Pada 1986, Dr Fahim Abdurrahim dan beberapa ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Universitas Al-Azhar melakukan sebuah riset mengenai pengaruh puasa Ramadhan bagi kinerja ginjal pada orang-orang normal dan para pasien penderita sejumlah penyakit sistem buang air maupun panyakit kencing batu (renal calculi).
Riset ini dilakukan pada 10 orang yang menderita penyakit sistem urinari dan lima belas pengidap remi calculi, di samping lima belas orang sehat sebagai bahan komparasi. Selama fase puasa dan tidak puasa, sampel urine mereka diambil dan dianalisis untuk mengetahui kadar kalsium, sodium, potasium, urea, sel darah, dan zat asam urin.
Pengaruh puasa pada unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
Terjadi penurunan signifikan pada volume kencing dengan peningkatan kepadatan kualitatifnya pada masing-masing kelompok responden. Selain itu terjadi beberapa perubahan yang sangat kecil (insignifikan) pada keseluruhan komponen serum: kalsium, sodium, potasium, zat asam urin, sel darah, dan urea.
Peningkatan insignifikan pada kalsium dalam air kencing juga dialami oleh semua responden. Ditambah lagi dengan peningkatan yang tak berarti pada zat asam urin dan urea pada seluruh kelompok.
Perubahan yang sama pada sodium dan potasium dialami oleh sampel pembanding (orang-orang yang sehat), juga sel darah urine kelompok sampel yang sakit. Sebaliknya, kenaikan yang cukup tinggi terjadi pada kandungan sodium dan potasium di kalangan kelompok sampel yang sakit.
Dari data tersebut para peneliti pun berkesimpulan, bahwa puasa tidak membawa dampak negatif bagi semua penderita urinal yang menjadi sampel riset ini. Baik yang sakit karena faktor pembentukan batu ginjal atau karena gangguan sistem urinari (saluran kencing).
Pada tahun 1988, Qadir dan kawan-kawan melakukan penelitian serupa terhadap para penderita penyakit ginjal akut namun tetap menjalankan puasa selama bulan Ramadhan. Mereka menyatakan, bahwa tidak ada perubahan yang berarti pada volume urea, sel darah, sodium, bikarbonat, fosfor, dan kalsium.
Tetapi, ada peningkatan signifikan pada volume potasium dalam darah dan mereka menisbatkan penyebab kenaikan tersebut pada konsumsi minuman yang kaya potasium setelah berbuka.
Hal senada ditegaskan oleh Scott. Menurutnya, tidak ada perubahan berarti pada urea dan sel darah selama puasa.