Alasan Disebut sebagai Tamu Allah

Jemaah haji dan umrah disebut sebagai tamu Allah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ

“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji, dan orang yang berumrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka, maka mereka pun memenuhinya. Dan mereka meminta kepada-Nya, maka Ia berikan kepada mereka (Ia kabulkan).” (HR. Ibnu Majah dihasankan oleh Syekh Al-Albani) Dalam riwayat lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوْهُ، سَأَلُوْهُ فَأَعْطَاهُمْ

“Para jemaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka, maka mereka pun memenuhi panggilan tersebut. Mereka meminta kepada-Nya dan Ia berikan kepada mereka (Ia kabulkan).” (HR Ibnu Majah, dihasankan oleh Al-Albani) Arti lafaz “al-wafdu” adalah tamu. Dan tentunya tamu itu dimuliakan dan dijamu. Dalam kitab “An-Nihayah” disebutkan makna “al-wafdu”, الْوَفْدُ الْقَوْمُ يَجْتَمِعُونَ وَيَرِدُونَ الْبِلَادَ، أَوْ

يَقْصِدُونَ الرُّؤَسَاءَ لِلزِّيَارَةِ، أَوِ اسْتِرْفَادًا وَغَيْرَ ذَلِكَ.

“Al-wafdu adalah sekelompok orang yang berkumpul dan mendatangi suatu negeri atau mereka bermaksud menemui para pembesar negeri untuk berkunjung atau meminta bantuan dan lain-lainnya.”

Jadi, alasan disebut tamu Allah adalah karena para jemaah haji dan umrah itu akan dimuliakan Allah sebagaimana tamu itu dimuliakan. Oleh karena itu, kaum muslimin juga diperintahkan memuliakan para jemaah haji dan umrah dengan membantu mereka, memberikan pertolongan dan kemudahan kepada mereka, semisal memberikan bantuan makan dan tempat, membantu orang yang sepuh (tua), wanita, serta anak-anak.

Alasan lainnya adalah agar para jemaah haji dan umrah menjaga sikap, akhlak, dan takwa mereka selama menjadi tamu Allah. Karena yang namanya tamu ketika bertamu itu bersikap baik, duduk yang manis, tidak berbuat, ulah atau melakukan hal-hal yang memalukan selama bertamu. Syekh Ali Al-Qari rahimahullah menjelaskan,

وفد الله ثلاثة أشخاص أو أجناس، المجاهد مع الكفار لإعلاء الدين، والحاج والمعتمر، المتميزون عن سائر المسلمين بتحمل المشاق البدنية والمالية ومفارقة الأهلين، والحاصل أنهم قومٌ معظمون عند الكرماء، ومكرمون عند العظماء، تُعطى مطالبهم وتُقضى مآربهم

“Tamu Allah ada tiga orang atau tiga jenis: (1) mujahid yang berperang melawan orang kafir untuk meninggikan agama, (2) orang yang berhaji, dan (3) orang yang berumrah. Mereka ini istimewa dibandingkan yang lain karena menanggung kesusahan badan, mengeluarkan harta, serta berpisah dari keluarga.

Kesimpulannya, mereka adalah kelompok orang yang diagungkan di sisi para orang-orang mulia dan kelompok orang yang dimuliakan di sisi para orang-orang agung. Permintaan mereka diberikan dan hajat mereka ditunaikan.” (Lihat Mirqatul Mafatih, 8: 469) Demikian, semoga bermanfaat.

Penulis: Raehanul Bahraen


Sumber: https://muslim.or.id/75596-alasan-disebut-sebagai-tamu-allah.html

Empat Etika Tamu Allah

Oleh: Mahmud Yunus

 

Sejak 21 Agustus 2015 calon jamaah haji (calhaj) Indonesia mulai diberangkatkan ke Tanah Suci. Mereka dalam Islam dinilai sebagai orang-orang terpilih yang memiliki kesempatan menjadi tamu Allah di rumah-Nya. Mereka adalah orang-orang yang beruntung karena termasuk salah seorang dari 186.800 calhaj Indonesia yang tahun ini berhak menyandang predikat tamu Allah. Maka, bersyukurlah.

Bentuk syukur yang selayaknya dilakukan bukan sekadar mengundang keluarga besar, handai tolan dan sebagainya dalam rangka kenduri keberangkatan (bagi Anda yang melaksanakannya). Tetapi, jauh lebih penting mempersiapakan diri menjadi tamu Allah yang paham akan etika/adab saat berada di Tanah Suci selama musim haji.

Boleh jadi, jamaah calhaj Indonesia sudah dibekali dengan hal-hal pokok yang selayaknya dilakukan oleh mereka sejak keberangkatan ke Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. Misalnya, mereka telah diajarkan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa dan negara Indonesia selama di Arab Saudi.

Umumnya calhaj Indonesia telah mendapat bimbingan saat mereka mengikuti manasik di kabupaten/kota masing-masing. Misalnya, tentang berdoa ketika naik kendaraan, memasuki Kota Mekkah dan Kota Madinah, memasuki Masjidil Haram, dan saat melihat Ka’bah/Baitullah. Juga, berdoa ketika memasuki Masjid Nabawi dan berziarah ke makam Rasulullah SAW dan seterusnya.

Namun, kenyataannya, berdasar pengalaman musim haji sebelumnya, masih banyak calhaj Indonesia yang seolah-olah tidak menyadari bahwa dirinya tamu Allah. Hal tersebut boleh jadi karena mereka belum mendapatkan penjelasan yang memadai saat mengikuti manasik dan/atau pembimbingan dari KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji).

Pertama, banyak jamaah perempuan yang menempati shaf shalat jamaah laki-laki. Padahal, di Masjidil Haram sekali pun, sebaiknya jamaah perempuan dan jamaah laki-laki itu terpisah tempatnya, terutama pada saat shalat berjamaah.

Kedua, banyak jamaah yang memaksakan diri, dahulu-mendahului saat tawaf dan/atau saat sa’i. Tidak jarang terjadi desak-desakan dan sikut-sikutan. Lebih jauh, banyak jamaah yang memaksakan diri untuk mencium Hajar Aswad. Padahal, hukum menciumnya adalah sunah.

Ketiga, banyak jamaah dengan seenaknya masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tanpa “mematikan” telepon selularnya. Padahal, di sekitar dua masjid tersebut sudah ada tulisan berjalan (running text) yang mengingatkan jamaah untuk “mematikan” telepon selular.

Keempat, banyak jamaah yang memotret aktivitasnya saat berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Bahkan, banyak jamaah yang “berani” memotret saat imam sudah memulai shalat berjamaah.

Kelima, banyak jamaah yang ketika sedang berada di Tanah Suci perilakunya tetap tidak berubah, persis seperti kebiasaannya di Tanah Air. Misalnya, ngobrol ngalor-ngidul tanpa kontrol. Berkaca pada pengalaman musim haji sebelumnya, kita harus terus belajar menjadi tamu Allah yang beretika. Semoga.

 

sumber: Republika Online