Dalil Sholat Sunnah di Malam Nisfu Syaban

Dianjurkan melakukan sholat sunnah saat malam nisfu syaban.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Dalam buku Malam Nisfu Syaban karya Hanif Luthfi ada sejumlah dalil yang menyunnahkan sholat di malam nishfu Syaban. Yaitu:

Pertama, Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum ad-Din  menyebutkan,

وليلة النصف من شعبان ففيها مائة ركعة يقرأ في كل ركعة

بعد الفاتحة سورة الإخلاص عشر مرات كانوا لا يتركونها

Malam Nishfu Sya’ban di dalamnya ada sholat 100 rakaat, setelah baca al-Fatihah baca Surat al Ikhlas 10 kali, mereka tidak pernah meninggalkannya.

Kedua, Syeikh Abdul Qadir al-Jilani  termasuk ulama yang mensunnahkannya. Beliau menyebutkan dalam kitabnya al Ghunyah,

(فصل) فأما الصلاة الواردة في ليلة النصف من شعبان فهي مائة ركعة بألف ركعة قل هو الله أحد … في كل ركعة عشر مرات، وتسمى هذه الصلاة صلاة الخير وتعرف بركتها وكان السلف الصالح يصلونها جماعة يجتمعون لها، وفيها فضل كثير وثواب جزيل

sholat yang ada pada malam nisfu Sya’ban adalah sholat 100 rakaat dengan 1000 al ikhlas. Setiap rakaat dibaca 10 kali. Sholat ini disebut shalat khair, dan telah diketahui keberkahannya. Para ulama salaf banyak yang melakukannya dengan berjamaah, mereka berkumpul untuk melakukannya. Di dalamnya ada anugerah yang banyak dan pahala yang banyak.

Ketiga, Abu Thalib al-Makki sebelumnya juga menyebutkan bahwa ada kesunnahan shalat 100 rakaat ini. Beliau menyebutkan:

وليلة النصف من شعبان وقد كانوا يصلون في هذه الليلة مائة ركعة بألف مرة قل هو الله أحد عشراً في كل ركعة ويسمون هذه الصلاة صلاة الخير ويتعرفون بركتها ويجتمعون فيها وربما صلوها جماعة

Malam Nisfu Sya’ban, mereka (para ulama) telah melakukan sholat pada malam ini 100 rakaat dengan 1000 surat al Ikhlas, setiap rakaat dibaca 10 kali. Mereka menyebutnya dengan sholat kebaikan, mereka mengetahui keberkahannya, mereka berkumpul dan kadang mereka sholat berjamaah.

Keempat, Muhammad bin Ishaq al Fakihani, dalam kitabnya Akhbar Makkah fi Qadim ad-Dahr wa Haditsihi, kabar-kabar tentang Makkah di masa lalu dan sekarang, itu pula yang dilakukan oleh beberapa orang di Makkah saat itu. Beliau menyebutkan:

وَأهْل مَكَّةَ فِيمَا مَضى إلى الْيَوْمِ إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النَّصْفِ مِنْ

الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَصَلُّوْا، عَامَّةُ شَعْبَانَ، خَرَجَ وَطَافُوا، وَأَحْيَوْا لَيْلَتَهُمْ حَتَّى الصَّبَاحَ بِالْقِرَاءَةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، حَتَّى يَخْتِمُوا الْقُرْآنَ كُلَّهُ، وَيُصَلُّوا، وَمَنْ صَلَّى مِنْهُمْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ مِائَةَ رَكْعَةٍ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةِ بِالْحَمْدُ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ، وَأَخَذُوا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ، فَشَرِبُوهُ، وَاغْتَسَلُوا بِهِ، وَخَبَّؤُوهُ عِنْدَهُمْ لِلْمَرْضَى، يَبْتَغُونَ بِذَلِكَ الْبَرَكَةَ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ، وَيُرْوَى فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةً

Penduduk Makkah sejak dahulu sampai hari ini, jika malam Nishfu Sya’ban hampir kebanyakan mereka, baik laki-laki maupun perempuan itu keluar rumah menuju masjid. Mereka sholat, thawaf, menghidupkan malam itu sampai pagi, dengan membaca Al Qur’an di dalam Masjid al Haram, sampai mereka mengkhatamkan Al Qur’an.

Mereka sholat malam itu, diantara mereka ada yang sholat 100 rakaat, membaca Surat al Fatihah dan al Ikhlas setiap rakaat sebanyak 10 kali. Mereka mengambil air zamzam malam itu, mereka meminumnya, mandi dengannya dan menyiramkan kepada orang yang sakit, mencari keberkahan malam itu. Banyak juga hadis diriwayatkan tentang malam itu.

Terlepas dari perdebatan kesunnahan sholat 100 rakaat ini, shalat secara umum pada malam nishfu Sya’ban termasuk salah satu amalan yang bisa dikerjakan untuk menghidupkan malam itu.

IQRA

Mengenal 15 Nama Malam Nisfu Sya’ban

Mengenal 15 nama malam nisfu Sya’ban. Di setiap bulan sya’ban, tepatnya tanggal 15, kaum muslimin berbondong-bondong untuk beribadah secara masif, Malam ini biasa disebut dengan Nisfu Sya’ban. Uniknya Selain nama ini, ternyata masih terdapat banyak nama lagi. Dalam tradisi Arab, ketika sesuatu itu mulia, maka pasti banyak namanya. 

Mengenal 15 Nama Malam Nisfu Sya’ban

Di antaranya adalah Nisfu Sya’ban, Karena malam ini adalah malam yang mulia, maka banyak kali sebutan untuk malam ini. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki mengutip pendapatnya Abu Al-Khair Al-Thaliqani, yang mana Nama nisfu sya’ban itu ada 22, namun beliau hanya menyebutkan 14 saja, yaitu sebagai berikut:

  1. Lailat Al-Mubarakah, yakni malam yang memiliki bulan berkah, yang mana para malaikat muqarabat (mendekat) kepada manusia. 
  2. Lailat al-qismah, yakni pada malam ini adalah pembagian rezeki dan taqdir. Bahkan dijelaskan,  ketika ada orang yang telah ditaqdirkan untuk meninggal, maka Allah akan memberinya umur lagi, agar ia menambah amal ibadahnya. 

3. Lailat Al-takfir, yakni malam peleburan dosa. Sebab ada beberapa momen yang mana dosa manusia dilebur, di antaranya adalah di malam nisfu syaban, yang mana pada malam ini, dosa manusia selama tahun itu dilebur (dosa yang berkaitan dengan Allah, dan dosa kecil).

Selain momen peleburan tahunan, ada juga momen peleburan yang sifatnya mingguan, yakni pada hari jumat. Adapun malam lailatul qadar, maka peleburannya itu untuk dosa seumur hidup. 

4. Lailat Al-Ijabah, yakni malam dikabulkannya doa. Juga dinamai dengan ini, karena adanya hadis yang mengatakan “bahwa ada 5 hari yang mana doa tidak akan ditolak, yakni pada malam jumat, malam awal bulan rajab, malam nisfu sya’ban, malam lailatul-qadar dan dua malam hari raya. 

5. Lailat al-hayat.

6. Lailat id al-malaikat, yakni malam hari raya malaikat. hari raya malaikat ada 2, seperti halnya hari raya manusia di bumi (idul fitri dan idul adha). Malaikat di langit berhari raya pada  lailat al-bara’ah, yakni malam nisfu syaban dan lailat al-qadar.

Hari rayanya malaikat diadakan pada malam hari, lain halnya dengan manusia yang notabene hari rayanya dilaksanakan di siang hari. Sebab para malaikat tidak tidur, malam dan siang hari sama saja bagi mereka. Adapun manusia, hari rayanya dilaksanakan di waktu siang hari, karena pada malam hari mereka istirahat, sedangkan malaikat tidak butuh pada istirahat. 

7. Lailat al-syafa’at, yakni malam pemberian syafaat. Penamaan ini diberikan oleh Abu Mansur Muhammad bin Abdullah al-hakim al-naisaburi.

8. Lailat al-bara’ah, yakni malam pembebasan. Sebab manusia yang beribadah dan menjuhi maksiat, maka ia akan terbebas dari api neraka.

وقيل: إن الحكمة في أن الله تعالى أظهر ليلة البراءة وأخفى ليلة القدر، لأن ليلة القدر ليلة الرحمة والغفران والعتق من النيران، أخفاها الله عز وجل لئلا يتكلوا عليها، وأظهر ليلة البراءة لأنها ليلة الحكم والقضاء، وليلة السخط والرضا، ليلة القبول والرد والوصول والصد، ليلة السعادة والشقاء والكرامة والنقاء.

Hikmah mengapa Allah memberitahukan malam Lailat al-bara’ah, dan Allah menyembunyikan malam Lailat Al-qadar adalah karena pada malam lailat al-qadar itu adalah malam rahmat, ampunan, dibebaskannya dari neraka.

Maka Allah menyembunyikan malam lailat al-qadar, agar mereka tidak semena-mena (yakni, hanya karena tahu malam lailat al-qadar, yang mana faidahnya adalah akan diampuni dan dikasihi, lantas ia semena-mena melakukan dosa, dengan berdasar akan taubat di malam lailat al-qadar, maka dari itu malam ini disamarkan oleh Allah). 

Sedangkan mengapa malam lailat al-bara’ah Allah tampakkan adalah karena pada malam ini diputuskannya hukum dan keputusan, malam kerelaan atau malam kemarahan, malam penerimaan atau penolakan, malam sampai atau tidak (sampai pada malam tertentu), malam bahagia atau celaka,

Malam mulia atau tidak, maka Allah memberitahukan kepada hamba-Nya agar mereka bisa memanfaatkan malam ini dengan sebaik mungkin. (Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, Al-Ghunyah li Takib Tariq al-Haq, 1/348) 

9. Lailat al-shakk, yakni malam peleburan dosa. Sebab pada malam hari ini, dosa manusia itu akan diampuni.

10. Lailat Al-Jaizah, yakni Malam pembalasan amal

11. Lailat al-ta’dzim, yakni malam yang agung.

12. Lailat al-qadar, yakni malam penentuan takdir.

13. Lailat Al-Rajhan, yakni malam yang utama.

14. Lailat al-ghufran, yakni malam pengampunan. (Kelima akhir ini berasal dari penamaannya Taqiyuddin Al-Subki)

15. Lailat al-ghufran wa al-itq min al-niran, yakni malam pengampunan doaa dan pembebasan dari api neraka.

Demikianlah penjelasan mengenai nama lain dari malam nisfu sya’ban beserta maknanya, keterangan ini diambil dari Kitab Madza Fi Sya’ban Karya Imam Ahlus Sunnah wal jamaah abad 20, Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki halaman 72-75. Semoga bermanfaat. 

BINCANG SYARIAH

Amalan-amalan Sunnah di Malam Nisfu Sya’ban

Apa saja amalan-amalan sunnah di malam Nisfu Sya’ban? Simak penjelasan ulama terkait amalan-amalan sunnah nisfu Sya’ban. 

Tak pelak lagi, di antara malam mulia yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah adalah malam Nisfu Sya’ban atau malam pertengahan bulan Sya’ban. Pada malam itu, banyak keberkahan, keutamaan, dan ampunan yang diturunkan oleh Allah.

Karena itu, dianjurkan kepada seluruh kaum muslim untuk memperbanyak amalan-amalan sunnah pada malam tersebut. Setidaknya, terdapat enam amalan sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan di malam Nisfu Sya’ban.

Pertama, memperbanyak berdoa kepada Allah sejak terbenam matahari di malam Nisfu Sya’ban. Ini karena malam Nisfu Sya’ban merupakan malam mulia yang semua doa diijabah oleh Allah.

Kedua, memperbanyak membaca istighfar seraya minta ampunan kepada Allah. Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Al-Baihaqi dari Usman bin Abi Al-‘Ash, bahwa Nabi Saw bersabda;

إَذا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ نَادَى مُنَادٍ: هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرُ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيْهِ؟ فَلاَ يَسْأَلُ أَحَدٌ شَيْئًا إِلَّا أُعْطِيْ إِلَّا زَانِيَةً بِفَرْجِهَا أَوْ مُشْرِكًا

Apabila datang malam Nisfu Sya’ban, ada pemanggil (Allah) berseru; Apakah ada orang yang memohon ampun dan Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta dan Aku akan memberinya? Tidak ada seseorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik.

Ketiga, memperbanyak membaca kalimat syahadat, yaitu kalimat ‘Laa ilaaha illallaahu muhammadur Rasulullah’, baik sendirian maupun berjamaah. Ini sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad bin Alawi dalam kitab Madza fi Sya’ban berikut;

وينبغي للمسلم أن يغتنم الأوقات المباركة والأزمنة الفاضلة وخصوصا شهر شعبان وليلة النصف منه بالاستكثار فيها من الاشتغال بكلمة الشهادة: لا إله إلا الله محمد رسول الله

Seyogyanya seorang muslim mengisi waktu yang penuh berkah dan keutamaan, utamanya di bulan Sya’ban dan malam Nisfu Sya’ban, dengan memperbanyak membaca syahadat ‘Laa ilaaha illallaahu muhammadur rasulullah.’

Keempat, setelah shalat Maghrib dianjurkan membaca surah Yasin sebanyak tiga kali dengan niat mencari keberkahan umur, keberkahan harta, keberkahan kesehatan, dan ketetapan iman.

Kelima, melakukan shalat sunnah malam, baik dengan shalat sunnah tahajjud, shalat sunnah hajat, dan witir.

Keenam, berpuasa di hari Nisfu Sya’ban. Ini berdasarkan hadis riwayat Ibnu Majah dari Sayyidina Ali, dari Nabi Saw, beliau bersabda;

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا يَوْمَهَا، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مِنْ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطَّلِعَ الْفَجْرَ

Ketika malam Nisfu Sya’ban tiba, maka beribadahlah di malam harinya dan puasalah di siang harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Ia berfirman;

Ingatlah orang yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepada-Ku, maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga fajar tiba. 

BINCANG SYARIAH

Jika Nisfu Sya’ban Bertepatan Hari Jumat, Apakah Tetap Dianjurkan Berpuasa?

Di antara perkara yang dianjurkan ketika Nisfu Sya’ban atau hari pertengahan bulan Sya’ban adalah berpuasa. Namun bagaimana jika Nisfu Sya’ban tersebut kebetulan bertepatan dengan hari Jumat, apakah berpuasa tetap dianjurkan berpuasa?

Pada dasarnya, berpuasa di hari Jumat hukumnya makruh. Terdapat sebuah hadis yang dijadikan dasar oleh para ulama mengenai kemakruhan berpuasa di hari Jumat ini. Di antaranya adalah hadis riwayat Imam Al-Bukhari dari Juwairiyah binti Al-Harits, dia berkata;

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهِيَ صَائِمَةٌ فَقَالَ أَصُمْتِ أَمْسِ قَالَتْ لا قَالَ تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا قَالَتْ لا قَالَ فَأَفْطِرِي

Nabi Saw pernah menemui Juwairiyah pada hari Jumat dan ia dalam keadaan berpuasa, lalu beliau bersabda; Apakah engkau berpuasa kemarin? Dia menjawab; Tidak. Beliau berkata; Apakah engkau ingin berpuasa besok? Dia menjawab; Tidak. Beliau kemudian berkata; Batalkan puasamu.

Berdasarkan hadis ini, para ulama mengatakan bahwa mengkhususkan hari Jumat untuk berpuasa adalah makruh. Namun demikian, mereka juga mengatakan bahwa kemakruhan berpuasa di hari Jumat bisa hilang jika bertepatan dengan puasa sunnah lainnya, seperti bertepatan dengan puasa Arafah, puasa ayyamul bidh, puasa Daud, dan tentunya puasa Nisfu Sya’ban. 

Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw bersabda;

لا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

Janganlah khususkan malam Jumat dengan shalat malam tertentu yang tidak dilakukan pada malam-malam lainnya. Janganlah pula khususkan hari Jumat dengan puasa tertentu yang tidak dilakukan pada hari-hari lainnya kecuali jika ada puasa yang dilakukan karena sebab ketika itu.

Kebolehan berpuasa Nisfu Sya’ban di hari Jumat secara khusus ditegaskan dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah berikut;

يجوزُ شرعًا إفرادُ يومِ الجمعة بالصوم إذا وافق يومًا من الأيام الفاضلة؛ كيوم النصف من شعبان.

Boleh secara syariat mengkhususkan hari Jumat dengan berpuasa jika bertepatan dengan hari-hari mulia, seperti bertepatan dengan hari Nisfu Sya’ban. 

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa puasa Nisfu Sya’ban di hari Jumat hukumnya boleh, tidak makruh, baik hanya berpuasa di hari Jumat saja, atau sebelum dan sesudahnya juga berpuasa.

Hal ini karena yang dimakruhkan berpuasa di hari Jumat jika tidak bertepatan dengan puasa sunnah yang lain. Sebaliknya, jika bertepatan atau ada sebab puasa sunnah yang lain, seperti puasa Nisfu Sya’ban, maka hukumnya boleh, tidak makruh. 

BINCANG SYARIAH

Hukum Minum Air Berkah Malam Nisfu Sya’ban

Sebenarnya, bagaimana hukum minum air berkah surah Yasin malam Nisfu Sya’ban ini, apakah boleh?

Jamak terjadi ketika malam Nisfu Sya’ban, biasanya masyarakat muslim Indonesia berbondong-bondong datang ke masjid untuk membaca surah Yasin secara berjemaah. Selain itu, terdapat sebagian yang sengaja membawa air ke masjid dan diletakkan di tengah lingkaran jemaah agar air itu terkena keberkahan suara bacaan surah Yasin, dan kemudian diminum satu keluarga. 

Minum air berkah dari bacaan surah Yasin di malam Nisfu Sya’ban hukumnya adalah boleh. Minum air yang sudah dibacakan ayat-ayat dan surah Al-Quran, atau doa-doa lainnya, terutama di momen-momen utama seperti malam Nisfu Sya’ban, hukumnya boleh dan telah banyak dipraktekkan oleh para ulama. 

Ini statusnya sama dengan minta doa dalam bentuk media air kepada orang shaleh, kiai, habib dan lainnya. Menurut para ulama, meminta doa kepada orang yang shaleh, ulama, atau seorang ustadz dan kemudian ditiupkan kepada air yang dalam sebuah wadah, hukumnya adalah boleh. 

Ini sebagaimana telah dipraktekkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau membacakan doa tertentu pada segelas air dan kemudian air meminta anaknya yang sedang sakit untuk meminumnya. Bahkan disebutkan bahwa air tersebut bukan hanya diminum, namun juga disiram pada wajah dan kedua tangannya.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Adab Al-Syar’iyyah berikut;

قال صالح – ابن الإمام أحمد بن حنبل – : ربما اعتللت فيأخذ أبي قدحا فيه ماء فيقرأ عليه ويقول لي : اشرب منه ، واغسل وجهك ويديك . ونقل عبد الله بن الإمام أحمد أنه رأى أباه يعوذ في الماء ويقرأ عليه ويشربه ، ويصب على نفسه منه

Shalih bin Imam Ahmad bin Hanbal berkata; Terkadang aku sakit kemudian ayahku mengambil cawan yang di dalamnya terdapat air kemudian beliau membaca (ayat-ayat Al-Quran) padanya, dan berkata kepadaku; Minumlah darinya dan basuh wajah dan kedua tanganmu.

Abdullah bin Imam Ahmad menukil bahwa sesungguhnya dia melihat ayahnya membaca ta’awwudz pada air dan membaca (ayat-ayat Al-Quran) padanya dan beliau meminumnya, dan menyiramkan pada dirinya sendiri.

Dengan demikian, minum air berkah yang sudah dibacakan surah Yasin, zikir dan doa di malam Nisfu Sya’ban dengan niat agar mendapatkan keberkahan, hukumnya adalah boleh.

BINCANG SYARIAH

Siap dan Bahagia Sambut Ramadhan

MEMASUKI pertengahan Bulan Sya’ban, seorang anak kelas dua sekolah dasar terlihat sangat bahagia. Kepada kedua orang tuanya berulang kali ia bertanya, “Sebentar lagi puasa, ya, Ma?”

Ramadhan memang memiliki daya tarik tersendiri, tidak saja bagi orang beriman, tetapi juga anak-anak yang menuju baligh. Hal ini tidak lain karena  kemuliaan dan keagungannya sungguh sangat luar biasa.

Maka, sungguh mengherankan bila orang mengerti hakikat Ramadhan kemudian merasa biasa-biasa saja. Padahal, Ramadhan 1439 H tinggal dua pekan atau bahkan lebih dekat lagi.

Dalam sejarah kita akan temukan bahwa para ulama terdahulu saling mengingatkan bila Ramadhan akan tiba. Selanjutnya mereka mempersiapkan diri untuk memperbanyak amal sholeh.

Riwayat menyebutkan bahwa Imam Mu’la bin Fadhal pernah berkata, “Mereka (ulama terdahulu, salafus sholeh) berdoa selama enam bulan agar disampaikan kepada Ramadhan.”

Fakta tersebut menunjukkan bahwa Ramadhan tidak bisa disikapi, melainkan dengan kesungguhan, totalitas, dan komitmen tinggi untuk meraih ketaqwaan.

Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menerangkan, “Nilai puasa Ramadhan adalah seperempat keimanan.” Hal itu beliau sandarkan dari hadtis Nabi, “Puasa adalah setengah dari kesabaran.” (HR. Tirmidzi).

Kemudian, Al-Ghazali mengutip hadits qudsi, “Setiap perbuatan baik yang dilakukan manusia akan mendapatkan pahala sepuluh hingga tujuh ratus kalilipat, kecuali puasa. Sebab, sesungguhnya puasa itu hanya bagi-Ku, dan Aku-lah yang akan menentukan balasannya.”

Jadi, sangat pantas jika setiap insan beriman memantaskan diri menyambut Ramadhan.

Terlebih puasa di dalam sabda Rasulullah termasuk dari pilar tegaknya agama.

Islam dibangun di atas lima perkara, 1) Syahadat, 2) sholat, 3) zakat, 4) haji, 5) puasa Ramadhan, demikian dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Ramadhan dalam bahasa Buya Hamka pada bukunya “Dari Lembah Cita-Cita menyatakan bahwa puasa adalah media pemerdeka jiwa atas kekangan hawa nafsu.

Buya Hamka menjelaskan, “Kita telah terbiasa makan di siang hari. Payah melepaskan, membiasakan, memerdekakan diri dari kebiasaan itu. Payah menghentikan merokok, payah makan di luar waktu yang telah ditentukan, sampai timbul pepatah terkenal, ‘Manusia budak dari kebiasaannya.’ Oleh karena itu, puasa adalah alat yang utama untuk memerdekakan jiwa dari kebiasaannya setiap hari, yang kelak menjadi tangga untuk melawan kebiasaan-kebiasaan yang besar sehingga terbuktilah pepatah yang asyhur, ‘Bukan untuk makan saja kita hidup.”

Penjelasan Hamka boleh jadi merupakan penjelasan dari hadits Nabi, “Sesungguhnya setan itu masuk ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya. Oleh karenanya, sempitkanlah jalan setan itu dengan cara berpuasa.” (HR. Bukhari Muslim).

Dengan demikian, penting bagi setiap insan memahami Ramadhan dengan sebaik-baiknya kemudian diikuti dengan langkah-langkah persiapan yang dimana pada saat Ramadhan amalan itu bisa semakin digalakkan. Karena Ramadhan juga dikenal dengan nama Syahrul Ibadah (bulan ibadah).

Kita bisa bayangkan, begitu hebatnya kemuliaan yang Allah sediakan bagi orang yang berpuasa lagi beribadah, pahala umroh di bulan Ramadhan sebanding dengan pahala ibadah haji. Di sini kita penting benar-benar menyiapkan diri dengan beragam amalan sholeh di dalam Ramadhan.

Bagi kaum hawa, jika masih ada hutang puasa Ramadhan tahun sebelumnya, maka bersegeralah membayarnya.

Dari Abu Salamah berkata, Aku mendengar Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Aku berhutang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadha’nya kecuali pada Bulan Sya’ban.”

Yahya berkata, “Karena dia sibuk dengan (mengurus) Nabi atau sibuk karena senantiasa bersama (mengiringi kesibukan) Nabi shallallahu alayhi wasallam.” (HR. Bukhari).

Nah, ini kesempatan bagus bagi para suami agar mendorong istrinya segera membayar puasa. Terlebih, pada Bulan Sya’ban Rasulullah banak mengerjakan puasa sunnah.

Rasulullah shallallahu alayhi wasallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di Bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari Muslim).

Meski demikian penting dicatat, tidak dibolehkan berpuasa sehari atau dua hari sebelum masuk Ramadhan. Kita dilarang berpuasa pada akhir Bulan Sya’ban.

“Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Muslim).

Sekarang baru masuk pertengahan, maka bersegeralah melakukan puasa sunnah sebagai wujud kesiapan sekaligus kebahagiaan menyambut Ramadhan.

Selanjutnya memperbanyak membaca Al-Qur’an. Hal ini sangat penting terutama bagi mereka yang memiliki kesibukan luar biasa di siang hari, pulang larut malam dari bekerja. Sebab, sangat sayang jika diri berpuasa, tetapi interaksi dengan Al-Qur’an rendah.

Jika memang ada kesanggupan menjalankan tanggungjawab lahiriah keluarga dengan baik selama Ramadhan tanpa bekerja, maka memfokuskan diri beribadah bukanlah hal yang buruk.

Amru bin Qois Al-Malai apabila memasuki Bulan Sya’ban beliau menutup tokonya, lalu memfokuskan diri untuk membaca Al-Qur’an. Sekalipun langkah seperti ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh kebanyakan kaum Muslimin. Ini hanya bagi yang mampu dan memang menyiapkan diri.

Terakhir, perkuatlah keimanan kepada Allah. Karena Ramadhan mesti menjadikan diri kita semakin beriman dan bertaqwa kepada-Nya.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (HR. Bukhari Muslim).

Jadi, mari persipakan diri dari sekarang untuk menyambut Ramadhan. Mulailah latihan beribadah, seperti puasa, membaca Al-Qur’an, dan segala macam amalan yang dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Ta’ala. Jadilah Muslim yang siap dan bahagia menyambut Ramadhan.

Semoga Allah berikan kemampuan untuk kita semua menyiapkan diri dan mengisi Ramadhan 1439 H dengan sebaik-baiknya. Aamiin.*

 

HIDAYATULLAH

Menghidupkan Malam Nisfu Sya’ban

Sya’ban merupakan bulan yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa bersejarah. Peristiwa berpindahnya arah kiblat dari Masjidil Aqsha Palestina menuju Kabah (QS al-Baqarah: 144) terjadi di bulan Sya’ban. Turunnya ayat yang menganjurkan untuk membaca shalawat (QS. al-Ahzab: 56) di bulan Sya’ban. Diangkatnya catatan amal manusia juga di bulan Sya’ban.

Menelisik dari segi linguistik, al-Imam Abdurrahman al-Shafury dalam kitab “Nuzhat al-Majalis wa Muntakhab al-Nafais” mengatakan bahwa kata Sya’ban merupakan singkatan dari huruf shin yang berarti kemuliaan (al-syarafu), huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi atau terhormat (al-uluw), huruf ba’ yang berarti kebaikan (al-birr), huruf alif yang berarti kasih sayang (al-ulfah), dan huruf nun yang berarti cahaya (an-nur).

Menjadi tradisi umat Islam Indonesia menghidupkan malam Nisfu Sya’ban atau pertengahan bulan Sya’ban dengan ibadah. Pada malam Nisfu Sya’ban, umat Islam membaca Surat Yasin sebanyak 3 kali yang dilanjutkan dengan berdoa.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Dailami, Imam ‘Asakir, dan al-Baihaqy, Rasulullah Saw bersabda: “Khomsu layaalin laa turaddu fiihinna ad-da’watu. Awwalu lailatin min Rajaba wa lailatun-nishfi min sya’baana wa lailatul jum’ati wa lailatayil-‘iidaini.” Artinya: “Ada 5 malam di mana doa tidak tertolak pada malam-malam tersebut, yaitu: malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Syaban, malam jumat, malam Idul Fitri dan malam Idul Adha.”

Man ahya lailatal-‘iidaini wa lailatan-nishfi min sya’baan lam yamut qalbuhu yauma tamuutul-qulub.” Artinya: “Siapa saja yang menghidupkan dua malam hari raya dan malam Nisfu Syaban, niscaya tidaklah akan mati hatinya pada hari dimana pada hari itu semua hati menjadi mati”.

Wa qad jumi’a du’aa’un ma’tsuurun munasibun li haalin khaashin bi lailatin-nishfi min sya’baana. Yaqra’uha al-muslimuuna tilkal-lailata al-maimuunata furaadaa wa jam’an fii jawaami’ihim wa ghairiha. Yulaqqinuhum ahaduhum dzalikad-du’aa aw yad’uu wa hum yu’minuuna kama huwa ma’lum. Wa kaifiyatuhu: tuqro’u awwalan qabla dzalikad-du’a ba’da shalaatil maghrib suuratu Yasin.”

Artinya: “Sungguh telah dikumpulkan doa mathur yang terkait khusus dengan malam Nisfu Syaban. Doa tersebut dibaca oleh para muslimin pada malam yang diberikan anugerah, baik secara sendiri-sendiri maupun berramai ramai. Seorang dari mereka membacakan (mentalqin) doa tersebut dan jamaah mengikutinya atau ada juga salah seorang yang berdoa dan jamaah mengaminkan saja sebagaimana maklumnya. Adapaun caranya: membaca surat Yasin 3 x setelah magrib, baru dilanjutkan dengan berdoa”

Tidak semua umat Islam Indonesia sependapat dengan tradisi menghidupkan malam Nisfu Syaban. Untuk itu, sikap saling menghormati perlu dikedepankan. Terlebih, amaliah menghidupkan malam Nisfu Sya’ban merupakan persoalan fur’iyyah yang diisi ibadah untuk mempertebal keimanan. Wallahu a’lam

Oleh: Faruq Hamdi, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta & Staf Komisi Dakwah MUI Pusat

 

REPUBLIKA ONLINE