Kisah Cinta Rasulullah Terhadap Keluarga

Keluarga merupakan hal yang patut diutamakan dan dicintai dalam ajaran Islam. Mereka adalah tempat berlabuh ketika kita mendapat kesusahan atau kesenangan. Sebagai panutan umat manusia, Rasulullah SAW sangat mencintai keluarganya.

Suatu waktu, Rasulullah SAW pernah memanjangkan sujud ketika menunaikan shalat Isya, sehingga jamaah menyangka beliau sedang menerima wahyu. Namun, setelah shalat beliau menjelaskan bahwa tidak demikian.

“Tidak, bukan karena itu, tapi karena anakku menunggangi tubuhku. Aku tidak ingin menyegerakan sujudku sebelum ia memenuhi keinginannya,” kata Nabi SAW.

Dalam suatu riwayat yang dituturkan istri Rasulullah, Aisyah RA , juga menggambarkan betapa sayangnya Rasulullah terhadap putrinya, Fatimah. Aisyah menuturkan, “Tidak pernah aku melihat seorang pun yang paling mirip keadaannya dengan Rasulullah SAW. Dalam cara berdiri dan cara duduknya seperti putri beliau, Fatimah. Bila ia datang, Rasulullah segera berdiri dan menyambutnya, menciumnya, dan mendudukkannya di tempat duduknya.”

Besarnya kecintaan Rasulullah terhadap putrinya tersebut bahkan suatu waktu membuat Aisyah menegurnya. Kemudian, Rasulullah SAW menjawab, “Aisyah kalau aku merindukan surga, aku akan mencium Fatimah.”

Tidak hanya kepada Fatimah dan Aisyah, Rasulullah juga menunjukkan kecintaannya terhadap kedua cucunya, Hasan dan Husain. Dikisahkan saat kedua cucunya tersebut melihat seorang anak dari rombongan kafilah lewat dengan menaiki unta. Mereka pun merengek kepada Rasulullah untuk menaiki unta juga.

Kemudian Rasulullah membungkuk dan menjadikan tubuhnya seperti unta, lalu menyuruh keduanya naik ke punggung beliau dan berkeliling ruangan sehingga membuat mereka tertawa.

Demikian Rasulullah SAW menyayangi keluarganya. Hal ini tidak sesuai dengan zaman sekarang, di mana para orang tua justru banyak menelantarkan anaknya. Bahkan, sebagian mereka sengaja mengeksploitasi anaknya di jalanan dengan cara mengemis, walaupun sebenarnya tubuh orang tuanya masih kuat untuk bekerja selain meminta.

 

sumber: Republika Online

Pernahkah Rasulullah Marah kepada Istri-istrinya?

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada suri tauladan bagi Umat Islam dalam hal apa pun, khususnya dalam masalah rumah tangga. Kita pun sering membaca begitu banyak artikel yang mengisahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sosok yang sangat baik hati terhadap istrinya.

Bahkan, seolah hampir-hampir Rasulullah tak pernah marah kepada istri-istrinya. Sebab selalu digambarkan dengan hal-hal perilaku indah Rasulullah, seperti; makanan tak enak tetap memuji, tak dibukakan pintu rumah tidur di luar, istri cemburu hingga memecahkan piring Rasulullah yang memungutnya dan lain-lain.

Contoh-contoh itu adalah contoh yang baik. Namun, jangan disalahpahami seolah, “salah jika suami marah” sehingga membuat para istri “ngelunjak” dan berbuat semaunya.

Padahal, adakalanya Rasulullah Shallallahu ‘alaih wa sallam bersikap tegas terhadap para istrinya. Perhatikan, dalam hadits yang dikeluarkan Al-Imam Muslim rahimahullahu dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia mengisahkan:

دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ النَّاسَ جُلُوسًا بِبَابِهِ لَمْ يُؤْذَنْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ قَالَ فَأُذِنَ لِأَبِي بَكْرٍ فَدَخَلَ ثُمَّ أَقْبَلَ عُمَرُ فَاسْتَأْذَنَ فَأُذِنَ لَهُ فَوَجَدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا حَوْلَهُ نِسَاؤُهُ وَاجِمًا سَاكِتًا قَالَ فَقَالَ لَأَقُولَنَّ شَيْئًا أُضْحِكُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ رَأَيْتَ بِنْتَ خَارِجَةَ سَأَلَتْنِي النَّفَقَةَ فَقُمْتُ إِلَيْهَا فَوَجَأْتُ عُنُقَهَا فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ هُنَّ حَوْلِي كَمَا تَرَى يَسْأَلْنَنِي النَّفَقَةَ فَقَامَ أَبُو بَكْرٍ إِلَى عَائِشَةَ يَجَأُ عُنُقَهَا فَقَامَ عُمَرُ إِلَى حَفْصَةَ يَجَأُ عُنُقَهَا كِلَاهُمَا يَقُولُ تَسْأَلْنَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَيْسَ عِنْدَهُ فَقُلْنَ وَاللَّهِ لَا نَسْأَلُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا أَبَدًا لَيْسَ عِنْدَهُ ثُمَّ اعْتَزَلَهُنَّ شَهْرًا أَوْ تِسْعًا وَعِشْرِينَ ثُمَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِ هَذِهِ الْآيَةُ { يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ حَتَّى بَلَغَ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا } قَالَ فَبَدَأَ بِعَائِشَةَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَعْرِضَ عَلَيْكِ أَمْرًا أُحِبُّ أَنْ لَا تَعْجَلِي فِيهِ حَتَّى تَسْتَشِيرِي أَبَوَيْكِ قَالَتْ وَمَا هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَتَلَا عَلَيْهَا الْآيَةَ قَالَتْ أَفِيكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَسْتَشِيرُ أَبَوَيَّ بَلْ أَخْتَارُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ وَأَسْأَلُكَ أَنْ لَا تُخْبِرَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِكَ بِالَّذِي قُلْتُ قَالَ لَا تَسْأَلُنِي امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ إِلَّا أَخْبَرْتُهَا إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

Suatu ketika Abu Bakar pernah meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memasuki rumah beliau dan dia mendapati beberapa orang sedang duduk di depan pintu rumah beliau dan tidak satu pun dari mereka yang diizinkan masuk.

Dia berkata: Lalu Abu Bakar pun diizinkan masuk, maka dia pun masuk ke rumah beliau.

Setelah itu Umar datang dan meminta izin, dan dia pun diizinkan masuk.

Di dalam rumah Umar mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk, dan di sekeliling beliau nampak isteri-isteri beliau sedang terdiam dan bersedih.

Ia berkata: Lalu Umar berkata; Sungguh saya akan mengucapkan satu perkataan yang dapat membuat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa.

Dia berkata: Wahai Rasulullah, jika engkau melihat anak perempuan Khorijah meminta nafkah (berlebihan) kepadaku niscaya akan saya hadapi dia dan saya pukul tengkuknya.

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun tertawa seraya berkata: Mereka semua ada di sekelilingku, seperti yang kau lihat mereka semua sedang meminta nafkah (lebih) dariku. Maka Abu Bakar pun segera berdiri menghampiri ‘Aisyah dan memukulnya.

Demikian juga dengan Umar, dia berdiri menghampiri Hafshah dan memukulnya.

Lantas keduanya berkata: Mengapa kalian meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuatu yang tidak dimilikinya?

Lalu keduanya menjawab: Demi Allah, kami tidak akan meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuatu yang tidak dimilikinya.

Lalu beliau ber’uzlah dari mereka selama sebulan atau selama dua puluh sembilan hari. Kemudian turunlah ayat: “Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu… (Lihat QS. Al-Ahzab: 28-29)[1] -sampai Firman-Nya- …Bagi orang-orang yang baik di antara kalian pahala yang besar”.

Dia berkata: Beliau memulainya dari ‘Aisyah, beliau berkata kepadanya: “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya saya hendak menawarkan suatu perkara kepadamu, dan saya harap kamu tidak tergesa-gesa dalam memutuskannya hingga kamu meminta persetujuan dari kedua orang tuamu.”

Aisyah berkata: Apa itu wahai Rasulullah? Maka beliau pun membacakan ayat tersebut di atas kepadanya.

Aisyah berkata: Apakah terhadap anda, saya mesti meminta persetujuan kepada orang tuaku?! Tidak, bahkan saya lebih memilih Allah, Rasul-Nya dan Hari Akhir, dan saya mohon kepada anda untuk tidak memberitahukan pernyataanku ini kepada isteri-isterimu yang lain.

Beliau menjawab: “Tidaklah salah seorang di antara mereka meminta hal itu kepadaku kecuali saya pasti memberitahukan hal ini kepadanya. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengutusku untuk memaksa orang atau menjerumuskannya, akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar dan orang memudahkan urusan”.[HR. Muslim: 2703]

Pelajaran yang bisa dipetik, adakalanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap lembut dan mengalah kepada para istrinya. Namun, di sisi lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bisa bersikap tegas. Beliau “memboikot” para istri dengan tidak mendatanginya selama satu bulan.

Bahkan, pada puncaknya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberikan dua pilihan; diceraikan dengan cara yang baik atau memilih Allah dan RasulNya, dalam merajut mahligai rumah tangga. Tujuannya, tak lain, agar memberikan efek jera sekaligus mendidik mereka.

Maka, wahai para istri, bersikaplah yang baik terhadap suami kalian. Sungguh, neraka dan surgamu ada padanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.”[HR. Ahmad 4/341]. Wallahu a’lam bishshawab. [AW]

________________

[1] يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab: 28-29)

 

sumber: Panji Mas

Rasul Mau Bermusyawarah dan Mendengar Nasihat Istrinya

Sebagai seorang pemimpin dalam keluarga, Rasul bukanlah sosok yang otoriter. Beliu senantiasa bermusyawarah dan mau mendengarkan nasihat istri-istrinya. Salah satunya adalah Ummu Salamah.

Dalam kitab Muhammad Sebagai Suami dan Ayah, disebutkan, ketika berada di Hudaibiyah, Nabi memerintahkan orang-orang untuk menyembelih hewan kurban dan memotong rambut mereka. Namun orang-orang itu tak menuruti perintahnya.

Dalam keadaan jengkel, Muhammad masuk ke tendanya dan berkata kepada Ummu Salamah: “Tiga kali aku memerintahkan orang-orang untuk menyembelih hewan mereka dan mencukur rambutnya. Tapi lihatlah betapa malas dan lambannya mereka.”

Saat itu, muncullah intuisi feminim yang menyelamatkan situasi. Ummu Salahmah pun berkata dengan lembut kepada Rasul. “Ya Rasulullah, engkau tak bisa membuat 1.500 orang ini melakukan apa yang tidak mereka inginkan. Lakukan saja kewajibanmu yang telah Allah tetapkan atasmu. Majulah dan laksanakanlah ibadahmu sendiri di tempat terbuka agar setiap orang bisa melihatmu. Ini tentu akan membuat cukup membuat mereka merasa bodoh,” kata Ummu Salamah.

Nabi menyadari makna saran itu. Beliau pun keluar tenda dan melihat matahari telah terbit dan menerangi gurun yang sangat luas itu. Beliau berjalan ke tempat hewan ternak. Setiap orang kini menyaksikannya.

Bahkan kaum musrik Makkah yang ikut menginap di sana malam itu melihat sendiri beliau mengambil unta Abu Jahal. Beliau menggiringnya ke tempat terbuka dan menyembelihnya sambil berucap: Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Tak lama kemudian, dia memanggil Khirasy ibn Umayyah Al Khuza’i, dan mencukur rambutnya.

Ketika kaum Muslim melihat apa yang dilakukan Rasul, mereka bangkit dan mengikutinya. Mereka menyembelih hewan dan mencukur rambut mereka.

 

sumber: Republika Online