Dokter Lois Owien, Ada Apa Dengan Mu?

Seorang sahabat mengirim pesan. Melalui aplikasi WhatApp, ia mengirim emotikon tangis. Tak berselang lama ia lantas mengirim teks pesan. “Abang saya meninggal dunia. Perjuangannya berakhir. Ia positif Covid-19. Ia akan berkumpul bersama ibu dan bapak. ” bunyi chat seorang sahabat kemaren.

Pesan itu bak sambaran petir. Lama saya tak beranjak. Berdiri. Alam pikir saya melanglang buana. Pikiran seolah kosong. Seperti orang kena hipnotis. Tak percaya rasanya membaca pesan singkat itu.

Abang bagi sahabat saya ini sudah kepala keluarga. Perkenalkan sebut saja sahabat saya ini A. Ia sejak umur 9 tahun sudah yatim. Ayahnya ditimpa pohon besar ketika di ladang. Kala itu akan kencang. Dahan kayu menimpa tubuh bapaknya. Mati di tempat.

Sejak itu, A hidup bersama abang dan ibunya. Mereka dua bersaudara. A sangat bergantung pada abangnya. Biaya kuliah selama di Jakarta ditanggung abangnya. Belanja bulanan pun ketika masih semester 1-5, masih dibiayai kakak laki-lakinya.

Dua pekan sebelumnya, A juga berduka. Ibunya meninggal. Positif Covid-19. Klaster Covid-19 di Jawa bagian Timur memang sedang naik. Banyak manusia terjangkit positif. Tak sedikit juga yang meninggal dunia.

Ibu A sudah di atas 60 tahun. Sebagai lansia, ibunya juga ada penyakit lain. Ibunya mengidap penyakit diabetes. Hal itu yang membuat sakitnya kian parah. Hingga akhirnya wafat. Meninggalkan A dan abangnya.

Kini abangnya pun telah tiada. Menyusul ayah dan ibunya. Sahabat saya ini tinggal sebatang kara. Tak punya ayah, ibu, dan saudara. Covid-19 merengut keluarga tercintanya. Ia tak sempat mencium jenazah keduanya. Hanya bisa melihat dari jauh. Peti mati itulah yang ia ingat.

Sabtu (10/7) kabar duka datang lagi. Kali ini datang di WA Group. Teman waktu Kuliah Kerja Nyata, meninggal dunia. Sebelumnya ia dikabarkan positif Covid-19. “Mohon doanya, saya sedang Isoman. Dua hari lalu swab. Hasilnya positif,” begitu pesannya di grup.

Rupanya anak muda tak bertahan lama. Ia dikalahkan ganasnya Covid-19. Saya tak bisa membayangkan kedua orangtuanya. Anak lelakinya yang baru sarjana, mati berkalang tanah. Tak sempat ada ciuman perpisahan. Kini ia telah tiada. Perjuangnya telah selesai.

Kabar duka akibat Pandemi Covid-19 datang lagi. Kematian akibat Covid-19 juga melanda para tokoh agama. Dalam catatan Majelis Ulama Indonesia, dilansir dari CNN Indonesia, sekitar 584 kiai wafat selama pandemi virus corona. Covid-19 turut menjangkit para pemimpin pondok pesantren di wilayah Jawa dan Madura. Lebih lagi, jumlah kiai dan ulama yang menderita Covid-19 terus meningkat.

Sebagai garda terdepan dalam menghadapi Covid-19, tenaga kesehatan pun banyak yang meninggal dunia. Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Adib Khumaidi, SpOT, sebagimana dilansir dari Detik.com, menyatakan jumlah dokter yang meninggal akibat Covid-19 naik hingga 7 kali lipat.

Lonjakan kasus covid-19 di bulan Juni 2021 lalu membuat banyak menjadi penyebab para dokter berguguran satu demi satu. Hingga 8 Juli 2021, tim mitigasi PB IDI mencatat total ada 458 dokter yang wafat akibat Covid-19. Di samping tak sedikit dokter terpapar positif, dan masih berjuang untuk sembuh dari pagebluk ini.

Lebih lanjut, adapun dalam catatan BNPB per hari ini, Senin (12/7) kasus positif Covid-19 bertambah 40.427 orang. Total jumlah orang yang positif Covid-19 naik menjadi 2.567.630 kasus. Pasien sembuh bertambah 34.754 menjadi 2.119.478 orang. Ada pun pasien meninggal  pada hari ini bertambah 891 orang. Secara total kematian akaibat pagebluk ini menjadi 67.355 orang

Mereka yang Tak Percaya Adanya Covid-19

Meski begitu, tak sedikit orang yang tak percaya adanya Covid-19. Mereka menyangkal keberadaan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19. Latar mereka pun berbeda-beda. Pun tautan usia yang beragam.

Penyangkalan Covid-19 ada yang datang dari anak muda. Misalnya, di aplikasi TikTok, muncul dua orang; muda dan mudi. Menyanyikan lagu “Welcome to Indonesia”. Lirik lagu ini seolah menyatakan Covid-19 yang sudah tak ada. Lantas membandingkan dengan negara Eropa, yang sudah melaksanakan piala Euro 2021.

Ada juga kalangan agamawan. Para ustazd, dai dan pendakwah. Mereka tak percaya akan adanya Covid-19. Narasi yang digunakan pun sangat tendisius dan bercampur teori konspirasi. Misalnya, Covid-19 untuk menghancurkan umat Islam. Dan Corona buatan komunis dan barat, untuk melenyapkan Islam.

Terbaru, tak kalah bikin heboh. Penolakan Covid-19 datang dari seorang dokter. Ia bernama Lois Owien. Si dokter tak percaya akan adanya Covid-19. Pengakuan tak percaya virus Corona itu terjadi ketika ia menjadi narasumber dalam acara televisi, Hotman Paris Show.

Tentu ini sebuah ironis. Covid-19 sudah berjalan lebih satu tahun. Dan telah membunuh 67. 355 jiwa. Dokter ini menyebutkan kematian selama pandemi kali ini lantaran interaksi antar obat. Bukan karena virus Corona.” Cuma karena kurang vitamin dan mineral,Lansia di perlakukan spt penjahat?? Covid19 Bukan Virus dan Tidak Menular!!!!, tulis Dokter Lois di akun twitter-nya.

Saya tak tahu apa yang ada dalam pikiran mereka yang menyangkal adanya Covid-19 ini. Saya juga tak tahu apa motif mereka yang menyebarkan narasi penyangkalan adanya virus yang mematikan ini.

Yang saya bayangkan adalah bagaimana nasib keluarga korban yang terjangkit dan meninggal akibat virus ini. Yang saya pikirkan bagaimana teman, sahabat, orang tua, anak atau siapapun yang kehilangan orang yang dicintainya membaca dan mendengar ocehan ini.

Juga yang saya bayangkan, bagaimana perasaan mereka yang sedang berjuang untuk sembuh dari Covid-19 ketika mendengar ocehan dan narasi kejam ini? Pun bagaimana juga perasaan orang yang sedang berjuang mencari tabung oksigen, karena sesak napas, dan tetiba mereka mendengar atau membaca narasi penyangkalan adanyaCovid-19?

Itulah yang saya bayangkan. Kejam. Sadis. Itulah bagi saya manusia jenis ini. Saya tak melarang Anda atau siapapun menyangkal atau tak percaya pada Covid-19, tapi berhenti menyebarkan narasi itu di ruang publik. Itu hanya akan membuat kericuhan dan kemudharatan.

Terakhir untuk mereka yang tak percaya Covid-19, dalam ilmu hadis ada yang dinamakan dengan hadis mutawatir. Dalam kitab Taisir Mushthalah al-Hadits karya Dr. Mahmud Thahhan menyatakan bahwa Maksudnya hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi hadis, dari sejumlah lainnya yang menurut adat kebiasaan mustahil untuk secara ramai-ramai sejumlah perawi tersebut bersekongkol untuk berbohong.

Hadis mutawatir derajatnya shahih. Hadis mutawatir memiliki kualitas yang terjamin. Di samping itu, hadis jenis ini merupakan sumber hukum terkait permasalahan yang pokok, seperti tentang rukun iman dan islam, shalat, puasa dan lain-lain. Pasalnya, jalur periwayat yang banyak, dan mustahil mereka untuk berbohong dan berdusta.

Neneng Maghfiro, dengan mengutip Dr. Mahmud Thahhan dalam Mengenal Hadis Mutawatir menyebutkan bahwa ada empat syarat hadis disebut mutawatir. Pertama, hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh banyak perawi. Minimal 10 perawi. Kedua, banyaknya periwayat harus ada dalam setiap lapisan sanad. Seperti ada 10 atau lebih sahabat yang meriwayatkannya, begitu juga dari golongan tabi’in, tabi’u tabi’in dan seterusnya.

Ketiga, secara adat kebiasaan sejumlah perawi tersebut tidak mungkin ramai-ramai sepakat untuk berbohong. Keempat, panca indera merupakan sandaran utama periwayatan seperti pendengaran dan penglihatan.

Nah, kabar Covid-19 ini laiknya mutawatir tadi. Ini sudah terjadi satu tahun lewat di Indonesia. Riawayatnya pun sudah tak terhitung. Pun yang terkena imbasnya puluhan negara. Benua Asia, Afrika, Amerika, Australia, dan Eropa. Dan mustahil dalam akal para perawi ini untuk berbohong.

Status Covid-19 adalah shahih. Jalur periwatnya sudah mencukupi menjadikannya shahih. Dan tak akan mungkin pada akal manusia yang banyak ini, baik itu dokter, pejabat, agamawan, sipil society, masyarakat luas. Dan juga telah banyak yang meninggal dan sekarang jutaan yang terjangkit. Jadi mustahil itu semua bermufakat untuk dusta.

Untuk Anda yang menolak, tak percaya, dan menyangkal adanya Covid-19, saya hanya berdoa agar Anda tak terkena penyakit ini. Pun keluarga dan orang terkasih Anda terhindar dari virus ini. Dan bila memunginkan, sadarlah. Sebelum penyesalan menghampiri.

BINCANG SYARIAH

Hukum Penyebar Hoax

Kami ingin menanyakan, bagaimana hukum orang yang menyebarkan berita hoax di media sosial? Bagaimana juga hukum orang yang menyebar luaskannya padahal ia tidak mengetahui berita itu sejatinya adalah bohong. Terima kasih (Astrid, 085790226xxx).

Jawaban:

Hoax adalah kebohongan yang dibuat dengan sengaja untuk berpura-pura menjadi sebuah kebenaran. Dalam Islam terdapat istilah “khabar, qila wa qala”. Bahkan dalam Ilmu Hadis terdapat istilah “hadis mawdlu’ (hadis palsu)”.

Di antara ciri-ciri berita hoax adalah semua kata-katanya sama pada semua situs. Karena hanya copy paste dari situs satu ke situs lainnya. Selain itu semua hoax sumbernya tidak jelas dan isinya terkesan mengada-ada atau dibesar-besarkan dan beritanya tidak jelas.

Dalam Islam, khabar (berita) mengandung dua kemungkinan. Yaitu benar (shidq) dan salah (kidzb). Istilah “qila wa qala : katanya” dimaksudkan untuk menggambarkan berita yang tidak jelas sumbernya. Dalam Ilmu Hadis, sumber berita yang tidak jelas sumbernya itu diungkapkan dengan kata “an : dari”. Sebagai sebuah ungkapan yang menunjukkan sumber yang tidak jelas. Atau bahkan terputus persambungan sumber beritanya. Sehingga dalam hal itu, berita tidak boleh diterima sebagai berita yang benar (sahih). Oleh sebab itu, terhadap setiap berita, terutama persoalan agama, dihadapi dengan sikap yang sangat ketat dan selektif dalam menerima berita. Bahkan harus dilakukan klarifikasi (tabayun).

Menyebarkan hoax di medsos merupakan tindakan gegabah. Karena tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Alquran surat al-Hujurat ayat 6 menyebutkan : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

Menyebarkan berita hoax  berdampak negatif. Di antaranya adalah saling mencaci-maki, menggunjing, terpecahnya suatu kelompok, dan tersebarnya fitnah. Allah melarang mencaci maki sebagaimana pada QS. Al-Hujurat, 11: “hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Larangan pada ayat itu sebagaimana dalam hadis riwayat Imam Muslim dari ‘Abd Allah ibn Mas’ud sebagaimana pada bab tahrim al-kibr wa bayanih, Rasul Allah SAW bersabda : “…. kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. Jika merendahkan sesama manusia adalah kesombongan, dan kesombongan sekecil apapun menghalangi masuk surge, sebagaimana pada awal hadis itu, maka hal ini dihukumi haram sebab terdapat ancaman tidak masuk surga.

Perbuatan saling ghibah (menggunjing atau menceritakan kejelekan orang lain) juga dilarang Allah Ta’ala, sebagaimana pada QS. al-Hujurat, 12 : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

Menyebarkan berita hoax dalam kajian hukum Islam merupakan perantara (wasilah) seseorang melakukan perbuatan dosa. Sedangkan wasilah dihukumi sebagaimana tujuan (maqasid) dilakukannya. Yaitu munculnya dampak negatif, yang jelas diharamkan, sebagaimana uraian di atas, di antaranya saling mengolok-olok atau mencaci maki, menggunjing, terpecahnya suatu kelompok dan tersebarnya fitnah. Keterangan itu menunjukan, bahwa semua  perantara, dalam hal ini menyebarkan berita hoax, dihukumi sama dengan tujuan, yaitu larangan menggunjing dan yang lainnya. Dari kaedah ini dapat kita ketahui, bahwa hukum menyebarkan berita hoax adalah haram, seperti keharaman menggunjing dan keharaman yang lainnya. Karena itu, kita harus berhati-hati dalam menerima berita, dengan melakukan pelacakan sumber berita dan klarifikasi terlebih dahulu. Baru berita boleh dan tidak harus diinformasikan kepada orang lain, setelah melakukan klarifikasi. (Khamim dosen pengajar IAIN Kediri).

RADAR KEDIRI