Keterlibatan Non-Muslim dalam Pemerintahan Khalifah Muawiyyah

Keterlibatan non-Muslim dalam pemerintahan Khalifah Muawiyyah bin Abi Sufyan. Hal ini membuka tabir pada kita, bahwa kendati non muslim, tetap terlibat dalam pelbagai jabatan strategis pemerintahan. 

Sejarah panjang perjalanan kekuasaan Islam yang kemudianpopuler dengan istilah “khalifah”, menyimpan banyak sekali cerita yang menjadi pelajaran. Salah satunya keterlibatan non muslim yang hidup berdampingan di dalamnya bahkan menjadi bagian dari orang yang terlibat dalam pengelolaan pemerintah.

Dalam tulisan ini yakni pada masa khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan, pada Bani Umayyah. Pemerintahan Bani Ummayyah menanti berakhirnya era khalifah Rasulluh yang 4 orang (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali).

Sekilas Bani Umayyah

Bani Umayyah dikenal sebagai kekhalifahan Islam pertama setelah khulafaur Rasyidin. Periode ini sejak 661- 750 masehi. Dalam sejarah kemunculannya, masa krisis kepemimpinan pada era khulafaur Rasyidin terjadi ketika di bawah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.

Setelah Ali wafat, kepemimpinan berlanjut pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Selanjutnya, Hasan mengundurkan diri dan menyebabkan kekosongan pemimpin. Dari sinilah berdirinya Bani Umayyah yang pertama, dengan pimpinannya Muawiyah bin Abi Sufyan. (Baca: Tragedi Duka dalam Sistem Khilafah Islamiyah). 

Muawiyah bin Abi Sufyan adalah khalifah pertama pada masa Bani Umayyah. Dalam melaksanakan pemerintahannya, ia melakukan beberapa kebijakan, di antaranya:

Pertama, memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Alasan politis pemindahan kekuasan, sebab Madinah adalah tempat para khulafaur rasyidin, yang memiliki sedikit banyak konflik politis dengan Muawiyah.

Sehingga langkah memindahkan pusat pemerintah ke Damaskus pada saat itu merupakan langkah yang sangat tepat untuk membangun tatanan negara baru setelah runtuhnya masa khulafaur rasyidin

Alasan lain yakni, Muawiyah, pada saat khalifah Umar bin Khattab, pernah menjadi gubernur di Distrik, yang masih wilayah Damaskus. Sehingga sangat mudah bagi Muawiyah untuk membangun pusat pemerintahan di Damaskus.

Kedua, membangun kekuatan militer. Dalam pembangunan ini, Muawiyah membangun kekuatan militer mulai dari darat, laut dan kepolisian yang bertugas untuk menjaga stabilitas keamanan negara serta memperluas wilayah kekuasaan.

Ketiga, ekspansi wilayah Islam. Patut menjadi catatan, bahwa Bani Umayyah memiliki banyak sekali daerah kekuasan yang berhasil mereka taklukkan. Pada masa Muawiyah bin Sufyan, setidaknya ada beberapa negara yang menjadi daerah kekuasaan Islam pertama tersebut, di antaranya: Afrika Utara, Spanyol, Palestina, Semenanjung Arab, Irak Persia, Afghanistan, Pakistan, Rurkmania, Uzbek, Kirgis.

Keberhasilan penyebaran wilayah kekuasaan Islam ini menciptakan benih-benih kebudayaan arab yang semakin meluas. Sehingga dari keberhasilan inilah, suatu saat berkembang pada zaman Dinasti Abbasiyah yang berhasil menjadi pusat peradaban dunia selama berabad-abad.

Non-Muslim dalam Pemerintahan Khalifah Muawiyyah

Keempat, merekrut orang Mereka merekrut orang-orang non-muslim sebagai pejabat-pejabat dalam pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter, dan kesatuan-kesatuan tentara.

Proses perekrutan ini berarti, menjadi salah satu keniscayaan yang bisa mengindikasikan dan menjadi pemahaman umat muslim bahwa, keterlibatan non muslim pada saat itu memiliki peran penting yang sangat strategis dalam membantu pemerintah Muawiyah. 

Apalagi ketika melihat kondisi pada masa itu adalah heterogen, sangat mungkin masyarakat non muslim juga ikut andil dalam keberlangsungan kerja-kerja pemerintahan di bawah komando khalifah Muawiyah.

Kelima, melakukan penyempurnaan dalam bidang administrasi negara. Pada konteks ini, Muawiyah membentuk Lembaga pengawal pribadi (Hajib) dalam sistem pemerintahannya.

Lembaga tersebut terbentuk atas dasar pengaruh Syam dan Persia, serta melihat tragedi sebelumnya, yakni terbunuhnya Ali. Sehingga Lembaga tersebut sebagai bagian dari pengamanan yang ia dapatkan untuk melakukan kerja-kerja pemerintahan.

Keenam, mengubah sistem khalifah yang pada mulanya demokratis, menjadi sistem penunjukkan. Hal ini terlihat dari kebijakannya ketika memilih anaknya sebagai penggantinya.

Pada poin ini kemudian kita memahami bagaimana urgensitas nasab yang menjadi  prioritas Muawiyah dalam penerusan tahta pemerintahan supaya tetap dipimpin keturunannya. 

Struktur pemerintahan pusat pada masa Mu’awiyah terdiri dari: Diwan al-Jund (mengurus tentang militer), Diwan al-kharaj (mengurus tentang perpajakan dan keuangan), Diwan al-Rasa’il (mengurus surat menyurat), Diwan al-Khatam (mengurus bagian arsip dan dokumentasi negara), Diwan al-Barid (layanan pos dan registrasi penduduk).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat pemahaman bahwa, keterlibatan non muslim pada Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Muawiyah memiliki kontribusi yang cukup baik. Sebab posisi yang ada di dalamnya, tidak hanya tenaga profesional seperti dokter.

Akan tetapi, dalam ranah politik pemerintahan, seperti penasehat, tentara dalam pemerintahan. Sehingga bisa dipahami, peran non muslim dalam pemerintahan Islam tidak memberikan pengaruh buruk terhadap  sistem pemerintah yang ada pada saat itu.

Demikian penjelasan keterlibatan non-muslim dalam pemerintahan Khalifah Muawiyyah bin Abi Sufyan. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH