Budaya sogok menyogok alias suap menyuap di negeri ini telah mendarah daging dan terjadi di berbagai sendi kehidupan. Kalau suap menyuap nasi itu mesra, asalkan dilakukan dengan istri atau suami maka halal
Budaya sogok menyogok alias suap menyuap di negeri ini telah mendarah daging dan terjadi di berbagai sendi kehidupan. Kalau suap menyuap nasi itu mesra, asalkan dilakukan dengan istri atau suami maka halal. Namun kalau suap menyuap sama lawan jenis yg bukan mahrom tentunya haram.
Demikian juga kalau suap menyuap dalam urusan pemerintahan atau birokrasi agar dimuluskan jalan yg berlubang alias salah jalan, maka itu haram tentunya. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
“Semoga laknat Allah ditimpakan kepada penyuap dan yang disuap” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dll)
Upaya memerangi praktek suap menyuap di negri kita seakan berhenti di tempat, atau paling kurang gali lubang membuka lubang yang lebih lebar, dan demikian seterusnya. Yang demikian itu karena upaya perang terhadap suap menyuap tidak diiringan dengan pembangunan iman dan ketakwaan kepada Allah, yang merupakan pondasi moral dan perilaku umat islam.
Begitu melekatnya budaya suap menyuap sampai-sampai ada seorang jamaah haji yang ingin menyuap nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ceritanya, teman saya yang bertugas menjaga kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi oleh salah seorang saudara kita seorang jamaah haji indonesia. Jamaah haji tersebut mengamati kuburan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan penuh santun. Pandangannya terus tertuju ke arah kuburan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Setelah mengamati beberapa saat lamanya, tiba-tiba jamaah haji indonesia tersebut melemparkan uang kertas pecahan Rp 100.000,- ke arah kuburan beliau shallallahu alaihi wa sallam. Tak ayal lagi, sikap saudara kita ini mengejutkan penjaga kuburan, yang kebetulan seorang mahasiswa Islamic University dari kota Jogjakarta. Setelah melemparkan uang pecahan Rp 100.000,- jamaah haji itu bergegas pergi.
Aneh memang, sikap seperti ini, kalau mau bersedekah kepada Nabi, maka beliau telah meninggal dunia, sehingga tidak membutuhkan uang. Bila ingin bersedekah kepada penjaga kuburan, kok dilemparkan ke arah kuburan bukan langsung diserahkan kepada yang jaga. Walaupun secara peraturan yang berjaga di kuburan beliau tidak dibenarkan menerima hadiah apapun dan dari siapapun.
Mungkinkah, jamaah haji tersebut ingin memberi hadiah kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar beliau kelak memberinya syafaat di hadapan Allah? Namun, Tahukah saudara bahwa menerima hadiah karena suatu rekomendasi alias syafaat adalah salah satu bentuk korupsi? Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ شَفَعَ لِأَحَدٍ شَفَاعَةً، فَأَهْدَى لَهُ هَدِيَّةً فَقَبِلَهَا، فَقَدْ أَتَى بَابًا عَظِيمًا مِنَ الرِّبَا»
“Barang siapa memberikan suatu rekomendasi kepada seseorang, lalu yang ia beri rekomendasi memberinya hadiah dan iapun menerimanya, maka berarti ia telah memasuki satu pintu besar dari pintu riba“. (HR. Ahmad dan lainnya).
Dengan demikian tidak mungkin Nabi menerima hadiah semacam ini andaipun beliau masih hidup di dunia.
—
Penulis: Ustadz DR. Muhammad Arifin Baderi, Lc., MA.