Indonesia akan Sulit Tekan Myanmar Terkait Rohingya

Dosen Hubungan Internasional di Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan akan sulit bagi Indonesia menekan Myanmar untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya. Sehingga upaya Pemerintah Indonesia sebaiknya dilakukan secara tertutup dan sangat hati-hati.

“Membantu mungkin bisa, kalau menekan mungkin sulit. Karena kita sesama anggota ASEAN saling pengertian. Kita tidak ingin masalah dalam negeri diperburuk tekanan dari sesama anggota ASEAN,” ujar Teuku Rezasyah, Ahad (20/11).

Menurutnya, tekanan tidak bisa diberikan kepada Myanmar karena Myanmar merupakan negara baru sebagai anggota Masyarakat ASEAN yang modern. Jika mendapat tekanan, Myanmar akan merasa tidak diterima sepenuhnya di ASEAN.

Selain itu, Myanmar juga memiliki ketergantungan perekonomian yang tinggi terhadap Cina. Myanmar bisa berubah haluan seperti Kamboja dan Laos yang memiliki orientasi perekonomian ke Cina dan cenderung membawa Cina ke dalam keputusan ASEAN.

Muslim Rohingya di Myanmar berjumlah sekitar empat persen dari seluruh penduduk. Namun, mereka kesulitan berintegrasi dengan masyarakat Myanmar karena dianggap sebagai pendatang dan harus membuktikan identitas.

Etnis Rohingya juga sulit memperoleh status kewarganegaraan di Myanmar meski telah menetap di dua provinsi. Kekerasan demi kekerasan yang timbul akhirnya memaksa mereka untuk mengungsi ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia.

“Dengan berat hati kita bisa menerima mereka. Tapi Indonesia hanya transit, mereka punya tujuan ke negara yang ekonominya lebih baik seperti Australia,” kata Teuku Rezasyah.

Sebagai negara transit, Indonesia harus memperlakukan para pengungsi dengan baik. Meski demikian, banyak terjadi berbagai masalah yang muncul karena mereka harus dibiayai, diberikan identitas khusus, dan dilaporkan secara teratur ke UNHCR.

 

sumber: Republika Online