Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya. [HR Muslim, 3509].
Tag: Manfaat Surat Yasin
Faedah Surat Yasin: Pendakwah Hanya Menyampaikan, Hidayah Milik Allah
Ingatlah, sebagai pendakwah hanya menyampaikan sedangkan yang beri hidayah adalah Allah.
Mari kita ambil pelajaran dari bahasan surat Yasin berikut, yang rata-rata sudah dihafalkan oleh kaum muslimin di negeri kita …
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ (13) إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ (14) قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ (15) قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ (16) وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (17)
“Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka.
(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu.”
Mereka menjawab: “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.”
Mereka berkata: “Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu.”
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (QS. Yasin: 13-17)
Penjelasan Ayat
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan permisalan suatu negeri yang diutus dua orang utusan (rasul). Mereka berdakwah untuk mengajak manusia supaya bisa beribadah pada Allah semata dan mengikhlaskan ibadah pada-Nya. Mereka pun berdakwah untuk melarang dari kesyirikan dan maksiat.
Ada dua orang yang telah diutus, lalu diutus lagi rasul yang ketiga, jadilah ada tiga utusan. Tetap saja dakwah ditolak. Malah kaum yang didakwahi berkata, “Kami juga manusia semisal kalian.” Maksud mereka, apa yang membuat para rasul lebih unggul daripada mereka, padahal sama-sama rasul juga manusia. Namun para Rasul mengatakan pada umatnya,
قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.” (QS. Ibrahim: 11)
Kaum tersebut intinya masih mengingkari wahyu yang diturunkan dan mereka pun mendustakan para rasul yang diutus. Namun rasul ketiga mengatakan, “Rabb kami Maha Tahu kalau kami adalah utusan untuk kalian.” Maksudnya, kalau para rasul itu berdusta tentu mereka akan mendapatkan siksa.
Tugas setiap utusan (rasul) hanyalah memberikan penjelasan yang segamblang-gamblangnya sesuai yang diperintahkan. Sedangkan untuk memberikan hukuman bukanlah tugas para rasul. Jika yang dijelaskan itu diterima, maka itu adalah taufik dari Allah. Jika tidak diterima dan yang didakwahi tetap dalam keadaan belum mendapat hidayah, maka rasul utusan tak bisa bertindak apa-apa.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 734-735)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
يقولون إنما علينا أن نبلغكم ما أرسلنا به إليكم، فإذا أطعتم كانت لكم السعادة في الدنيا والآخرة، وإن لم تجيبوا فستعلمون غِبَّ ذلك ،والله أعلم.
“Utusan itu berkata, sesungguhnya kami hanyalah menyampaikan apa yang mesti disampaikan pada kalian. Jika kalian taat, maka kebahagiaan bagi kalian di dunia dan akhirat. Jika tidak mau mengikuti, kalian pun sudah tahu akibat jelek di balik itu semua. Wallahu a’lam.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 333)
Pelajaran lain yang bisa diambil dari ayat di atas:
- Baiknya memberikan perumpamaan ketika memberikan penjelasan. Dalam ayat yang dibahas dijelaskan bahwa kalau Nabi Muhammad ditolak dakwahnya, maka itu juga terjadi untuk rasul atau utusan yang lain.
- Orang kafir sama miripnya dilihat dari zaman dan tempat, sama-sama sulit menerima kebenaran.
- Orang kafir telah diberikan peringatan dan penjelasan. Jika menolak, mereka akan mendapatkan siksa. (Aysar At-Tafasir, hlm. 1068)
Hidayah Milik Allah
Dalam shirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dijelaskan bahwa paman Nabi -Abu Thalib- biasa melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari gangguan kaumnya. Perlindungan yang diberikan ini tidak ada yang menandinginya. Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharapkan hidayah itu datang pada pamannya. Saat menjeleng wafatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk pamannya tersebut dan ingin menawarkan pamannya masuk Islam. Beliau ingin agar pamannya bisa menutupi hidupnya dengan kalimat “laa ilaha illallah” karena kalimat inilah yang akan membuka pintu kebahagiaan di akhirat. Berikut kisah yang disebutkan dalam hadits.
Dari Ibnul Musayyib, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika menjelang Abu Thalib (paman Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-) meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya. Ketika itu di sisi Abu Thalib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahl. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada pamannya ketika itu,
أَىْ عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
“Wahai pamanku, katakanlah ‘laa ilaha illalah’ yaitu kalimat yang aku nanti bisa beralasan di hadapan Allah (kelak).”
Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Abu Umayyah berkata,
يَا أَبَا طَالِبٍ ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
“Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak suka pada agamanya Abdul Muthallib?” Mereka berdua terus mengucapkan seperti itu, namun kalimat terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah ia berada di atas ajaran Abdul Mutthalib.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan,
لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ
“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah”
Kemudian turunlah ayat,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam” (QS. At-Taubah: 113)
Allah Ta’ala pun menurunkan ayat,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al-Qasshash: 56) (HR. Bukhari no. 3884)
Dari pembahasan hadits di atas dapat disimpulkan hidayah itu ada dua macam:
- Hidayah irsyad wa dalalah, maksudnya adalah hidayah berupa memberi petunjuk pada orang lain.
- Hidayah taufik, maksudnya adalah hidayah untuk membuat seseorang itu taat pada Allah.
Hidayah pertama, bisa disematkan pada manusia. Contohnya pada firman Allah,
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura: 52). Memberi petunjuk yang dimaksud di sini adalah memberi petunjuk berupa penjelasan. Ini bisa dilakukan oleh Nabi dan yang lainnya.
Namun untuk hidayah kedua, yaitu hidayah supaya bisa beramal dan taat tidak dimiliki kecuali hanya Allah saja. Seperti dalam firman Allah Ta’ala,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al-Qasshash: 56)
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 272) (Lihat bahasan Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, 1: 618 dan Hasyiyah Kitab At-Tauhid, hlm. 141)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Faedah Surat Yasin, Setiap Bekas Amalan Akan Dicatat
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Surat yang sudah sangat ma’ruf di tengah-tengah kita yaitu surat Yasin. Sampai-sampai sebagian orang pun sudah menghafalnya karena saking seringnya surat ini dibaca. Namun coba tanyakan berapa banyak orang yang bisa memahami kandungan surat tersebut. Kami sangat tertarik sekali untuk mengkaji ayat demi ayat darinya. Karena sungguh banyak pelajaran penting seputar aqidah dan masalah lainnya yang sebenarnya bisa kita gali dari surat Yasin. Di antaranya dapat dibaca dalam artikel berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Mari kita lihat apa saja faedah penting dari ayat tersebut sebagaimana diterangkan oleh para ulama pakar tafsir.
Faedah pertama
Allah akan menghidupkan makhluk yang telah mati, yang telah menjadi tulang belulang ketika hari kiamat kelak, saat hari berbangkit. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati”. Kata Ibnu Katsir, ini terjadi pada hari kiamat[1]. Artinya di hari kiamat semua yang telah mati akan kembali dihidupkan. Ayat ini dengan sangat terang menunjukkan adanya hari berbangkit. Inilah bagian aqidah yang mesti diyakini seorang muslim.
Faedah kedua
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah Ta’ala bisa menghidupkan hati siapa saja yang Dia kehendaki termasuk orang-orang kafir yang mati hatinya karena tenggelam dalam kesesatan. Allah bisa jadi menunjuki mereka dari kesesatan menuju jalan hidayah. Sebagaimana Allah berfirman setelah menceritakan mengenai orang yang keras hatinya,
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Ketahuilah olehmu bahwa Sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.” (QS. Al Hadid: 17)[2]
Sebelumnya Allah Ta’ala menerangkan,
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hadid: 16)
Faedah ketiga
Allah akan mencatat setiap amalan yang pernah dilakukan[3], baik yang baik maupun yang jelek[4]. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا
“dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan”
Faedah keempat
Mengenai ayat,
وَآَثَارَهُمْ
“(dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan) dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”.
Yang dimaksud “bekas-bekas yang mereka tinggalkan” ini ada tiga pendapat di kalangan pakar tafsir:
- Bekas langkah kaki mereka. Pendapat ini dipilih oleh Al Hasan, Mujahid dan Qotadah.
- Langkah kaki menuju shalat Juma’t. Pendapat ini dipilih oleh Anas bin Malik.
- Bekas kebaikan dan kejelekannya yang orang lain ikuti. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Al Faro’, Ibnu Qutaibah dan Az Zujaj.[5]
Yang menunjukkan bahwa bekas langkah kaki akan dicatat, baik langkah dalam kebaikan maupun keburukan adalah sebagaimana penjelasan Qotadah (seorang tabi’in) yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir. Qotadah rahimahullah mengatakan, “Seandainya Allah lalai dari urusan manusia, maka tentu saja bekas-bekas (kebaikan dan kejelekan) itu akan terhapus dengan hembusan angin. Akan tetapi Allah Ta’ala menghitung seluruh amalan manusia, begitu pula bekas-bekas amalan mereka. Sampai-sampai Allah Ta’ala akan menghitung bekas-bekas amalan mereka baik dalam ketaatan maupun dalam kemaksiatan. Barangsiapa yang ingin dicatat bekas amalan kebaikannya, maka lakukanlah.”[6] Maksud yang disampaikan oleh Qotadah ini juga disampaikan dalam beberapa hadits di antaranya sebagai berikut.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ خَلَتِ الْبِقَاعُ حَوْلَ الْمَسْجِدِ فَأَرَادَ بَنُو سَلِمَةَ أَنْ يَنْتَقِلُوا إِلَى قُرْبِ الْمَسْجِدِ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ لَهُمْ « إِنَّهُ بَلَغَنِى أَنَّكُمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَنْتَقِلُوا قُرْبَ الْمَسْجِدِ ». قَالُوا نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ أَرَدْنَا ذَلِكَ. فَقَالَ « يَا بَنِى سَلِمَةَ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ ».
Dari Jabir bin ‘Abdillah berkata, “Di sekitar masjid ada beberapa bidang tanah yang masih kosong, maka Bani Salamah berinisiatif untuk pindah dekat masjid. Ketika berita ini sampai ke telinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Rupanya telah sampai berita kepadaku bahwa kalian ingin pindah dekat masjid.” Mereka menjawab, “Benar wahai Rasulullah, kami memang ingin seperti itu.” Beliau lalu bersabda, “Wahai Bani Salamah, tetapkanlah kalian tinggal di rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat, tetapkanlah kalian tinggal di rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat.”[7]
Disebutkan dalam Tafsir Ath Thobari sebuah riwayat dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata,
شكت بنو سَلِمة بُعد منازلهم إلى النبي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم فنزلت( إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ ) فقال: “عَلَيكُمْ مَنَازِلَكُم تُكْتَبُ آثارُكم”
“Bani Salamah dalam keadaan kebimbangan karena tempat tinggal mereka jauh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas turunlah ayat (yang artinya), “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”. Beliau bersabda, “Tetaplah kalian di tempat tinggal kalian. Bekas-bekas langkah kalian akan dicatat.”[8]
Artinya di sini, langkah menuju masjid dalam amalan kebaikan akan dicatat, begitu pula langkah pulang dari masjid. Ketika seseorang menuntut ilmu, harus menaiki kendaraan karena sangat jauhnya tempat pengajian, maka putaran roda pun akan dicatat sebagai kebaikan karena ini adalah bekas amalan kebaikan yang ia lakukan. Begitu pula ketika seseorang harus mengeluarkan biaya untuk menuntut ilmu dari para guru (masyaikh) di luar negeri, maka setiap usaha menuju ke sana yang ia lakukan, itu pun akan dicatat. Begitu pula rasa capek dalam kebaikan, itu pun akan dicatat. Sungguh Maha Besar karunia Allah. Namun kita sendiri yang sebenarnya tidak menyadari hal ini.
Begitu pula bekas langkah dalam melakukan kemaksiatan pun akan dicatat. Ketika ia mengendarai mobil untuk menuju tempat zina dan berdua dengan kekasih yang belum halal baginya, langkah menuju tempat maksiat tersebut akan dicatat. Dengan mengetahui hal ini, sudah seharusnya kita pun tidak bertekad melakukan maksiat dan dosa.
Faedah kelima
Sebagaimana tafsiran “bekas-bekas amalan” lainnya adalah bahwa bekas kebaikan dan kejelekan yang diikuti orang lain, itu pun akan dicatat. Artinya jika kebaikan kita diikuti oleh orang lain, maka kita pun akan mendapatkan pahala. Begitu pula jika kejelekan yang kita lakukan diikuti oleh orang lain, maka kita pun akan mendapatkan dosa.
Dalil yang mendukung tafsiran ini adalah hadits-hadits berikut ini.
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.”[9]
Jika ilmu yang bermanfaat diikuti oleh orang lain, seseorang yang menyebarkan kebaikan tersebut akan mendapatkan pahala orang yang mengikuti kebaikannya meskipun ia telah berada di liang lahat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholih yang mendoakan dirinya. ”[10]
Oleh karena itu jangan meremehkan satu kebaikan untuk disampaikan pada yang lainnya, apalagi sampai yang kita sampaikan adalah ilmu yang bermanfaat. Begitu pula janganlah sampai menyebarkan satu kejelekan sedikit pun karena jika itu diikuti orang lain, maka kita pun akan mendapatkan dosanya. Maka penjelasan ini menjelaskan bahaya seseorng menyebar syirik, bid’ah dan maksiat. Semoga Allah memberi petunjuk.
Faedah keenam
Segala sesuatu akan dicatat di Lauhul Mahfuzh (lembaran yang tejaga). Inilah yang disebutkan Allah Ta’ala,
وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)”
Setiap kebaikan dan kejelekan yang dilakukan, sungguh akan dicatat di Lauhul Mahfuzh.
Faedah ketujuh
“Imamul Mubin” yang dimaksudkan di sini adalah ummul kitab (induk kitab). Demikian disebutkan dalam ayat lain,
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.” (QS. Al Isro’: 71). Yang dimaksudkan dengahn pemimpinnya di sini adalah dengan kitab amalan mereka yang bersaksi atas kejelekan dan kebaikan yang mereka lakukan.
Maksud ayat di atas sama dengan firman Allah dalam ayat lainnya,
وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah Para Nabi dan saksi-saksi.” (QS. Az Zumar: 69)
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun“.” (QS. Al Kahfi: 49)[11]
Alhamdulillah, dari ayat yang singkat ini kita bisa menggali faedah-faedah yang luar biasa. Semoga sajian ini bermanfaat. Sungguh nikmat jika terus menerus kita dapat menggali faedah-faedah berharga dari setiap ayat Al Qur’an yang kita baca.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Faedah Surat Yasin, Sebab Orang Sulit Menerima Kebenaran
Ada beberapa sebab orang sulit menerima kebenaran. Ada pula sifat yang mudah menerima kebenaran.
Yang perlu dipahami, manusia hanyalah pemberi peringatan atau mengajarkan ilmu. Namun untuk membuat seseorang menjadi baik dan dapat hidayah adalah wewenang Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (7) إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ (8) وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ (9) وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (10) إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ (11)
“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS. Yasin: 7-11)
Faedah penting dari ayat di atas adalah siapa yang mengamalkan isi Al-Qur’an (diambil dari faedah ayat sebelumnya) dan punya rasa takut yang besar pada Allah adalah sebab ia mudah masuk surga.
Penentangan adalah penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan hidayah. (Al-Mukhtashar fi At-Tafsir, hlm. 440)
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang mudah menerima kebenaran memiliki dua sifat:
- Punya niatan yang baik dalam mencari kebenaran.
- Takut pada Allah. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 734)
Kalau kita kaji, ada tiga sebab utama kenapa kebenaran itu ditolak oleh seseorang:
1- Kebodohan
Kebodohan adalah penghalang terbesar bagi seseorang untuk menerima kebenaran.
2- Adanya kepentingan duniawi yang lebih ingin dikejar
Seperti Heraklius yang sebenarnya menerima kebenaran Islam, namun karena kepentingan duniawi yaitu takut pengikutnya lari, akhirnya ia pun mengurungkan niatnya untuk masuk Islam.
3- Hasad (benci akan nikmat yang ada pada orang lain)
Sifat ini yang membuat Iblis enggan sujud pada Adam ‘alaihis salam. Penyakit ini punya yang menyebabkan orang Yahudi enggan beriman pada Isa bin Maryam. Begitu pula ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka hasad pula sehingga lebih memilih kafir daripada keimanan. Nabi Isa sebenarnya datang untuk menyempurnakan ajaran yang ada pada Taurat. Ada ajaran Nabi Isa yang memberikan keringanan dengan menghalalkan hal yang sebelumnya dilarang sebagai bentuk kasih sayang. Tentu sikap mereka dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih menolak dengan keras karena Nabi Muhammad membawa syari’at baru yang berdiri sendiri dan menghapus syari’at sebelumnya.
Demikian kami ringkaskan dari penjelasan Ibnul Qayyim dalam Hidayah Al-Hayara fi Ajwibah Al-Yahud wa An-Nashara, hlm. 16.
Nasihat di atas sangat bermanfaat bagi setiap yang berdakwah …
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Al-Mukhtashar fi At-Tafsir. Penerbit Markaz Tafsir li Dirasah Al-Islamiyyah.
Hidayah Al-Hayara fi Ajwibah Al-Yahud wa An-Nashara. Muhammad bin Abu Bakr Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Al-Jami’ah Al-Islamiyyah Al-Madinah Al-Munawwarah.
Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
—
Manfaat dan Keutamaan Membaca Surat Yasin
Manfaat dan keutamaan membaca surat Yasin itu perlu diketahui oleh para umat Islam dan sebelum kita beralih ke manfaatnya, pengertian dari surat Yasin itu sendiri bisa dilirik lebih dulu. Surat Yasin dikatakan punya banyak khasiat, dan kali ini kita akan belajar tentang manfaatnya yang ternyata bukan hanya sekadar kata orang, tapi memang nyata ketika dibaca.
- Untuk orang baik yang meninggal dunia, ketika surat yasin dibacakan di depannya maka hal ini akan membuat rohnya mendapat ketenangan di alam kubur.
- Untuk jenazah di dalam kubur, ketika dibacakan surat Yasin maka siksanya akan diringankan.
- Perlindungan dari Allah akan datang bagi kita dari malam hingga pagi menjadi salah satu rahasia hikmah dan kelebihan membaca surat Yasin ketika malam hari.
- Untuk suatu kaum yang sedang sakit atau terkena malapetaka, waktu dibacakan Yasin maka akan lepas dari malapetaka, wabah dan penyakit.
- Perlindungan dari Allah akan datang bagi kita dari pagi hingga sore kalau kita membaca surat Yasin di pagi hari.
- Untuk kita yang punya hajat, membaca Yasin membuat hajat kita dikabulkan oleh Allah.
- Untuk orang yang sedang sedih dan susah, manfaat membaca surat Yasin ini akan membuat kesedihan kita dihilangkan oleh Allah.
- Bagi orang yang sedang merasa lapar lalu membaca surat Yasin, jangan heran karena mereka akan dikenyangkan oleh Allah.