Mengapa Islam Mengajarkan untuk Menghargai Waktu?

Di antara keutamaan Nabi Muhammad SAW adalah selalu menghargai waktu. Berjalan dengan agak cepat adalah bentuk konsistensi beliau dalam mengatur waktu. Pernah suatu hari Abu Hurairah menirukan jalan Rasulullah SAW pada saat mengantarkan jenazah seseorang.

Apabila dia berjalan dengan langkah biasa maka Rasulullah SAW pasti mendahuluinya tapi apabila berjalan dengan setengah lari baru dapat bersamaan atau mendahului Rasulullah.

Keutamaannya yang lain adalah Rasulullah SAW selalu menghormati orang lain dengan memperhatikan waktunya. Adalah selalu mengunjungi keluarganya seusai perjalanan jauh pada waktu pagi, karena beliau tidak suka mengakhiri perjalanannya pada malam hari ketika hendak pulang kepada keluarganya, bahkan untuk hal ini beliau sampai melarangnya.

Pada ayat-ayat Alquran, Allah SWT banyak menyinggung tentang waktu, termasuk bersumpah demi waktu dalam surah Al-Ashr [103] ayat 1. Pada surah tersebut, Alllah SWT Menekankan betapa pentingnya menghargai waktu dengan selalu beramal shaleh dan menjanjikan keberuntungan besar bagi yang mengamalkannya.

 

Perintah menghargai waktu lainnya adalah tersirat dalam waktu-waktu shalat yang telah Allah SWT tentukan. Selain merupakan bentuk kewajiban paling asasi, shalat dapat pula menjadi media pembelajaran bagi umat Muslim untuk menghargai dan menepatinya.

Melalaikannya berarti gugur ibadah shalatnya dan berdosa. Pepatah arab mengatakan, ”Waktu bagaikan pedang yang apabila kita tidak menggunakannya dengan baik maka celakalah kita.”

Masih banyak tekanan-tekanan untuk menghargai waktu, karena waktu adalah aturan yang tidak tertulis dan barang siapa yang melalaikannya, selain kemudharatan, banyak hal yang menguntungkan kita tidak dapatkan. Dengan mematuhi waktu berarti menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-nya.

Kita pun mengetahui bahwa di balik perintah dan larangan-Nya ada hikmah dan pelajaran bagi kita. Sejatinya, waktu merupakan rambu-rambu kehidupan yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta Alam berikut instrumen-instrumennya berupa waktu.

Sungguh bukan sikap seorang Muslim apabila mengenyampingkan waktu dengan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat padahal sebaik-baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan segala hal yang tidak berarti baginya.

Perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat sama dengan tidak menghargai waktu dan sia-sialah hidupnya. Sedangkan waktu hidup kita di dunia hanyalah satu kali, apakah kita akan menyia-nyiakannya? Wallahu a’lam bish-shawab.

 

 

Oleh Irman Sulaiman Fauzi 

Ayo Cerdas dengan Memanfaatkan Waktu Sesuai Syariat Islam

Oleh karena itu, siapa mengatur dirinya dengan waktu-waktu langit, niscaya tidak akan banyak masalah atau keluhan dalam hidupnya

BANGA Arab mengenal waktu adalah pedang. Sedangkan Bangsa Barat menetapkan waktu adalah uang. Dan, sebagaimana yang terjadi di masa kini, basis penetapan nilai akan sesuatu yang diwujudkan dalam bentuk uang bergantung pada durasi waktu.

Contoh sederhana, seseorang ingin menghubungi keluarganya menggunakan handphone, maka berapa pulsa yang dibutuhkan bergantung pada berapa lama ia berbicara.

Demikian pula dalam hal konsultasi dengan pakar, semua berbasis waktu. Satu jam sekian, satu hari sekian dan seterusnya. Prinsipnya waktu adalah penentu.

Akan tetapi, ada yang mungkin terlewat dari bahasan umat Islam, yaitu tentang betapa pentingnya waktu-waktu langit. Waktu-waktu yang tidak mungkin bisa dipahami oleh seorang manusia pun, melainkan bersumber dari ajaran Islam.

Waktu-waktu langit dimaksud adalah waktu Fajar, Dhuha, Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Lail (malam hari). Dan, Allah tidak jarang dalam penekanannya terhadap sesuatu yang urgen menggunakan sumpah-Nya dengan waktu.

Menariknya, waktu-waktu langit itu sangat berkorelasi dengan perubahan kondisi cahaya di langit. Waktu Fajar misalnya, yang Allah juga jadikan sumpah dalam Surat Al-Fajr ayat pertama, adalah waktu perubahan langit dan alam secara drastis, yakni hilangnya kegelapan dan bermulanya cahaya terang benderang.

Dengan kata lain, waktu Fajar adalah waktu urgen yang umat Islam mesti memanfaatkannya dengan baik. Apa saja yang harus dipersiapkan dan dilakukan di waktu fajar?

Pertama, bangun lebih dini. Siapa tidur di waktu Fajar besar kemungkinan matahari akan mendahului jadwal bangun seseorang.

Mengingat waktu ini adalah waktu dimana malaikat malam dan siang berkumpul, maka Rasulullah Shallalallahu Alayhhi Wasallam pun memberikan keteladanan setiap hari dengan bersegera tidur di awal malam. Amalan tersebut membuktikan badan Rasulullah lebih sehat, dan sholat di waktu Fajar bisa dilaksanakan secara maksimal.

Kemudian, bagi yang memiliki jiwa pembelajar, bangun lebih awal akan memungkinkannya memiliki waktu cukup untuk taqarrub dan tadabbur hingga tiba waktu Fajar, sehingga pagi hari baginya adalah masa dimana iman dan ilmunya terjaga, bahkan terasah dan kian menguat. Terlebih jika waktu tersebut juga diisi dengan memohon ampunan kepada-Nya.

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Al-Dzariyat [51]: 18).

Dari sisi kesehatan, Muslim yang bisa mengisi waktu Fajar akan memiliki beberapa keuntungan. Mulai dari adanya space waktu untuk bisa berolahraga, belajar hingga menyiapkan hal-hal penting, terutama sarapan pagi, sehingga tidak ada istilah tidak sempat sarapan.

Selain itu, bangun lebih pagi ternyata menghindarkan seseorang dari serangan depresi. Sebuah studi di Jerman pada tahun 2013 menyebutkan bahwa mereka yang cenderung tidur terlalu larut dan sulit bangun pagi memiliki risiko depresi yang tinggi.

Kedua, sholat sunnah Fajar. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud sholat sunnah Fajar adalah sholat sunnah qabliyah, yang keutamaannya (sekalipun sunnah) menegasikan segala macam kebanggaan manusia akan kekayaan alam semesta.

Dua roka’at Fajar (sholat sunnah qabliyah Subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.”(HR. Muslim).

Untuk memotivasi umatnya, Rasulullah pun tidak pernah mau ketinggalan mengerjakan sholat sunnah Fajar ini.

“Nabi tidaklah menjaga shalat sunnah yang lebih daripada menjaga shalat sunnah dua rakaat sebelum Subuh.” (HR. Muslim).

Ini baru uraian tentang satu saja dari waktu-waktu langit yang ada. Bagaimana jika seluruh waktu-waktu langit itu diisi sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya syariatkan? Lail (waktu malam) misalnya, sungguh ada keutamaan yang tidak Allah berikan di waktu lainnya.

Oleh karena itu, siapa mengatur dirinya dengan waktu-waktu langit, niscaya tidak akan banyak masalah atau keluhan dalam hidupnya.

Sungguh dampak paling nyata pun, berupa kesehatan, kecerdasan dan kebahagiaan akan memancar dalam kehidupan. Oleh karena itu, masihkah kita akan bermain-main dengna waktu. Padahal Allah telah jelaskan jenis-jenis waktu dan bagaimana memanfaatkannya agar bahagia dunia akhirat?

Menghargai Sebuah Waktu

Ketika kita membahas tentang sebuah masa atau kehidupan di dunia ini maka, kita tidak akan lepas oleh sesuatu yang menamakan dirinya waktu. Mulai dari sekecil apapun aktivitas kita di dalamnya selalu dikaitkan dengan waktu. Berkaitan dengan masa hidup manusia, perjalanan waktu merupakan pertambahan umur dan sekaligus pengurangan umur. Umur manusia itu adalah terbatas. Jika mur manusia berkurang, maka kesempatan hidup pun semakin sempit dan pendek. Jadi, apabila kita tidak bisa memanfaatkan waktu dan kesempatan, maka semakin sulit kita untuk kembali membangun dan mengembangkan potensi.

Karena hidup sangat dibatasi oleh waktu. Dan manusia pasti mengalami titik kematian, kemudian meninggalkan dunia yang temporal ini.  Perenungan jujur kepada realita ini, menyadarkan kita bahwa dunia hanya persinggahan sementara. Hari ini kita ada, tapi esok semua akan berlalu.

Dimulai ketika manusia terlahir. Dari seorang ibu yang melahirkan bayi, hingga tumbuh besar menjadi anak-anak, remaja dan kemudian beranjak dewasa. Semuanya terangkum dalam akumulasi waktu ketika usia seseorang mulai menumpuk dan akal mulai sering terpakai untuk menganalisa berbagai macam hal. Justru pada titik ini, banyak orang yang tidak menyadari dan menghayati tentang berharganya sebuah waktu. Setiap kali kita membuka mata pada hari yang baru, pada pergantian bulan dan tahun yang baru, secara sadar atau tidak, manusia terseret ke dalam sebuah rangkaian perjalanan waktu, dimana sebuah perjalanan ini tidak bisa dihentikan. Dan setiap detik-detik waktu adalah perjalanan suatu masa yang permanen dan tidak akan pernah terulang lagi.

Dengan menyadari bahwa durasi (rentang waktu) umur manusia sangat terbatas, maka adalah sebuah kebodohan besar jika manusia membuang waktunya dengan hal yang tidak bernilai. Sebab di dalam ruang waktu tersimpan kesempatan yang harus kita isi dengan keseimbangan pencapaian kebutuhan, baik jasmani (dunia) maupun rohani (akhirat). Untuk mencapai keseimbangan, terdapat 2 kelompok yang perlu kita perhatikan:

Pertama, untuk golongan masyarakat yang hanya sebatas ingin memenuhi kebutuhan hidup, tanpa berkeinginan lain yang lebih. Kebanyakan dari mereka banyak sekali melewatkan kesempatan untuk bisa mencapai posisi yang lebih tinggi. Baginya asal sudah bisa memenuhi kebutuhan primer, ya sudah. Tanpa perlu memikirkan, bagaimana bisa menciptakan sebuah piramida kehidupan, dan kita bisa berdiri di atasnya. Kelompok pertama ini, tergolongkan pada orang-orang yang tidak menghargai waktu dalam hidupnya. Hal ini tentu sangat disesalkan.

Kedua, adalah orang-orang yang berambisi besar, menjadi yang paling hebat. Tanpa dibarengi perlengkapan kebutuhan spiritual yang membawa kita pada pencapaian kebutuhan rohani (akhirat). Sekalipun orang ini dikelompokkan pada golongan orang yang rajin. Yang jelas, sebagian besar dari masyarakat ini, berusaha sekuat tenaga untuk mencapai yang paling atas. Tanpa perlu menengok lebih jauh, di manakah kedalaman makna atas yang sebenar-benarnya. Yakni ketinggian kedudukan yang baik nilainya menurut kita dan juga baik di hadapan Allah SWT. Golongan masyarakat ini pun, termasuk orang-orang yang tidak bisa menghargai waktu. Sebab tidak bisa memanfaatkan kesempatan yang ada, agar menjadi manusia yang menuju sempurna. Berhasil di dunia, dan juga di akhirat. Sayang sekali bukan.

Sebagai bahan perenungan saja, kelompok orang yang tidak menghargai waktu lambat laun bisa membawa manusia itu sendiri pada keterpurukan hidupnya. Bahkan pada kehancuran suatu bangsa. Kenapa urusan diri pribadi bisa meluas pada kelompok yang lebih besar? Sebab bangsa yang besar terbentuk dan terbangun dari sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu mengkombinasikan semuanya menjadi sebuah kondisi yang seimbang antara kebutuhan duniawi dan kebutuhan akhirat yang terimplementasikan dalam sebuah pemanfaatan waktu dan kesempatan yang menghampirinya.

Oleh sebab itu, marilah kita berintrospeksi diri. Sudahkah kita memanfaatkan kesempatan dalam satu kali kesempatan hidup ini? Agar hidup yang kita nikmati, bisa termanfaatkan waktunya secara maksimal. Tanpa secelah waktu yang terlewat dengan sia-sia dan percuma.

Tetap pandangan lurus ke depan. Penuh visi dan misi, agar memacu kita menjadi manusia yang hebat. Hebat di dunia dan hebat di mata Allah SWT. Berusahalah mencapai setinggi-tingginya derajat. Jangan pernah putus asa untuk menjadi lebih baik. Karena tak ada kata terlambat untuk sebuah proses menuju peningkatan hidup yang lebih baik. Sebagai penutup, jadilah individu yang bisa menghargai waktu. Insya Allah, predikat manusia yang menuju sempurna bisa tercapai. Amin.

Semoga tulisan yang jauh dari sempurna ini bisa memberikan manfaat sekaligus sebagai bahan perenungan tentang segala yang pernah dan sedang kita lakukan sampai pada usia kita sekarang.

 

sumber: Dakwatuna

 

——————————————————————————
Buat Anda yang sudah mendaftar Haji, segera download aplikasi Android ini untuk mengetahui Jadwal keberangkatan Anda ke Tanah Suci.
Download di sini!
——————————————————————————