Mau Nikah Siri, Ini Untung Ruginya Kata MUI…

Situs nikahsirri.com membuat beberapa pihak tidak nyaman kerena kontennya menyinggung eksistensi perempuan. Situs besutan Aris Wahyudi itu juga minim sekali pengetahuan tentang nikah siri menurut pandangan Islam.

“Ini beda dengan nikah siri yang dimaksudnya di media tadi, yang seakan-akan mengandung unsur di situ ada penipuan, potensial terjadi trafficking, penjual anak dan perempuan terjadi di di situ,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU Kiyai Haji Abdul Moqsith Ghazali saat diskusi dengan tema “Perlindungan Perempuan dan Anak Terhadap Kejahatan Di Internet” di Jl. Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (28/9).

Ghazali menuturkan, jika ada kiai, ustaz atau tokoh agama Islam di kampung-kampung melakukan nikah siri bukan berarti untuk eksploitasi terhadap pasangan yang baru dinikahinya. Akan tetapi, hal itu karena keterbatasan kemampuan dalam berapa hal.

“Itu karena keterbatasan akses kampung ke KUA yang terlalu jauh. Dan dari sudut pembiyaan tidak mampu untuk melakukan pernikahan secara tercatat karena ada biaya dan lain sebagainya,” katanya.

Ghazali menuturkan, sebenarnya di dalam Islam tidak dikenal yang namanya nikah siri. Malah, Islam sangat menganjurkan setiap pernikahan mesti tercatat di lembaran negara.

Hal itu, kata Ghazali, sesuai Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam, bahwa pernikahan dinyatakan sah apabila dilaksanakan sesuai hukum Islam seperti diatur didalam Undangan-undang Perkawinan Nomo 1 Tahun 1974. “Kenapa nikah siri dikenal di Indonesia itu, untuk membedakan antara nikah yang dicatatkan kepada negara dengan nikah yang tak tercatatkan kepada negara,” katanya.

Meski siri yang artinya rahasia, tetapi pada hakikatnya pernikahan rahasia itu dipublikasikan. Karena ada saksi dan wali serta tetangga yang menyaksikan. Hanya saja pernikahan itu tidak tercatat di negara, karena keterbatasan akses dan pertimbangan lain.

Ghazali menuturkan, banyak sekali kerugian pernikahan tidak tercatat di lembaran negara. Misalnya, anak dari hasil pernikahan siri itu tidak bisa memiliki catatan sipil atau akte kelahiran. Karena, syarat untuk mengajukan akte harus ada akte nikah.

“Kita menyaksikan ada banyak anak yang tidak memiliki akte kelahiran, sehingga aksesnya mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan sulit terpenuhi,” katanya.

Untuk itu, kata dia, kenapa Islam selalu menyarankan agar pernikahan mesti tercatat di negara. Meski demikian, kata dia, kepada pihak yang sudah menikah siri tidak perlu khawatir ketika anaknya lahir tidak mendapatkan hak-hak pencatat sipil asal kedua belah pihak segera mengajukan pengesahan ke pengadilan.

“Bahwa telah terjadi pernikahan tahun sekian, saksinya ini, walinya ini, yang menikahkan ini. Itu bisa dilakukan,” katanya.

 

REPUBLIKA

 

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Sudahlah, Nikah Resmi Saja…

Kontroversi peluncuran situs nikahsirridotcom terus berlanjut. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Muhammadiyah Amin menilai persoalan situs pengelolaan nikahsirridotcom sebagai pembelajaran tentang arti penting pernikahan resmi dan tercatat negara. Kemenag pun mengapresiasi aparat kepolisian yang sigap menutup situs dan menangkap pelaku di balik nikahsirridotcom ini.

Namun, kata Amin, persoalan nikah siri di Indonesia bukan sekadar soal situs nikahsirridotcom, yang mengumbar keperawanan. Tapi, anjuran mencatatkan pernikahan secara resmi pada negara. Karena sejatinya, nikah sirri sama halnya dengan poligami, sah menurut agama.

“Tapi ini bukan berarti harus tertutup atau dilelang. Tetap harus ada wali, saksi, pasangan laki-perempuan, ijab dan qabulnya benar serta tercatat di buku nikah negara,” ujar Amin, Selasa (26/9).

Dirjen Bimas Islam tidak menampik banyak pihak yang berlindung dengan alasan nikah siri, untuk niatan lain, seperti zina, perkawinan anak, maupun poligami secara diam-diam. Padahal, poligami dalam agama Islam dibenarkan selama syaratnya terpenuhi dan tidak ditutup-tutupi.

Menurut Amin, tata cara pernikahan sudah diatur secara rinci oleh fikih dan hukum positif dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Ia mengimbau kepada masyarakat agar melaksanakan pernikahan dengan tata cara yang telah diatur oleh hukum positif sebagaimana UU Perkawinan melalui KUA Kecamatan. “Catatkan peristiwa nikah di KUA agar para pihak yang terlibat dilindungi oleh hukum,” saran Amin.

Amin mengajak untuk menjauhi pernikahan tidak tercatat karena dapat merugikan perempuan dan anak-anak hasil pernikahan itu. Lembaga perkawinan sangat mulia dan dihargai semua agama, untuk itu sudah sepatutnya pernikahan dilaksanakan dengan tata cara dan spirit yang benar. Apalagi, lanjut Mantan rektor IAIN Gorontalo ini, layanan nikah di KUA saat ini sangat mudah dan transparan.

Ia mengungkapkan tidak ada biaya jika nikah dilaksanakan di kantor KUA. Jika dilaksanakan di luar KUA dan di luar jam kerja, biayanya Rp 600 ribu dan disetor langsung ke bank persepsi. “Jadi jangan berpikir bahwa biaya nikah mahal, lalu melakukan nikah sirri,” kata Amin.

 

REPUBLIKA