Sudahkah Mengerti Maknanya?

Sedari kecil ummat Islam umumnya diajari untuk membaca Qur’an oleh kedua orangtua mereka. Untuk keperluan ini berbagai metode belajar baca Qur’an tersedia, sebut saja seperti metode al-Baghdadi (klasikal), Iqro, Ummi, Kibar, Tilawati dan lain sebagainya. Ada banyak sekali metode pembelajaran baca Qur’an yang tersedia di masyarakat.

Semua hal tersebut memiliki satu fokus yang sama, yakni mengajari masyarakat untuk dapat membaca Qur’an dengan baik dan benar. Bukan tanpa alasan hal tersebut dilakukan, ini dikarenakan memang seorang muslim sangat perlu untuk bisa membaca Qur’an yang merupakan kitab suci mereka. Alhasil, dari kerja keras berbagai pihak tersebut Allah karuniakan masyarakat Indonesia kemampuan untuk dapat membaca Qur’an.

Yang jadi masalah, biasanya kita berhenti hanya sebatas dapat membaca Qur’an saja. Merasa puas dengan dapat membaca ayat-ayat Qur’an yang tersusun indah di dalam mushaf. Padahal, hendaknya kita tidak berhenti sampai di sana saja. Selain bisa membaca Qur’an alangkah baiknya jika kita pun berlanjut kepada level selanjutnya, yakni mempelajari tafsirnya dengan baik. Ini tidak lain dan tidak bukan agar pemahaman kita terhadap apa yang kita baca menjadi benar dan terarah.

Yang jadi masalah, umumnya kitab-kitab tafsir ditulis dalam bahasa Arab. Ini tentunya menjadi kendala bagi kita yang umumnya tidak bisa berbahasa Arab. Selain itu, umumnya kitab-kitab tafsir memiliki jumlah halaman yang banyak, sehingga menjadi tebal dan mahal harganya. Semua hal ini tentunya mempersulit akses kita untuk dapat belajar tafsir dengan komprehensif.

Untuk mengatasi masalah-masalah itulah situs TafsirWeb hadir. Pada situs TafsirWeb insyaaAllah berbagai masalah tersebut bisa diatasi, dengan menghadirkan koleksi tafsir ringkas yang gratis dan diakses kapanpun dan di manapun. Tentunya dalam bahasa Indonesia agar bisa membawa manfaat yang luas untuk ummat Islam pada umumnya.

Dengan visi menjadi pusat rujukan tafsir terpercaya, maka bukan sembarang tafsir yang disediakan di website ini. Akan tetapi tafsir-tafsir yang dikeluarkan oleh lembaga terpercaya seperti yang dikeluarkan Kementrian Agama RI, dari Kementrian Agama Saudi Arabia, Tafsir al-Mukhtashar yang disupervisi Dr. Shalih Humaid (Imam Masjidil Haram) dan lain sebagainya.

Yang Mana Yang Didahulukan Untuk Dibaca?

Membaca tafsir Qur’an ringkas di situs TafsirWeb insyaaAllah sangat mudah dan cepat. Selain itu juga gratis, sehingga tidak akan memakan biaya. Yang menjadi masalah berikutnya adalah, surat dan ayat apa saja yang sebaiknya lebih dahulu dibaca?

Menurut hemat kami, yang terbaik adalah membaca tafsir dari surat dan ayat yang sering dibaca/didengar terlebih dahulu. Agar saat kita kembali membaca/mendengarnya, kita langsung dapat memaknainya dengan baik dan benar. Dengan kriteria seperti itu, berikut surat-surat yang kami rekomendasikan untuk dipelajari terlebih dahulu sebelum berlanjut ke surat lainnya:

  1. Surat Al Fatihah. Tidak bisa tidak, ini adalah surat yang pertama-tama harus kita pahami tafsirnya. Sebagai surat yang kita baca minimal 17 kali dalam sehari, tentu sudah sepantasnya kita prioritaskan untuk mempelajari surat yang satu ini.
  2. Surat Al Baqoroh. Surat selanjutnya setelah al-Fatihah juga sebagai surat yang selanjutnya kami rekomendasikan untuk dipelajari tafsirnya. Temukan ratusan faidah dalam perkara aqidah, ibadah, syari’ah, hingga muamalah di dalam tafsir surat ini.
  3. Surat Yasin. Terlepas dari kontroversi fiqih dalam mengkhususkan membaca surat ini, sudah sepantasnya surat yang sering dibaca oleh masyarakat Indonesia ini dipahami dengan baik maknanya dan tafsirnya.
  4. Surat Al Kahfi. Sungguh kisah ashabul kahfi sangat sarat mutiara faidah yang tidak selalu bisa kita dapatkan dalam kisah-kisah lainnya, pelajari lebih detail tentang mereka pada tafsir surat ini. Cermati juga kisah perjalanan Nabi Musa dalam menuntut ilmu, masih dalam tafsir surat yang sama.
  5. Surat Al Waqiah. Jika telah datang al-Waqiah (hari kiamat), … begitulah tema besar dari surat yang satu ini. Sebuah surat yang menggetarkan hati orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
  6. Surat Ar Rohman. Surah yang menjadi favorit banyak orang untuk dibaca dan didengarkan, dikarenakan indahnya susunan kalimat di dalamnya. Akan tetapi tidak sekedar indah susunan katanya, ternyata indah juga berbagai pelajaran yang terdapat di dalamnya.
  7. Surat Al Mulk. Surat singkat tiga puluh ayat ini perlu untuk dipahami maknanya dengan baik. Agar kita semakin mengenal tentang kekuasaan Allah, melalui tafsir dan tadabbur atas ayat-ayat Allah.
  8. Surat Ad Dhuha. Waktu yang sudah ribuan kali kita lalui dalam hidup yang singkat ini. Bukan sembarang waktu, karena ada banyak faidah dalam waktu tersebut. Apa saja? Silakan simak tafsirnya.
  9. Surat An Naba. Inilah surat yang berisikan gambaran beberapa kejadian di akhirat, surat yang berisikan berita besar yang dipersilisihkan kebenarannya oleh orang-orang yang tidak beriman. Simak dengan baik penjelasan tentangnya.
  10. Surat Yusuf. Bagaimana kisah kesabaran nabi Yusuf atas musibah dan ujian yang menimpanya? Bagaimana kesabaran nabi Ya’qub dalam menerima musibah yang menderanya? Apa saja hikmat yang terdapat dalam panjangnya kisah mereka? InsyaaAllah di sini ada jawabannya.

Demikian di antara surat-surat yang kami rekomendasikan untuk dibaca terlebih dahulu sebelum yang lainnya, berdasarkan popularitas surat-surat tersebut di tengah-tengah ummat Islam. InsyaaAllah bermanfaat untuk dipelajari terlebih dahulu sebelum berlanjut ke surat yang lainnya.

Moga bisa menjadi langkah awal untuk membantu kita tertarik untuk membaca tafsir Qur’an, lalu berlanjut membaca tafsir surat lainnya hingga tamat seluruh surat dalam al-Qur’an. Wallahu waliyyut taufiiq.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55101-sudahkah-mengerti-maknanya.html

Mengapa Makna Ayat-Ayat Alquran Sering Berbeda?

SESUNGGUHNYA Alquran Al-Karim itu adalah kitab yang mengandung mukjizat. Salah satu wujud mukjizat itu adalah kandungannya yang tidak pernah berhenti mengalir. Setiap saat selalu ada ilmu baru yang lahir dari Alquran.

Sehingga tiap ayat memang bisa melahirkan ilmu yang berbeda-beda, tergantung siapa yang mencoba menggalinya. Para ahli tafsirsendiri sesungguhnya punya latar belakang pendekatan yang bervariasi ketika menggali ayat-ayatnya.

Ada yang mendekati penafsiran Alquran dari segi bahasa, ada juga yang menekankan dari segi ilmu fikihnya, ada lagi yang menekankan dari segi sejarahnya, ada lagi yang menekankan dari segi semangat perjuangan dan jihad, ada pula yang menekankan dari segi tauhid dan keimanan. Dan masih banyak lagi corak dan ragam tafsir.

Namun dari kesemuanya itu, antara satu kitab tafsir dengan kitab yang lainnya tidak mengalami perbedaan esensi yang saling bertabrakan. Sebaliknya, masing-masing tafsir itu justru saling memperkaya tafsir lainnya. Suatu pelajaran menarik dan penting yang luput diungkap oleh sebuah kitab tafsir, akan kita temukan di dalam kitab lainya.

Khusus dalam ruang lingkup tafsir hukum fikih, bila terjadiperbedaan dalam menafsirkan suatu ayat, memang merupakan hal yang harus diakui keberadaannya. Namun perbedaan itu tidak timbul kecuali memang disebabkan oleh ayat itu sendiri yang memberi peluang timbulnya perbedaan penafsiran. Sehingga kita tidak bisa menyalahkan para ahli tafsirnya karena mereka saling berbeda kesimpulan.

Bahkan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai representasi dari Alquran yang berjalan, seringkali dipahami oleh para sahabat dengan versi yang berbeda-beda. Yang salah tentu bukan para sahabat, melainkan kalimat dari Rasulullah itu memang bisa dipahami dengan beberapa kesimpulan yang saling berbeda.

Misalnya ketika Rasulullah berpesan kepada pasukan untuk tidak salat Asar kecuali di perkampungan Yahudi Bani Quraidhzah. Sebagian pasukan menaati perintah itu secara zahirnya, yaitu mereka tidak salat Asar meski matahari hampir terbenam. Sebab perjalanan mereka masih jauh dari tujuan. Barulah para malam hari mereka tiba dan sebagian dari mereka mengerjakan shalat Asar di tempat yang ditentukan oleh Rasulullah meski waktunya sudah lewat.

Sebagian lagi tetap shalat Asar di jalan tepat pada waktunya, lantaran mereka memahami bahwa tujuan Rasulullah melarang mereka salat Asar di perkampungan Yahudi Bani Quradhzah adalah agar perjalanan mereka lebih cepat. Namun apabila kenyataannya target itu tidak tercapai, tetap harus menjalankan shalat Asar pada waktunya.

Ketika Rasulullah mendengar perbedaan pendapat ini, beliau tidak menyalahkan salah satunya. Keduanya dibenarkan meski saling berbeda secara nyata. Maka demikian juga yang terjadi pada ayat-ayat Alquran, banyak di dalamnya kalimat yang bisa dipahami secara berbeda, tanpa harus keluar dari kaidah baku penafsiran. Di antaranya perbedaan para fuqaha dalam menafsirkan makna quru’ yang terdapat di dalam ayat berikut:

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru’.”(QS. Al-Baqarah: 228)

Ketika para ahli tafsir merujuk kepada ahli bahasa arab, ternyata makna quru’ itu memang ada 2 macam yang saling berbeda. Makna pertama adalah masa haid sedangkan makna kedua adalah masa suci dari haid. Keduanya sama-sama disebut dengan quru’ dalam bahasa arab. Dengan demikian, satu ayat ini mungkin bisa ditafsrikan menjadi tiga kali masa haid, namun pada waktu yang sama bisa ditafsirkan menjadi tiga kali masa suci dari haid. Kesalahan bukan di tangan para mufassir, melainkan Allah Ta’ala sendiri yang menurunkan ayat ini.

Tentunya Allah kalau mau, bisa saja menyebutkan dengan kalimat yang jelas, tegas dan tidak mengandung makna ganda yang saling berbeda. Namun kenyataannya memang itulah yang ada. Sehingga kalau para ulama berbeda pendapat dalam menafsirknnya, bukan sebuah dosa.

Dan syariat Islam menyadari kemungkinan terjadinya perbedaandalam menafsirkan suatu ayat. Tidak ada yang hina dalam masalahperbedaan tafsir hukum ini. Bahkan sebaliknya, kita bisa merasa bangga dengan kekayaan khazanah ilmu hukum Islam dengan ada banyaknya variasi pendapat lewat perbedaan cara memahami suatu dalil.

Karena itu sejak dini para ulama salaf sudah mengembangkan sistem akhlak dan etika berbeda pendapat. Di mana intinya adalah mereka saling menghormati, menjunjung tinggi dan saling menghargai pendapat saudaranya yang sekiranya tidak sama dengan apa yang mereka pahami. Tidak pernah kita dengar para salafus shalih itu saling mencaci, saling memaki atau saling menghujat bahkan mengumbar aib saudaranya di depan khalayak. Akhlak mereka sungguh sangat mulia seiring bersama keluasan ilmu yang mereka miliki.

Keadaan ini seringkali berbanding terbalik dengan fenomena di masa kita sekarang ini. Begitu mudahnya orang-orang yang mengaku pengikut ulama salaf, namun perbuatan, perkataan dan akhlaknya justru menginjak-injak etika para salaf. Lidah mereka lebih sering mencaci maki orang lain ketimbang berzikir kepada Allah. Tulisan mereka lebih sering merupakan hujatan dan umpatan ketimbang ajakan.

Bahkan seringkali merasa hanya kelompok mereka saja yang berhak mengeluarkan fatwa, sedangkan siapapun yang punya fatwa yang berbeda dengan mereka, meski datang dari tulisan para salafushshalih sendiri, langsung dihujat habis-habisan dan dituduh sebagai ahli bid’ah yang pasti masuk neraka. Nauzu billahi min zalik.

Padahal para salafus-shalih di masa lalu terbiasa denganperbedaan pendapat. Justru ciri khas mereka adalah berbeda pendapat, namun tetap saling menyayangi bahkan sangat mesra. Caci maki, umpatan, hujatan dan tuduhan sebagai ahli neraka tidak pernah mereka contohkan. Sebab perbedaan pendapat dalam masalah hukum adalah sebuah keniscayaan, mutlak dan pasti terjadi.

Jangankan para ulama salaf, bahkan para sahabat ridhwanullahi alaihim pun seringkali berbeda pendapat. Padahal mereka hidup bersama Rasulullah pada sebuah era yang disebut dengan khairul qurun (masa terbaik). Tapi tidak satu dari sahabat itu yang memaki dengan sumpah serapah sambil menuding temannya sebagai calon penghuni neraka. Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh segelintir orang yang kerjanya menyumpahi orang lain yang tidak sependapat dengannya bukanlah termasuk ahli salaf, karena nama dan realitanya tidak nyambung.

Semoga Allah menghindarkan kita dari kejahilan dalam memahami agama, serta mencairkan ketegangan di antara sesama umat Islam, serta menghimpun hati jutaan umat Islam dewasa ini dalam sebuah kecintaan kepada Allah. Sehingga mampu menerimaperbedaan pendapat persis sebagaimana para salafus-shalih dahulu telah mempraktekkannya.

Wallah a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc]

 

 

sumber:Mozaik Islam