Khotbah Jumat: Begitu Cepat Waktu Ini Berlalu

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Pertama-tama, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena dengan ketakwaan inilah, kita bisa meraih rida Rabb kita dan dengannya pula kita akan mendapatkan kehidupan yang mulia. Orang yang bertakwa dicap oleh Allah Ta’ala sebagai makhluk-Nya yang paling baik. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِۗ

“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 7)

Sungguh, waktu ini sangatlah cepat berlalu. Rasanya belum lama kita bertemu dengan tahun 1443 Hijriyyah. Namun, ternyata tahun 1443 sudah hampir usai dan tak akan kembali. Berlalu juga semua kesempatan ibadah di dalamnya. Ramadan yang telah kita lewati, musim haji, dan bulan Zulhijah telah usai yang ditandai dengan jemaah haji yang mulai berdatangan dari tanah suci Makkah, kembali ke tanah air ini. Sungguh, waktu sangatlah cepat berlalu, dan itu tidaklah mengherankan, karena cepatnya waktu adalah salah satu karakteristik kehidupan di akhir zaman.

Singkatnya waktu yang kita rasakan merupakan salah satu tanda-tanda kecil dekatnya hari kiamat sebagaimana yang pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam katakan,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ، وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ، وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ، وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ

“Tidak akan terjadi kiamat hingga zaman berdekatan. Setahun bagaikan sebulan. Sebulan bagaikan sepekan. Sepekan bagaikan sehari. Sehari bagaikan sejam. Dan sejam bagaikan terbakarnya pelepah pohon kurma.” (HR. Ahmad no. 10943 di dalam Musnad-nya)

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Alangkah bahagianya bagi siapa saja yang telah memperbanyak ketaatan, berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha mengangkat derajat pahalanya, dan berusaha agar Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosanya pada tahun ini, serta bisa mengambil pelajaran dari setiap hal yang telah Allah takdirkan. Allah Ta’ala berfirman,

يُقَلِّبُ اللّٰهُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّاُولِى الْاَبْصَارِ

“Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (yang tajam).” (QS. An-Nisa’: 44)

Alangkah senangnya bagi siapa saja yang mengisi hari-harinya dengan mengerjakan perintah Allah, memenuhi bulan-bulannya dengan menjawab panggilan salat, dan mengorbankan tahun-tahun kehidupannya di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala disertai dengan keikhlasan dan kesadaran bahwa inilah tujuan diciptakannya manusia di bumi ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)

Dan firman-Nya juga,

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas, menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).(QS. Al-Bayyinah: 5

Ma’asyiral Mu’minin, yang dirahmati Allah Ta’ala.

Di antara hak Allah Ta’ala atas hamba-Nya yang telah Allah berikan begitu banyak kenikmatan, yang telah Allah berikan kesempatan hidup hingga detik ini dalam keadaan yang baik adalah mensyukuri segala nikmat-Nya serta memuji-Nya atas segala kemulian-Nya. Karena rasa syukur menyebabkan bertambahnya kenikmatan dan mencegah dari penderitaan. Alangkah baiknya manusia selalu meresapi dan mematri dengan kuat di dalam hatinya firman Allah Ta’ala,

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim: 7)

Saat seorang muslim bersyukur, maka kebaikannya akan kembali ke dirinya sendiri. Dan saat ia kufur terhadap nikmat Allah, maka bahayanya pun akan kembali ke dirinya sendiri. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala Mahakaya, tidak memerlukan sesuatu apapun dari seluruh alam ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

“Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12)

Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala.

Tidak ada yang menjadi tugas kita, kecuali memuji Allah atas apa yang telah diberikan kepada kita. Pujian kita kepada-Nya menandakan keridaan kita atas limpahan rezeki-Nya, dan tidak ada balasan dari keridaan seseorang kepada Allah, kecuali kemenangan yang besar. Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita untuk rida kepada Allah Ta’ala dengan senantiasa memuji-Nya atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Bahkan, terhadap makanan dan minuman yang kita makan setiap harinya.

إنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ العَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Allah rida kepada hamba yang menyantap makanan lalu memuji Allah atas makanan itu, atau minum lalu memuji Allah atas minuman itu.” (HR. Muslim no. 2734)

Ma’asyiral Mu’minin, yang semoga diridai oleh Allah Ta’ala.

Sesungguhnya di antara kemuliaan seseorang, saat ia sudah di penghujung sebuah waktu adalah meluangkan waktunya seorang diri, untuk mengintrospeksi dan mengoreksi dirinya atas amalan apa yang telah diperbuat dan amalan apa yang telah terlewat. Demikian juga dengan waktu yang telah Allah berikan, sudahkah ia manfaatkan ataukah ia sia-siakan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengatakan,

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ 

“Orang yang cerdas adalah orang yang mempersiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2459, beliau mengatakan hadis ini ‘hasan’)

Imam Tirmidzi mengatakan, “Maksud sabda Nabi ‘Orang yang mempersiapkan diri’ adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di dunia sebelum dihisab pada hari kiamat.”

أَقولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيمُ.

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Wahai orang-orang yang beriman.

Ketahuilah, sesungguhnya kunci kesuksesan orang-orang terdahulu maupun untuk generasi yang akan datang adalah tidak menunda-nunda dalam beramal. Apa yang bisa kita kerjakan di hari tersebut, maka tidak kita tinggalkan untuk dikerjakan esok harinya. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا

“Tidak ada satu pun jiwa yang mengetahui apa yang akan dia kerjakan besok.” (QS. Luqman: 34)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

اغْتَنِمْ خَمْسًا قبلَ خَمْسٍ: شَبابَكَ قبلَ هِرَمِكَ ، وصِحَّتَكَ قبلَ سَقَمِكَ ، وغِناكَ قبلَ فَقْرِكَ ، وفَرَاغَكَ قبلَ شُغْلِكَ ، وحَياتَكَ قبلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkan dengan baik lima perkara sebelum (datangnya) 5 perkara, yaitu: (1) Masa mudamu sebelum (datang) masa tua. (2) Masa sehatmu, sebelum (datang) masa sakit. (3) Masa mampumu sebelum datang masa fakir. (4) Masa luangmu, sebelum datang masa sibuk. (5) Masa hidupmu sebelum (datang) kematian.” (HR. Al-Hakim no. 7846 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 10248 dengan sanad yang sahih)

Beliau juga bersabda,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“Bersegeralah melakukan amalan saleh sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu, seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia.” (HR. Muslim no. 118)

Jemaah salat Jumat yang berbahagia.

Di antara kunci sukses dalam beramal yang lainnya adalah membuat perencanaan untuk waktu yang akan datang, bagaimana rencana beramal kita pada tahun depan, sehingga kehidupan kita lebih tertata dan lebih tertib.

Orang yang berakal adalah yang bisa menambah intensitas ibadahnya setiap harinya. Ada sebuah ungkapan yang sangat indah,

مَا نَدِمْتُ عَلَى شَيْءٍ كَنَدَمِي عَلَى يَوْمٍ نَقَصَ فِيهِ أَجَلِي، وَلَمْ يَزْدَدْ فِيهِ عَمَلِي

“Sungguh aku tidak pernah menyesali sesuatu melebihi penyesalanku pada hari di mana umurku berkurang, namun amalanku tidak bertambah.”

Peningkatan sesuatu itu tidak hanya dalam kuantitasnya saja, akan tetapi bisa saja berupa peningkatan dalam kualitas. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

إِنَّ اللهَ ـ عَزَّ وَجَلَّ ـ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menyukai jika salah seorang kalian mengerjakan sesuatu, dia mengerjakannya dengan bersungguh-sungguh (profesional).” (HR. Thabrani no. 275 dan As-Suyuti no. 1855, dihasankan oleh Syekh Albani dalam Shahih Al-Jaami’.)

Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah yang dikerjakan secara konsisten walaupun jumlahnya sedikit. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa agama kita lebih mengutamakan kualitas sebuah amalan daripada kuantitasnya.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Mengusahakan amalan agar sesuai sunah Nabi itu lebih utama dari memperbanyak amalan. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Supaya Allah menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2)

Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala tidak berfirman, ‘yang paling banyak amalannya’.”

Semoga Allah menuliskan kita sebagai salah satu hamba-Nya yang dapat bersyukur, mengisi hari-hari kita dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, konsisten di dalamnya dan tidak menunda-nundanya. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang lebih mengutamakan kualitas amal daripada kuantitasnya, yaitu beramal dengan ikhlas mengharap rida Allah dan sesuai dengan tuntunan serta petunjuk dari Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77107-khotbah-jumat-begitu-cepat-waktu-ini-berlalu.html

Ketika Waktu Semakin Singkat dan Masa Kehilangan Berkahnya

Rasulullah ﷺ mengingatkan kita bahwa semakin dekat Hari Kiamat, waktunya semakin singkat dan cepat, selain itu waktu mulai kehilangan berkahnya

DALAM sebuah hadits, Rasulullah ﷺ mengingatkan kita bahwa semakin dekat hari kiamat, manusia akan merasa waktunya semakin singkat. Dunia saat ini begitu penuh dengan hal-hal luar biasa yang sedang terjadi sehingga mereka merasa bahwa Hari Kiamat hampir tiba.

Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa manusia yang hidup di akhir zaman akan menghadapi berbagai ujian, fitnah dan cobaan yang cukup menantang. Ini karena, hanya dengan iman yang kuat dan dengan pengetahuan yang otentik akan menyelamatkan kita semua dari ujian, fitnah, dan cobaan ini.

Waktu atau masa yang berlalu dengan cepat atau singkat termasuk dalam tanda-tanda kiamat sudah dekat. Hal ini berdasarkan beberapa hadits shahih, dan sabda Rasulullah ﷺ :

 لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونُ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ وَالشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ وَتَكُونُ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ وَيَكُونُ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ وَتَكُونُ السَّاعَةُ كَالضَّرَمَةِ بِالنَّارِ

“Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ berkata: Kiamat tidak akan terjadi hingga waktu terasa berlalu begitu cepatnya. Satu tahun terasa seperti satu bulan, satu bulan seperti seminggu, satu minggu seperti satu hari, dan satu hari seperti satu jam, dan satu jam seperti kedipan mata.” (HR: Ahmad).

Abu Hurairah mendengar Nabi ﷺ berkata:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ حَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ فَيَفِيضَ

“Nabi ﷺ bersabda: “Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali setelah hilangnya ilmu, banyak terjadi gempa, waktu seakan berjalan dengan cepat, timbul berbagai macam fitnah, Al haraj -yaitu pembunuhan- dan harta melimpah ruah kepada kalian.” (HR: al-Bukhari).

Imam An-Nawawi mengatakan,

فيَصِير الِانْتِفَاع بالْيَوْمِ مثلاً بِقَدْرِ الِانْتِفَاع بِالسَّاعَةِ الْوَاحِدَة

“Sudah semakin singkatnya keberadaan waktu sehari seperti keadaan waktu satu jam saja.”

Hilangnya keberkahan waktu

Al-Imam Ibn Hajar menyatakan bahwa pada akhir zaman itu manusia akan merasa waktunya akan semakin pendek. Hal ini disebabkan oleh hilangnya berkah waktu, akibatnya ketika hari berlalu begitu saja tanpa ada manfaatnya.

Sementara harta yang kita peroleh tidak ada gunanya, habis begitu saja. Begitu pula anak, orang mengatakan banyak anak adalah banyak rejeki.

Faktanya, yang terjadi justru sebaliknya. Banyak yang punya anak, namun anak-anaknya tidak punya pengaruh apa-apa di masyarakat, bahkan di keluarga. Yang banyak terjadi, kehadiran mereka justru bikin keresahan keluarga dan masyarakat.

Dalam bukunya al-Fitan wa Asyrat al-Sa’ah, Abu Anas Shadiq menjelaskan penyebab dari hilangnya keberkehan waktu karena masyarakat banyak melakukan maksiat. Iman mereka lemah, banyak orang memakan harta haram, korupsi dll,hal ini menjadikan kehidupan keluarga mereka tidak dipenuhi berkah.

Memang orang kelihatan kaya dan memegang uang banyaak. Tetapi kekayaan dan melimpahnya harta tidak diimbangi dengan keberkahan,  yang akhirnya menjadi kehidupan mereka tidak damai, selalu galau dan hampa.

Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh al-Imam al-Nadwawi. Kata al-Nawawi:

الْمُرَادُ بِقِصَرِهِ عَدَمُ الْبَرَكَةِ فِيهِ

“Dan yang dimaksud dengan singkatnya waktu itu adalah karena hilangnya berkah waktu.”

Perhatikan bagaimana para ulama terdahulu menghasilkan karya-karya yang sulit untuk diproduksi oleh generasi sekarang. Sebagai contoh apa yang dilakukan al-Imam al-Nawawi.

Menurut Ibn al-Attar, al-Imam al-Nawawi meninggal pada usia 45 tahun (Tuhfah al-Talibin, 43). Bahkan melalui usia yang singkat, ia meninggalkan karya yang tak terhitung jumlahnya.

Dr. Khalid Abu Syadi menyebutkan bahwa jika kita membagi usia harapan hidup al-Nawawi dengan jumlah karyanya, kita akan menemukan bahwa al-Nawawi menulis empat lembar kertas setiap hari. (Sibaq Nahw al-Jinan, 23).

Menurut al-Khatib al-Baghdadi, al-Imam Ibn Jarir al-Tabari (M310H) menulis 40 lembar kertas setiap hari. Dr. Abu Syadi menjelaskan, jika kita mempertimbangkan usia al-Imam al-Tabari dengan kebiasaan menulisnya sehari-hari, tulisannya mencapai jumlah hampir 584.000 lembar tulisan yang dihasilkan.

Berkah waktu selalu mengiringi mereka hingga menghasilkan sesuatu yang sulit dilakukan orang lain. Padahal kita dan mereka dikaruniai waktu yang sama.

Bumi tidak pernah berotasi lebih lambat saat mereka menulis. Tetapi pekerjaan yang dihasilkan tampaknya lebih banyak menghabiskan waktu untuk mereka daripada kita.

Padahal dalam Al-Quran, Allah telah menyampaikan janjinya memberikan keberkahan dari langit dan bumi, jika penduduknya beriman.

Dalam al-Qur`an Allah SWT sudah menjelaskan bahwa keberkahan hidup sangat bekait-kelindan dengan iman dan amal seseorang. Masyarakat yang menjalani kehidupannya dengan penuh keimanan dan amal saleh, niscaya Allah SWT akan menurunkan kepada mereka keberkahan, baik yang muncul dari langit ataupun bumi.

Sebaliknya, masyarakat yang senang berbuat maksiat, Allah akan menutup pintu berkah itu untuk mereka. Hal ini sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah Surah al-A’raf ayat 96:

وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ‏

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: Al-A’raf:96).*/ A Sanusi Azmi

HIDAYATULLAH

Memanfaatkan Waktu

Memanfaatkan waktu luang adalah ciri khas para salafusshalih.

Manusia adalah sasaran beragam ujian. Ada  ujian yang cukup terasa dan mudah dideteksi, semisal musibah dan kesulitan. Namun, ada juga yang sangat samar unsur ujiannya.

Walhasil, terkadang kita gagal dalam menghadapinya. Salah satu ujian yang sangat samar itu adalah waktu luang. Beratnya ujian waktu luang telah diperingatkan oleh Nabi SAW.

Dalam hadis, Beliau bersabda yang artinya, “Ada dua kenikmatan yang banyak diantara manusia lalai di dalamnya, nikmat sehat dan waktu luang.” (HR Bukhari). Nasihat berharga ini adalah ajakan untuk mewaspadai waktu luang sekaligus motivasi untuk memanfaatkannya.

Dalam hadis lain, Nabi SAW berpesan yang artinya, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu.” (Riwayat al-Hakim dan disahihkan oleh Albani).

Memanfaatkan waktu luang adalah ciri khas para salafusshalih. Mereka sangat disiplin dan juga ketat dalam menyalurkan waktunya. Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Aku mendapati suatu kaum yang mereka lebih pelit terhadap waktunya daripada dirham yang dimilikinya.” (Aina nahnu min akhlaqissalaf, DR Ahmad Farid, hal. 129).

Para sahabat bahkan sangat terusik jika melihat seorang tidak memanfaatkan waktu yang dimiliknya. Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya aku benar-benar marah kepada seseorang yang memiliki waktu kosong tapi tidak memanfaatkan dalam urusan dunia ataupun akhirat.” (Abu Nuaim, Hailyatul Auliya’ 1/130).

Spirit memanfaatkan waktu inilah yang merupakan rahasia dibalik karya para ulama yang sangat menakjubkan. Berjilid-jilid buku mereka hasilkan dalam keterbatasn pena dan kertas. Mereka dikenang dalam kebaikan, meski telah wafat ratusan tahun silam. Aliran doa tak pernah henti untuk mereka.

Fakta di atas membuktikan, memanfaatkan waktu luang menjadikan seseorang produktif dalam kebaikan. Keterbatasan dalam berbagai hal bukan penghalang untuk mengukir prestasi. Hanya saja memanfaatkan waktu luang bukanlah perkara mudah. Tantangan terberat bersumber dari diri sendiri yaitu hawa nafsu.

Hawa nafsu yang didukung oleh setan sangat gigih dalam mengajak kita untuk santai atau menunda suatu kebaikan. Apalagi, dengan beragam hiburan yang tersedia melalui kecanggihan tehnologi. Tak jarang porsinya berlebihan atau menjurus pada hiburan yang diharamkan.

Tantangan inilah yang mutlak ditaklukkan. Caranya, dengan menyelisihi keinginan hawa nafsu dan ajakannya dan bermunajat kepada Allah. Di awal pasti ada kesulitan. Namun, dengan berpadunya ikhtiar dan munajat, yang kesulitan akan berganti dengan kemudahan.

Semoga Allah memudahkan kita dalam memanfaatkan waktu luang.

OLEH AHMAD RIFAI

KHAZANAH REPUBLIKA

Berharganya Waktu Dalam Islam

Banyak orang-orang jurusan dunia yang berkata bahwa waktu adalah uang, hal ini menunjukkan bahwa waktu itu benar-benar berharga. Apalagi di dalam Islam, maka hal itu lebih berharga lagi dan sangat berharga.

Bahkan ulama pun ada yang berkata bahwa waktu adalah pedang, dalam kitab Al-Jawaabul Kaafi karya imam Ibnul Qayim rahimahullahu disebutkan bahwa Imam Syafi’i berkata,

الوقت سيف فإن قطعته و إلّا قطعتك, و نفسك إن لم تشغلها بالحق و إلاّ شغلتك بالباطل

“Waktu laksana pedang, jika engkau tidak menggunakannya maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia”.
Hal ini menunjukkan bahwa kita harus mengolah waktu ke hal-hal yang positif dan bermanfaat. Dan janganlah sekali-kali menggunakannya untuk hal-hal yang sia-sia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس, الصحت و الفراغ

Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang” (Muttafaqun ‘alaih)

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari membawakan perkataan Ibnu Bathal. Beliau mengatakan “makna hadits ini adalah bahwa seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya yang sehat. Barang siapa yang mendapatkan seperti ini maka bersemangatlah agar tidak tertipu dengan lalai dari bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya. Dan diantara bentuk bersyukur ialah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya, dan barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini maka dialah orang yang telah tertipu”.

Dan seperti yang telah kita saksikan sekarang, banyak manusia yang telah terjerumus ke lubang kelalaian banyak yang telah terbuai dengan waktu luang dan jasad yang sehat, padahal Allah Ta’ala akan menanyakan atas setiap nikmat yang telah diberikan padanya. Allah Ta’ala berfirman:

ثم لتسألنّ يومئذ عن النعيم

Kemudian kamu pasti akan ditanya tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan di dunia itu)” (QS. At-Takatsur: 8).

Syaikh Abdul Malik Al-Qasim berkata, ‘Waktu yang sedikit adalah harta berharga bagi setiap muslim di dunia ini. Waktu adalah nafas yang terbatas dan hari-hari yang dapat terhitung. Jika waktu yang sedikit itu yang hanya sesaat atau beberapa jam bisa berbuah kebaikan, maka ia sangat beruntung. Sebaliknya jika waktu disia-siakan dan dilalaikan, maka sungguh ia benar benar merugi. Dan waktu yang berlalu tidak mungkin bisa kembali selamanya” (Risalah Al-Waqtu Anfus laa Ta’ud, hal. 3).

Sobat yang dirahmati Allah Ta’ala, seharusnya kita sadar dan menyadari bahwa waktu itu sesuatu yang sangat berharga bagi seorang hamba, sangat amat disayangkan jika waktu itu berlalu saja tanpa ada selipan ketaatan di dalamnya. Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:

ما ندمت على شيء ندمي على يوم غربت شمسه نقص فيه أجلي و لم يزد فيه عملي

“Tiada yang pernah kusesali selain keadaan ketika matahari tenggelam ajalku berkurang, namun amalku tidak bertambah”.

Dan tanda Allah menelantarkan hamba ialah salah satunya Allah jadikan ia sibuk dalam hal-hal yang sia-sia. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:

من علامة إعراض الله عن العبد أن يجعله شغله فيما لا يعنيه خذلانا من الله عزوجل

“Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya” (Al Bahrur Ra’iq, hal. 70).

Dan ketahuilah bahwa kematian lebih layak bagi orang yang menyia-nyiakan waktu. Seperti yang dikatakan imam Ibnul Qayyim rahimahullahu: “Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya (Al Jawaabul Kaafi, 109).

Dan janganlah menyia-nyiakan waktumu selain untuk mengingat Allah. Dari Abdullah bin Abdil Malik, beliau berkata, “Kami suatu saat berjalan bersama ayah kami di atas tandunya, lalu dia berkata pada kami ‘Bertasbihlah sampai sampai di pohon itu’, lalu kami pun bertasbih sampai di pohon yang ia tunjuk. Kemudian nampak lagi pohon lain, lalu dia berkata pada kami,’Bertakbirlah sampai di pohon itu’. Lalu kami pun bertakbir. Inilah yang biasa diajarkan oleh ayah kami ( Az-Zuhdu li Ahmad bin Hambal).

Dari penggalan cerita di atas terdapat beberapa faedah, yaitu:
⚫ Waktu yang berkah adalah waktu yang digunakan untuk ketaatan dan sibuk dengan menambah amal.
⚫Hendaknya orang tua mengajarkan kepada anaknya sedini mungkin tentang pentingnya waktu.
⚫Kehidupan para ulama tak lepas dari menambah dan memperkuat ketaatan.

Setelah kita mengetahui bahwa waktu itu adalah hal yang sangat berharga, maka selanjutnya ialah bagaimana kita mengatur waktu itu sendiri, di antaranya ialah:

Pertama: Usahakan untuk membuat batasan waktu untuk setiap aktifitas kita. Misal dari awal bangun tidur sampai jam berapa waktu untuk bersih-bersih lalu berapa jam untuk belajar, menulis, meringkas, menghafal dan lain-lain.

Kedua: Meninggalkan suatu hal yang sia-sia atau hal mubah yang berlebihan seperti makan, ngobrol tidur dan lain-lain. Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam beliau bersabda:

من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه

Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no2317 Ibnu Majah no 3976, Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ketiga: Jangan punya kebiasaan menunda-nunda.

Keempat: Memanfaatkan setiap detiknya untuk hal kebaikan dan beribadah.

Kelima: Membuat jadwal belajar dan waktu mengulang pelajaran.

Di dalam surah Al-‘Ashr Allah bersumpah dengan waktu. Dan ini menunjukkan pentingnya masa (waktu). Di dalam masa terdapat keajaiban-keajaiban, di dalam masa terjadi kesenangan, kesusahan, sehat sakit, kekayaan, dan kemiskinan. Dan sesungguhnya masa merupakan anugerah Allah Ta’ala, tidak ada cela padanya, manusialah yang tercela ketika tidak memanfaatkannya.

Dan manusia tak tahu kapan berakhir waktunya, maka dari itu Allah Ta’ala banyak memerintahkan untuk segera berlomba-lomba dalam ketaatan. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan umatnya untuk bersegera melakukan amalan-amalan shalih. Al-Hasan rahimahullah berkata: “Wahai anak Adam janganlah engkau menunda-nunda (amalan-amalan) karena engkau memiliki kesempatan pada hari ini, adapun besok maka lakukanlah pada esok hari itu sebagaimana engkau lakukan pada hari ini. Jika engku tidak bertemu esok hari engkau tidak akan menyesali sikapmu yang menyia-nyiakan hari ini” (Taqribuz Zuhd, 1/28)

Maka dari itu sobat perlu kita ingat lagi bahwa waktu itu adalah nikmat yang luar biasa yang kita miliki. Waktu tak bisa dinilai dengan materi dan kekayaan. Waktu berjalan dengan cepat dan tidak terasa, waktu yang berjalan tak akan bisa terulang kembali. Waktu adalah kehidupan, jika waktu habis maka habislah kehidupan, bersyukurlah saat ini kita masih diberi waktu, terkhusus waktu untuk memperbaiki dan memperkuat ketaatan kita pada-Nya.

Penulis: Fauziah

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/13952-berharganya-waktu-dalam-islam.html

Ya Allah, Hamba Ingin Kembali ke Masa Lalu

Waktu atau masa adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. Selama berlangsungnya suatu proses, perbuatan atau keadaan hidup dalam diri seorang manusia, banyak yang tidak menyadari bahwa waktu begitu cepat berlalu. Pada zaman ini, tidak jarang banyak manusia yang melalaikan waktu dan bersikap masa bodoh terhadap waktu. Mereka menyia-nyiakan waktu yang telah Allah Ta’ala takdirkan pada dirinya. Seolah hidup ini hanya untuk kesenangan dan hura-hura belaka.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

إضاعة الوقت أشد من الموت ، لأن إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة ،والموت يقطعك عن الدنيا وأهلها

“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya daripada kematian, karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya” (Al-Fawaid, hal 44).

Apabila waktu secara terus-menerus disia-siakan oleh seorang manusia, maka untuk apa ia hidup di dunia? Waktunya tidak berguna bagi dirinya ataupun bagi orang lain. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain? Bukankah tujuan Allah Ta’ala menciptakan manusia untuk beribadah kepadanya? Lalu apa prinsip hidup di dunia bagi orang yang menyia-nyiakan waktu? Sebenarnya tujuan hidup mereka hidup di dunia untuk apa?

Apakah Manusia Dapat Kembali ke Masa Lalu?

Belakangan ini, banyak sekali manusia terutama seorang muslim usia remaja hingga lanjut usia yang merasa menyesal terhadap perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Mereka merasa takut dan risau akan azab Allah Ta’ala kepada manusia yang ingkar terhadap aturan-Nya, sehingga mereka bersikeras memohon kepada Allah Ta’ala untuk dapat kembali ke masa lalu agar dapat memperbaiki sejarah hidupnya. Ya Allah, hamba ingin kembali ke masa lalu. Namun, Apakah manusia dapat kembali ke masa lalu? Allah Ta’ala berfirman,

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

“[1] Demi masa. [2] Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. [3] Kecuali orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Dijelaskan dalam surat Al-‘Ashr bahwa manusia akan menyesal karena waktu. Maksudnya adalah manusia akan menyesal dengan apa yang telah terjadi dan tidak dijelaskan bahwa manusia bisa mengulang waktu. Ayat ke-3 hanya menjelaskan siapa saja yang tidak menyesal. Maka dari itu, manusia tidak bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah sejarah hidup yang telah dilaluinya.

Penyesalan yang Tiada Guna

Waktu yang telah dilalui memang tidak dapat terulang lagi. Dalam hati dan jiwa seorang muslim pasti selalu ada saja sesuatu yang terlintas dalam pikiran akan dosa dan maksiat yang pernah dilakukan dalam sejarah hidupnya. Rasanya setiap hari yang dilalui, bayangan akan maksiat masa lalu selalu terbayang dan hal ini apabila dipikirkan secara berlarut-larut dapat menjatuhkan iman dalam diri seorang muslim. Na’udzubillahi min dzalik. Namun, apakah dengan memikirkan maksiat masa lalu secara berlarut-larut akan dapat merubah sejarah hidup yang telah diukirnya? Jawabannya adalah tidak. Penyesalan yang tiada gunalah yang hanya tertinggal dalam bekas jejak sejarah selama hidup di dunia.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِندَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ

“Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya, (mereka berkata), ‘Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin’.” ( QS. As-Sajdah : 12).

Tidaklah berguna suatu penyesalan bagi diri seorang manusia. Penyesalan tersebut tidak dapat membuat kita kembali ke masa lalu untuk memperbaiki segala dosa dan maksiat yang telah diperbuat selama hidup di dunia dan tidak dapat pula menyelamatkan diri dari azab Allah Ta’ala. Oleh karena itu , betapa pentingnya waktu bagi umat Islam. Manfaatkan waktu untuk hal-hal yang positif dan senantiasa selalu melibatkan Allah Ta’ala dalam setiap langkah hidup kita di dunia.

Dampak Buruk Bagi Orang-orang yang Menyia-nyiakan Waktu

Menyia-nyiakan waktu adalah suatu hal yang buruk karena dengan hal itu akan ada banyak waktu yang terbuang percuma tanpa mendatangkan pahala dan manfaat. Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya karena dengan memaksimalkan waktu untuk hal yang positif, maka insyaallah rida Allah Ta’ala akan diraih dan tujuan hidup seorang muslim untuk meraih surga Allah Ta’ala akan tercapai. Namun, untuk mencapai itu semua tidaklah mudah, banyak manusia yang terperangkap dalam lubang kemaksiatan. Menyia-nyiakan waktu adalah suatu hal yang buruk dan banyak mendatangkan dampak negatif. Salah satu dampak yang paling terasa adalah kehilangan kesempatan.

Ja’far bin Sulaiman berkata bahwa dia mendengar Rabi’ah menasehati Sufyan Ats-Tsauri tentang hukum membuang waktu dalam Islam. Rabi’ah mengatakan, “Sesungguhnya engkau bagaikan hari yang dapat dihitung. Jika satu hari berlalu, maka sebagian darimu juga akan pergi. Bahkan hampir sebagian harimu berlalu, namun engkau merasa seluruh yang ada padamu ikut pergi. Oleh karena itu, beramallah.” (Shifatush Shofwah, 1/405).

Dalam tiap detik kehidupan yang dilalui oleh manusia, pasti terdapat suatu kesempatan baik yang menanti. Kesempatan tersebut akan datang kala kita memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Bagi orang yang menyia-nyiakan waktu maka kesempatan tersebut akan hilang karena pada dasarnya kesempatan akan muncul ketika terdapat aksi yang sedang kita lakukan. Jika kesempatan itu adalah kesempatan emas yang dapat mengubah kehidupan seorang muslim menjadi lebih baik maka merugilah orang yang selalu menyia-nyiakan waktu. Mereka akan tertinggal sangat jauh dari pada orang-orang yang produktif dan hidup mereka tidak akan ada perubahan ke arah lebih baik. Na’udzubillahi min dzalik.

Urgensi Waktu Dalam Islam

Hal yang sangat berharga bagi seorang manusia terutama seorang muslim adalah waktu. Waktu menjadi sangat penting karena dengan waktu kepribadian manusia dapat berubah. Perubahan tersebut dapat ke arah lebih baik ataupun ke arah lebih buruk, tetapi banyak manusia yang terperangkap dalam lubang kemaksiatan dalam menjalani hari-harinya. Salah satu faktor yang dapat memicu hal itu terjadi adalah tidak bisanya dalam memanfaatkan waktu, sehingga tak jarang banyak orang yang meminta kepada Allah Ta’ala untuk memutar balikkan waktu ke masa lalu.

Abu Bakar ash-Shiddîq radhiyallahu ‘anhu berkata,

أن لله حقا بالليل لا يقبله بالنهار ، وحقا بالنهار لا يقبله بالليل

“Sesungguhnya Allah memiliki hak pada waktu malam, Dia tidak akan menerimanya di waktu siang. Dan Allah juga memiliki hak pada waktu siang, Dia tidak akan menerimanya di waktu malam” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, no. 37056).

Senantiasa sebagai seorang muslim sejati dapat memanfaatkan waktu agar penyesalan tidak menghampiri kita dan tidak akan pernah keluar kalimat dari dalam mulut kita yang mengatakan bahwa Ya Allah, hamba ingin kembali ke masa lalu.

***

Penulis: Rifaldo

Sumber: https://muslim.or.id/67537-ya-allah-hamba-ingin-kembali-ke-masa-lalu.html

Manusia Paling Takut dengan Tiga Waktu Ini

DALAM Alquran Allah swt pernah memberi salam khusus kepada Nabi Yahya dan Nabi Isa as, seperti dalam Firman-Nya,

“Dan salam (keselamatan) bagi dirinya pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.” (QS.Maryam:15)

“Dan salam (keselamatan) semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS.Maryam:33)

Kali ini kita bertanya, kenapa Allah Memberi salam di tiga waktu tersebut? Ada tiga waktu yang paling menakutkan bagi manusia. Waktu pertama adalah ketika hari kelahirannya, terbukti dengan tangisan bayi ketika baru keluar dari perut ibunya.

Waktu kedua adalah hari ketika masuk ke alam kubur (barzakh). Karena di alam ini, hijab dari manusia mulai terbuka dan ia mulai melihat secara nyata hasil dari amalnya di dunia.

Waktu ketiga adalah hari ketika dibangkitkan di padang Mahsyar. Seperti yang digambarkan Allah swt,

“Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut, pandangannya tunduk.” (QS.An-Naziat:8-9)

Hari di saat tidak ada yang dapat menolong kecuali amal baik kita di dunia ini. Allah Memberi salam di tiga waktu tersebut sebagai isyarat keselamatan bagi Yahya dan Isa karena ketiganya adalah waktu yang paling menakutkan bagi manusia.

Sayidina Ali bin Abi thalib pernah menggambarkan dahsyatnya alam kubur dalam bait-bait syairnya,

Jika manusia diberi umur 1000 tahun dalam keadaan muda,

Selalu sehat dan segala keinginannya terwujud,

Semua itu akan terlupakan dan tidak berarti ketika menghadapi malam pertama di alam kubur.

Marilah kita persiapkan segala upaya untuk menyambut hari itu, karena tidak ada seorang pun yang bisa lari darinya. Semoga kita termasuk orang-orang yang tersenyum disaat seluruh manusia dihinggapi ketakutan yang dahsyat. []

INILAH MOZAIK

Waktu adalah Ibadah

Banyak di antara kita yang belum bisa memanfaatkan waktunya dengan baik.

Imam Ibnul Jauzi Rahimahullah mengungkapkan dalam sebuah risalah, yang diberi nama Laftatul Kabid Nashihatul Walad, yang berisi nasihat kepada putra beliau, sebagai hasungan agar putranya senantiasa menjaga waktu.

Beliau mengatakan, “Ketahuilah wahai anakku bahwa hari-hari itu dibentangkan menjadi kumpulan jam. Jam dibentangkan menjadi kumpulan desah-desah napas, dan setiap desah nafas ibarat lemari. Maka, waspadalah agar desah napas itu tidak berlalu, tanpa faedah dan manfaat. Karena, di hari kiamat kelak engkau akan mendapati lemari itu kosong sehingga engkau pun menyesal! Lihatlah setiap waktumu, untuk apakah engkau menggunakannya? Janganlah engkau membiarkannya berlalu, kecuali untuk urusan yang paling mulia. Janganlah engkau telantarkan jiwamu. Biasakanlah ia untuk melazimi amalan yang paling terpuji. Dan, bangkitlah untuk mempersiapkan tabunganmu di kubur nanti, agar engkau bahagia kelak ketika tiba di sana.”

Banyak di antara kita yang belum bisa memanfaatkan waktunya dengan baik, apalagi ketika datang libur panjang. Bila malam sudah larut, kerjanya mengobrol tanpa manfaat. Atau, sekadar bermain gim yang hanya mengantarkannya kepada kesia-siaan. Di waktu siang, maka kerja hanya tidur. Sore hari, mereka malah berada di pojok pasar atau pinggir sungai.

Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Sahihnya XI: 229, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”

Waktu adalah karunia yang agung dan anugerah yang begitu besar. Hanya orang-orang hebat yang mendapatkan taufik dari Allah yang mampu mengetahui, lalu memanfaatkannya seoptimal mungkin. Seperti yang diisyaratkan dalam hadis, “Banyak manusia tertipu di dalam keduanya.” Itu artinya, orang yang mampu memanfaatkan waktu amatlah sedikit. Kebanyakan manusia justru lalai dan tertipu dalam memanfaatkannya.

Jangan sampai lemari itu kosong ketika engkau membukanya di akhirat nanti. Dunia adalah ladang untuk negeri akhirat. Di dalamnya terdapat perdagangan yang akan kelihatan labanya besok di akhirat. Siapa saja yang mampu menggunakan waktu luangnya dan saat sehatnya untuk taat kepada Allah, maka dialah orang yang berbahagia. Dan, siapa saja yang menggunakannya untuk bermaksiat kepada Allah, maka dialah orang yang merugi.

Mari kita jadikan hari-hari kita sebagai ajang meningkatkan produktivitas, bukan malah merobohkan bangunan keimanan yang kita bangun bersama orang orang saleh.

Oleh: Rohmi Rohmanudin

 

KHAZANAH REPUBLIKA

Nikmat Waktu Luang, untuk Apa?

Kalau kita mau merenungkan dan menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala, siapa pun manusia di dunia tentu tidak akan mampu menghitungnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak mampu untuk menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim [14]: 34)

Berbagai nikmat Allah Ta’ala itu seharusnya bisa kita manfaatkan dengan baik, untuk meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Sedikit apa pun nikmat yang kita terima, seharusnya kita syukuri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

“Barangsiapa yang tidak mensyukuri (nikmat) yang sedikit, maka dia sulit untuk mensyukuri (nikmat) yang banyak.” (HR. Ahmad 4: 278. Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 667)

Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita bahwa terdapat dua nikmat yang mayoritas manusia tidak bisa memanfaatkannya dengan baik, apalagi mensyukurinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua nikmat yang banyak manusia tidak bisa memanfaatkan dengan baik, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari no. 6412).

Waktu senggang (waktu luang) adalah di antara nikmat yang banyak dilalaikan dan disia-siakan.

Padahal, setiap nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan kepada kita, kelak akan ditanyakan pada hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“Kemudian kamu pasti akan ditanya tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan di dunia itu).” (QS. At-Takaatsur [102]: 8)

Berkaitan dengan nikmat waktu, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu; (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu; (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu; (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu; (5) Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 11832; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 7846; dan lain-lain. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib.)

Di antara metode dan kiat terbesar bagi kita agar dapat memanfaatkan waktu dengan baik adalah dengan meninggalkan segala aktivitas yang sia-sia. Diriwayatkan dari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317; Ibnu Majah no. 3976. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.)

Betapa sering kita melewatkan waktu hanya untuk aktivitas yang sia-sia. Di antaranya dengan menghabiskan waktu malam hanya untuk “ngobrol” yang tidak ada manfaatnya. Sehingga akibatnya, kita tidur larut malam sehingga terlambat bangun subuh.

Padahal, perlu diketahui bahwa menghabiskan malam dengan begadang tanpa ada urgensi dan kepentingan yang memang bermanfaat (baik manfaat duniawi maupun manfaat untuk agama) itu termasuk perbuatan yang dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)

Dan karena bangun kesiangan, kita pun akhirnya terlewat dari mendapatkan keberkahan waktu subuh. Dari sahabat Shakhr Al-Ghamidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Dawud no. 2606; At-Tirmidzi no. 1212; Ibnu Majah no. 2236; dan dinilai shahih oleh Al-Albani)

Kita berdoa kepada Allah Ta’ala, agar di Ramadhan tahun ini, kita bisa dimudahkan untuk memanfaatkan setiap detik waktu kita untuk aktivitas ibadah kepada Allah Ta’ala untuk meraih derajat ketakwaan.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46629-nikmat-waktu-luang-untuk-apa.html

Umur, Waktu, dan Hijrah

Tahun kemarin sudah berganti dengan tahun yang baru. Bertemu lagi dengan tahun yang sama. Setiap tahun yang terlewatkan menjadi ukuran bahwa umur seseorang telah berkurang. Semakin sedikit jatah hidup di dunia dan harus berkorelasi dengan penggunaan waktu.

Dalam sebuah hadis, dari Abdullah bin Ummar RA, Rasulullah SAW pernah memegang pundak Abdullah bin Ummar RA kemudian beliau bersabda, “Jalani hidup di dunia seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang dalam perjalanan. Apabila kamu berada pada waktu sore, janganlah kamu menunggu-nunggu waktu pagi.”

“Apabila kamu berada pada waktu pagi, janganlah kamu menunggu-nunggu waktu sore. Manfaatkanlah hidupmu di dunia untuk hidupmu sesudah mati.” (HR Imam al- Bukhari). Hanya saja, waktu kerap berlalu dan tidak terasa jatah umur di dunia telah habis.

Nasihat tersebut diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA. Dia berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ada dua nikmat yang disia-siakan oleh mayoritas manusia, yaitu ke sehatan dan waktu luang.” (HR Imam al-Bukhari). Padahal, sudah terdapat ciri-ciri manusia agar berhijrah dari segala keburukan yang dia lakukan.

Ada beberapa pelajaran berharga dari hadis ini. Pertama, berhijrah. Jika selama ini tidak tepat waktu shalat, mulai hari ini shalat tepat waktu. Dilanjutkan dengan evaluasi penggunaan waktu, untuk apa saja waktu itu selama ini. Waktu sebaiknya digunakan untuk berkarya dan beribadah kepada Allah.

Jika selama ini waktu masih dipergunakan untuk korupsi, nakal dengan orang lain, meminum minuman keras, bergosip, berdebat, menghina, berpura-pura baik, bepersepsi negatif, merundung, menjustifikasi orang lain kafir, dan lain-lain, maka segera hijrah total dari perilaku buruk ini. Kedua, mengoreksi kegagalan.

Setiap orang pernah gagal, tetapi jangan gagal terus-menerus. Gagal beberapa kali untuk bangkit kembali. Ketiga, memperbaiki hubungan dengan Allah. Apa pun yang terjadi, mulai dari bencana hingga kesulitan, tidak membuatnya bepersepsi negatif kepada Allah. Semua harus dijalani untuk menjadi manusia yang berhasil yang bisa menjalani hidup saat bencana itu datang.

Keempat, perbaikan sosial. Manusia pada dasarnya tidak bisa hidup individualis. Meski fakta itu sudah nyata, sebagian orang lebih suka menonton televisi, bermain gawai, dan menutup pintu kepada tetangga. Padahal, jalinan sosial kepada orang lain bernilai ibadah. Bagaimanapun, rezeki dari Allah. Tetapi, berbuat baik kepada orang lain dapat memperbanyak rezeki.

REPUBLIKA

Insinyur Muslim Pencipta Jam

Pembuatan jam di dunia Islam juga didorong kebutuhan keagamaan.

slam adalah agama yang mengajarkan pentingnya menghormati dan menggunakan waktu secara optimal. Sebuah syair Arab bahkan mengibaratkan waktu seperti pedang. ”Al-Waqt ka al-saif. Fa in lam taqtha’haa qath’aka.”–Waktu laksana pedang. Jika kamu tidak memanfaatkannya, ia akan menebasmu.

Ajaran pentingnya memanfaatkan waktu telah melecut para sarjana Muslimuntuk menciptakan alat pengukur waktu, yakni jam. Selain didesak tuntutan hidup, pembuatan jam di dunia Islam juga didorong kebutuhan keagamaan. Dengan menguasai teknologi pembuatan jam, umat Islam bisa mengetahui secara pasti waktu shalat.

Al-Jazari

Ilmuwan yang bergelar pemimpin para insinyur Muslim itu telah berjasa membuat jam air. Sejatinya, ia bernama Abu al-‘Iz Ibn Isma’il ibn al-Razaz al-Jazari (1136-1206). Ia biasa dipanggil al-Jazari. Dunia mengenalnya sebagai salah seorang sarjana, penemu, insinyur mekanik, pemahat, seniman, dan seorang astronom. Karyanya yang paling terkenal Kitab fí ma’rifat al-hiyal al-handasiyya (Book of Knowledge of Ingenious Mechanical Devices) tahun 1206 M. Dalam kitab itu, al-Jazari menjelaskan sekitar 50 alat mekanik ciptaannya.

Ibnu al-Shatir

Sejatinya, dia bernama Ala al-Din Abu’l-Hasan Ali Ibn Ibrahim Ibnu al-Shatir (1304-1375). Al-Shatir begitu ia biasa disebut. Al-Shatir merupakan astronom Muslim yang juga seorang ahli matematika. Karyanya yang paling terkenal dalam astronomi adalah Kitab Nihayat al-Sul Fi Tashih al-Usul.

Dalam buku itu, ia merombak habis Teori Geosentris yang dicetuskan Ptolemeus. Secara matematis, al-Shatir memperkenalkan adanya epicycle yang rumit (sistem lingkaran dalam lingkaran). Al-Shatir mencoba menjelaskan bagaimana gerak merkurius jika bumi menjadi pusat alam semestanya dan merkurius bergerak mengitari bumi.