Muala Nana merasakan teduhnya panggilan adzan subuh
Fauzan Nana Sudiana terlahir dengan nama Rafael Nana Sudiana. Pria berumur 27 tahun itu lahir dan tumbuh di tengah keluarga Non-Muslim yang taat. Tak hanya keluarganya, namun lingkungan tempat tinggalnya juga mayoritas Non-Muslim.
Meski demikian, pria yang akrab disapa Nana itu memiliki banyak teman Muslim di luar lingkungan tempat tinggalnya. Karenanya, nuansa keislaman sudah tak asing baginya. Hatinya pun merasa syahdu setiap kali mendengar lantunan suara adzan, terutama adzan subuh. Ada kedamaian yang menelisik dalam ruang kalbunya.
Hidayah Allah SWT pun datang. Semakin sering mendengar adzan, Nana semakin merasa tertarik pada Islam. Dia pun banyak bertanya pada teman-teman muslimnya mengenai Islam. Hingga akhirnya, dia bertemu dengan Ustadz Syahri, yang menjadi pembimbing para mualaf di Yayasan Mualaf Ikhlas Madani Indonesia (Mukmin) Kabupaten Kuningan.
Ustadz Syahri mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan Nana tentang Islam. Hingga akhirnya, dia merasa mantap untuk memeluk Islam. Dengan dituntun Ustadz Syahri, dia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Pilihan Nana untuk meninggalkan agamanya yang dulu dan beralih pada Islam tentu mendapat penolakan dari keluarganya. Meski demikian, dia tetap membulatkan tekad untuk tetap berpegang teguh pada agama Allah SWT.
Untuk menghindari intrik dengan keluarga, Nana memutuskan meninggalkan rumahnya yang ada di Desa Rambatan, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Dia kemudian memilih tinggal di rumah singgah mualaf yang dikelola oleh Yayasan Madani Kabupaten Kuningan.
Sudah setahun Nana tinggal di rumah singgah mualaf yang beralamat di Jalan Raya Babatan Bayuning, RT 04 RW 01 Desa Bayuning, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan. Di tempat tersebut, dia tinggal bersama beberapa orang mualaf lainnya, yang mengalami kondisi hampir sama dengannya.
Meski demikian, Nana berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik dengan orang tua dan keluarganya. Hal itu setelah dia mendapat nasihat dari Ketua Yayasan Madani Kabupaten Kuningan, Ade Supriadi. Walau berbeda keyakinan, Islam mengajarkan setiap anak untuk tetap berbuat baik kepada kedua orang tua.
‘’Saya kemudian sering mengajak Pak Ade ke rumah untuk menemui ibu dan keluarga saya. Akhirnya mereka tahu bahwa Islam bukan seperti yang mereka pikirkan. Islam adalah agama yang damai dan penuh rahmat,’’ kata Nana kepada Republika.co.id, Kamis (20/1).
Nana bersyukur, keluarganya akhirnya bisa menerima keislamannya. Meski memang, mereka masih belum mendapat hidayah untuk mengikuti jejaknya memeluk Islam
Di rumah singgah mualaf itu, Nana belajar lebih dalam tentang akidah Islam. Dia juga belajar tentang pelaksanaan ibadah, termasuk solat dan mengaji. Setiap bakda Magrib, dia belajar membaca Alquran bersama para mualaf lainnya.
Tak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara mandiri, para mualaf di rumah singgah juga memiliki aktivitas ekonomi. Mereka memilih berjualan, termasuk Nana.
Nana berjualan angkringan yang diproduksi sendiri oleh para mualaf di rumah singgah. Selain nasi bakar, ada juga makanan lainnya khas angkringan, seperti nasi kucing, susu jahe, berbagai macam sate, kopi seduh dan lainnya. ‘’Alhamdulillah, walau sambil berjualan, saya tidak pernah ketinggalan untuk belajar agama,’’ tutur Nana.
Semula, hasil penjualan angkringan bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di rumah singgah. Namun, pandemi Covid-19 yang berujung pada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), telah memaksa usaha angkringan menjadi terhenti.
Modal yang ada pun tergerus untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di rumah singgah.
Kini, seiring membaiknya pandemi dan bergeliatnya ekonomi masyarakat, para mualaf membutuhkan bantuan modal untuk memulai kembali usaha mereka. ‘’Saya ingin sekali menambah modal untuk memulai usaha kembali,’’ tutur Nana.
Selain berjualan angkringan, Nana juga sedang membuat produk kerajinan tangan yang nantinya bisa dijual. Namun untuk itu, dia kembali terbentur pada kesulitan modal. Dia berharap, ada uluran tangan dari para hamba Allah untuk membantunya dan para mualaf lainnya di rumah singgah agar bisa berdaya ekonomi.