Kini, lebih dari dua abad berlalu, bayangan Covid-19 turut mengancam pelaksanaan haji tahun ini. Seorang akademisi dan penulis asal Mesir, Hani Nasira, mengatakan jika kasus Covid-19 di seluruh dunia terus meningkat, keputusan untuk menghentikan ibadah haji seharusnya tidak mengejutkan.
Sebab, jika diberlakukan, keputusan meniadakan haji dinilainya akan bijaksana dan sesuai dengan syariah Islam. Pasalnya, Islam pada dasarnya bertujuan untuk melindungi dan melestarikan kehidupan masyarakat.
“Di dalam Alquran, Allah berfirman ‘dan jangan bunuh dirimu.’ Nabi Muhammad juga memperingatkan sahabat-sahabatnya terhadap wabah. Abdulrahman bin Awf meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, ‘jika Anda mendengar wabah di suatu negeri, jangan memasukinya. Tetapi jika wabah itu ada di suatu tempat dan Anda berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu.’ Hadits ini menunjukkan pentingnya menghindari wabah,” kata Nasira, dilansir di Arab News, Senin (6/4).
Ia menekankan bahwa wabah Covid-19 telah merenggut ribuan jiwa di seluruh dunia dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Ia mengatakan, seluruh dunia menderita akibat penyebaran virus yang cepat dan semua orang berada dalam ketakutan.
Apalagi, saat ini para ilmuwan belum menemukan obat atau vaksin untuk virus corona. Sehingga, menurutnya, situasi demikian yang berlanjut membuat penangguhan haji diperlukan guna melindungi kehidupan. Ia juga menyoroti beberapa negara Muslim, termasuk Iran dan Turki, yang termasuk negara dengan korban wabah terbesar.
“Kami tidak ingin menambahkan bahan bakar ke api. Itu tidak logis, dan Islam juga tidak pernah menerima atau menyetujui itu. Jika saya seorang mufti, saya tidak akan ragu untuk meminta penangguhan,” tambahnya.
Sementara itu, seorang peneliti studi Islam, Ahmed Al-Ghamdi, mengatakan bahwa haji bukanlah ritual terbatas dalam arti bahwa ibadah haji dapat dilakukan setidaknya sekali seumur hidup seorang Muslim dewasa. Menurutnya, ibadah haji tidak terbatas pada waktu tertentu. Sehingga, Muslim dapat melakukan haji kapan pun dia mau saat mereka telah mencapai usia baligh.
“Nabi Muhammad, misalnya, tidak melakukan haji di tahun pertama haji menjadi kewajiban. Dia melakukan haji setahun kemudian,” kata Al-Ghamdi.
Peneliti yang berspesialisasi dalam ilmu hadits ini juga sependapat dengan Nasira. Menurutnya, syariah Islam sangat mendukung kepentingan dan kesejahteraan publik. Ia mengatakan, haji dapat ditangguhkan dalam hal kebutuhan yang mendesak, seperti karena penyebaran penyakit virus corona, alasan politik atau tekanan keamanan.
Hal itu menurutnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Ia menambahkan, bahwa ibadah haji didirikan dengan alasan dan logika. Dengan demikian, jika pejabat kesehatan menemukan bahwa penyakit menular dapat menyebabkan kematian, ia mengatakan bahwa menjaga kehidupan manusia lebih penting daripada ibadah haji itu sendiri.
“Tidak ada yang salah dengan alur pemikiran dalam syariah Islam ini. Yang Maha Kuasa telah memerintahkan kita untuk tidak menjerumuskan diri kita pada bahaya,” katanya.