Bismillah..
Menulis tema ini jujur saja sebenarnya berat. Karena yang menulis ini belumlah layak untuk dikatakan sukses menuntut ilmu, bahkan untuk mendapat gelar penuntut ilmupun masih sangatlah berat. Namun, saya berharap dari menulis tema ini, melalui petuah-petuah dan kisah-kisah haru para ulama dalam menuntut ilmu, dapat menjadi nutrisi yang menguatkan semangat dan tekad dalam menjalani proses menuntut ilmu, untuk penulis dan pembaca sekalian.
Aslinya tema ini adalah materi yang kami sampaikan di salah satu program acara di radio muslim Jogja 1467 AM, setiap Jumat pagi 08.30 s/d selesai. Yang kami sarikan dari kitab salah seorang guru kami, yang mulia Syaikh Sholih bin Abdullah bin Muhammad Al-‘Ushoimi –hafizhahullah, pengajar di masjidil Haram dan masjid Nabawi, dan anggota Hai-ah Kibar Ulama (Majelis Ulama) Kerajaan Saudi Arabia.
Baiklah, bismillah, mari kita mulai memasuki bab pertama : Bersihkan Wadah Ilmu, Hati.
______
Para pedagang atau pengoleksi barang-barang berharga, sebelum ia memulai berdagang atau mengoleksi, ia akan pikirkan tempat yang cocok untuk menyimpan barang-barang antik atau berharga itu. Emas, berlian, perak, batu mulia, mobil mewah atau bahan-bahan makanan yang mahal… tidak mungkin disimpan di tempat sampah, atau tempat-tempat lusuh dan jorok. Pasti ia akan siapkan tempat yang aman, membuat awet barang, dan pertimbangan-pertimbangan lain.
Bahan makanan akan cepat basi, emas perak berlian akan mudah hilang diraup pencuri, saat ditempatkan pada tempat-tempat yang tidak semestinya. Demikian juga ilmu! Ia tidak akan betah tinggal kecuali di hati-hati yang bersih. Iya, hati… itulah wadahnya ilmu.
Kata Syaikh Sholih Al-‘Ushoimi hafizhahullah :
“Bersihkan wadah ilmu, yaitu hati. Karena sesuai kadar sucinya hati, sebesar itupula kadar ilmu yang akan masuk kepadanya. Jika semakin bertambah sucinya hati, maka akan semakin bertambah penerimaannya terhadap ilmu.
Siapa yang ingin meraih ilmu, maka perindahlah batinnya, sucikanlah hatinya dari segala najis.” (Lihat : Khulashoh Ta’dhimil ilmi, hal 9)
Beliau mengutip ungkapan yang sangat indah:
فالعلم جوهر لطيف لا يصلح الا للقلب النظيف
“Ilmu adalah permata mulia. Tidak akan cocok bertempat kecuali di hati yang bersih.”
***
Maka tolak ukur ilmu sebenarnya bukan kecerdasan, bukan cepat lambatnya menghafal, bukan banyak sedikitnya hafalan. Bukan itu tolak ukur ilmu. Tapi ilmu diukur dari keindahan hati. Sudahkah hatinya terhiasi oleh cinta dan penghormatan kepada Allah dan Rasul-Nya?
Sudahkah hatinya terwarnai oleh takut kepada murka dan siksa Allah? Sudahkah ilmu yang dia peroleh menjadikan hatinya ikhlas dalam setiap langkah ibadahnya? Karena kalau kita resapi firman Allah dan petuah-petuah para wali Allah, seperti para sahabat, maka kita akan tahu bahwa sebenarnya ilmu ini adalah amalan hati.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّـهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesunggunya hamba Allah yang paling takut kepadanya adalah ulama (orang-orang berilmu)” (QS. Fatir: 28).
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan,
كفى بخشية الله علما, وكفى بالاغترار بالله جهلا
Cukuplah rasa takut kepada Allah adalah ilmu, dan cukuplah merasa aman dari azab Allah adalah kebodohan.
ليس العلم بكثرة الرواية, ولكن العلم الخشية
Ilmu itu bukan pada banyaknya riwayat, akan tetapi ilmu itu adalah khasyyah (rasa takut kepada Allah).
Cara Membersihkan Hati
Syaikh Sholih Al-‘Ushoimi menerangkan, “Kebersihan hati kembali kepada dua hal:
- Sucinya hati dari najis syubhat.
- Sucinya hati dari najis syahwat.”
***
Noda hati sangat banyak. Namun, bila kita kerucutkan, noda-noda itu sumbernya dua ini ; noda syahwat dan noda syubhat.
Syubhat akan membuat seorang berada dalam lingkaran setan sementara dia tidak sadar. Bahkan sampai tahap dia menyangka berada dalam kebenaran, padahal dia sedang tenggelam di lautan kesesatan. Sehingga ilmu yang bermanfaat itu, akan sangat sulit masuk.
Allah berfirman,
أَفَمَن كَانَ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ كَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُم
“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (shaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (QS. Muhammad: 14).
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّـهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّـهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
“Orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah beralasan, “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya” (QS. Az-Zumar: 3).
Adapun syahwat, penyakit inilah yang akan mendorong seorang berbuat maksiat. Melihat kepada yang haram, berdusta, ghibah, menfitnah, dengki, mengadudomba, berjudi dan seluruh maksiat, sumbernya di syahwat.
Orang yang syahwat menjadi pemimpin di setiap gerak geriknya, akan susah untuk menyerap ilmu. Karena dosa-dosa akan mempergelap hati, sehingga hati menjadi temapat yang lusuh, kotor, tidak nyaman untuk ditinggali ilmu.
Allah Ta’ala,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka” (QS. Al Muthaffifin: 14).
Makna ayat di atas diterangkan dalam hadits berikut.
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »
“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’” (HR. Tirmidzi).
Antara dua noda di atas, noda syubhat lebih parah dalam mempergelap hati daripada noda syahwat. Karena hati yang mengidap penyakit syubhat, akan susah bertaubat, karena bahkan seringkali mereka mengira berada di atas kebenaran. Berbeda dengan hati yang mengidap penyakit syahwat, ia akan lebih mudah bertaubat, karena nalurinya tetap menyadarkan, bahwa yang dia lakukan adalah salah.
Oleh karena itu iblis lebih semangat menyesatkan manusia melalui pintu syubhat daripada pintu syahwat. Karena kegelapan syubhat berpeluang lebih bisa langgeng mempergelap hati, daripada kegelapan syahwat. Makanya para pengidap syuhbat lebih disukai Iblis daripada pengidap syahwat. Meski memang keduanya adalah keburukan.
***
Kemudian Syaikh Sholih Al-‘Ushoimi -hafidzohullah- menuliskan dalil yang sangat indah, menunjukkan bahwa hati adalah tempatnya ilmu.
“Disebutkan dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian. Akantetapi Allah melihat pada hati dan amalan kalian” (HR. Muslim).
Beliau melanjutkan,
ومن طهر قلبه فيه العلم حل, ومن لم يرفع منه نجاسته ودعه العلم وارتحل
Siapa yang hatinya bersih, maka ilmu akan betah menetap di dalamnya. Siapa yang tidak berusaha mengusir kotoran hati, ilmu akan meninggalkannya dan pergi.
Sahl bin Abdullah –rahimahullah– berkata,
حرام على قلب أن يدخله النور وفي شيء مما يكره الله عز وجل
“Haram bagi hati yang padanya bersemayam sesuatu hal yang dimurkai Allah, untuk dimasuki cahaya ilmu..”
((Lihat : Khulashoh Ta’dhimil ilmi, hal 10)
Sekian.. Berlanjut insyaallah.
***
Ket: paragraph di bawah tanda ***, setelah perkataan Syaikh, adalah penjelasan (syarah) dari penulis.
Penulis : Ahmad Anshori
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/41419-agar-aku-sukses-menuntut-ilmu-1-bersihkan-wadah-ilmu-hati.html