Alim ulama berpandangan, sabar dalam hal ini adalah level tertinggi.
Meskipun mudah diucapkan, kesabaran cukup sulit dilaksanakan. Karena itu, seorang Muslim hendaknya memahami, adanya rasa sabar dalam dada merupakan salah satu sendi keimanan. Kesabaran menunjukkan kualitas iman seseorang.
Allah SWT mencintai shabirin, yakni orang-orang yang bersabar. Ingatlah firman-Nya dalam surah Ali Imran ayat 146, yang artinya, “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” Ganjaran bagi Mukminin yang bersabar disebutkan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis, “Bersabarlah kalian sampai kalian bertemu denganku di atas kolam surga.”
Taat kepada Allah
Ada tiga macam atau wujud kesabaran. Pertama, rasa sabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Bersabar dalam rangka taat kepada Allah tidak hanya dilakukan dengan melaksanakan ibadah dan meninggalkan maksiat. Yang paling utama adalah meluruskan niat untuk ikhlas hanya karena-Nya.
Alim ulama berpandangan, sabar dalam hal ini adalah level tertinggi. Seorang Mukmin bersabar ketika melakukan ketaatan, yakni dengan sebaik mungkin mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Ia juga tidak bersikap ujub atau membangga-banggakan ibadah yang telah dilakukannya. Sebab, hati dan pikirannya menyadari, ibadah akan sia-sia bila diniatkan bukan untuk Allah.
Hindari maksiat
Tingkat kedua adalah bersabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan segala perkara yang diharamkan Allah SWT. Seorang Mukmin dengan kesabaran demikian meyakini dengan sepenuh hati, Allah Mahamelihat. Ia pun akan malu bila tebersit keinginan untuk bermaksiat. Apalagi, ketika memikirkan balasan di akhirat bagi para pelaku maksiat.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan kehinaan maksiat untuk menuju kemuliaan taat, maka Allah akan membuatnya kaya tanpa harta, mengokohkannya tanpa tentara, dan membuatnya berjaya tanpa massa pendukung” (HR Baihaqi).
Tidak berbuat maksiat dengan pelbagai nikmat yang telah Allah berikan—seumpama kaki untuk berjalan atau mata untuk melihat—lebih baik daripada taat kepada-Nya dengan menggunakan segenap nikmat tersebut. Sebab, di sanalah kesabaran bekerja.
Hadapi musibah
Level ketiga adalah bersabar ketika sedang menghadapi musibah. Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba tertimpa musibah lalu mengucapkan, ‘Innalillahi wa inna ilaihi raji’un’, dan berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan ganti yang lebih baik’, melainkan Allah benar-benar memberikan pahala dan memberinya ganti yang lebih baik” (HR Muslim).
Ketika Allah mengambil apa-apa yang telah Dia titipkan kepada manusia, maka tak ada alasan bagi orang-orang Mukmin untuk bersedih. Malahan, mereka sepatutnya bersyukur karena dengan adanya musibah itu berarti telah lunas amanahnya dalam memelihara titipan Allah SWT. Hisabnya di akhirat kelak pun akan semakin sedikit.
OLEH HASANUL RIZQA