Istighfar Melapangkan Rezeki

ISTIGHFAR mengandung banyak keutamaan selain permohonan ampunan kepada Allah. Syekh Abdul Wahhab As-Syarani dalam kitab Al-Minahus Saniyyah mengutip hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan kelapangan rezeki sebagai salah satu keutamaan istighfar:

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, Siapa saja mengekalkan bacaan istighfar, niscaya Allah jadikan baginya sebuah jalan keluar di tengah kesempitan dan sebuah kelonggaran di tengah kesumpekan; dan Allah kucurkan rezeki kepadanya dari jalan yang ia tidak perhitungkan.”

Istighfar juga disebutkan di dalam Al-Quran, Surat Al-Anfal ayat 33.

Artinya, “Dan Allah SWT tidak akan mengazab mereka selagi mereka memohon ampunan-Nya.”

Syekh Ibnu Ajibah dalam Iqazhul Himam menyatakan bahwa makna istighfar bagi kalangan sufi tidak jauh berbeda dengan makna istighfar di kalangan awam. Hanya saja nilai dosa menurut mereka berbeda dari sesuatu yang dianggap dosa oleh orang awam.

Artinya, “Menurut saya, turun dengan suul adab adalah turunnya mereka dalam menuntut pahala atau harta, yaitu balasan. Sedangkan kelalaian adalah melihat diri saat beramal. Bagi kalangan sufi, hal ini dianggap sebuah dosa di mana mereka beristighfar. Oleh karenanya, istighfar mereka setelah shalat berasal dari perasaan hadir diri mereka sebagaimana sebuah syair mengatakan, Wujudmu adalah dosa yang tidak terbandingkan oleh dosa lain,” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 382).

Syekh Abdul Wahhab As-Syarani juga menjelaskan hal yang sama. Menurutnya, istighfar di akhir ibadah merupakan pengakuan atas kekurangan dalam ibadah tersebut:

Artinya,”Arifun menyepakati anjuran istighfar usai beramal saleh. Dalam riwayat, para sahabat bercerita bahwa Rasulullah SAW beristighfar 3 kali tiap selepas sembahyang wajib. Maksudnya, menetapkan syariat istighfar usai beramal bagi umatnya sekaligus mengingatkan akan ketidaksempurnaan ibadah mereka.” Wallahu alam. [nuol/Alhafiz K]

INILAH MOZAIK

Perbanyak Istigfar Dapat Kemudahan di Saat Sulit

PERBANYAK istigfar. Coba sahabatku buka surah Nuh ayat 10 -13, dengan banyak istigfar, Allah bukakan “biamwaalin” rezeki yang melimpah. Rasulullah bersabda, “Barang siapa membiasakan istigfar, maka Allah mudahkan saat sulit, Allah tunjukkan jalan keluar dari masalahnya, dan Allah beri rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka,” (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud).

Dosa itu membuat masalah, gelisah, dan sial, “Kemalangan kemalangan kalian karena dosa-dosa kalian” (QS Yasin 19), kalaupun sukses karena dosa itu “istidraaj” kesenangan sesaat dan semu, kemudian akhirnya bala juga (QS Hud 15-16).

Dengan istigfar, Allah angkat dosa. Dengan terangkat dosa, terangkatlah masalah, gelisah, dan kesialan. Saatnya bagi sahabatku untuk selalu beristigfar saat berdiri, duduk, berbaring, di rumah, di kendaraan, di kantor, di pasar, di mana saja dan setiap selesai salat Fardu untuk tidak buru buru beranjak, beristigfar lebih dulu, dan terutama beristigfar di keheningan malam.

Seperti dalam firman-Nya: “Hamba-hamba Allah yang beriman itu sedikit sekali rehatnya di waktu malam karena banyaknya mohon ampunan Allah,” (QS Azh Zhaariyaat 17-18).

Rasulullah bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfar dan bertobat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari,” (HR Bukhari).

Sahabat salehku, Arifin yang banyak dosa ini berazam minimal sehari 1000 X, dan bukan seribu selesai tetapi terus dan terus Istigfar sehingga ketenangan dan energi taat terus bersama kita.

“Do it right now, you find it insya Allah sahabatku. Aamiin”. [Ustaz Arifin Ilham]

INILAH MOZAIK

Perbanyak Istighfar, Jalan Keluar dari Kesedihan

Sahabatku, marilah kita memperbanyak istighfar.

Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam yang tanpa dosa saja, dalam sehari bisa beristighfar sebanyak seratus kali, apalagi kita yang penuh dosa, seharusnya bisa lebih banyak lagi.

Istighfar itu salah satu jalan keluar dari masalah, melapangkan saat kita dalam kesempitan, dan pembuka pintu rejeki

“Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Alloh memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” (HR. Ahmad). [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |

INILAH MOZAK

Perbedaan Istighfar dan Taubat

Adakahperbedaan antara istighfar dan taubat? Apakah saat seroang beristighfar serta merta bisa dikatakan bertaubat?

Dua istilah yang tampak sama ini, ternyata pada hakikatnya terdapat perbedaan. Berikut perbedaannya :

Pertama : Taubat ada batas waktunya, sementara istighfar tidak ada batas waktunya.

Oleh karenanya sampai orang yang sudah meninggal masih bisa dimohonkan ampunan. Adapun taubat tak diterima ketika nyawa seorang sampai pada kerongkongan. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.

Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (ruh) belum sampai di tenggorokan” (HR. Tirmidzi, dari Ibnu Umar Radhiyallahu’anhuma).

Oleh karenanya seorang yang telah meninggal dunia tidak ditaubatkan, namun mungkin baginya untuk dimohonkan ampunan atau didoakan istighfar. Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hashr :10).

Kedua : Taubat hanya bisa dilakukan oleh pelaku dosa itu sendiri, adapaun istighfar bisa dilakukan oleh pelaku dosa dan juga orang lain untuknya.

Oleh karenanya seorang anak bisa mendoakan isighfar untuk ayahnya, atau seorang sahabat kepada sahabatnya yang lain, namun tidak bisa dikatakan seorang anak men-taubatkan bapaknya atau seorang rekan men-taubatkan kawannya.

Ketiga : Taubat memiliki syarat harus berhenti dari dosa yang ditaubati. Adapun istighfar tidak disyaratkan demikian.

Oleh karenanya ada suatu masalah penting yang dikaji oleh para ulama berkaitan hal ini, yakni apakah istighfar bermanfaat tanpa taubat?

Maksudanya apabila seorang beristighfar sementara ia masih terus melakukan maksiat, apakah istighfar itu bermanfat? Misalnya seorang merokok dan ia mengakui bahwa rokok itu haram, kemudian beristighfar, namun tidak berhenti dari merokok, apajah istighfarnya tersebut dapat menghapus dosa merokok yang ia lakkan? Mengingat salahsatu syarat taubat adalah berlepas diri dari dosa yang ditaubati.

Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini :

Pendapat pertama: istighfar tidak bermanfaat tanpa taubat. Karena istighfar adalah jalan menuju taubat. Sehingga apabila maksud tidak tercapai maka istighfar yang dilakukan menjadi sia-sia. Maka menurut ulama yang memegang pendapat ini, istighfar yang dilakukan oleh perokok pada kasus di atas tidak bermanfaat.

Pendapat kedua: istighfar bermanfaat meski pelaku belum bertaubat. Karena dalam hadis-hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dibedakan antara istighfar dan taubat. Seperti hadis berikut,

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

Demi Allah, sungguh diriku beristighfar dan bertaubat dalam sehari lebih dari 70 kali” (Muttafaqun’alaih).

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “… 100 kali“.

Pada hadis di atas istighfar dan taubat disebutkan secara terpisah. Menunjukkan bahwa istighfar dapat bermanfaat dengan sendirinya, meski tidak diiringi taubat.

Maka, menurut para ulama yang memegang pendapat ini, istighfar yang dilakukan oleh perokok pada kasus di atas bermanfaat. Boleh jadi Allah mengijabahi permohonan ampunnya meskipun ia belum bertaubat.

Namun ada kesimpulan yang sangat baik dari guru kami; Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili -hafidzohullah- ketika mengkompromikan dua pendapat di atas. Beliau menjelaskan bahwa istighfar ada dua keadaan :

Pertama : Istighfar / permohonan ampun untuk pelaku dosa yang dilakukan oleh orang lain.

Seperti istighfarnya Malaikat untuk orang yang duduk di tempat sholat selama wudhunya tidak batal, para Malaikat mendoakannya,

اللهم اغفرله اللهم ارحمه

Ya Allah ampunilah dan rahmatilah dia..” (HR. Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah –radhiyallahu’anhu-).

Atau istighfar anak untuk orang tuanya,

رب اغفر لي ولوالدي وارحمهما كما ربياني صغيرا

Ya Tuhanku ampunilah aku dan kedua orangtuaku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka telah menyayangiku di waktu kecil“.

Nabi juga pernah memerintahkan para sahabat beliau ketika raja Najasi meninggal dunia, untuk mendoakan ampunan untuknya,

استغفروا لأخيكم

Doakanlah istighfar untuk saudara kalian..” (HR. Bukhori dan Muslim).

Beliau juga bersabda sesuai menguburkan salah seorang sahabat beliau,

استغفروا لأخيكم واسلوا له التثبيت فإنه الآن يسأل

Doakan istighfar untuk saudara kalian. Dan mohonkan untuknya ketetapan hati, karena dia sekarang sedang ditanya” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Hakim).

Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan istighfar untuk mayit bukan taubat untuk mayit. Mengingat perbuatan ini diperintahkan oleh syariat, menunjukkan bahwa istighfar untuk mayit dapat bermanfaat. Karena Allah tidaklah memerintahkan sesuatu kecuali perbuatan yang bermanfaat. Ini adalah kaidah yang sangat penting dalam agama kita.

Kedua : Istighfar pelaku dosa untuk darinya sendiri.

Yang tepat, istighfar seperti ini dapat bermanfat untuk pelakunya mesti ia belum bertaubat, namun, dengan syarat, istighfar tersebut muncul karena rasa takutnya kepada Allah ‘azza wa jalla yang sebenarnya dan jujur. Maka orang seperti ini berada pada dua situasi : antara takut kepada Allah dan kalah oleh hawa nafsu. Saat rasa takut muncul ia beristighfar dan saat ia dikalahkan oleh syahwatnya ia terjerumus dalam dosa, dan ia memyadari bahwa yang dilakukan adalah dosa. Istighfar untuk orang seperti ini kita katakana bermanfaat untuknya.

Adapun istighfar yang hanya di lisan, bukan karena takut kepada Allah, maka ini istighfar yang dusta. Seorang mengatakan astaghfirullah, akantetapi dalam hatinya tidak ada rasa bersalah, takut kepada Allah dan kesadaran bahwa yang dilakukan adalah dosa. Maka istighfar seperti ini tidak bermanfaat sama sekali.

Oleh karenanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah– ketika menjawab permohonan Abul Qosim al Maghribi –rahimahullah-, untuk menuliskan wasiat untuknya yang kemudian tulisan tersebut dikenal dengan Al Wasiyyah As Sughro, menyatakan,

فإن الله قد يغفر له إجابة عن دعائه، وإن لم يتب، فإذا اجتمعت الاستغفار و التوبة فهو الكمال

Allah bisa jadi mengampuninya sebagai pengabulan atas doanya, meski ia belum bertaubat. Namun bila berkumpul antara istighfar dan taubat maka itulah yang sempurna” (Al Wasiyyah As Sughro, hal. 31. Tahqiq Sobri bin Salamah Sāhin).

Bila seorang dapat mengumpulkan istighfar dan taubat, maka itulah yang sempurna dan diharapkan. Sebagaimana Allah mengumpulkan kedua hal ini dalam firmanNya,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah. Lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka (beristighfar), siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah?! Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu (bertaubat), sedang mereka mengetahui” (QS. Ali Imron : 135).

Seperti yang dilakukan Nabi kita shallallahu’alaihi wasallam, “Demi Allah, sungguh diriku beristighfar dan bertaubat dalam sehari lebih dari 70 kali” (Muttafaqun’alaih).

Wallahua’lam bis showab…

[Tulisan ini adalah rangkuman faidah kajian Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili –hafizhahullah– di Masjid Nabawi, saat mengkaji buku Al Wasiyyah As Sughro, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah-]

***

Penulis : Ahmad Anshori

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29214-perbedaan-istighfar-dan-taubat.html

Antara Istighfar dan Taubat

Allah Ta’ala terkadang menyebutkan taubat secara terpisah dari istighfar, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ

Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.” (QS. Al-Maidah [5]: 39).

Demikian pula, Allah Ta’ala terkadang menyebutkan istighfar secara terpisah dari taubat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ

Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushshilat [41]: 6).

Namun di ayat yang lain, terkadang Allah Ta’ala menyebutkan keduanya secara bersamaan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ

Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Huud [11]: 90).

Lalu, apa beda antara istighfar dan taubat dalam firman Allah Ta’ala di atas?

Jika Taubat dan Istighfar Disebutkan secara Terpisah

Sebagian ulama berpendapat jika istighfar disebutkan terpisah dari taubat, maka makna istighfar adalah sebagaimana makna taubat, bahkan merupakan taubat itu sendiri. Demikianlah pendapat Ibnul Qayyim rahimahullah.Beliau mengatakan,Istighfar yang disebutkan sendirian (terpisah dari taubat, pen.) memiliki makna taubat, bahkan taubat itu sendiri, yang terkandung di dalamnya meminta ampunan dari Allah, yaitu terhapusnya dosa, dihilangkannya dampak dosa, dan penjagaan dari keburukan dosa tersebut. Hal ini tidak sebagaimana sangkaan sebagian orang yang mengatakan bahwa ampunan adalah ditutupinya dosa kita. Karena Allah menutupi dosa orang yang memohon ampun kepada-Nya dan yang tidak memohon ampun kepada-Nya. Akan tetapi, ditutupinya dosa adalah konsekuensi dari diampuninya dosa atau sebagian dari konsekuensinya.” (Madaarijus Saalikiin, 1/307-308).

Jika Taubat dan Istighfar Disebutkan secara Bersamaan

Jika taubat dan istighfar disebutkan secara bersamaan sebagaimana firman Allah,

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ

Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubat kepada-Nya.” (QS. Huud [11]: 3).

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan istighfar adalah bertaubat dari dosa-dosa yang telah terjadi. Sedangkan yang dimaksud dengan taubat adalah istighfar dari dosa yang mungkin akan terjadi setelah dosa tersebut benar-benar terjadi.

Oleh karena itu, makna ayat menjadi, bertaubatlah kepada Rabb kalian atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan, dan bertaubatlah kepada-Nya dari dosa-dosa yang akan kalian lakukan. Kata ثُمَّ “kemudian” dalam ayat di atas zahirnya menunjukkan waktu yang akan datang.

Ulama yang lain berpendapat, sesungguhnya istighfar terkadang digunakan untuk menunjukkan makna taubat. Maka yang dimaksud adalah istighfar yang diperintahkan, yaitu istighfar yang didahului dengan taubat, yang berarti penyesalan. Maka seolah-olah Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), Memintalah ampun kepada Tuhanmu setelah taubat (menyesal), kemudian bertaubatlah (yaitu, ikhlaslah dalam taubat dan istiqamahlah di atasnya.” Ini sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Al-Alusi rahimahullah.

Al-Alusi rahimahullah berkata,Sesungguhnya istighfar adalah taubat, sehingga kata ثُمَّ dalam ayat tersebut bermakna ‘dan’.” (Lihat Tafsir Al-Alusi, 11/207).

Adapun Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau merinci masalah ini. Beliau menjelaskan bahwa jika istighfar disebutkan secara bersamaan dengan taubat, maka yang dimaksud adalah meminta perlindungan dari kejelekan (dosa) yang telah terjadi. Sedangkan taubat adalah kembali dan meminta perlindungan dari kejelekan yang dia takutkan terjadi di masa yang akan datang, berupa kejelekan amal yang dia perbuat. Maka istighfar adalah menghilangkan kejelekan, sedangkan taubat adalah meminta adanya manfaat (kebaikan). Ampunan (maghfirah) akan melindungi diri kita dari keburukan dosa (yang telah terjadi). Adapun taubat, setelah adanya perlindungan tersebut, maka terwujudlah apa yang dia cintai atau dia harapkan (berupa maslahat atau kebaikan, pen.). (Madaarijus Saalikin, 1/308-309).

Pendapat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah inilah yang tampaknya lebih tepat. Karena seorang hamba wajib untuk memohon ampun kepada Allah terlebih dahulu dari dosanya untuk menghilangkan kejelekannya. Sehingga dia mendahulukan istighfar dari taubat. Tidaklah seorang hamba memiliki tekad berkaitan dengan kehidupan di masa mendatang (untuk tidak kembali berbuat maksiat) kecuali dengan menyucikan diri terlebih dahulu dari pengaruh dosa dan maksiat (yang telah lewat). Sebagaimana kata ulama,

التخلية مقدمة على التحلية

Membersihkan diri itu lebih utama daripada menghiasi diri.”

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk di antara hamba-Nya yang gemar untuk bertaubat. [1]

***

Selesai disusun ba’da maghrib, Masjid Nasuha Rotterdam NL, 26 Jumadil Akhir 1436

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/25309-antara-istighfar-dan-taubat.html

Bahagia dengan Istighfar

Salah satu kunci kebahagiaan hidup adalah beristighfar dan memohon ampun serta bertaubat kepada Allah Ta’ala. Seorang hamba sangat membutuhkan ampunan Allah karena dosa atau kemaksiatan yang telah dilakukan. Istighfar tak hanya sekedar ucapan dengan lisan namun disertai perbuatan. Mengakui kesalahan dan berusaha bersungguh-sungguh agar Allah melimpahkan rahmat serta ampunan-Nya. Istighfar juga pembuka pintu kesulitan kehidupan seperti kekurangan makanan atau kemiskinan, belum dikaruniai rezeki berupa anak, saat musim paceklik serta berbagai problem lainnya. Bahkan dalam kondisi lapang atau sempit pun sebagai perwujudan kecintaan hamba pada Rabb-nya, istighfar tetap dibutuhkan karena manusia yang beriman tetap tergantung pada Allah Ta’ala. Hidup pun lebih berkah dengan memperbanyak istighfar. Firman Allah Ta’ala:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)

Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh:10-12).

Allahu Akbar! Sungguh agung dan besarnya buah serta pahala istighfar. Melafadzkannya dengan dipahami maknanya dalam hati. Meresapinya bahwa ia memohon pada Dzat yang Maha Pengampun dan Maha Mengabulkan Doa. Bersungguh-sungguh dalam berdoa dan berhusnudzon bahwa Allah akan menerima istighfar yang dilakukan dengan keinginan kuat, harapan besar serta menggantungkan pengkabulan doa tersebut kepada ilmu Allah Ta’ala.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يقل أحدكم: اللهم اغفر لي إن شئت، اللهم ارحمني إن شئت، ليعزم المسألة فإن الله لا مكره له

Janganlah salah seorang di antara kamu berdoa, ‘Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki’ atau berdoa, ‘Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepadaku jika Engkau menghendaki’, tetapi hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonan itu, karena sesungguhnya Allah tiada sesuatupun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu (HR. Al- Bukhori [XI/6339], Muslim [2679]).
Subhanallah! Selayaknya seorang mukmin selalu menghiasi hari-harinya dengan memperbanyak istighfar, sebagaimana dzikir sesudah sholat pun disunnahkan untuk beristighfar. Dzikir pagi dan sore hari juga tak terlepas dari permohonan ampun pada-Nya. Sebagaimana sabda Beliau shalallahu alaihi wassalam:

أستغفر الله و أتوب إليه

Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya” (dibaca 100 x) (HR. Al Bukhori [11/101], Muslim [4/2075]).

Doa dan istighfar perlu senantiasa ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga menimbulkan dampak positif seperti iman taqwa kepada Allah Ta’ala. Iman semakin meningkat, merasa rendah hati dan mengikis perasaan sombong, baik kepada Allah Ta’ala dan juga di hadapan sesamanya.
Orang yang membiasakan istighfar akan merasa dekat dengan Allah Ta’ala dan dia akan berupaya terhindar dari perbuatan dosa yang mengotori kesucian dirinya. Semoga Allah memudahkan lisan kita selalu basah dengan lafal-lafal yang mengagungkan-Nya, di antaranya dengan istighfar.

Penulis: Isruwanti Umnu Nashifa

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/10953-bahagia-dengan-istighfar.html

Mau Rezeki Melimpah? Perbanyaklah Istigfar

PERBANYAK istigfar. Coba sahabatku buka surah Nuh ayat 10 -13, dengan banyak istigfar, Allah bukakan “biamwaalin” rezeki yang melimpah. Rasulullah bersabda, “Barang siapa membiasakan istigfar, maka Allah mudahkan saat sulit, Allah tunjukkan jalan keluar dari masalahnya, dan Allah beri rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka,” (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud).

Dosa itu membuat masalah, gelisah, dan sial, “Kemalangan kemalangan kalian karena dosa-dosa kalian” (QS Yasin 19), kalaupun sukses karena dosa itu “istidraaj” kesenangan sesaat dan semu, kemudian akhirnya bala juga (QS Hud 15-16).

Dengan istigfar, Allah angkat dosa. Dengan terangkat dosa, terangkatlah masalah, gelisah, dan kesialan. Saatnya bagi sahabatku untuk selalu beristigfar saat berdiri, duduk, berbaring, di rumah, di kendaraan, di kantor, di pasar, di mana saja dan setiap selesai salat Fardu untuk tidak buru buru beranjak, beristigfar lebih dulu, dan terutama beristigfar di keheningan malam.

Seperti dalam firman-Nya: “Hamba-hamba Allah yang beriman itu sedikit sekali rehatnya di waktu malam karena banyaknya mohon ampunan Allah,” (QS Azh Zhaariyaat 17-18).

Rasulullah bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfar dan bertobat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari,” (HR Bukhari).

Sahabat salehku, Arifin yang banyak dosa ini berazam minimal sehari 1000 X, dan bukan seribu selesai tetapi terus dan terus Istigfar sehingga ketenangan dan energi taat terus bersama kita.

“Do it right now, you find it insya Allah sahabatku. Aamiin”. [Ustaz Arifin Ilham]

Betapa Dahsyatnya Istighfar

Pintu rahmat Allah SWT bahkan terbuka kapan saja. Tak seperti halnya pejabat yang menutup rapat pintu mereka kala malam. Pintu-pintu penguasa juga tak terbuka kala hari-hari libur dengan alasan tak mau melayani rakyat jelata.

Tidak demikian dengan Allah SWT yang mengurus alam semesta ini. Pintu rahmat dan ampunan-Nya selalu terbuka. Tinggal kembali kepada kita. Sudikah kita menggerakkan langkah untuk mengetuk pintu-Nya dan menghaturkan penyesalan.

Allah SWT berfirman, “Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia akan mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS an-Nisaa [4]: 110).

Betapa dahsyatnya istighfar dan memohon ampun kepada Allah SWT. Fadilah dua amalan ini amat besar. Ada dua jaminan keamanan untuk umat manusia dari bencana dan azab selagi ada dua perkara. Pertama ada Nabi SAW di tengah-tengah mereka atau ada orang yang memohon ampun diantara mereka.

Allah SWT berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS al-Anfaal [8]: 33)

Memohon ampun dengan tulus ternyata bisa menjadi fadilah dicabutnya bencana di tengah manusia. Bayangkan jika setiap kesalahan yang kita perbuat lalu kita berbondong-bondong memohon ampun kepada Allah SWT. Tentu akan tercipta sebuah keberkahan dalam masyarakat.

Seseorang yang gemar beristighfar tentu akan membuat kepekaan dirinya meningkat. Jika pada masa lalu ia telah berbuat salah lantas bertobat, maka ia menjadi amat hati-hati dalam berbuat. Ia tak ingin mendekati lagi perbuatan-perbuatan kelamnya. Sensivitasnya terhadap sebuah dosa menjadi terdongkrak.

Dosa memang membuat seseorang tak akan nyaman. Kita berbohong saja, pasti ada di dalam lubuk hati paling dalam seberkas ketakutan. Takut jika kebohongan kita ini terbongkar.

Rasulullah SAW bersabda, “Kebajikan adalah budi pekerti yang baik, sedang dosa adalah sesuatu yang merisaukan hatimu dan engkau tidak senang jika hal itu diketahui orang lain.” (HR Muslim).


Begitulah fitrah manusia. Ia tidak tenang jika berbuat dosa. Ia harap-harap cemas jika perbuatan buruknya diketahui orang lain. Sekecil apapun perbuatan dosa itu. Maka untuk menghilangkan gundah  gulananya hati karena dosa, istighfar adalah jawabannya. Allah SWT berfirman, “… Ingatlah, hanya  dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du [13]: 28).

Mari lihat bagaimana orang paling mulia di muka bumi ini mengamalkan zikir istighfar setiap harinya. Rasulullah SAW tak kurang dalam sehari membaca istighfar 70 kali. Dalam riwayat Imam Muslim tak kurang 100 kali. Rasulullah SAW yang maksum, terjaga dari dosa saja mengamalkan zikir istighfar dengan jumlah sampai 100 kali.

Lalu bagaimanakah dengan kita yang pasti berlumur maksiat ini? Semoga Allah menguatkan kita untuk terus kembali kepada-Nya dan menerima segala pertobatan kita.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

 

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!