Jamaah Haji, Waspadai Tanda Serangan Jantung Ini

Deteksi dini kejadian gangguan jantung akut atau serangan jantung sangat penting.

Salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak dari jamaah haji adalah penyakit jantung. Hingga hari ke-25 penyelenggaraan ibadah haji, terdapat 42 dari 78 orang jamaah haji yang meninggal di Arab Saudi disebabkan oleh penyakit jantung.

Penanggung Jawab Medis Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah dr Muhaimin Munizu menyampaikan bahwa jamaah haji perlu mewaspadai tanda-tanda serangan jantung seperti tiba-tiba merasa nyeri hebat di dada sebelah kiri, sesak napas, kelelahan ekstrem, keringat dingin, dan nyeri ulu hati. Jika jamaah haji mengalami tanda-tanda seperti itu, segeralah meminta bantuan tenaga kesehatan terdekat.

Jika jamaah haji mengalami kondisi seperti ini diharapkan untuk segera memeriksakan diri ke Tenaga Kesehatan Haji yang ada di Kloter (TKH). Selanjutnya TKH diharapkan juga bisa lebih cepat melakukan skrining dengan pemeriksaan EKG. Alat rekam jantung/EKG sudah disediakan di setiap pos kesehatan sektor, sehingga deteksi dini penyakit jantung dapat lebih mudah dilakukan.

“Jika jamaah mengalami tanda-tanda serangan jantung, segeralah meminta bantuan tenaga kesehatan. TKH di kloter bisa cepat melakukan pemeriksaan EKG yang ada di pos kesehatan sektor. Harapannya mencegah komplikasi dari serangan jantung itu sendiri,” kata Muhaimin di Makkah, Ahad (18/6/2023).

Muhaimin menegaskan bahwa deteksi dini kejadian gangguan jantung akut atau serangan jantung sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi dari serangan jantung.

Sejatinya, Muhaimin menyampaikan bahwa jamaah haji dengan penyakit jantung masih bisa menjalankan ibadah haji dengan lancar, tapi harus disesuaikan dengan kemampuan dan tidak memaksakan diri. Oleh karena itu, jamaah haji dengan penyakit jantung disarankan untuk menggunakan bantuan kursi roda. Selain itu jamaah haji juga diimbau untuk menjalankan aktivitas pada malam hari untuk menghindari cuaca panas yang ekstrem.

“Seharusnya jamaah dengan penyakit jantung tidak dipaksakan untuk melakukan aktifitas fisik yang berat. Solusinya bisa difasilitasi dengan penggunaan kursi roda. Selain itu disarankan kepada jamaah haji untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan ibadah wajib seperti pada malam hari untuk menghindari cuaca ekstrem,” jelasnya

IHRAM

Ramuan dari Nabi Muhammad Bagi Penderita Penyakit Jantung

Nabi Muhammad meletakkan tangannya ke dada penderita penyakit jantung.

Banyak sekali hadits yang menceritakan tentang masalah pengobatan dari Nabi Muhamad SAW. Di antara hadits tersebut, Nabi memberikan rekomendasi obat dari pelbagai jenis tumbuhan, hewan, madu, bekam, kay, dan lainnya.

Nabi juga selalu menggunakan obat-obatan sesuai takarannya maupun dosisnya. Yang paling utama adalah mengidentifikasi penyakit serta penyebabnya. Bahkan, dalam sebuah hadits, Nabi diceritakan pernah memberikan ramuan kepada sahabat yang menderita penyakit jantung.

Dari Sa’ad mengisahkan, “Pada suatu hari aku menderita sakit, kemudian Rasulullah SAW menjengukku. Beliau meletakkan tangannya di tengah dadaku, sampai-sampai jantungku merasakan sejuknya tangan beliau. Kemudian, beliau bersabda, ‘Kamu menderita penyakit jantung. Temuilah al-Harits bin Kaladah dari Bani Tsaqif karena sesungguhnya dia adalah seorang tabib (dokter), dan hendaknya dia (al-Harits bin Kaladah) mengambil tujuh buah kurma ‘ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya.’” (HR Abu Daud).

Dalam bukunya yang berjudul Islam & Teknologi, Ustaz Ahmad Sarwat menjelaskan, dalam hadits tersebut Rasulullah mengetahui ramuan obat apa yang sebaiknya diminum oleh penderta penyakit jantung.

Namun, Nabi Muhammad tetap meminta Sa’ad untuk menemui seorang dokter bernama al-Harits bin Kaladah. Hal ini karena Rasulullah hanya mengetahui ramuan obat secara umum. Sementara itu, al-Harits dianggap mengetahui lebih detail terkait komposisi, cara meracik, kombinasi, dan indikasinya.

Menurut Ustaz Sarwat, pengobatan ala Nabi SAW itu juga tidak seperti kisah Nabi Isa Alaihissalam dalam mengobati orang sakit. Sebab, Nabi Isa hanya dengan mengusap orang sakit, orang sakit itu langsung sembuh. Bahkan, yang mati pun bisa hidup lagi. Sebagaimana dikatakan dalam Alquran:

“Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah”. (QS Ali Imran: 49)

Ustaz Sarwat mengatakan, proses penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa itu memang semata-mata mukjizat kenabian. Karena itu, boleh jadi Nabi Isa sama sekali tidak tahu teknis sesungguhnya dalam urusan pengobatan. Sementara itu, pengobatan ala Rasulullah ini, menurut dia, 100 persen murni ilmu pengetahuan, bukan mukjizat.

KHAZANAH REPUBLIKA

Umat Islam Dilarang Gemuk

ADA pertanyaan, benarkah Allah membenci orang gemuk? Ustaz Ammi Nur Baits menjawab sebagai berikut.

Ada beberapa dalil yang menunjukkan celaan bagi orang gemuk karena banyak makan. Diantaranya: dari Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian masa setelahnya, kemudian generasi setelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiaannya, bernazar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka kegemukan”. (HR. Bukhari 2651 dan Muslim 6638)

“Sebaik-baik umatku adalah masyarakat yang aku di utus di tengah mereka (para sahabat), kemudian generasi setelahnya. Kemudian datang kaum yang suka menggemukkan badan, mereka bersaksi sebelum diminta bersaksi.” (HR. Muslim 6636 dan Ahmad 7322)

Keterangan al-Qurthubi (w. 671 H), ketika menyebutkan hadis di atas, beliau mengatakan,

“Hadis ini adalah celaan bagi orang gemuk. Karena gemuk yang bukan bawaan penyebabnya banyak makan, minum, santai, foya-foya, selalu tenang, dan terlalu mengikuti hawa nafsu. Ia adalah hamba bagi dirinya sendiri dan bukan hamba bagi Tuhannya, orang yang hidupnya seperti ini pasti akan terjerumus kepada yang haram

Allah mencela orang kafir yang hidupnya hanya makan, seperti binatang. Allah berfirman,

“Orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad:12)

Al-Qurthubi juga menegaskan, tradisi banyak makan, hobi kuliner, adalah kebiasaan orang kafir. Beliau melanjutkan,

“Allah mencela orang kafir karena banyak makan. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.”

“Karena itu, apabila ada orang mukmin yang meniru tradisi mereka, dan menikmati segala kenikmatan dunia setiap saat, lantas dimana hakikat imannya dan pelaksanaan Islam pada dirinya?! Barangsiapa yang banyak makan dan minum, maka ia akan semakin rakus dan tamak, bertambah malas dan banyak tidur di malam hari. Siang harinya dipakai untuk makan dan minum, sedangkan malamnya hanya untuk tidur. (Tafsir al-Qurthubi, 11/67).

Hadis lain yang menunjukkan celaan bagi gemuk, dari Jadah bin Khalid, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat ada orang gendut. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menunjuk perutnya,

“Andai gendut ini tidak di sini, niscaya itu lebih baik bagimu. (HR. Ahmad 15868, dan sanadnya didhaifkan Syuaib al-Arnauth).

Kemudian dalam hadis dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, suatu ketika ada orang bersendawa di dekat Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu beliau menegurnya,

“Jangan keras-keras sendawanya, sesungguhnya orang yang paling sering kenyang di dunia, dia paling lama laparnya di akhirat. (HR. Turmudzi 2666 dan dihasankan al-Albani)

Kemudian, disebutkan pula dalam hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menceritakan salah satu model manusia yang disiksa di hadapan seluruh makhluk,

“Sesungguhnya akan didatangkan seseorang yang sangat besar dan gemuk pada hari kiamat, akan tetapi timbangannya di sisi Allah tidak seberat sayap nyamuk. Bacalah firman Allah, (yang artinya), “Dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 4729 & Muslim 7222).

Ketika menyebutkan hadis di atas, an-Nawawi mengatakan,

“Timbangannya di sisi Allah tidak seberat sayap nyamuk” artinya beratnya dan nilainya tidak menyamai sayap nyamuk, artinya tidak ada nilainya. Di sini terdapat celaan bagi kondisi gemuk. (Syarah sahih Muslim, 17/129)

Celaan Imam as-Syafii kepada Orang Gemuk

Dari Hasan bin Idris al-Halwani menyatakan bahwa beliau mendengar komentar Imam as-Syafii tentang orang gemuk,

“Sama sekali tidak akan beruntung orang yang gemuk, kecuali Muhammad bin Hasan As-Syaibany (Gurunya as-Syafii).

Beliau ditanya, “Mengapa demikian?” Jawab beliau,

“Karena seorang yang berakal tidak lepas dari dua hal; sibuk memikirkan urusan akhiratnya atau urusan dunianya, sedangkan kegemukan tidak terjadi jika banyak pikiran. Jika seseorang tidak memikirkan akhiratnya atau dunianya berarti dia sama saja dengan hewan, jadilah gemuk. (Hilyah al-Auliya, 9/146).

Gemuk yang Tidak Tercela

Bagian ini yang dikecualikan, gemuk yang tidak tercela. Gemuk bukan karena malas-malasan, dan bukan karena terlalu banyak makan. Dia tetap menjadi pahlawan bagi umat, dan berusaha melakukan aktivitas yang bermanfaat. Sebagaimana yang dialami Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di penghujung usia beliau dan beberapa sahabat lainnya.

Aisyah menceritakan,

“Bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melakukan witir 9 rakaat, setelah beliau mulai gemuk dan berdaging, beliau shalat 7 rakaat. Kemudian shalat 2 rakaat sambil duduk. (HR. Ahmad 26651 dan Bukhari 4557).

Dari Hasan bin Ali Radhiyallahu anhuma, saya bertanya kepada pamannya, Ibnu Abi Halah tentang ciri fisik Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau mengatakan,

“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam orang yang badannya besar. (as-Syamail al-Muhammadiyah Turmudzi, 1/34).

Sebagian menafsirkan kata: fakhman mufakhaman dengan gemuk.

“Riwayat yang menunjukkan bahwa Allah membenci orang gemuk, dipahami jika gemuk ini terjadi karena kelalaian, terlalu banyak menikmati kenikmatan lahir, sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat tentang kebencian bagi orang gendut. (Jamul Wasail fi Syarh as-Syamail, 1/34).

Allahu alam.