Fatwa Ulama: Hikmah Diwajibkannya Puasa Ramadan

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Apakah hikmah diwajibkannya puasa Ramadan?

Jawaban:

Kalau kita membaca firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

kita mengetahui apa hikmah dari kewajiban berpuasa (Ramadan). Hikmahnya adalah (untuk meraih) ketakwaan dan beribadah kepada Allah Ta’ala. Takwa adalah meninggalkan hal-hal yang Allah Ta’ala haramkan. Kalau disebutkan secara mutlak (tidak ada tambahan keterangan apapun, pent.), istilah “takwa” mencakup melakukan perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi perkara-perkara yang dilarang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan keji (kotor), Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari no. 1903)

Oleh karena itu, sangat ditekankan bagi orang yang berpuasa untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-larangan, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Maka, janganlah orang yang sedang berpuasa itu melakukan gibah terhadap orang lain, berdusta, tidak melakukan namimah (adu domba) di antara mereka, tidak melakukan jual beli yang haram, dan menjauhi seluruh perbuatan yang diharamkan. Jika seseorang melakukan hal itu selama sebulan penuh (di bulan Ramadan), maka dirinya akan terus-menerus melakukan hal itu di bulan-bulan sisanya di tahun itu.

Akan tetapi, sangat disayangkan, banyak di antara orang yang berpuasa itu tidak ada bedanya antara hari ketika mereka berpuasa (yaitu selama bulan Ramadan, pent.) dan hari ketika mereka tidak berpuasa (yaitu di luar bulan Ramadan, pent.). Mereka tetap berada pada kebiasaan mereka, yaitu meninggalkan kewajiban dan melakukan hal-hal yang dilarang. Tidak ada pengaruhnya bagi mereka kemuliaan puasa (Ramadan). Perbuatan-perbuatan ini memang tidak membatalkan puasa, akan tetapi mengurangi pahala puasa. Dan terkadang ketika ditimbang, dosa tersebut lebih besar daripada pahala puasa yang didapatkan, sehingga sia-sialah pahala puasanya.

***

@Rumah Kasongan, 16 Sya’ban 1443/ 19 Maret 2022

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/73554-fatwa-ulama-hikmah-diwajibkannya-puasa-ramadan.html