Kita tidak Miskin

Pakaiannya lusuh. Tidak ada senyum. Mendung kefakiran menggelayut kuat di wajahnya. Kaki menyaruk gontai. Dengan sedih, ia pun bertanya di majelis seorang ahli hikmah.”Mengapa aku seperti ini; menjadi orang yang sangat miskin dan selalu mengalami kesulitan hidup?”

Sang Guru Bijak pun menjawab, “Karena engkau tidak pernah berusaha untuk memberi pada orang lain.” “Bagaimana aku memberi, wahai Tuan Guru, sementara tidak ada sesuatu pun yang bisa aku beri?” jawab si miskin.

Dengan senyum mendamaikan, sang ahli hikmah ini menuturkan nasihatnya, “Sebenarnya engkau masih punya banyak untuk engkau beri pada orang lain.”

“Apakah itu, wahai Tuan Guru?”

“Pertama, dengan lisan yang engkau punya, engkau bisa berikan senyuman dan pujian. Kedua, dengan mata yang engkau punya, engkau bisa memberikan tatapan yang lembut penuh rahmat. Ketiga, dengan telinga yang engkau punya, engkau bisa memberikan perhatian untuk mendengar keluhan orang-orang di sekitarmu.”

“Berikutnya, keempat, dengan wajah yang engkau punya, engkau bisa memberikan keramahan dan kesantunan yang bersahabat. Dan kelima, dengan tangan yang engkau punya, engkau bisa memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan.”

“Jadi,” lanjut sang Guru Bijak, “sesungguhnya engkau bukanlah miskin, hanya saja tidak pernah mau memberi pada orang lain. Itulah yang menyebabkan orang lain juga tidak pernah mau memberikan apa pun pada dirimu.”

“Engkau akan terus seperti ini jika engkau tidak mau memberi dan berbagi pada orang lain. Pulanglah dan berbagilah pada orang lain dari apa yang masih engkau punya agar orang lain juga mau berbagi denganmu,” ujar sang Guru.

Ikhwatal iman, memberi tidak ditentukan oleh seberapa besar atau kecil, tetapi berdasarkan kebutuhan. Ada yang butuh didengarkan. Ada yang butuh dikuatkan. Ada yang butuh diperhatikan. Ada yang butuh disemangati. Ada yang butuh diberi pengharapan.

Karena itu, selalu lakukanlah yang terbaik. May yazra’yahshud, apa yang kita tanam sekarang akan kita ketam pada kemudian hari.

Ketika kita menanam padi, mungkin rumput ikut tumbuh.Namun, ketika kita menanam rumput, tidak mungkin padi ikut tumbuh. Jadi, saat kita melakukan kebaikan, mungkin hal buruk akan ikut mengiringi. Namun, ketika kita melakukan keburukan, tidak akan mungkin muncul kebaikan.

Mari tetaplah berbuat baik sekecil apa pun bentuk kebaikan itu. Meski yang kita bisa sekedar doa, menyungging senyum, dan menyapa ringan penuh sopan dan santun.Wallahu A’lam.

OLEH USTAZ MUHAMMAD ARIFIN ILHAM

REPUBLIKA

 


Alhamdulillah, aplikasi cek porsi haji sudah aktif kembali. Cek informasi akomodasi haji tahun ini. Install dari HP Android Anda. Klik di sini! 

Mengobati Kesedihan

Merasakan kesedihan adalah manusiawi. Fitrah dan merupakan sifat alami yang dimiliki oleh setiap manusia. Kesedihan muncul akibat dari tidak dapat menerima keadaan, seperti kehilangan orang-orang yang dicintai, harta atau kedudukan. Sedih juga bisa karena kegagalan, kesusahan, kecewa, stres, atau patah hati.

Orang yang bersedih biasanya akan menangis. Akan tetapi,  orang yang menangis belum tentu bersedih. Karena orang yang menangis dapat juga disebabkan oleh perasaan senang atau terharu.

Sebenarnya bersedih dibolehkan dan memiliki dampak baik bagi tubuh, yakni dapat membersihkan racun dan meluapkan emosi yang terpendam. Akan tetapi, kesedihan juga dapat berdampak buruk jika terjadi berlarut-larut.

Kesedihan yang berlarut-larut inilah yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Seperti menangis berhari-hari tanpa henti karena ditinggal orang tercinta, menangis dalam waktu yang lama sehingga melupakan beribadah kepada Allah, dan bersedih hingga melukai dirinya sendiri. Seru Allah, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS At Taubah: 40)

Lalu bagaimana Islam mengajarkan cara mengobati kesedihan? Pertama, ingatlah selalu seruan-Nya, “Allah bersama kita.” Karena seberat apapun kesulitan dan kesedihan yang dirasakan, kita tidaklah sendiri. Dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika Allah bersama kita.

Dialah pemilik segalanya di dunia ini. Dia Mahakuasa atas segala sesuatunya. Dia Maha Penyayang dan Maha Pengasih. Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya berlarut dalam kesulitan.

Di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Dengan mengingat Allah akan membuat hati menjadi tenteram. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.” (QS Ar Ra’d: 28)

Kedua, cara termudah adalah banyak berzikir; mengingat dan terus menyebut Allah. Berzikir tidak hanya mengunduh pahala besar karena sedang melakukan amalan yang disukai para malaikat dan rasul-Nya. Karena berzikir, telah tersedia hal-hal indah untuk kebaikan diri dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Untuk sekarang atau nanti. Untuk di sini atau di sana (alam akhirat).

Saat bertasbih, sejatinya kita sedang mengakses kesucian dan kebeningan sifat rahman rahim-Nya. Tidak mungkin akan berlama-lama dengan kesedihan jika hatinya sedang dalam proses membeningkan dan menjernihkan, demi hadirnya sifat kasih dan sayang-Nya.

Saat bertahmid, bukankah saat itu kita sedang memuji keagungan dan kebesaran-Nya. Betapa pun kita masih diberi kesempatan menikmati semua karunia-Nya. Teramat banyak nikmat yang Allah beri. Dan itu jauh tidak sebanding dengan ujian yang Allah beri.

Ketika kita membaca tahlil, artinya kita sedang meneguhkan tauhid. Tidak ada Zat yang bisa memberikan kebaikan yang indah dan sempurna, kecuali Dia, Allah SWT. Dan tatkala takbir kita suarakan, kita sedang memproses pengerdilan diri di hadapan-Nya. Yang Besar dan Berkuasa atas diri kita dan setiap keadaan adalah Dia.

Berikutnya perbanyaklah doa. Ketika Rasullullah SAW  mendapati Abu Umamah RA sedang bersedih di dalam masjid, beliau mengajarkan sebuah doa, “Ya Allah, aku memohon perlindungan dengan-Mu dari keluh kesah dan kesedihan, rasa lemah dan kemalasan. Aku memohon perlindungan dengan-Mu daripada sifat penakut dan kebakhilan. Dan aku memohon perlindungan dengan-Mu dari beban utang dan dikuasai seseorang.” (HR. Abu Daud)

Ikhwah filah tercinta. Jelang pergantian tahun Masehi, jika kita adalah yang masih dirundung kesedihan yang tak berkesudahan dan atau kita adalah yang berharap banyak hal dalam hari-hari kita dan atau kita adalah yang ingin mentaubati dosa salah khilaf kita sepanjang tahun, mari hadiri majelis-majelis zikir.

Alhamdulillah untuk kesekian kalinya, harian kesayangan kita ini kembali akan menghelat zikir akbar Tahun Baru 2018 di Masjid At-Tiin, TMII. Insya Allah, bersama puluhan ribu dan jutaan umat Islam yang berzikir dan berdoa, sirna sudah kesedihan kita. Dan kita akan menapaki hidup dalam ridha, rahmat dan berkah-Nya. Aamiin.

 

Oleh Muhammad Arifin Ilham

REPUBLIKA

Ustadz Arifin Ilham: 1 Istri Cukup, Kalau 2 Bisa Damai Lebih Utama

“Ibarat kata Ustadz Arifin sudah memakai ilmu tingkat tinggi. Ya apa daya seperti kita-kita, yang masih shalat berjamaahnya bolong-bolong, sama istri masih ada marahnya walau akhirnya rukun kembali, kemampuan finansial belum tercukupi,” kata pengguna medsos.

 

Pelaku poligami yang juga Pimpinan Majelis Az-Zikra, KH Muhammad Arifin Ilham, menyampaikan nasihatnya kepada umat Islam terkait syariat beristri lebih dari satu.

Kata Ustadz Arifin, sapaan akrabnya, menjalankan syariat poligami tidak boleh sembarangan dan main-main. Harus berhati-hati.

Nasihat itu Arifin sampaikan kepada publik melalui video yang direkamnya di sebuah tempat latihan berkuda di Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/04/2017). “Pagi tadi, (di) Nusantara Polo Karanggan, Citeureup, Bogor,” kata Pengurus Az-Zikra Ahmad Syuhada saat dikonfirmasi hidayatullah.com.

Sejak pagi tadi video tersebut menyebar luas di berbagai aplikasi media sosial (viral). Dalam video itu, Arifin mengenakan kaos berkerah dan topi khusus untuk menunggang kuda.

 

Saat perekaman video itu, Arifin tampak mesra di sisi kedua kekasihnya, baik istri pertama, Wahyuniati Al-Waly, maupun istri kedua, Rania Bawazier, bercadar.

Wahyuniati membuka pembicaraan dalam video itu dengan panggilan “Yayang…” kepada sang suami.

Arifin yang berdiri diapit kedua istrinya itu lantas menyampaikan tausiyahnya.

“Bidadari pertama, bidadari kedua, ikhwah fillah, jangan main-main dengan poligami, walaupun itu syariat Allah, tapi harus berhati-hati dengan hukum Allah,” pesannya.

Ia mengatakan, menjalankan syariat poligami jangan sampai mengorbankan hal lain seperti keluarga.

“Daripada bercerai, anak jadi korban, istri jadi korban, cukup satu istri saja,” ujarnya dengan mimik wajah dan suara penuh penekanan.

“Tapi, kalau bisa damai seperti ini dua,” lanjutnya lantas merangkul erat kedua istrinya, seraya bertanya, “Bagaimana sayang?” Lalu keduanya yang tampak akur sama-sama menjawab, “Alhamdulillah!”

Jika damai seperti itu, kata Arifin, “Maka itu jauh lebih utama. Allahu Akbar!” disambut pekikan takbir kedua istrinya.

 

Renungan Sebelum Berpoligami

Nasihat senada disampaikan ustadz yang dikenal dengan majelis zikirnya itu melalui akun medsosnya, Jumat ini. Pengamatan hidayatullah.com, ia menyampaikan bahan renungan bagi siapa saja yang ingin berpoligami.

“Sebaiknya kenali dulu di antara kesalahan-kesalahan poligami ini,” kata dia, seraya menyebutkan 10 daftar kesalahan dimaksud.

Kesalahan pertama, paparnya, sebaga imam seorang suami belum jadi teladan bagi keluarga.

“Kedua, hanya maunya pada sunnah poligami, sementara sunnah-sunnah yang lain belum ditegakkan, seperti tahajjud, (shalat) berjamaah di masjid, selalu jaga wudhu, dan seterusnya,” paparnya.

Kesalahan lain, menurutnya, adalah fisik yang kurang mumpuni, sakit-sakitan, sakit kronis, sudah uzur, lemah biologis, dan sebagainya.

“Keempat, rizki belum mapan, untuk keluarga satu saja sudah keteteran,” tambah Arifin.

Kesalahan lain, tambahnya, yaitu berpoligami tapi menyakiti istri pertama dengan menceraikan. “Ini kesalahan sangat fatal. Nafsu durjana namanya,” sebutnya.

Kesalahan keenam, yaitu bersikap sangat miring, hanya asyik pada istri kedua, atau yang kedua disembunyikan terkatung-katung.

“Ketujuh, tidak pakai surat resmi KUA, apalagi nekat mempalsukan,” sebutnya.

Kemudian, kesalahan lain, tidak bertanggung jawab pada anak-anak, atau anak-anak teracuhkan bahkan tersakiti sehingga menimbulkan dendam dan traumatik karena kelakuan bapaknya.

Kesalahan kesembilan, yaitu mengawini saudari kandung istri.

Terakhir, berpoligami lebih dari empat istri.

“Sekiranya belum siap, jangan paksakan diri, daripada kemudian keluarga hancur, cerai, anak-anak jadi korban nafsu durjana, lebih baik cukup satu istri saja bahagia dunia-akhirat,” pesannya melalui akun medsosnya di Facebook, sebagai keterangan tertulis pada unggahan videonya tersebut.

Menurutnya, untuk apa berpoligami kalau hanya menghancurkan hakikat tujuan nikah yaitu “sakinah”.

“Kedepankanlah iman dan akal yang sehat agar tidak menyesal dunia akhirat,” pungkasnya.

Unggahan nasihat video dan tulisan itu pun mendapat sambutan positif dan apresiasi dari para pembacanya.

MasyaAllah. Ibarat kata Ustadz Arifin sudah memakai ilmu tingkat tinggi. Ya apa daya seperti kita-kita, yang masih shalat berjamaahnya bolong-bolong, sama istri masih ada marahnya walau akhirnya rukun kembali, kemampuan finansial belum tercukupi.

InsyaAllah istri satu sudah lebih dari cukup dan menjadi jalan menuju surga bagiku dan menggapai ridha-Nya Allah. Aamiin,” ucap pengguna medsos bernama Fitra Fajar Mohammad.*

 

HIDAYATULLAH