4 Pelajaran yang Dapat Diambil dari Isra Miraj

Muslim dapat mengambil empat pelajaran dari Isra Miraj

Setiap bulan Rajab, umat Islam memperingati Isra Miraj atau perjalanan Nabi Muhammad yang ditempuh dalam waktu semalaman. Perjalanan tersebut dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Kemudian lanjut dari bumi menuju langit ke tujuh dan Sidratul Muntaha. Dari perjalanan Rasulullah, para Muslim dapat mengambil empat pelajaran yang dilansir About Islam Selasa (9/3)

1. Melalui tes sulit
Di awal tahun kenabian, Rasulullah mengalami kerugian yang sangat besar. Dia kehilangan paman tercintanya, Abu Thalib yang merupakan pelindung utama umat Islam. Selain itu, dia juga kehilangan sang istri, Khadijah di tahun yang sama. Tragedi yang menimpa Rasulullah tak hanya berhenti di sana. Harapan Nabi hancur setelah dia dilempari batu di jalanan Ta’if.

Namun, dari pengalaman tersebut, sesuai janji Allah dengan kesulitan datang kemudahan. Kemudahan datang dalam bentuk perjalanan ajaib yang ditemani oleh malaikat Jibril ke tujuh langit tidak lama setelah Tahun Kesedihan.

2. Motivasi dari rekan
Selama perjalanan, Rasulullah bertemu dengan nabi lain, yaitu Adam, Isa, Yusuf, Musa, dan Ibrahim. Dengan bertemu mereka, Rasulullah mendapat dukungan dan motivasi.

Sebagaimana Nabi dapat bersandar pada mereka yang memiliki misi yang sama untuk mendapatkan dukungan, kita dapat melakukan hal yang sama. Dikelilingi dengan rekan dan memiliki hubungan sehat dan suportif merupakan hal penting. Persahabatan bisa memperkuat iman Anda.

3. Shalat adalah obat
Nabi mengalami banyak hal dalam perjalanannya. Dia bertemu para nabi dan malaikat, melihat taman Jannah dan api Jahannam. Namun, setelah Isra Miraj, dia membawa satu hadiah, yakni perintah shalat.

Shalat adalah obat dan perwujudan terakhir dari perdamaian. Jadi, ketika Anda memasuki Tahun Duka Anda baik pendek atau panjang, perlakukan shalat seperti obat.

Kita seharusnya tidak melakukan shalat wajib. Shalat tengah malam pun atau tahajud perlu dilakukan. Tengah malam adalah waktu yang memiliki keberkahan luar biasa. Shalat tahajud kita lakukan untuk menyenangkan Allah.

4. Setia pada iman Anda
Ketika Rasulullah kembali ke Makkah dan menggambarkan perjalanannya, kaum Quraisy mengejeknya tanpa henti. Mereka memberitahu Abu Bakar tentang perjalanan Nabi dengan maksud untuk menggoyahkan keyakinannya.

Abu Bakar berkata, “Apa yang begitu mengejutkan? Saya percaya padanya ketika dia mengatakan sesuatu yang bahkan lebih tidak bisa dimengerti. Dia bilang dia menerima wahyu dari Tuhan dan saya percaya dia.”

Dengan keyakinan, Allah memberi Anda kekuatan untuk mengatasi kesulitan. Keyakinan akan menenangkan kecemasan kita. Itu menanamkan dalam diri untuk melakukan tindakan yang menyenangkan Allah seperti berbicara kebenaran, berdoa, beribadah, dan mengenakan pakaian sopan.

KHAZANAH REPUBLIKA

ISRA’ MI’RAJ: Salah Tafsir, dan Makna Penting

Dalam memperingati isra’ dan mi’raj sering kita diajak oleh pembicara pengajian akbar melanglang buana sampai ke langit, dan kadang-kadang dibumbui dengan analisis yang nampaknya berdasar sains. Bagi saya, aspek astronomis sama sekali tidak ada dalam kajian isra’ mi’raj.

Tulisan ini saya maksudkan untuk mendudukkan masalah isra’ mi’raj sebagai mana adanya yang diceritakan di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih. Untuk itu pula akan saya ulas kesalahpahaman yang sering terjadi dalam mengaitkan isra’ mi’raj dengan kajian astronomi. Makna penting isra’ mi’raj yang mestinya kita tekankan.

Kisah dalam Al-Qur’an dan Hadits

Di dalam QS. Al-Isra’:1 Allah menjelaskan tentang isra’: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dan tentang mi’raj Allah menjelaskan dalam QS. An-Najm:13-18: “Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur’an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu.

Kejadian-kejadian sekitar isra’ dan mi’raj dijelaskan di dalam hadits- hadits nabi. Dari hadits-hadits yang sahih, didapati rangkaian kisah-kisah berikut. Suatu hari malaikat Jibril datang dan membawa Nabi, lalu dibedahnya dada Nabi dan dibersihkannya hatinya, diisinya dengan iman dan hikmah. Kemudian didatangkan buraq, ‘binatang’ berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Dengan buraq itu Nabi melakukan isra’ dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina.

Nabi SAW salat dua rakaat di Baitul Maqdis, lalu dibawakan oleh Jibril segelas khamr (minuman keras) dan segelas susu; Nabi SAW memilih susu. Kata malaikat Jibril, “Engkau dalam kesucian, sekiranya kau pilih khamr, sesatlah ummat engkau.”

Dengan buraq pula Nabi SAW melanjutkan perjalanan memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang dikanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya baitul Ma’mur, tempat 70.000 malaikat salat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.

Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam-kalam (‘pena’). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (dhahir) di dunia: sungai Efrat dan sungai Nil. Lalu Jibril membawa tiga gelas berisi khamr, susu, dan madu, dipilihnya susu. Jibril pun berkomentar, “Itulah (perlambang) fitrah (kesucian) engkau dan ummat engkau.” Jibril mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An-Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya.

Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah salat wajib. Mulanya diwajibkan salat lima puluh kali sehari-semalam. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringanan dan diberinya pengurangan sepuluh- sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi enggan meminta keringanan lagi, “Saya telah meminta keringan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah.” Maka Allah berfirman, “Itulah fardlu-Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba-Ku.”

Urutan kejadian sejak melihat Baitul Ma’mur sampai menerima perintah salat tidak sama dalam beberapa hadits, mungkin menunjukkan kejadian- kajadian itu serempak dialami Nabi. Dalam kisah itu, hal yang fisik (dzhahir) dan non-fisik (bathin) bersatu dan perlambang pun terdapat di dalamnya. Nabi SAW yang pergi dengan badan fisik hingga bisa salat di Masjidil Aqsha dan memilih susu yang ditawarkan Jibril, tetapi mengalami hal-hal non-fisik, seperti pertemuan dengan ruh para Nabi yang telah wafat jauh sebelum kelahiran Nabi SAW dan pergi sampai ke surga. Juga ditunjukkan dua sungai non-fisik di surga dan dua sungai fisik di dunia. Dijelaskannya makna perlambang pemilihan susu oleh Nabi Muhammad SAW, dan menolak khamr atau madu. Ini benar-benar ujian keimanan, bagi orang mu’min semua kejadian itu benar diyakini terjadinya. Allah Maha Kuasa atas segalanya.

“Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia”. Dan Kami tidak menjadikan pemandangan yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia….” (QS. 17:60).

“Ketika orang-orang Quraisy tak mempercayai saya (kata Nabi SAW), saya berdiri di Hijr (menjawab berbagai pertanyaan mereka). Lalu Allah menampakkan kepada saya Baitul Maqdis, saya dapatkan apa yang saya inginkan dan saya jelaskan kepada mereka tanda-tandanya, saya memperhatikannya….” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya).

Hakikat Tujuh Langit

Peristiwa isra’ mi’raj yang menyebut-nyebut tujuh langit mau tak mau mengusik keingintahuan kita akan hakikat langit, khususnya berkaitan dengan tujuh langit yang juga sering disebut-sebut dalam Al-Qur’an.

Bila kita dengar kata langit, yang terbayang adalah kubah biru yang melingkupi bumi kita. Benarkah yang dimaksud langit itu lapisan biru di atas sana dan berlapis-lapis sebanyak tujuh lapisan? Warna biru hanyalah semu, yang dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh partikel-partikel atmosfer. Langit (samaa’ atau samawat) berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak ada.

Bilangan ‘tujuh’ sendiri dalam beberapa hal di Al-Qur’an tidak selalu menyatakan hitungan eksak dalam sistem desimal. Di dalam Al-Qur’an ungkapan ‘tujuh’ atau ‘tujuh puluh’ sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al-Baqarah:261 Allah menjanjikan:

“Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH tangkai yang masing-masingnya berbuah seratus butir. Allah MELIPATGANDAKAN pahala orang-orang yang dikehendakinya….”

Juga di dalam Q.S. Luqman:27: “Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah….”

Jadi ‘tujuh langit’ lebih mengena bila difahamkan sebagai tatanan benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit.

Lalu, apa hakikatnya langit dunia, langit ke dua, langit ke tiga, … sampai langit ke tujuh dalam kisah isra’ mi’raj? Mungkin ada orang mengada-ada penafsiran, mengaitkan dengan astronomi. Para penafsir dulu ada yang berpendapat bulan di langit pertama, matahari di langit ke empat, dan planet-planet lain di lapisan lainnya. Kini ada sembilan planet yang sudah diketahui, lebih dari tujuh. Tetapi, mungkin masih ada orang yang ingin mereka-reka. Kebetulan, dari jumlah planet yang sampai saat ini kita ketahui, dua planet dekat matahari (Merkurius dan Venus), tujuh lainnya –termasuk bumi– mengorbit jauh dari matahari. Nah, orang mungkin akan berfikir langit dunia itulah orbit bumi, langit ke dua orbit Mars, ke tiga orbit Jupiter, ke empat orbit Saturnus, ke lima Uranus, ke enam Neptunus, dan ke tujuh Pluto. Kok, klop ya. Kalau begitu, Masjidil Aqsha yang berarti masjid terjauh dalam QS. 17:1, ada di Pluto.

Dan Sidratul Muntaha adalah planet ke sepuluh yang tak mungkin terlampaui. Jadilah, isra’ mi’raj dibayangkan seperti kisah Science Fiction, perjalanan antar planet dalam satu malam. Na’udzu billah mindzalik.

Saya berpendapat, pengertian langit dalam kisah isra’ mi’raj bukanlah pengertian langit secara fisik. Karena, fenomena yang diceritakan Nabi pun bukan fenomena fisik, seperti perjumpaan dengan ruh para Nabi. Langit dan Sidratul Muntaha dalam kisah isra’ mi’raj adalah alam ghaib yang tak bisa kita ketahui hakikatnya dengan keterbatasan ilmu manusia. Hanya Rasulullah SAW yang berkesempatan mengetahuinya. Isra’ mi’raj adalah mu’jizat yang hanya diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

Makna pentingnya

Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan hakikat perjalanan isra’ mi’raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa isra’ mi’raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rupanya, begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra:60) dan menyampaikan perintah salat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW.

Makna penting isra’ mi’raj bagi ummat Islam ada pada keistimewaan penyampaian perintah salat wajib lima waktu. Ini menunjukkan kekhususan salat sebagai ibadah utama dalam Islam. Salat mesti dilakukan oleh setiap Muslim, baik dia kaya maupun miskin, dia sehat maupun sakit. Ini berbeda dari ibadah zakat yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi, atau puasa bagi yang kuat fisiknya, atau haji bagi yang sehat badannya dan mampu keuangannya.

Salat lima kali sehari semalam yang didistribusikan di sela-sela kesibukan aktivitas kehidupan, mestinya mampu membersihkan diri dan jiwa setiap Muslim. Allah mengingatkan: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut:45).

 

 

T. Djamaluddin adalah peneliti bidang matahari & lingkungan antariksa, Lapan, Bandung.

Sumber isnet

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2204783/isra-miraj-salah-tafsir-dan-makna-penting#sthash.uWOxvObi.dpuf

Kisah Perjalanan Muhammad SAW Soal Perintah Shalat 5 Waktu

Para ustadz, ustazah dan bahkan kiyai pada perayaan Isra’ Mi’raj baik di surau, masjid dan majelis taklim di kampung, kerap mengangkat cerita dialog antara Nabi Muhammad SAW dan Nabi Musa, yaitu menyangkut perintah shalat lima waktu bagi umat Islam dari Allah.

Kisah perjalanan Rasullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu naik ke langit pertama sampai ke langit ketujuh disampaikan oleh para da’i dengan jelas, terang dan meski kadang disertai guyonan namun makna dari Isra’ Mi’raj itu sendiri tetap dapat dihayati dan diharapkan dapat diamalkan dengan baik.

Ceramah disertai guyonan dimaksudkan agar khalayak tak merasa bosan yang tiap tahun selalu pesan serupa disampaikan. Tentu dai harus pandai mengemas, tanpa harus mengurangi pesan dari Isra’ Mi’raj itu sendiri.

Terlebih bagi anak usia dini, cerita perjalanan Nabi Muhammad SAW yang ditemani Malaikat Jibril dengan berkendara Buraq makin mengundang rasa ingin tahu mendalam. Apa itu malaikat, kendaraan Buraq.

Penjelasan para da’i tenang hal ini kepada anak-anak biasanya disampaikan dengan lugas. Tentu saja disertai dialog usai ceramah sehingga penghayatan anak usia belia makin menyentuh hati.

Di setiap langit, Rasulullah bertemu Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad hingga sampai Langit ketujuh bertemu dengan Nabi Musa a.s.

Nabi Muhammad, dalam kisah tersebut, di setiap perjalanan dilihatkan pemandangan-pemandangan hingga dilihatkannya Surga dan Neraka. Ketika itu Rasullah bertanya kepada Malaikat Jibril.

Jibril pun menjelaskan semua pertanyaan Rasulullah hingga sampailah Nabi Muhammad menuju ke khadirat Allah S.W.T yang kemudian disebut Sidratul Muntaha.

 

Shalat 5 Waktu

Rasulullah ketika menghadap kehadirat Allah tanpa ditemani Malaikat Jibril. Disana Muhammad diperintahkan segera membawa Amanah Allah untuk Nabi Muhammad dan umatnya, yaitu shalat 50 waktu dalam sehari semalam.

Lantas, kembalilah Nabi Muhammad SAW dan sesampainya di langit ketujuh beliau bertemu Nabi Musa a.s..

“Wahai Muhammad. Apa yang Engkau bawa dari Tuhanmu ?.” kata Nabi Musa.

“Menjalankan Shalat 50 waktu dalam sehari semalam.” jawab Nabi Muhammad.

“Kembalilah Engkau pada Tuhanmu dan Mintalah keringanan,” kata Nabi Musa.

Nabi Muhammad kembali kehadirat Allah meminta keringanan. Allah pun meringankan lima waktu jadi tinggal 45 waktu shalat yang harus dijalankan.

Pulanglah Nabi dan bertemu lagi dengan Nabi Musa.

“Apakah yang dikatakan Tuhanmu,?” tanya Nabi Musa.

“Allah telah memberikan keringanan untukku dan umatku yaitu Shalat 45 waktu,” jawab Muhammad.

Dalam kisah ini pula digambarkan Nabi Muhammad SAW mondar-mandir menghadap Allah untuk meminta keringanan shalat dalam sehari, yang akhirnya shalat menjadi lima waktu.

“Bagaimana? Apakah Tuhanmu memberi keringanan,?” tanya Nabi Musa.

“Iya,” jawab Muhammad.

“Berapa?” “Tinggal lima waktu”.

“Kembalilah Engkau pada Tuhanmu dan mintalah keringanan lagi. Sungguh umat kamu tidak akan kuat,” perintah Nabi Musa kepada Muhammad.

Tapi, apa jawaban Nabi. “Wahai Tuan Nabi Musa. Saya malu pada Tuhan, Saya rela dan biarkanlah Saya ikhlas dan Rido tentang apa yang diberikan Allah kepada Saya”.

Jadi, akhirnya Nabi pun pulang dan membawa perintah untuk melaksanakan lima waktu Shalat dalam sehari semalam yaitu, yang sekarang dikenal sebagai shalat Zuhur , Asar, Maghrib, Isya dan Subuh.

Sejatinya perjalanan Nabi Muhammad, dalam Isra’ Mi’raj itu, adalah untuk menyadarkan kaum kafir Qurais agar percaya bahwa ajaran yang dibawa Nabi Muhammad itu benar.

Namun, tanggapan kaum Qurais.”Kami tidak percaya tentang apa yang Muhammad ceritakan pada kami. Karena jarak Antara Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa tidaklah pendek dan tidak pula sampai dalam semalam. “Mereka (kaum Qurais) menganggap bahwa cerita Nabi Muhammad itu mengada-ngada.

Bukti kekuasaan Allah Kepala Bidang Pengkajian Alquran Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA) Balitbang Diklat Kementerian Agama, Dr. H. Muchlis M Hanafi, MA menjelaskan bahwa peristiwa peristiwa itu bukan hanya suatu bukti kekuasaan Allah yang tiada batas, melainkan jika mencermati retorika penjelasan Alquran, maka yang bisa ditangkap adalah suatu pesan dan kesan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan simbol perpindahan misi kenabian.

Perpindahan misi kenabian yang dimaksud yaitu dari yang sebelumnya diamanahkan kepada bani Israil kemudian berpindah kepada bangsa Arab (umat Islam).

Hampir 2.300 tahun misi kenabian dipercayakan kepada bani Israil (Israil adalah nama lain dari Nabi Ya’qub). Tapi apakah kemudian yang terjadi? Mereka tega membunuh para nabi, memutarbalikkan, menyelewengkan, serta mengganti ayat-ayat al-Kitab. Karena itulah, peristiwa Isra’ Mi’raj ditandai dengan penaklukan Baytul Maqdis oleh Rasulullah dalam waktu sekejap di malam hari, di mana Nabi Musa (salah seorang pemimpin bani Israil) tidak bisa menaklukkannya kecuali setelah 40 tahun berputar-putar bersama bani Israil di sekeliling Baytul Maqdis.

Hal ini menunjukkan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa pemindahan misi kenabian dari kalangan bani Israil kepada bangsa Arab yang berasal dari keturunan Ismail bin Ibrahim.

Para ulama menyebut bahwa Ismail dan Ishaq adalah dua bersaudara. Dari Ishaq lahirlah Ya’qub yang melahirkan keturunan bani Israil, sedangkan Ismail melahirkan keturunan sampai kepada Nabi Muhammad.

Misi Damai

Maka peristiwa ini merupakan amanah bagi umat Islam agar umat Nabi Muhammad bisa mengejawantahkan dan mewujudkan misi kedamaian di tengah-tengah umat manusia ini.

Kepemimpinan Nabi Muhammad diutus oleh Allah ke muka bumi untuk memimpin ummat manusia mengenal Tuhan, beramal shaleh, dan berakhlakul karimah. Tentu tugas itu tidak mudah. Apalagi, Rasulullah ini harus menghadapi masyarakat Arab Jahiliyah yang tidak mengenal Tuhan yang sebenarnya.

Di dalam Alqur’an banyak profil kepemimpinan yang ditampilkan. Dalam surah an-Naml ada kisah yang sangat populer yang dikenal dengan Ratu Balqis.

Walaupun nama Balqis itu sendiri tak pernah disebut secara tegas di dalam Al-Qur’an. Di dalam Alqur’an hanya dijelaskan bahwa perempuan itu adalah seorang ratu yang berkuasa di negeri Saba. Ada juga seorang pemuda yang dipilih oleh Allah untuk menjadi pemimpin bani Israil ketika Bani Israil menginginkan seorang pemimpin yang tangguh yang bisa mengayomi mereka, Allah pun memilihkan seorang yang bernama Thalut.

Dalam kisah Nabi Yusuf juga bisa meneladani profil kepemimpinan seorang yang dipercayai untuk menjadi pengelola perbendaharaan negara, mengelola logistik negara di saat negeri itu mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dari tiga kisah yang ditampilkan oleh al-Qur’an ini, bisa mengambil beberapa pelajaran.

Pertama, bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat yang bijak, serta juga harus memiliki keilmuan dan kecerdasan yang memadai. Kisah Ratu Balqis (ratu Kerajaan Saba) ketika mendapatkan surat dari Nabi Sulaiman.

Ratu Balqis dan kaumnya adalah penyembah matahari. Dari surat Nabi Sulaiman itu diketahui bahwa Nabi Sulaiman menyeru Ratu Balqis agar tunduk kepada Nabi Sulaiman dan mengikrarkan dirinya tunduk kepada Allah. Saat itu, apakah yang dilakukan oleh Ratu Balqis? Dia panggil seluruh pembantunya, lalu dikatakannya bahwa ia telah mendapat surat dari Nabi Sulaiman. Setelah menyampaikan isi surat Nabi Sulaiman itu, kemudian dia ajak para pembantunya untuk bermusyawarah.

Hal ini dilakukan karena dia adalah seorang pemimpin yang tak pernah memutuskan apa pun, kecuali dia bermusyawarah dahulu dengan para pembantunya. Dia ajak para pembantunya untuk berdialog. Dia bukan tipe pemimpin yang otoriter.

Sekarang ini bukan zamannya lagi seorang pemimpin bersikap otoriter. Melalui cara dialog inilah sekarang bagaimana kepemimpinan itu bisa berjalan dengan baik. Seperti yang termaktub di surah An-Naml ayat 33 sampai 44, diceritakan bahwa para pembantunya menyarankan, karena kerajaan mereka (kerajaan Saba) memiliki kekuatan, maka mereka bisa saja melawan kerajaan Nabi Sulaiman.

Dengan bijaknya Ratu Balqis memberikan pertimbangan, bahwa para raja itu kalau sudah masuk ke suatu negeri, maka yang akan terjadi hanya dua: mereka bisa membuat kerusakan di negeri itu ataupun mereka akan menguasai negeri itu dengan semena-mena.

Ratu Balqis tentunya tidak menginginkan hal itu terjadi. Dia ternyata lebih memilih jalan damai. Ratu Balqis pun kemudian menyatakan untuk mengirimi hadiah saja kepada Nabi Sulaiman, setelah itu menunggu reaksi darinya.

Seorang pemimpin harus bisa menjaga amanah. Kepemimpinan adalah suatu tanggung jawab. Kepemimpinan adalah suatu kontrak sosial yang harus diwujudkan sesuai dengan keinginan orang yang memberikan kepercayaan itu.

Inilah beberapa pelajaran yang bisa diambil dari keteladanan yang dikisahkan oleh al-Qur’an melalui kisah-kisah para pemimpin yang memiliki integritas, keilmuan, amanah, dan sikap bijak dalam kepemimpinannya.

Berkaitan dengan kepemimpinan, umat Islam mengemban amanah dan tanggung jawab yang besar di dunia ini untuk mewujudkan misi kedamaian yang juga menjadi misi semua agama. Hal ini tak lain karena umat Islam sudah dipilih oleh Allah untuk menjadi khayra ummah (umat terbaik).

Allah berfirman: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Ali `Imrn : 110). (Antara)

 

sumber: Kabar24

Esensi Isra Mi’raj Dorong Pengembangan Peradaban

Esok hari, tanggal 5 Mei 2016, bertepatan dengan 27 Rajab 1437 H dalam penanggalan Islam,kita memperingatinya sebagai Hari Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Menurut Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin, esensi peringatan Isra Miraj adalah mendorong umat untuk terus membangun dan mengembangkan peradaban Islam.

“Peradaban Islam yang mengedepankan perdamaian, kemajuan, keadilan, leseimbangan, dan persamaan,” kata Menag. Pengembangan peradaban itu bertumpu pada konsep Islam yang membawa rahmat bagi semesta alam.

Menteri juga menyebutkan penyatuan dimensi sosial dan dimensi spiritual pada ibadah salat itu ditegaskan dalam Alquran Surat Al-Maun yang mengecam orang-orang yang mengerjakan salat, tetapi tidak berusaha mengejawantahkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut Menag mengatakan, pada era postmodern ini, Islam kembali dihadapkan pada tantangan baru untuk merevitalisasi dimensi kekayaan spiritual yang terdapat dalam ajaran-ajarannya.

“Isra Miraj tidak hanya memiliki dimensi kekayaan spiritual serta pesan-pesan kehidupan, tetapi juga mengandung dimensi ilmu pengetahuan yang cukup menantang di kalangan para ilmuwan,” katanya.

Lukman mengatakan, akan bijaksana jika peringatan Isra Miraj juga dimaknai sebagai wahana transformasi peradaban ilmu pengetahuan.

“Paling kurang, melalui peringatan Isra Miraj, umat Islam tidak hanya diperkenalkan dengan ilmu pengetahuan yang bersumber dari hasil observasi, tetapi juga diperkenalkan tentang ilmu pengetahuan yang bersumber dari kitab suci, yang disebut sebaga ayat-ayat ‘qauliyah’,” katanya.

Dengan pemahaman integralistik, dia berharap melahirkan bentuk dan praktik pendidikan yang tepat sehingga akhirnya melahirkan manusia yang berkepribadian utuh.

“Selain itu, berwawasan iptek dan imtak yang siap memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Lukman Hakim.

Isra Miraj merupakan perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW suatu malam sekian abad yang lalu yang fantastis dan dramatik.

Ada dua etape perjalanan, yaitu etape horizontal dari Masjidilharam di Makkah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Etape kedua adalah etape vertikal dari Masjidilaksa ke sidratulmuntaha di langit ketujuh.

Menag menyebutkan peristiwa yang dialami Nabi Muhammad SAW merupakan tonggak sejarah penting dari rangkaian perjuangan Nabi dalam membangun masyarakat berkeadaban dan berkeadilan bagi seluruh umat.

“Kewajiban salat tidak hanya ditafsirkan sebagai kewajiban yang sifatnya ritual individual semata, tetapi juga sebagai wahana transformasi sosial untuk mencegah kemungkaran,” kata menag menambahkan.

 

Dikutip dari: Republika Online