Era sekarang, orang yang ingin berkurban menempuh jalan singkat. Mereka menyerahkan atau tranfers uang kurban untuk pantitia kurban. Panitialah yang mencari dan membeli kurban untuk mereka. Nah dalam fikih Islam bolehkah menyerahkan atau tranfers uang pada panitia kurban?
Syahdan, saban tahun umat Islam selalu merayakan Idul Adha. Populer dengan nama hari raya kurban. Dalam ajaran fikih, kurban itu menggunakan binatang ternak. Kambing untuk satu orang. Sedangkan unta dan sapi, untuk 7 orang.
Kemudian muncul persoalan, bolehkah seseorang yang ingin melakukan kurban, menyerahkan uang pada panitia kurban untuk membeli binatang kurban? Atau bolehkah ibadah kurban dilakukan menitipkan uang seharga hewan ternak kepada lembaga, institusi, panitia kurban, atau DKM masjid— melayani penitipan dan penyaluran kurban?.
Sebelum melangkah ke sana—menyalurkan uang kurban pada panitia kurban—, penting dicatat bahwa para ulama mengatakan berkurban dengan uang tidak boleh hukumnya. Kurban dalam pengertian uang, dipahami sebagai ibadah kurban dengan bersedekah uang seharga hewan ternak. Misalnya, Si Ahmad mengganti kurban sapi dengan uang 15 juta.
Kurban dalam pengertian ini tak dibenarkan. Pasalnya, kurban itu harus dengan binatang ternak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu Syarah al Muhadzab, bahwa kurban hanya boleh dengan binatang ternak seperti sapi, unta, dan kambing. Imam Nawawi berkata;
أما الأحكام فشرط المجزئ في الأضحية أن يكون من الأنعام وهي الإبل والبقر والغنم سواء في ذلك جميع أنواع الإبل من البخاتي والعراب وجميع أنواع البقر من الجواميس والعراب والدربانية وجميع أنواع الغنم من الضأن والمعز وأنواعهما ولا يجزئ غير الأنعام من بقر الوحش وحميره والضبا وغيرها بلا خلاف.
Artinya: Adapun hukum berkurban, maka syarat sah dalam kurban hendaklah berupa hewan ternak, yaitu unta, sapi, kambing, sama saja untuk setiap jenis unta tersebut tidak hidup di negeri arab, maupun itu unta Arab. Dan dan juga setiap jenis sapi dari spesies sapi arab, dan sapi Durban (daerah Afrika), serta setiap jenis kambing berupa domba, kambing kacang, dan spesies kambing dari jenis keduanya. Dan tidak memadai hewan kurban selain dari binatang ternak berupa banteng, keledai, dan selain keduanya, tanpa perselisihan pendapat.
Pada sisi lain, terkait masalah menyerahkan uang pada panitia kurban—untuk membelikan kurban—, hukumnya boleh. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam kitab fikih, Ia’nah al-Talibin karya ulama terkemuka Mekah yang hidup pada abad 14 Hijriyyah (atau abad 19 Masehi), bernama Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho ad-Dimyathi as-Syafi’i. Sayyid Syatho berkata;
الصواب: في فتاوى العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي محشي شرح ابن حجر على المختصر ما نصه:(سئل) رحمه الله تعالى: جرت عادة أهل بلد جاوى على توكيل من يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أو الأضحية ويذبحه في مكة، والحال أن من يعق أو يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذلك أو لا؟ أفتونا.
الجواب) نعم، يصح ذلك، ويجوز التوكيل في شراء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها، ولو ببلد غير بلد المضحي والعاق كما أطلقوه فقد صرح أئمتنا بجواز توكيل من تحل ذبيحته في ذبح الأضحية، وصرحوا بجواز التوكيل أو الوصية في شراء النعم وذبحها، وأنه يستحب حضور المضحي أضحيته. ولا يجب.
Artinya: Dalam kitab Fatawa Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi Muhsyyi Syarah Ibn Hajar ‘ala al-Mukhtashar terdapat suatu pertanyaan: Beliau telah ditanya:
“Telah berlaku kebiasaan penduduk Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan binatang gternak untuk mereka di Mekkah sebagai aqiqah atau kurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang-orang tersebut yang melakukan ibadat tersebut berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau tidak? Mohon diberikan fatwa.
Jawabannya “Ya, demikian itu sah. Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan kurban dan juga aqiqah dan juga penyembelihnya, sekalipun tidak dilaksanakan di negara orang yang berkurban atau beraqiqah itu.
Dan beberapa guru kami telah menjelaskan tentang diperbolehkannya mewakilkan orang yang penyembelihannya sah menurut syariat Islam dalam penyembelihan hewan kurban, dan mereka juga menjelaskan tentang diperbolehkannya mewakilkan atau berwasiat untuk membeli hewan ternak sekaligus penyembelihannya, meskipun sesungguhnya hadirnya orang yang berkurban itu hukumnya Sunnah, dan tidak wajib.
Prkatik menyerahkan uang kepada panitia kurban untuk mencari atau membelikan hewan kurban disebut dengan wakalah. Praktik wakalah diperbolehkan dalam Islam. Pasalnya praktik wakalah ini membantu manusia yang ingin berkurban. Terlebih bagi mereka yang sibuk dan tak mengerti seluk-beluk hewan. Pendapat ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al Mughni, ia berakata;
وَأَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ ؛ فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ كُلَّ وَاحِدٍ فِعْلُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا
Artinya; Para Ulama telah sepakat atas “boleh” wakalah secara umum, pasalnya karena adanya hajat yang menuntut adanya praktik wakalah. Karena sesungguhnya setiap orang tidak mungkin menangani segala keperluannya sendiri, untuk itu maka ia sejatinya memerlukan perwakilan untuk memudahkan hajatnya.
Demikian penjelasan terkait bolehkah menyerahkan atau transfer uang pada panitia kurban? Semoga bermanfaat.