Allah Membenci Orang yang Gemuk?

Terdapat hadis masyhur yang menyebar di masyarakat yang menyatakan bahwa Allah membenci orang gemuk. Akan tetapi, hadis ini tidak sahih. Terkadang hadis ini dibawa untuk memotivasi orang untuk melakukan diet agar menjadi kurus. Benarkah orang gemuk dibenci oleh Allah? Gemuk yang bagaimana? Berikut sedikit pembahasannya.

Di bawah ini adalah hadis masyhur yang menyatakan bahwa Allah membenci orang gemuk,

إنَّ الله يبغض الحبر السَّمين

“Sesungguhnya Allah membenci seorang ahli ilmu yang berbadan gemuk.”

Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid Hafidzahullah menjelaskan bahwa hadis ini tidak sahih dan tidak boleh disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau berkata setelah melakukan penelusuran terhadap sanad hadis ini,

بعد البحث عن هذا الحديث تبين لنا أنه لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم ، فلا تصح نسبته إليه ، ولم يثبت عمن يُروَى عنهم أيضا من الصحابة رضوان الله عليهم .

“Setelah menelusuri hadis ini, jelaslah bagi kita bahwa hadis ini tidak berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak boleh menisbatkannya kepada beliau. Hadis ini tidak sahih dari berbagai riwayat para sahabat Radhiallahu ‘anhu.” (as-Su-aal Wal Jawab, no. 137177)

Terdapat beberapa hadis lainnya yang secara dzahir menunjukkan tercelanya orang yang gemuk. Akan tetapi, perlu rincian penjelasan dari para ulama tentang apa maksud hadis tersebut. Hal ini karena hadis tersebut bukan mencela gemuk secara mutlak. Hadisnya sebagai berikut.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَخُونُونَ وَلاَ يُؤْتَمَنُونَ، وَيَشْهَدُونَ وَلاَ يُسْتَشْهَدُونَ، وَيَنْذِرُونَ وَلاَ يَفُونَ، وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ

“Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian masa setelahnya, kemudian generasi setelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang, akan ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya. Mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiannya, bernazar tetapi tidak melaksanakannya, dan tampak pada mereka kegemukan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat yang lain,

خَيْرُ أُمَّتِى الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ… ثُمَّ يَخْلُفُ قَوْمٌ يُحِبُّونَ السَّمَانَةَ، يَشْهَدُونَ قَبْلَ أَنْ يُسْتَشْهَدُوا

“Sebaik-baik umatku adalah masyarakat yang aku di utus di tengah mereka (para sahabat), kemudian generasi setelahnya. Kemudian datanglah suatu kaum yang suka menggemukkan badan, mereka bersaksi sebelum diminta bersaksi.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Sebagian orang bertanya-tanya maksud hadits ini, yaitu bukankah ada orang yang sejal kecil gemuk dan bukan pilihannya? Mengapa dicela? Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah menjelaskan dan memberikan jawaban. Beliau Rahimahullah berkata,

وهذا الحديث مشكل ؛ لأن ظهور السمن ليس باختيار الإنسان فكيف يكون صفة ذم ؟ قال أهل العلم: المراد أن هؤلاء يعتنون بأسباب السمن من المطاعم والمشارب والترف ، فيكون همهم إصلاح أبدانهم وتسمينها. أما السمن الذي لا اختيار للإنسان فيه ، فلا يذم عليه ، كما لا يذم الإنسان على كونه طويلا أو قصيرا أو أسود أو أبيض

“Hadis ini menjadi musykilah (tanda tanya bagi sebagian orang). Karena munculnya kegemukan (bisa jadi) bukan menjadi pilihan manusia. Sehingga bagaimana bisa dicela? Para ulama menjawab, maksudnya adalah mereka yang terlalu perhatian dengan sebab-sebab menjadi gemuk seperti makanan, minuman, dan kemewahan. Perhatian utama mereka adalah badan dan penggemukan. Adapun gemuk yang bukan karena pilihannya, tidaklah tercela sebagaimana tidak tercela pula orang yang tinggi, pendek, hitam, atau putih.” (Majmu’ Fatawa, 10: 1055)

An-Nawawi Rahimahullah juga menjelaskan bahwa gemuk yang tercela bukanlah semata-mata gemuk secara alami SAJA, tetapi terkait dengan sikap makan dan minum yang berlebihan. Beliau Rahimahullah berkata

وليس معناه أن يتمحضوا سمانا. قالوا: والمذموم منه من يستكسبه. وأما من هو فيه خلقة فلا يدخل في هذا، والمتكسب له هو المتوسع في المأكول والمشروب زائدا على المعتاد.

“Maknanya bukan murni menjadi gemuk. Para ulama menjelaskan bahwa yang tercela yaitu yang mengusahakan menjadi gemuk. Adapun yang gemuk secara alami (dari awal), tidak termasuk dalam hadits ini. Maksudnya adalah orang yang sengaja mengusahakan gemuk dengan terlalu berlebihan makan dan minum dari ukuran normal.” (Syarh Shahih Muslim, 16: 67)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah menjelaskan dengan tambahan, yaitu orang gemuk yang tercela karena banyak makan dan melupakan akhirat karena gaya hidupnya. Beliau Rahimahullah berkata,

يعني تعظم أجسامهم بسبب كثرة الأكل ونسيان الآخرة، يعني تعظم أجسامهم بسبب قلة إيمانهم وقلة خوفهم من الله وقلة مبالاتهم ، قد يسمن الإنسان بغير شيء، …أما السمن إذا كان عن غير إعراض فإنه لا يضر الإنسان، لكن إذا كان عن غفلة وإعراض فهذا هو المصيبة، نسأل الله العافية.

“Yaitu badan mereka besar (gemuk) karena banyak makan dan melupakan akhirat. Badan mereka gemuk karena sebab sedikitnya iman dan rasa takur kepada Allah serta sedikitnya kepedulian terhadap hal tersebut … Adapun gemuk yang tidak menyebabkan berpaling, maka tidak membahayakan manusia. Akan tetapi, jika menyebabkan lalai dan berpaling, ini adalah maksiat.” (Sumber: https://binbaz.org.sa/old/3881)

Kesimpulan:

1. Hadits dengan redaksi “Allah membenci orang gemuk” adalah tidak shahih.

2. Ulama menjelaskan bahwa gemuk yang tercela adalah gemuk yang terjadi karena terlalu banyak makan dan minum, terlalu banyak santai serta lalai dengan akhirat, bukan gemuk yang menjadi bawaan lahir atau sekedar alasan gemuk saja menjadi tercela.

Demikian, semoga bermanfaat.

Penulis: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/68980-allah-membenci-orang-yang-gemuk.html

Umat Islam Dilarang Gemuk

ADA pertanyaan, benarkah Allah membenci orang gemuk? Ustaz Ammi Nur Baits menjawab sebagai berikut.

Ada beberapa dalil yang menunjukkan celaan bagi orang gemuk karena banyak makan. Diantaranya: dari Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian masa setelahnya, kemudian generasi setelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiaannya, bernazar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka kegemukan”. (HR. Bukhari 2651 dan Muslim 6638)

“Sebaik-baik umatku adalah masyarakat yang aku di utus di tengah mereka (para sahabat), kemudian generasi setelahnya. Kemudian datang kaum yang suka menggemukkan badan, mereka bersaksi sebelum diminta bersaksi.” (HR. Muslim 6636 dan Ahmad 7322)

Keterangan al-Qurthubi (w. 671 H), ketika menyebutkan hadis di atas, beliau mengatakan,

“Hadis ini adalah celaan bagi orang gemuk. Karena gemuk yang bukan bawaan penyebabnya banyak makan, minum, santai, foya-foya, selalu tenang, dan terlalu mengikuti hawa nafsu. Ia adalah hamba bagi dirinya sendiri dan bukan hamba bagi Tuhannya, orang yang hidupnya seperti ini pasti akan terjerumus kepada yang haram

Allah mencela orang kafir yang hidupnya hanya makan, seperti binatang. Allah berfirman,

“Orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad:12)

Al-Qurthubi juga menegaskan, tradisi banyak makan, hobi kuliner, adalah kebiasaan orang kafir. Beliau melanjutkan,

“Allah mencela orang kafir karena banyak makan. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.”

“Karena itu, apabila ada orang mukmin yang meniru tradisi mereka, dan menikmati segala kenikmatan dunia setiap saat, lantas dimana hakikat imannya dan pelaksanaan Islam pada dirinya?! Barangsiapa yang banyak makan dan minum, maka ia akan semakin rakus dan tamak, bertambah malas dan banyak tidur di malam hari. Siang harinya dipakai untuk makan dan minum, sedangkan malamnya hanya untuk tidur. (Tafsir al-Qurthubi, 11/67).

Hadis lain yang menunjukkan celaan bagi gemuk, dari Jadah bin Khalid, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat ada orang gendut. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menunjuk perutnya,

“Andai gendut ini tidak di sini, niscaya itu lebih baik bagimu. (HR. Ahmad 15868, dan sanadnya didhaifkan Syuaib al-Arnauth).

Kemudian dalam hadis dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, suatu ketika ada orang bersendawa di dekat Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu beliau menegurnya,

“Jangan keras-keras sendawanya, sesungguhnya orang yang paling sering kenyang di dunia, dia paling lama laparnya di akhirat. (HR. Turmudzi 2666 dan dihasankan al-Albani)

Kemudian, disebutkan pula dalam hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menceritakan salah satu model manusia yang disiksa di hadapan seluruh makhluk,

“Sesungguhnya akan didatangkan seseorang yang sangat besar dan gemuk pada hari kiamat, akan tetapi timbangannya di sisi Allah tidak seberat sayap nyamuk. Bacalah firman Allah, (yang artinya), “Dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 4729 & Muslim 7222).

Ketika menyebutkan hadis di atas, an-Nawawi mengatakan,

“Timbangannya di sisi Allah tidak seberat sayap nyamuk” artinya beratnya dan nilainya tidak menyamai sayap nyamuk, artinya tidak ada nilainya. Di sini terdapat celaan bagi kondisi gemuk. (Syarah sahih Muslim, 17/129)

Celaan Imam as-Syafii kepada Orang Gemuk

Dari Hasan bin Idris al-Halwani menyatakan bahwa beliau mendengar komentar Imam as-Syafii tentang orang gemuk,

“Sama sekali tidak akan beruntung orang yang gemuk, kecuali Muhammad bin Hasan As-Syaibany (Gurunya as-Syafii).

Beliau ditanya, “Mengapa demikian?” Jawab beliau,

“Karena seorang yang berakal tidak lepas dari dua hal; sibuk memikirkan urusan akhiratnya atau urusan dunianya, sedangkan kegemukan tidak terjadi jika banyak pikiran. Jika seseorang tidak memikirkan akhiratnya atau dunianya berarti dia sama saja dengan hewan, jadilah gemuk. (Hilyah al-Auliya, 9/146).

Gemuk yang Tidak Tercela

Bagian ini yang dikecualikan, gemuk yang tidak tercela. Gemuk bukan karena malas-malasan, dan bukan karena terlalu banyak makan. Dia tetap menjadi pahlawan bagi umat, dan berusaha melakukan aktivitas yang bermanfaat. Sebagaimana yang dialami Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di penghujung usia beliau dan beberapa sahabat lainnya.

Aisyah menceritakan,

“Bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melakukan witir 9 rakaat, setelah beliau mulai gemuk dan berdaging, beliau shalat 7 rakaat. Kemudian shalat 2 rakaat sambil duduk. (HR. Ahmad 26651 dan Bukhari 4557).

Dari Hasan bin Ali Radhiyallahu anhuma, saya bertanya kepada pamannya, Ibnu Abi Halah tentang ciri fisik Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau mengatakan,

“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam orang yang badannya besar. (as-Syamail al-Muhammadiyah Turmudzi, 1/34).

Sebagian menafsirkan kata: fakhman mufakhaman dengan gemuk.

“Riwayat yang menunjukkan bahwa Allah membenci orang gemuk, dipahami jika gemuk ini terjadi karena kelalaian, terlalu banyak menikmati kenikmatan lahir, sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat tentang kebencian bagi orang gendut. (Jamul Wasail fi Syarh as-Syamail, 1/34).

Allahu alam.