Renungan ketika sujud (lanjutan)
Oleh karena itu, termasuk di antara kesempurnaan sujud yang wajib adalah bersujud dengan meletakkan tujuh anggota badan: 1) wajah, 2) dua telapak tangan, 3) dua lutut, 4) dan ujung jari dua kaki. Inilah kewajiban yang Allah Ta’ala perintahkan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sedangkan di antara kesempurnaan sujud yang sunah adalah menempelkan langsung bagian wajah ke tempat sujud, sehingga bagian kepala menekan ke tempat sujud. Bagian yang paling rendah (yaitu, pantat) menjadi bagian yang paling tinggi.
Kesempurnaan sujud yang sunah lainnya adalah meletakkan anggota badan dalam posisi yang penuh dengan ketundukan. Yaitu, dia dekatkan perut dengan paha, paha dengan betis, dijauhkan tangan dari lambung, dan tidak meletakkannya di lantai (yaitu dengan diangkat). Sehingga setiap anggota badan tersebut dapat merealisasikan ‘ubudiyyah sesuai dengan porsinya masing-masing.
Oleh karena itu, ketika setan melihat manusia bersujud kepada Allah Ta’ala, dia pun menyingkir dan menangis, sambil berkata,
يَا وَيْلَهُ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي كُرَيْبٍ يَا وَيْلِي أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِي النَّارُ
“Celakalah aku, manusia disuruh bersujud, maka mereka pun bersujud sehingga mendapatkan surga. Sedangkan aku disuruh bersujud, lalu aku enggan, sehingga aku pun mendapatkan neraka.” (HR. Muslim no. 81)
Allah Ta’ala memuji orang-orang yang tersungkur bersujud kepada-Nya ketika mendengar kalam-Nya. Dan Allah mencela orang yang tidak bersujud ketika mendengar kalam-Nya. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan wajibnya sujud ketika itu lebih kuat dari sisi pendalilan. Demikian pula, ketika tukang sihir Fir’aun mengetahui benarnya Musa ‘alaihis salam dan kedustaan Fir’aun, mereka pun tersungkur bersujud kepada Allah Ta’ala. Sehingga sujud mereka menjadi pembuka keselamatan dan kebahagiaan, dan menjadi sebab ampunan perbuatan sihir yang mereka lakukan sebelumnya.
Allah Ta’ala pun mengabarkan sujudnya seluruh makhluk kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مِن دَآبَّةٍ وَالْمَلآئِكَةُ وَهُمْ لاَ يَسْتَكْبِرُونَ يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS. An-Nahl: 49-50)
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengabarkan tentang keimanan mereka bahwa Allah adalah Zat yang Mahatinggi, juga Allah kabarkan ketundukan mereka dengan bersujud kepada-Nya dengan penuh pengagungan dan pemuliaan.
Allah Ta’ala juga berfirman,
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِّنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَن يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِن مُّكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ
“Tidakkah engkau mengetahui bahwa bersujud kepada Allah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi, juga matahari, bulan, bintang, gunung, pohon, hewan melata, dan kebanyakan manusia? Akan tetapi, banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab. Siapa yang dihinakan Allah tidak seorang pun yang akan memuliakannya. Sesungguhnya Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Hajj: 18)
Orang-orang yang berhak mendapatkan azab adalah mereka yang tidak mau bersujud kepada-Nya. Mereka itulah yang Allah Ta’ala hinakan karena tidak mau bersujud kepada-Nya. Allah juga mengabarkan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memuliakan mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ يَسْجُدُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعاً وَكَرْهاً وَظِلالُهُم بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ
“Hanya kepada Allahlah siapa saja yang ada di langit dan di bumi bersujud, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa. (Bersujud pula kepada-Nya) bayang-bayang mereka pada waktu pagi dan petang hari.” (QS. Ar-Ra’d: 15)
Merealisasikan ‘ubudiyyah merupakan puncak kesempurnaan seorang hamba. Kedekatan seorang hamba kepada Allah itu sebanding dengan seberapa besar hamba tersebut merealisasikan ‘ubudiyyah kepada-Nya. Salat merupakan amal yang menyatukan seluruh perkara ‘ubudiyyah, sehingga merupakan salah satu amal ibadah yang paling utama. Kedudukan salat di dalam Islam itu bagaikan tiang dalam sebuah bangunan. Adapun sujud, dia merupakan rukun salat yang paling afdal. Sujud merupakan rukun yang paling banyak diulang ketika seseorang mendirikan salat. Sujud juga merupakan penutup setiap rakaat salat. Sujud disyariatkan setelah rukuk, sehingga rukuk bagaikan pendahuluan sebelum sujud.
Ketika sujud, Allah Ta’ala syariatkan untuk membaca zikir yang sesuai dengan kondisi saat itu, yaitu ucapan zikir,
سبحان ربي الأعلى
“Mahasuci Allah, Zat Yang Mahatinggi.”
Inilah zikir yang paling afdal diucapkan ketika sujud. Tidak terdapat dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau memerintahkan secara langsung untuk membaca lafaz zikir yang lain selain lafaz tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اجْعَلُوهَا فِي سُجُودِكُمْ
“Jadikanlah ia sebagai bacaan sujud kalian.” (HR. Ahmad no. 17414, Abu Dawud no. 869, dinilai dha’if oleh Al-Albani dalam Dha’if Abu Dawud no. 152)
Kita memuji Allah dengan menyebut salah satu sifat Allah yang mulia, yaitu “Al-‘Uluw” (Zat yang Mahatinggi), dalam kondisi bersujud tersebut. Penyebutan sifat itu sangat sesuai dengan kondisi orang yang bersujud, ketika mereka menjatuhkan diri ke posisi paling rendah dengan bertumpukan wajahnya. Mereka menyebut sifat Al-‘Uluw ketika berada dalam posisi yang paling rendah. Sebagaimana mereka menyebutkan keagungan Allah Ta’ala ketika dalam posisi rukuk. Mereka pun menyucikan Allah dari segala sifat yang bertentangan dengan keagungan dan ketinggian-Nya.
Renungan ketika duduk di antara dua sujud
Ketika sujud disyariatkan untuk diulang sebanyak dua kali pada setiap rakaat, maka tentu harus ada jeda (pemisah) antara sujud pertama dan sujud kedua. Dalam duduk di antara dua sujud tersebut, disyariatkanlah doa yang sesuai, yaitu doa permintaan ampunan, rahmat, hidayah, ‘afiyah (keselamatan atau kesehatan), dan rezeki. Sehingga dalam doa ini terkandung permintaan untuk meraih semua kebaikan di dunia dan di akhirat, serta menghindarkan diri dari keburukan dunia dan akhirat.
Dengan rahmat Allah, seseorang akan mendapatkan semua bentuk kebaikan. Dengan ampunan Allah, seseorang akan terjaga dari semua bentuk keburukan. Dengan hidayah, seseorang akan mendapatkan kedua hal tersebut. Sedangkan rezeki merupakan sesuatu yang dapat menegakkan badan, baik berupa makanan dan minuman, dan juga sesuatu yang dapat menghidupkan hati dan ruh seseorang, baik berupa ilmu dan iman. Oleh karena itu, duduk di antara dua sujud merupakan tempat untuk memanjatkan doa ini, yang sebelumnya sudah didahului dengan sanjungan dan pujian untuk Allah Ta’ala, serta ketundukan kepada-Nya. Sehingga semua itu merupakan sarana dan muqaddimah (pendahuluan) untuk menyampaikan doa permintaan tersebut.
Kembali ke bagian 2: Mereka adalah Orang-Orang yang Khusyuk dalam Salat (Bag. 2)
Lanjut ke bagian 4: [Bersambung]
***
@Rumah Kasongan, 13 Muharram 1445/ 31 Juli 2023
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
Disarikan dari kitab Ta’zhim Ash-Shalat hal. 98-100, karya Syekh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al-Imam Muslim, Madinah KSA.
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86834-mereka-adalah-orang-orang-yang-khusyuk-dalam-salat-bag-3.html