Allah tidak menyukai tindakan merusak sesuatu, termasuk pepohonan dan hewan yang hidup. Manusia diarahkan untuk menjaga berbagai ciptaan yang ada untuk keseimbangan alam.
Setelah mati, manusia akan ditanya tentang burung kecil yang dibunuhnya tanpa alasan yang benar. Siksa akan datang kepadanya akibat kerusakan yang telah diperbuat.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, Seorang nabi singgah di bawah pohon. Dia digigit oleh seekor semut.Dia memerintahkan agar barang bawaannya dijauhkan dari bawah pohon itu.
Lalu, dia memerintahkan agar rumah semut itu dibakar. Allah mewahyukan kepadanya, “Mengapa tidak hanya satu ekor semut?”
Mungkin, kedatangan sang nabi dengan temannya mengganggu para semut. Biasanya, semut melawan orang yang mengganggu dan merusak ketenangannya. Seekor semut datang dan menggigit nabi itu.
Meski mendapatkan kekhasan dari Allah, nabi tetaplah manusia. Dia tak lepas dari kekhilafan. Nabi tersebut emosi. Dia melakukan tindakan spontan yang membuatnya menyesal. Sang nabi marah kepada semut beserta teman- temannya.
Muncullah keinginan untuk menghukum seluruh semut. Dia memerintahkan para pengikutnya agar menjauhkan barang dari bawah pohon itu. Kemudian, dia menyulut api untuk membakar sarang semut.
Maka, semut yang sedang berjalan terbakar dan panas api itu sampai kepada semut-semut yang berada di lubangnya di dalam tanah. Seharusnya, yang dihukum hanyalah semut yang menggigit rombongan tadi.
Rasulullah mengajarkan bahwa berhak melawan orang atau hewan yang menyerang manusia, walaupun hewan itu jinak. Semut ini menyerang dan menggigit. Wajar saja hewan tadi mendapat hukuman.
Namun, menghukum semua semut yang ada di sarang itu dan membakar mereka dengan api bukanlah keadilan. Semut adalah ciptaan Allah. Mereka bertasbih dan menyucikan Allah seperti hewan-hewan lain.
Manusia tidak boleh menyerangnya, kecuali jika mereka menyakitinya. Oleh karena itu, Allah menyalahkan nabi itu dan mencelanya karena dia menghukum melampaui batas. Dia menghukum semut yang tidak bersalah karena kesalahan seekor semut. Dia membunuh sebuah umat yang bertasbih kepada Allah.
Pelajaran dari hadis
Manusia tidak boleh membunuh semut, sebagaimana tidak boleh membunuh binatang lain kecuali hewan yang menyerang dan mengganggu. Dalam sebuah hadis terdapat larangan membunuh semut, tawon, dan burung hud-hud dan burung shurad.
Di sisi lain, seseorang dibolehkan membunuh hewan yang mengakibatkan kerusakan, seperti tikus, kalajengking, burung gagak, rajawali, dan anjing. Selain kelima hewan perusak ini, Rasulullah juga memerintahkan membunuh cicak. Beliau menyatakan, shurad adalah burung berkepala besar dan berparuh besar, perutnya putih, punggungnya hijau, memangsa serangga dan burung kecil.
Membakar makhluk hidup tidak dibolehkan. Nabi menjelaskan alasan larangan ini, yaitu bahwa yang berhak mengazab dengan api hanyalah pemilik api. Ini mungkin dibolehkan di dalam syariat sebelum Islam, karenanya nabi tadi membakar sarang semut.
Semut bertasbih kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam hadis. Allah memberitakan bahwa segala sesuatu bertasbih dengan memuji Allah, “Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS al-Isra: 44).
Hadis ini menyampaikan bahwa semut adalah umat. Allah telah memberitakan bahwa makhluk-makhluk, burung-burung, dan hewan-hewan, semuanya adalah umat seperti kita. “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat juga seperti kamu.”
Penafsir Alquran Prof Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menunjukkan bahwa semut merupakan hewan yang hidup bermasyarakat dan berkelompok. Hewan ini mempunyai etos kerja yang tinggi dan sikap kehati-hatian luar biasa.
Keunikan lain yang dimiliki oleh semut adalah menguburkan anggotanya yang mati. Itu merupakan keistimewaan semut yang terungkap melalui penelitian ilmuwan serta semut juga merupakan hewan yang memiliki rasa sosial dan solidaritas yang tinggi. Mereka tidak egois dan tidak mementingkan diri sendiri.
REPUBLIKA