antara faidah dari hadis ini adalah melihat sisi positif dari perkara yang memiliki sisi negatif itu bisa menghilangkan kegalauan, kerisauan, dan memunculkan kejernihan hati. Sebaliknya, seseorang yang hanya melihat sisi negatif dari suatu perkara, akan membuat hati gelisah, cemas, dan keruhnya jiwa. (Al-Wasail Al-Mufidah Lil Hayah As-Sa’idah, Ibnu Sa’di)
Menyadari Singkatnya Waktu di Dunia dan Menyadari bahwa Waktu yang Sangat Singkat Tersebut Terlalu Mahal jika Dipergunakan untuk Tenggelam dalam Kegalauan dan Kecemasan
Orang yang berakal menyadari bahwa kehidupan yang sehat adalah hidup yang bahagia dan penuh ketenangan. Dia juga menyadari bahwa waktu untuk hidup bahagia dan tenang tersebut sangatlah singkat. Oleh karena itu, tidak layak baginya memperpendek waktu yang sudah pendek tersebut, dengan berlarut-larut dalam kegalauan dan kekeruhan hati. Jangan sampai waktunya terampas oleh kegalauan.
Apabila sesuatu yang tidak disenangi menimpa seorang mukmin, maka sepatutnya ia senantiasa membandingkannya dengan nikmat dunia maupun agama yang telah ia dapatkan. Dengan begitu, terlihat dengan jelas baginya bahwa nikmat yang ia dapatkan jauh lebih banyak dibandingkan musibah yang dirasakannya. Hendaknya ia juga membandingkan antara hal-hal yang membuat hatinya khawatir dengan berbagai realita yang ternyata baik-baik saja baginya. Dengan begitu, kegalauan dan kecemasan akan pergi dari hatinya.
Taruhlah perkara-perkara bermanfaat di depan kedua matamu! Bertekadlah untuk mewujudkannya! Jangan menoleh kepada perkara-perkara berbahaya yang membuatmu galau dan sedih! Meminta tolonglah kepada Allah Ta’ala agar diberikan kenyamanan jiwa dan kemantapan hati untuk melakukan aktivitas yang penting! (Al-Wasail Al-Mufidah Lil Hayah As-Sa’idah, Ibnu Sa’di)
Tidak Bertoleransi dengan Tumpukan Pekerjaan dan Kewajiban yang Harus Dikerjakan
Di antara kiat untuk mengobati kegalauan adalah dengan tidak menunda-nunda pekerjaan. Seorang mukmin hendaknya segera mengerjakan pekerjaan yang harus dilakukannya saat ini, sehingga nanti bisa fokus mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Apabila pekerjaan itu dibiarkan dan tidak segera diselesaikan, maka pekerjaan akan menumpuk banyak. Sehingga membuat hatinya tertekan dan galau, karena harus menyelesaikan banyak hal dalam waktu yang singkat. Berbeda ketika seseorang itu segera mungkin menyelesaikan pekerjaan sebelumnya, ia bisa fokus dengan pekerjaan selanjutnya dengan pikiran yang lebih tenang dan aktivitas yang lebih semangat.
Sepatutnya seseorang memilih aktivitas yang bermanfaat, penting, dan ia senangi. Sehingga dia tidak bosan dan jenuh dengan aktivitas tersebut. Selain itu, hendaknya ia berpikir sehat, berkonsultasi, serta mengkaji apa yang akan dilakukannya dengan sebaik mungkin. Apabila telah jelas maslahat dari apa yang akan dikerjakannya tersebut, maka bertekadlah dan bertawakallah kepada Allah Ta’ala! Karena Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang bertawakal. (Al-Wasail Al-Mufidah Lil Hayah As-Sa’idah, Ibnu Sa’di)
Bersiap-siaga dan Mengantisipasi Berbagai Kemungkinan yang Bisa Terjadi
Seseorang yang senantiasa meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala, berharap mendapatkan yang terbaik, dan bersiap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, akan lebih tenang menerima kenyataan yang dihadapinya. Sekalipun yang terjadi adalah perkara yang tidak disukai, seperti kerabat yang sakit, terlilit utang, dizalimi orang lain, ataupun hal lain yang menyakitinya. Ia akan merasa lebih ringan dan tenang, karena sudah mempersiapkan hati menerima berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
Di antara hal yang juga perlu diperhatikan. Terkadang seseorang mampu bersabar dan tenang menghadapi musibah besar. Namun, malah cemas saat menghadapi perkara sederhana. Hal ini dikarenakan ia sudah mempersiapkan hatinya menghadapi musibah besar tersebut, namun tidak mempersiapkan hatinya untuk menerima perkara sederhana yang mungkin terjadi. Hingga akhirnya, perkara sederhana tersebut berpengaruh terhadap kenyamanan jiwanya. Oleh karena itu, bersiap-siaga dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi itu diperlukan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya musibah besar atau perkara yang lebih sederhana. Tentu dengan terus menerus memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala.
Mengadu dan Berkonsultasi kepada Ahli Ilmu
Nasihat dan pandangan dari orang yang berilmu merupakan salah satu obat yang efektif dalam mengobati kegalauan. Sahabat mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penyiksaan yang dijumpainya.
شَكَوْنَا إلى رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً له في ظِلِّ الكَعْبَةِ، قُلْنَا له: أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا؟ أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لَنَا؟ قالَ: كانَ الرَّجُلُ فِيمَن قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ له في الأرْضِ، فيُجْعَلُ فِيهِ، فيُجَاءُ بالمِنْشَارِ فيُوضَعُ علَى رَأْسِهِ فيُشَقُّ باثْنَتَيْنِ، وما يَصُدُّهُ ذلكَ عن دِينِهِ، ويُمْشَطُ بأَمْشَاطِ الحَدِيدِ ما دُونَ لَحْمِهِ مِن عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ، وما يَصُدُّهُ ذلكَ عن دِينِهِ، واللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هذا الأمْرَ، حتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِن صَنْعَاءَ إلى حَضْرَمَوْتَ، لا يَخَافُ إلَّا اللَّهَ، أَوِ الذِّئْبَ علَى غَنَمِهِ، ولَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ.
“Kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di bawah naungan Ka’bah dan berbaring berbantalkan selimut. Kami berkata kepada beliau, ‘(Wahai Rasulullah), tidakkah Engkau meminta pertolongan bagi kami dan berdo’a kepada-Nya untuk membantu kami?’
Nabi pun menjawab, ‘Dahulu seorang pria dari umat sebelum kalian telah dikubur dalam sebuah galian yang diperuntukkan baginya. Kemudian sebilah gergaji diletakkan di atas kepalanya dan dirinya pun dibelah dua dengan gergaji tersebut. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Demikian pula terdapat seorang yang tubuhnya disisir dengan sisir besi sehingga nampaklah tulang dan urat tubuhnya. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Demi Allah, Dia akan menyempurnakan agama ini sehingga seorang pengendara yang berangkat dari Shan’a menuju Hadramaut tidak lagi takut, kecuali kepada Allah, atau dia hanya khawatir terhadap serigala yang akan menerkam kambing gembalaannya. (Kemenangan itu pasti akan datang), namun kalian terlalu tergesa-gesa.’” (HR. Bukhari no. 3416 )
Begitu pula tabi’in mengadu kepada sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عن الزبير بن عدي أَتَينَا أنَسَ بنَ مَالِكٍ، فَشَكَوْنَا إلَيْهِ ما نَلْقَى مِنَ الحَجَّاجِ، فَقالَ: اصْبِرُوا؛ فإنَّه لا يَأْتي علَيْكُم زَمَانٌ إلَّا الذي بَعْدَهُ شَرٌّ منه، حتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ. سَمِعْتُهُ مِن نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ
“Dari Az-Zubair bin Adi, dia berkata, ‘Kami pernah mendatangi Anas bin Malik, lalu kami mengadu kepadanya tentang apa yang kami dapatkan dari Al-Hajjaj. Maka beliau berpesan, ‘Sabarlah kalian, karena sesungguhnya tidaklah datang kepada kalian suatu zaman, kecuali zaman yang sesudahnya lebih buruk daripada sebelumnya, sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian. Aku mendengarnya dari Nabi kalian shallallahu ’alaihi wa sallam.’” (HR. Bukhari no. 7068)
Termasuk dalam hal ini adalah hendaknya seseorang kembali kepada saudaranya yang tulus, kerabat yang berakal, dan suami/istri yang setia. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Fatimah radhiyallahu ‘anha saat tertimpa kegalauan. Beliau mengadu kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana dikisahkan dalam hadis,
أنَّ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، أتى فاطمة ، فوجد على بابها سترا ، فلم يدخل ، قال : وقلما كان يدخل إلا بدأ بها ، فجاء علي فرآها مهتمة ، فقال : ما لك ؟ قالت : جاء النبي ، إلي فلم يدخل . فأتاه علي ، فقال : يا رسول اللهِ ، إن فاطمة اشتد عليها ، أنك جئتها فلم تدخل عليها ! ؟ قال : وما أنا والدنيا ؟ وما أنا والرقم . فذهب إلى فاطمة فأخبرها بقول رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فقالت : قل لرسول اللهِ صلى الله عليه وسلم ما يأمرني به ؟ قال : قل لها فلترسل به إلى بني فلان
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi Fatimah radhiyallahu ‘anha dan mendapati di depan pintunya ada sebuah tirai, sehingga beliau tidak jadi masuk. Abdullah bin Umar berkata, ‘Jarang sekali beliau masuk melainkan (beliau) menemui Fatimah dahulu.’ Lalu Ali radhiyallahu ‘anhu masuk dan melihat Fatimah dalam keadaan sedih. Maka ia bertanya, ‘Ada apa denganmu?’ Fatimah menjawab, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah datang, namun tidak masuk.’
Maka Ali datang menemui beliau dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fatimah sangat bersedih, karena Engkau datang kepadanya, namun tidak menemuinya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Aku tidak mencintai dunia, dan aku tidak menyukai lukisan (gambar).’ Lalu Ali pergi menemui Fatimah dan memberitahukan sabda Rasulullah kepadanya. Fatimah berkata, “Katakan kepada Rasulullah! Apa yang beliau perintahkan dengan tirai yang berlukis tersebut?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Katakan kepadanya agar mengirim tirai berlukis itu kepada Bani Fulan!” (HR. Abu Dawud dalam Sahih Abu Dawud no. 3496)
Disarikan dari kitab ’Ilaajul Humuum, karya Syekh Muhammad Shalih Al-Munajid hafidzahullahu Ta’ala
Penulis: apt. Pridiyanto
Sumber: https://muslim.or.id/68664-mengobati-kegalauan-bag-6.html