Ini Dalil Haram Kawin Kontrak

Berikut ini dalil haram kawin kontrak. Sejatinya, kawin kontrak, yang dalam bahasa fikih dikenal sebagai nikah mut’ah, merupakan pernikahan dengan batasan waktu dan tujuan yang telah disepakati bersama. Secara definisi, menurut Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, Jilid II, halaman 28, disebut nikah mut’ah [kawin kontrak] karena tujuan laki-laki yang menikahinya bermaksud untuk bersenang-senang dalam waktu singkat.

Pernikahan ini memiliki beberapa ciri khas, salah satunya adalah Pernikahan memiliki batasan waktu yang telah disepakati bersama sejak awal akad nikah. Jangka waktunya bisa singkat, seperti beberapa hari atau bulan, atau lebih lama.

Sejatinya, dalam sejarah, pernikahan sempat dibolehkan dalam Islam. Akan tetapi, hukum itu dimansukh [hapuskan], dan tidak diberlakukan lagi. Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa nikah kontrak sempat dihalal pada Perang Tabuk. Saat itu, para sahabat yang tidak mampu membawa istri dalam peperangan diperbolehkan menikahi perempuan dengan sistem kontrak waktu.

Dalam kitab Fathul Bari, Jilid IX, halaman 76 dijelaskan sebagai berikut;

حدثنا محمد بن بشار حدثنا غندر حدثنا شعبة عن أبي جمرة قال سمعت ابن عباس سئل عن متعة النساء فرخص فقال له مولى له إنما ذلك في الحال الشديد وفي النساء قلة أو نحوه فقال ابن عباس نعم

Artinya; Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, dari Ghondar, dari Syu’bah, dari Abu Jami’ah, beliau berkata: “Aku mendengar Ibnu Abbas ditanya tentang mut’ah (nikah kontrak) perempuan. Beliau menjawab, itu keringanan hukum . Lalu Ikrimah bertanya lagi: ‘Itu hanya dibolehkan dalam keadaan darurat perang dan ketika itu wanita sedikit jumlahnya.’ Ibnu Abbas menjawab: ‘Ya, benar.’”

Lebih lanjut, Ibnu Hajar al-Asqallani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa hukum nikah mut’ah (nikah kontrak) dalam Islam, yang mengalami perubahan beberapa kali.
Pertama, dibolehkan sebelum Perang Khaibar. Awalnya, nikah mut’ah dibolehkan. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mengizinkan nikah mut’ah saat perang untuk membantu para prajurit yang kesulitan menahan hawa nafsu.

Kedua, diharamkan di Perang Khaibar. Kemudian, nikah mut’ah diharamkan di Perang Khaibar. Ketiga, dihalalkan kembali, pada Hari Penaklukan Mekah (tahun 8 H), nikah mut’ah kembali dihalalkan. Keempat, diharamkan secara permanen hingga hari ini. Akhirnya, nikah mut’ah diharamkan secara permanen, hingga hari kiamat.

وقال النووي : الصواب أن تحريمها وإباحتها وقعا مرتين فكانت مباحة قبل خيبر ثم حرمت فيها ثم أبيحت عام الفتح وهو عام أوطاس ثم حرمت تحريما مؤبدا ، قال : ولا مانع من تكرير الإباحة . ونقل غيره عن الشافعي أن المتعة نسخت مرتين ، وقد تقدم في أوائل النكاح حديث ابن مسعود في سبب الإذن في نكاح المتعة وأنهم كانوا إذا غزوا اشتدت عليهم العزبة فأذن لهم في الاستمتاع فلعل النهي كان يتكرر في كل مواطن بعد الإذن ، فلما وقع في المرة الأخيرة أنها حرمت إلى يوم القيامة لم يقع بعد ذلك إذن والله أعلم .

Artinya; “Imam Nawawi berkata; “Yang benar adalah bahwa pengharaman dan pembolehannya terjadi dua kali. Pertama, dibolehkan sebelum Khaybar, kemudian diharamkan di sana, kemudian dihalalkan pada tahun penaklukan, yaitu tahun Autas, dan kemudian diharamkan secara permanen. Tidak ada salahnya mengulang pembolehan.”

Orang lain meriwayatkan dari Syafi’i bahwa nikah mut’ah mansukh dua kali. Telah disebutkan di awal bab nikah hadits Ibnu Mas’ud tentang alasan izin nikah mut’ah, yaitu karena mereka mengalami kesulitan saat berperang karena ditinggal istri. Maka, mereka diizinkan untuk nikah mut’ah. Mungkin larangan itu berulang setiap kali setelah izin, sampai pada akhirnya diharamkan secara permanen hingga Hari Kiamat. Dan Allah SWT Maha Mengetahui.

Lebih jauh lagi, dalam Bulughul Maram, tercantum hadis riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa nikah Mut’ah sempat dibolehkan di tahun Authas [8 H], kemudian dilarang secara permanen. Nabi bersabda;

وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ – رضي الله عنه – قَالَ : – رَخَّصَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَامَ أَوْطَاسٍ فِي اَلْمُتْعَةِ , ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ , ثُمَّ نَهَى عَنْهَا – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya; Daripada Salamah bin Al-Akwa’ – semoga Allah meridhoinya – dia berkata: “Rasulullah SAW pernah membolehkan nikah mut’ah (nikah temporer), selama tiga hari, kemudian beliau melarangnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim).

Lebih lanjut, terkait dalil haram kawin kontrak juga diungkapkan oleh Imam Syaukani dalam kitab Nailul Authar, Juz VI, halaman 154, dengan mengutip pendapat Qadhi Iyad bahwa hukum nikah mut’ah [kawin kontrak] adalah haram hukumnya. Pasalnya, tindakan tersebut merugikan perempuan dan anak-anak kelak. Simak penjelasan berikut;
وقال القاضي عياض: (ثم وقع الإجماع من جميع العلماء على تحريمها إلا الروافض)

Artinya; Qadhi Iyadh berkata: “Kemudian, semua ulama sepakat untuk mengharamkannya (pernikahan mut’ah), kecuali Rafidhah.

Demikian penjelasan dalil haram kawin kontrak. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Hukum Kawin Kontrak Berdasarkan Ijma’ 4 Madzhab

Nikah Mut’ah atau yang jamak dikenal dengan istilah kawin kontrak, merupakan salah satu contoh nikah yang diharamkan. Sebab nikah model demikian ini merugikan pihak perempuan, padahal spirit yang dibangun dalam pernikahan adalah kasih sayang dan ibadah. Nah berikut keterangan lengkap hukum kawin kontrak berdasarkan ijma’ulama 4 madzhab.

Dalam kitab Fikih ensiklopedis yang diterbitkan oleh Kementrian Agama di Kuwait, dikatakan bahwa ulama empat Mazhab telah sepakat bahwa hukum kawin kontrak dalam fikih adalah haram. Berikut keterangannya;

نِكَاحُ الْمُتْعَةِ هُوَ قَوْل الرَّجُل لِلْمَرْأَةِ: أُعْطِيكِ كَذَا عَلَى أَنْ أَتَمَتَّعَ بِكِ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ سَوَاءٌ قَدَّرَ الْمُتْعَةَ بِمُدَّةٍ مَعْلُومَةٍ كَمَا هُوَ الشَّأْنُ فِي الأَْمْثِلَةِ السَّابِقَةِ، أَوْ قَدَّرَهَا بِمُدَّةٍ مَجْهُولَةٍ كَقَوْلِهِ: أُعْطِيكِ كَذَا عَلَى أَنْ أَتَمَتَّعَ بِكِ مَوْسِمَ الْحَجِّ أَوْ مَا أَقَمْتُ فِي الْبَلَدِ أَوْ حَتَّى يَقْدَمَ زَيْدٌ، فَإِذَا انْقَضَى الأَْجَل الْمُحَدَّدُ وَقَعَتِ الْفُرْقَةُ بِغَيْرِ طَلاَقٍ. وَنِكَاحُ الْمُتْعَةِ مِنْ أَنْكِحَةِ الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَتْ مُبَاحًا فِي أَوَّل الإِْسْلاَمِ ثُمَّ حُرِّمَ، لِحَدِيثِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَْهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ “، ثُمَّ رَخَّصَ فِيهِ عَامَ الْفَتْحِ، لِحَدِيثِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا:” أَنَّ أَبَاهُ غَزَا مَعَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتْحَ مَكَّةَ قَال: فَأَقَمْنَا بِهَا خَمْسَ عَشْرَةَ (ثَلاَثِينَ بَيْنَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ) فَأَذِنَ لَنَا رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مُتْعَةِ النِّسَاءِ ” ثُمَّ حُرِّمَ فِيهِ، وَرُوِيَ أَنَّهُ رَخَّصَ فِيهَا فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، ثُمَّ حُرِّمَ أَبَدًا لِحَدِيثِ سَبْرَةَ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَاحَ نِكَاحَ الْمُتْعَةِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، ثُمَّ حَرَّمَ أَبَدًا، قَال الإِْمَامُ الشَّافِعِيُّ: لاَ أَعْلَمُ شَيْئًا” حُرِّمَ ثُمَّ أُبِيحَ ثُمَّ حُرِّمَ إِلاَّ الْمُتْعَةَ.


Artinya; Nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah seperti ucapan seorang laki-laki kepada perempuan: “aku berikan engkau uang sekian dengan imbalan aku bisa kawin denganmu selama sebulan”. Apabila sebulan telah berlalu, pernikahan itu otomatis berakhir tanpa adanya lafal talak atau perceraian dari pihak suami.

Kontrak dalam nikah mut’ah bisa terukur dengan masa seperti sebulan, seminggu dan lainnya atau tidak terukur seperti kontrak nikah mut’ah selama musim haji, selama tinggal di sini, hingga fulan datang atau urusannya rampung. Apabila yang ditunggu telah usai atau terwujud, maka secara otomatis pernikahannya berakhir.

Dalam Islam, Nikah mut’ah termasuk pernikahan Jahiliah. Pada awalnya pernikahan ini diperbolehkan oleh Islam lalu diharamkan dengan hadis: “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang nikah mut’ah dan daging keledai jinak pada masa perang Khaibar (7 Hijriah)”.

Kemudian Baginda Nabi membolehkan nikah mut’ah pada saat pembebasan kota Makkah dengan bukti hadis dari Rabi’ bin Sabrah di mana ayahnya turut serta dalam pembebasan kota Makkah (8 Hijriah). Saat itu Rasulullah Saw mengizinkan nikah mut’ah.

Dalam riwayat lain Baginda Nabi mengizinkan nikah mut’ah pada saat haji wadâ’ (10 Hijriah). Lalu setelah itu nikah mut’ah diharamkan selamanya. Berdasarkan latar belakang nikah mut’ah, Imam Syafii berkomentar bahwa: “Aku tidak mengetahui sesuatu yang dihalalkan lalu diharamkan, kemudian dihalalkan dan diharamkan lagi kecuali hanya nikah mut’ah”.

Hukum Kawin Kontrak

Adapun hukum nikah mut’ah atau kawin kontrak sendiri adalah haram menurut mayoritas ulama Hanafiah, Mâlikiah, Syâfiiah dan Hanâbilah. Hal ini berdasarkan hadis Muslim (No.1406) Ibnu Abbas sendiri menjelaskan bahwa nikah mut’ah memang pernah diperbolehkan pada permulaan Islam, di mana ketika seseorang bermukim di tempat yang tidak memiliki kenalan, umumnya seseorang tersebut menikah mut’ah selama bermukim guna menjaga harta bendanya dan membantu urusannya.

Namun, ketika turun ayat “kecuali atas istrinya atau budak yang dimiliki” (QS. al-Mu’minun: 6), dari sini alat kelamin hanya bisa halal dari jalur nikah normal atau budak. Artinya, nikah mut’ah kemudian diharamkan.

Konsekuensi Nikah Kontrak

Adapun dampak dari nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah sebagai berikut;

  1. Dalam nikah mut’ah tidak berlaku talak, sumpah ila’, dzihar, waris, li’an, status muhshan bagi laki-laki atau perempuan dan halalnya istri atas suami yang telah mentalak bain, mengingat pasangan nikah mut’ah harus diceraikan.
  2. Laki-laki dalam nikah mut’ah tidak berkewajiban membayar mahar atau materi yang disebut dalam akad mut’ah dan nafkah selama belum terjadi persetubuhan. Jika sudah terjadi persetubuhan, maka pihak laki-laki harus membayar mahar mitsil menurut mazhab Syafii.

    Sedang menurut mazhab Hanafi pihak laki-laki harus membayar yang paling murah atau minimum diantara mahar mitsil dan mahar mutsamma (yang disebut dalam akad). Apabila dalam akad mut’ah tidak menyebut mahar, maka cukup membayar mahar mitsil. Menurut Mâlikiah dan Hanâbilah pihak laki-laki harus membayar mahar musamma (yang disebut dalam akad).
  3. Ulama sepakat bahwa apabila perempuan yang dinikah mut’ah melahirkan anak, maka anak tersebut dinasabkan kepada laki-laki yang menikah mut’ah (ayahnya). Baik sang laki-laki meyakini nikah tersebut sah maupun tidak. Sebab akad dalam nikah mut’ah memiliki sisi syubhat (terdapat ulama yang memperbolehkan) di mana dengan adanya akad, perempuan menjadi firâsy (istri).
  4. Nikah mut’ah berkonsekuensi berlakunya mushâharah (persemendaan) dimana orang tua dan anak dari pihak perempuan haram dinikah oleh laki-laki yang menikahinya. Sebaliknya anak dan orang tua dari pihak laki-laki haram menikahi perempuan yang telah dinikah mut’ah.

    Memandang banyaknya dampak negatif yang didapat, nikah mut’ah atau kawin kontrak ini diharamkan. Dan sudah maklum, kalau sesuati itu dilarang kemudian diperbolehkan dan dilarang lagi, maka hukumnya sudah tetap dan mengikat. Oleh karenanya haram untuk nikah mut’ah, namun ketika terjadi akan berdampak pada beberapa hal yang telah disebutkan di atas.


    Keterangan hukum kawin kontrak ini disarikan dari kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah Juz 41 Halaman 334 . Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam bi al-Shawa

BINCANG SYARIAH

Kasus Kawin Kontrak di Bogor, Bagaimana Hukumnya di Islam?

Kasus kawin kontrak di Bogor diungkap oleh polisi baru-baru ini.

Kawin kontrak atau nikah mut’ah menjadi fenomena yang masih berlangsung hingga saat ini. Baru-baru ini, polisi dan jajaran pemerintah daerah Bogor berhasil menguak praktik kawin kontrak di lokasi di Puncak Bogor dan menetapkan beberapa tersangka.

Pada dasarnya, pernikahan dalam Islam adalah sesuatu yang halal dan bahkan disunahkan. Namun, pernikahan itu sendiri memiliki syarat sah dan rukun nikah agar tidak terjerumus dalam kekeliruan dan kedzaliman dalam pernikahan.

Lalu, bagaimana dengan nikah mut’ah?

Dalam buku berjudul “Mistik, Seks, dan Ibadah”, cendekiawan yang juga pakar tafsir Alquran Prof Quraish Shihab menjelaskan, bahwa mut’ah dalam pengertian bahasa adalah kenikmatan, kesenangan dan kelezatan. Sementara nikah mut’ah didefinisikan sebagai pernikahan dengan menetapkan batas waktu tertentu, hari atau bulan yang disepakati calon suami istri. Jika batas waktu itu berakhir, maka secara otomatis perceraian terjadi.

Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait Nikah Mut’ah ini?

Dalam sejarahnya, nikah mut’ah pernah diperbolehkan pada masa awal Islam karena situasi darurat.  DR. Ahmad Nahrawi Abdus Salam dalam buku berjudul “Ensiklopedia Imam Syafi’i” menyebutkan, bahwa nikah mu’tah kemudian dilarang dan larangan itu sudah menjadi ijma’ ulama.

Dikutip dari buku berjudul “Serial Hadits Nikah 2 Cinta Terlarang” oleh Firman Arifandi, Lc., MA, Imam An Nawawi menjelaskan dalam Al Minhaj, bahwa nikah mut’ah pernah diperbolehkan dan kemudian dilarang hingga hari akhir. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Salamah bin Al Akwa’ berkata, “Rasulullah saw memberi keringanan pada kami dalam masalah mut’ah wanita-wanita pada tahun Authos selama tiga hari, kemudian beliau melarangnya.”

Dalam hadits yang diriwayatkan At-Tirmizy, Abdullah bin Abbas ra mengatakan bahwa nikah mut’ah pernah dibolehkan di awal-awal pensyariatan. Saat itu, seseorang yang mengembara di suatu negeri tanpa memiliki pengetahuan berapa lama akan tinggal, lalu dia menikah dengan seorang wanita sekadar masa bermukim di negeri itu, istrinya itu memelihara hartanya dan mengurusinya, hingga turunnya ayat yang berbunyi: orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali kepada istrinya dan budaknya.

Nikah mut’ah pernah diperbolehkan karena masyarakat Islam saat itu masih dalam masa transisi dari zaman jahiliyah kepada Islam. Akan tetapi, Rasulullah saw kemudian melarang praktik nikah mut’ah. Hal ini juga ditegaskan dalam Fathul Bari, Ibnu hajar Al Asqalani menjelaskan, bahwa pernikahan mut’ah praktiknya seperti nikah kontrak, yang mana hukum kebolehannya sudah termansukh atau terhapus.

Dari Ar-Rabi’ bin Sabrah Al-Juhani berkata, bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa Rasulullah saw bersabda, “Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut’ah. Ketahuilah bahwa Allah swt telah mengharamkannya sampai hari kiamat.” (HR. Muslim).

Karena itulah, para ulama dari seluruh mazhab pun sepakat bahwa nikah mut’ah hukumnya haram dan memasukannya dalam jenis pernikahan yang bathil. Bahkan, pelaku nikah disamakan dengan pezina. Sahabat Nabi saw, Umar bin Khattab, menganggap nikah mut’ah sebagai sebuah kemungkaran. Selain itu, pelakunya diancam dengan hukum rajam, karena tidak ada bedanya dengan zina.

Di zaman sekarang, nikah mut’ah semakin jelas akan keharamannya. Sebab, jika ditinjau dari perspektif rukunnya, nikah mut’ah dipandang bathil karena ketiadaan saksi, wali, dan pembatasan masa nikah yang menjadikan nikah tidak sah. Kalau pun ada saksi dan wali, tidak jarang para pelakunya adalah palsu. Quraish Shihab juga mengatakan, bahwa nikah mut’ah tidak sejalan dengan tujuan perkawinan yang diharapkan Alquran. Dalam hal ini, suatu pernikahan tentunya diharapkan langgeng, sehidup dan semati, bahkan sampai hari kiamat. 

Kendati demikian, ia menyebut bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama Sunni dan Syiah terkait nikah mut’ah ini. Dalih bahwa Umar bin Khattab lah yang melarang nikah mut’ah dijadikan pegangan oleh ulama Syiah untuk membolehkan nikah mut’ah. Sementara ulama Sunni melarang nikah mut’ah, namun tetap membedakannya dengan perzinahan. Akan tetapi, Quraish Shihab juga menyebut tidak sedikit ulama Syiah  yang tidak menganjurkan mut’ah, karena dapat merugikan kaum wanita.

Di Indonesia, Dewan Pimpinan MUI sudah mengeluarkan fatwa terkait kawin kontrak Sejak 25 Oktober 1997 silam. Dalam fatwanya, MUI memutuskan bahwa nikah kontrak atau mut’ah hukumnya haram.

REPUBLIKA

Kawin Kontrak ‘Nikmat’ yang Terlarang

NAFSU seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada manusia (Lihat QS Ali Imran [3] : 14). Hanya saja, manusia perlu memperhatikan dan berhati-hati bagaimana caranya dia menyalurkan nafsu seksual itu. Sebab manusia diberi pilihan berupa dua jalan oleh Allah SWT, yaitu jalan yang halal dan jalan yang haram (Lihat QS Al Balad [90] : 10; QS Asy Syam [91] : 8).

Jalan yang halal adalah melalui pernikahan yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Inilah satu-satunya jalan yang sah menurut syariah Islam dan diridai Allah bagi seorang laki-laki untuk menyalurkan nafsu seksualnya kepada seorang perempuan. Sebaliknya jalan yang haram adalah jalan yang menyimpang dari syariah Islam dan tidak diridai Allah. Jalan buruk ini banyak sekali macamnya, misalnya perzinaan, lesbianisme, dan homoseksual. Salah satu bentuk perzinaan yang cukup marak saat ini adalah apa yang disebut dengan istilah “kawin kontrak”, yaitu perkawinan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, misalnya sehari, dua hari, seminggu, dan sebagainya dengan imbalan sejumlah uang bagi pihak perempuan.

Apa dan bagaimanakah kawin kontrak itu? Bagaimanakah kawin kontrak itu dalam pandangan hukum Islam? Inilah tema yang akan dibahas dalam tulisan singkat kali ini.

Apakah Kawin Kontrak Itu?

Kawin kontrak itu mirip dengan kontrak rumah. Kalau seorang mengontrak rumah, jelas bukan untuk selama-lamanya, tapi hanya untuk jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun. Dan tentu ada bayaran sejumlah uang tertentu yang harus dibayarkan kepada pemilik rumah, misalnya Rp10 juta per tahun.

Seperti itu pula yang disebut kawin kontrak. Perkawinan yang disebut kawin kontrak ini hanya berlangsung untuk waktu tertentu, misalnya sebulan, dua bulan, setahun, dan seterusnya. Dan untuk dapat melakukan kawin kontrak itu, ada sejumlah uang yang harus dibayarkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pembayaran ini utamanya adalah berupa mahar (maskawin), misalnya Rp50 juta. Termasuk juga biaya-biaya hidup lainnya, seperti biaya makan sehari-hari, tempat tinggal, dan sebagainya. Jadi, yang namanya kawin kontrak adalah perkawinan yang hanya berlangsung sementara dalam jangka waktu tertentu, dengan imbalan sejumlah uang yang diterima oleh pihak perempuan.

Di Indonesia akhir-akhir ini kawin kontrak seperti itu cukup marak. Beberapa daerah yang kawin kontraknya cukup marak adalah di daerah Cianjur (Jawa Barat), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Jepara (Jawa Tengah). Namun fenomena kawin kontrak juga terjadi di luar negeri, seperti yang terjadi kalangan tenaga kerja wanita (TKW) dari Indonesia di Malaysia.

Di Cianjur, misalnya, kawin kontrak banyak terjadi di kawasan Cipanas dan Puncak, yang termasuk wilayah Kabupaten Bogor. Kebanyakan pelakunya adalah turis laki-laki dari negeri-negeri Arab, seperti Arab Saudi, Kuwait, Irak, juga dari Turki. Pihak perempuannya berasal dari pelosok-pelosok kampung di wilayah Kabupaten Bogor, seperti kelurahan Cisarua, Desa Tugu Selatan, Tugu Utara, di Kecamatan Cisarua. Para perempuan ini pada umumnya tidak mencari pasangan laki-lakinya sendiri, melainkan ada semacam calo/makelar atau mak comblang yang menghubungkan mereka dengan turis laki-laki dari Arab.

Wanita yang disiapkan untuk kawin kontrak umumnya dipilih dari keluarga yang tingkat prekonomiannya rendah. Dengan iming-iming mulai dari Rp 5 juta-Rp 20 juta yang ditawarkan makelar, para orangtua rela melepas anak perempuannya untuk dikawini oleh para turis asing itu, meski hanya dalam waktu antara dua-tiga bulan saja, atau selama para turis itu berlibur di Indonesia pada musim liburan, yaitu bulan Mei dan Juni yang dikenal oleh penduduk dengan sebutan “musim Arab.”

Tak hanya di dalam negeri, kawin kontrak juga terjadi di luar negeri. Di Malaysia, misalnya kasus kawin kontrak di kalangan TKW dari Indonesia biasanya terjadi dengan suami yang yang bukan berasal dari Indonesia. Calon suami ini juga bekerja sebagai tenaga kerja kontrak di Malaysia. Akad nikahnya dilaksanakan di masjid-masjid dengan imam atau penghulu dari Indonesia. Maskawinnya disepakati oleh kedua belah pihak sebelumnya, sesuai dengan kemampuan ekonomi calon suami. Kawin kontrak ini berakhir jika salah satu dari suami atau istri pulang ke negara asal karena visa dan izin kerja di Malaysia sudah berakhir. (birokrasi.kompasiana.com)

Proses kawin kontrak itu mirip seperti akad nikah pada umumnya. Ada saksi dan ada penghulu, juga ada ijab dan kabul, termasuk mahar yang disiapkan pada saat ijab kabul. Inilah yang membedakan kawin kontrak dengan prostitusi (pelacuran), karena pada prostitusi tidak ada upacara seperti umumnya akad nikah, misalnya saksi, penghulu, dan sebagainya. Namun kawin kontrak memiliki perbedaan yang jelas dengan perkawinan yang biasa, yaitu kawin kontrak hanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu, misalnya sebulan. Jika waktu sebulan ini habis, maka otomatis pasangan kawin kontrak akan bercerai. Sedangkan dalam perkawinan biasa, jangka waktunya tidak ditentukan tapi berlangsung untuk selama-lamanya.
Mengapa kawin kontrak marak terjadi di Indonesia? Tentu banyak faktor penyebabnya. Selain faktor materi (uang) dan faktor syahwat, juga ada faktor longgarnya sistem hukum di Indonesia. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, pelaku kawin kontrak tidak dianggap melanggar hukum, karena pasangan kawin kontrak dianggap melakukan akad nikah beneran secara sadar dan atas dasar suka sama suka. Biasanya yang dilaporkan kepada polisi bukan kasus kawin kontraknya itu sendiri, tapi hal-hal lain yang terjadi dalam kawin kontrak. Misalnya, ketika ada kasus suami memukul isteri, atau isteri menuntut karena bayaran yang dijanjikan suami kurang, dan sebagainya.

 

Kawin Kontrak Dalam Syariah Islam

Kawin kontrak dalam Islam disebut dengan istilah nikah mutah. Hukumnya adalah haram dan akad nikahnya tidak sah alias batal. Hal ini sama saja dengan orang sholat tanpa berwudhu, maka sholatnya tidak sah alias batal. Tidak diterima oleh Allah SWT sebagai ibadah. Demikian pula orang yang melakukan kawin kontrak akad nikahnya tidak sah alias batal, dan tidak diterima Allah SWT sebagai amal ibadah.

Mengapa kawin kontrak tidak sah? Sebab nash-nash dalam Alquran maupun Al Hadits tentang pernikahan tidak mengkaitkan pernikahan dengan jangka waktu tertentu. Pernikahan dalam Alquran dan Al Hadits ditinjau dari segi waktu adalah bersifat mutlak, yaitu maksudnya untuk jangka waktu selamanya, bukan untuk jangka waktu sementara. Maka dari itu, melakukan kawin kontrak yang hanya berlangsung untuk jangka waktu tertentu hukumnya tidak sah, karena bertentangan ayat Alquran dan Al Hadits yang sama sekali tidak menyinggung batasan waktu.

Perlu diketahui ada hukum-hukum Islam yang dikaitkan dengan jangka waktu, misalnya masa pelunasan utang piutang (QS Al Baqarah : 282); juga masa iddah, yaitu masa tunggu wanita yang dicerai (QS Al Baqarah : 231). Hukum-hukum Islam yang terkait waktu ini, otomatis pelaksanaannya akan berakhir jika jangka waktunya selesai. Namun hukum Islam tentang nikah, tidak dikaitkan dengan jangka waktu sama sekali. Kita bisa membuktikannya dengan membaca ayat-ayat yang membicarakan nikah, seperti QS An Nisaa` : 3; QS An Nuur : 32; dan sebagainya. Ayat-ayat tentang nikah seperti ini sama sekali tidak menyebutkan jangka waktu. Maka perkawinan dalam Islam itu dari segi waktu adalah bersifat mutlak, yaitu tidak dilakukan untuk sementara waktu tetapi untuk selamanya (abadi).

Selain ayat-ayat Alquran tersebut, keharaman kawin kontrak juga didasarkan hadits-hadits yang mengharamkan kawin kontrak (nikah mutah). Memang kawin kontrak pernah dibolehkan untuk sementara waktu pada masa awal Islam, tapi kebolehan ini kemudian di-nasakh (dihapus) oleh Rasulullah SAW pada saat Perang Khaibar sehingga kawin kontrak hukumnya sejak itu haram sampai Hari Kiamat nanti. Rasulullah SAW bersabda,”Wahai manusia, dulu aku pernah mengizinkan kalian untuk melakukan kawin kontrak (mutah). Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya hingga Hari Kiamat(HR. Muslim). Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata kepada Ibnu Abbas RA,” Pada saat perang Khaibar, Rasulullah SAW melarang kawin kontrak (mutah) dan (juga melarang) memakan daging himar (keledai) jinak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Camkan sabda Nabi Muhammad SAW,”Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang, yaitu mulut dan kemaluan.” (HR Tirmidzi, no 2072, hadits shahih). Wallahu alam. [KH M Shiddiq al Jawi]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2362087/kawin-kontrak-nikmat-yang-terlarang#sthash.F2c72aQu.dpuf

 

——————————————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297
——————————————————————————————